1. Anti-kalah Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
"Tak ada yang perlu saya lakukan di rumah. Tugas orangtualah untuk mengurusi saya. Secara hukum
mereka berkewajiban demikian. Saya tidak minta dilahirkan, kan? Selama saya masih kecil, mereka
berkewajiban mencukupi sandang pangan saya. Saya tidak wajib melakukan apa-apa. Saya sama sekali
tidak berkewajiban membuat mereka senang”
Demikian dikatakan seorang anak berusia 16 tahun yang menemui Dr. Thomas Gordon seorang psikolog
yang menemukan metode pelatihan “Menjadi Orangtua Efektif”. Sejenak Dr. Gordon termenung
pikirnya, “Manusia-manusia apakah yang kita hasilkan bila anak-anak itu dibiarkan tumbuh besar
dengan sikap bahwa dunia berutang budi besar padanya walau mereka tidak banyak menyumbang
kepada dunia? Warganegara macam apakah yang diturunkan orangtua ke bumi ini? Masyarakat
bagaimanakah yang akan diciptakan oleh manusia-manusia yang hanya memikirkan kepentingan mereka
sendiri seperti ini?
Dalam hal ini hampir semua orang menyalahkan orangtua atas problematika remaja dan kesulitan-
kesulitan dalam masyarakat yang sepertinya disebabkan oleh kaum muda. Semua ini kesalahan
orangtua, begitu keluh para ahli kesehatan jiwa, setelah mempelajari statistik yang mencemaskan
mengenai cepat meningkatnya jumlah remaja yang terbebani dengan masalah emosional serius atau
melumpuhkan, yang menjadi korbang penyalah gunaan obat atau yang melakukan bunuh diri. Politikus
dan penegak hukum menyalahkan orangtua yang dianggapnya telah membesarkan generasi yang tidak
tahu terima kasih, pemberontak, pembangkang, demonstran, pengacau, anarkis, nyeleneh dan segala
cap-cap yang buruk. Bila anak-anak gagal berprestasi di sekolah apalagi sampai drop out, maka dengan
mudah para pendidik menuduh bahwa orangtua tidak memperhatikan anaknya.
Pertanyaannya kemudian apakah benar 100% salah orangtua? Adakah pihak-pihak yang membela
orangtua dalam hal ini? Seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk membantu orangtua agar lebih
efektif membesarkan anak-anak? Dari mana orangtua dapat mengetahui bahwa apa yang mereka
lakukan itu salah dan ada cara lain yang dapat mereka lakukan?
Orangtua disalahkan, tapi apakah pernah mereka dilatih? Setiap tahunnya ada jutaan orangtua muda
menerima tugas yang paling sulit: memperoleh bayi-manusia terkecil yang hampir tiada berdaya,
bergantung penuh kepada orangtuanya, bertanggung jawab atas kesehatan badan dan jiwa anak itu
serta membesarkannya sehingga dia dapat menjadi Warganegara yang berguna bagi masyarakat.
Adakah tugas lain yang lebih sukar dan lebih menyita perhatian? Namun, sudah berapa banyak orang
tua yang dilatih untuk menghadapi hal tersebut?
Saat menginjak masa remaja, anak mengalami pergolakan yang mana hal tersebut normal terjadi pada
setiap remaja dan tak terelakkan. Hal ini merupakan akibat dari keinginan umum kaum remaja untuk
menegakkan kebebasan mereka dan memberontak terhadap orangtua mereka. Masa remaja seperti
sudah ditunjukkan oleh banyak studi merupakan masa badai dan ketegangan dalam keluarga.
Sebenarnya anak remaja tidak memberontak terhadap orangtua. Mereka hanya memberontak terhadap
beberapa metode disiplin tertentu yang bersifat merusak yang hampir selalu dipakai oleh orangtua.
2. Dilema utama para orangtua masa kini ialah mereka hanya melihat dua cara pendekatan dalam
mengatasi konflik di rumah – konflik yang mau tak mau akan timbul antara orangtua dengan anak. Dua
cara pendekatan itu adalah “saya menang-kamu kalah” atau “kamu menang-saya kalah”
Dalam Pelatihan “Menjadi Orangtua Efektif” yang dirancang oleh Dr. Thomas Gordon, cara penyelesaian
konflik melalui kesepakatan bersama atau pengikatan-pengikatan bersama yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak disebut metode “anti-kalah”. Bagi hampir semua orangtua metode ini dianggap
sebagai suatu gagasan baru bagi pemecahan konflik orangtua dengan anak, namun para orangtua
segera mengenali metode ini karena sering digunakan dalam hubungan dengan pihak lain. Suami istri
seringkali menggunakan metode ini untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat antara
mereka melalui kesepakatan bersama. Mitra-mitra dalam usaha mengandalkan cara tersebut untuk
mencapai persetujuan bagi konflik yang sering terjadi di antara mereka. Serikat-serikat buruh dan para
pemimpin perusahaan menggunakannya untuk merundingkan kontrak-kontrak yang akan ditaati keuda
belah pihak. Banyak perseteruan hukum diselesaikan melalui jalan di luar pengadilan (out of court
settlement).
Banyak di antara pasangan suami-istri yang menyelesaikan konflik mereka melalui pemecahan masalah
antara kedua pihak. Demikian pula mitra-mitra dalam usaha. Serikat-serikat kerja dan pimpinan
perusahaan merundingkan kontrak-kontrak yang mengikat kedua pihak. Pengaturan hak milik atau harta
benda dalam perceraian seringkali dicapai melalui pengambilan keputusan bersama. Bahkan anak-anak
seringkali menyelesaikan konflik di antara mereka melalui kesepakatan bersama atau pengikatan-
pengikatan informal yang dapat diterima oleh dua pihak (“Kalau Anda melakukan ini, maka saya akan
menyetujui”). Organisasi-organisasi perusahaan semakin meningkatkan frekuensinya untuk melatih
pegawai-pegawai mereka dalam hal penggunaan proses pengambilan keputusan melalui partisipasi
dalam menyelesaikan konflik-konflik.
Metode “anti-kalah” ini sering digunakan untuk menyelesaikan konflik antar individu yang mempunyai
kekuasaan sama atau hampir sama”. Bila hanya sedikit atau tak ada perbedaan kekuasaan antar-dua
orang, tidak ada alasan tepat dan jelas mengapa tidak ada satu di antara keduanya mencoba untuk
menggunakan kekuasaan untuk menyelesaikan konflik-konflik.
Bila orang tidak mempunyai kekuatan berlebih, maka penggunaan metode berdasarkan kekuasaan
hanya merupakan kebodohan yang akan mengundang cemoohan orang saya. Bayangkan bila sepasang
suami-istri di mana sang suami menggunakan metode menang-kalah untuk menyelesaikan suatu konflik
yang dihadapi – misalkan tentang berapa orang yang akan diundang bila hendak mengadakan jamuan
makan. Kadang beberapa suami lebih menyukai kalau orang yang datang lebih banyak daripada yang
disanggupi para istri. Andaikan sang suami berkata pada istrinya “Saya sudah memutuskan bahwa kita
akan mengundang sepuluh pasutri, tak kurang dari itu”. Setelah sadar dari awal keterkejutan dan
ketidakpercayaannya, sang istri mungkin akan kembali dengan mengatakannya kira-kira begini:
“Kamu telah memutuskan” atau
“Kalau begitu, aku memutuskan kita tidak jadi mengundang siapa-siapa,” atau
“Bagus! Aku harap kamu sendiri menyiapkan makanan dan membereskannya setelah itu!”
3. Terasa menggelikan bila sang suami menggunakan metode “menang-kalah” dalam situasi seperti itu.
Sang Istri memiliki kekuatan (kekuasaan) yang cukup besar dalam hubungan mereka berdua untuk
menolak usaha sang suami untuk mengalahkannya.
Mungkin dapat dianggap prinsip bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan yang sama atau relatif
sama (hubungan setara) jarang menggunakan metode menang-kalah. Bila suatu ketika mereka
mencobanya, bagaimanapun orang lain tak akan mengizinkan adanya penyelesaian konflik secara ini.
Akan tetapi bila seseorang berpikir atau bila ia yakin bahwa ia mempunyai kekuasaan yang lebih besar
daripada orang lain, ia cenderung menggunakan metode menang-kalah. Bila seseorang berpikir bahwa
orang lain mempunyai kekuasaan lebih besar, maka orang itu tidak mempunyai pilihan lain selain
menerima, kecuali bila ia memilih menolak atau berjuang dengan kekuasaan apa pun yang dianggap
dimilikinya. Maka menjadi jelas bahwa metode anti-kalah merupakan metode tanpa kekuasaan; konflik
diselesaikan tanpa ada salah satu yang menang maupun kalah. Kedua-duanya malah dapat dianggap
menang karena penyelesaian harus dapat diterima oleh dua belah pihak. Hal ini merupakan
penyelesaian konflik dengan persetujuan bersama.
Singkatnya metode anti-kalah dalam penerapannya dalam keluarga dapat dipaparkan sebagai berikut
Orangtua dan anak menghadapi situasi konflik kepentingan. Orangtua meminta anak untuk
bersama orangtua mencari beberapa penyelesaian yang dapat diterima oleh baik anak itu
sendiri maupun orangtuanya. Salah satu atau kedua pihak dapat menyodorkan kemungkinan
penyelesaian. Mereka bersama menilai kemungkinan-kemungkinan penyelesaian yang
disodorkan tadi secara kritis dan membuat keputusan akhir yang dapat diterima oleh kedua
pihak. Setelah keputusan dipilih, tidak perlu lagi merisaukan kemungkinan pemecahan yang lain,
karena kedua belah pihak telah menerimanya. Tidak diperlukan kekuasaan untuk memaksakan
kepatuhan, karena tidak ada pihak yang menolak keputusan itu