Utang Pemerintahan Presiden SBY Selama 9 Tahun Rp 1.496,12 Triliun, Mengapa K...
KampusKuning78
1.
2. 36 Tahun Kampus Kuning
Kaatakan Kebenaran, Meskipun Langit Harus Runtuh
Oleh Maruli Gultom
Sekjen MPM UKI 77/78
Ketua Umum DM UKI 75/76
3. Hari ini 21 Januari 2014, 36 tahun yang lalu, 20 Januari 1978
malam hari, kampus UKI - Salemba, diobrak-abrik dengan
beringas oleh segerombolan tentara bertopeng seram.
Sejumlah mahasiswa yang masih berada di kampus, termasuk
saya, dengan todongan senjata laras panjang digiring naik ke
truk militer yang sudah menunggu di depan kampus dan
diangkut ke markas Kodam-V Jaya, Cawang. Disana ternyata
sudah puluhan - mungkin ratusan, mahasiswa dari kampus
lain yang mengalami nasib sama ditangkapi tentara. Kami
dikumpulkan di aula Makodam yang berubah fungsi menjadi
ruang tahanan massal.
Pagi harinya, 21 Januari saya dipanggil ke kamar Kolonel Eddy
Nalaparaya, Assintel Pangdam V - Jaya. Saya diperintahkan ke
kampus UKI Cawang untuk membubarkan Apel Siaga
Mahasiswa se Jakarta Raya yang akan digelar pagi itu.
"Itu tugas eksekutif. Saya adalah Sekjen Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa UKI, lembaga legislatifnya
Dewan Mahasiswa. Ketua Umum Dewan Mahasiswa UKI ada
disini. Suruh dia saja," jawab saya menolak.
4. Eddy Nalapraya mencabut pistol colt nya yang panjang
dan di verchrome mengkilat dan berkata: "Hanya kamu
yang bisa membubarkan apel itu. Bila tidak .... kita
perang!" gertaknya sambil mengacung-acungkan pistol
panjang itu di depan hidung saya.
"Ya, sudah. Saya akan coba bicara dengan teman2
mahasiswa peserta apel siaga nanti. Tapi saya tidak
jamin," jawab saya kesal.
Saya dipersilahkan mencicipi sarapan pagi yang tersedia
di ruang kerjanya tapi saya menolak (meskipun
sebenarnya ngiler melihat makanan enak tsb.).
Saya berjalan kaki, seorang diri tanpa dikawal, menuju
kampus UKI yang jaraknya hanya beberapa ratus meter
dari markas Kodam. Ada godaan untuk kabur saja. Tapi
saya pikir percuma saja karena intel Kodam ada
dimana-mana. Dengan mudah mereka dapat
menemukan dan menangkap saya kembali.
5. Demo Menolak Soeharto
Kampus UKI masih sepi, belum ada mahasiswa yang muncul. Saya
menunggu di Fakultas Teknik sampai mahasiswa dari berbagai kampus
berdatangan menghadiri apel siaga. Mahasiswa memang pintar. Mereka
tahu bahwa kampus UKI Cawang, yang letaknya bertetangga dengan markas
Kodam V Jaya, pasti sudah diawasi dengan ketat. Mahasi
Saya menemui pimpinan rombongan masing2 kampus dan mengundang
mereka mengadakan briefing di ruang kuliah FT UKI. Saya menanyakan
apakah Ketua atau Sekjen Dewan / Senat Mahasiswanya sudah hadir.
Semuanya menjawab "belum, mungkin masih dalam perjalanan."
Saya menjelaskan sebenarnya mereka saat ini ada di Kodam V Jaya. Tadi
malam kampus2 digrebek dan aktivis mahasiswa ditangkapi dan ditahan di
Kodam. Saya dilepas hanya untuk menyampaikan permintaan Kol. Eddy
Nalapraya agar Apel Siaga dan rencana turun ke jalan dibatalkan.
"Setelah ini saya pasti akan diciduk lagi," kata saya.
Saya minta pendapat mereka, dengan absennya para pimpinan
Dewan/Senat Mahasiswa apakah Apel Siaga akan diteruskan atau ditunda
untuk konsolidasi dahulu.
Sebagian mahasiswa menginginkan Apel Siaga jalan terus, dilanjutkan
dengan demo turun ke jalan untuk menolak Suharto diangkat kembali oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Presiden RI.
6. Panser Berjejer
Sebagian lagi menyarankan agar Apel Siaga ditunda dulu. "Kita perlu
mengetahui keberadaan pimpinan mahasiswa masing2, melakukan
konsolidasi, kemudian merancang kembali dengan aksi menolak Suharto
yang lebih dahsyat." gagas seorang pengurus Dewan Mahasiswa (lupa
kampus mana).
Mendadak seorang peserta briefing berseru: "Kita mau diserbu !" teriaknya
sambil menunjuk keluar jendela.
Ternyata jalan raya Mayjen Sutoyo di depan kampus UKI sudah penuh
berjejer belasaan panser lapis baja dari Laksusda Kodam Jaya. Tampaknya
Kol. Eddy Nalapraya tidak main2 dengan gertakannya.
Suasana mulai mencekam. Para mahasiswa saling berpandangan dengan
wajah tegang. Saya sendiri tidak yakin tentara akan menyerbu ke dalam
kampus. Mereka hanya akan mencegah mahasiswa keluar kampus.
Saya berkata dengan suara setenang mungkin: "15 Januari 4 tahun
yl, mahasiswa long march memotong Jakarta secara diagonal dari kampus
UI dan UKI Salemba menuju kampus Trisakti di Grogol dengan harapan
dapat menyerap massa mendukung gerakan mahasiswa. Di Gambir
memang ada aksi bakar ban." Saya membuka kembali menceritakan
pengalaman Malari '74.
7. "Yang mengagetkan adalah ketika datang berita bahwa
Pasar Senen dibakar," lanjutku. "Ternyata Opsus sudah
menyiapkan perangkap2 di berbagai titik untuk
mendiskreditkan mahasiswa. Bukan hanya di Pasar
Senen, tetapi hampir di semua penjuru Jakarta Opsus
menggerakkan orang orangnya melakukan tindakan
anarkis. Sepeda motor merk Jepang dikeluarkan dari showroom dan dibakar. Serombongan gerombolan orang2 tegap
berambut cepak bergerak cepat menyisir bengkel2 dan
show-room mobil Jepang dari Harmoni ke arah Roxy dan
ke arah Glodok. Bengkel2 dan show-room dirusak, mobil
dan motor dibakar, ada pula yang dilemparkan ke kali.
Mereka berhasil menyerap massa yang ikut2an melakukan
penjarahan dan tindak anarkis. Show-room Toyota di jalan
Sudirman dibakar habis oleh massa yang tidak jelas asal
usulnya. Jakarta chaos.“
8. Apel Siaga Dilanjutkan
Aku menatap teman2 yang hadir: "Sekarang, tidak terlepas kemungkinan
bahwa pola Malari akan 'dimainkan' kembali oleh penguasa untuk
membungkam mahasiswa. Sangat mungkin saat ini ratusan jerigen bensin
sudah mereka siapkan di-berbagai titik di wilayah Jakarta. Begitu kita
bergerak turun ke jalan, api akan berkobar di seantero Jakarta, dan kita
mahasiswa disalahkan," aku mencoba menggambarkan kemungkinan
terburuk, seolah analist ulung, he..he..
"Sekarang terserah kita. Kita jalan terus sesuai rencana dengan risiko2 yang
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi." Aku mengakhiri komentar.
Akhirnya semua sepakat Apel Siaga tetap dilanjutkan, diisi dengan orasi2
dan lagu2 perjuangan. Setelah itu kembali ke kampus masing2 melalui jalan
belakang kampus agar tidak bersinggungan dengan militer.
Briefingpun bubar. Kami kembali bergabung dengan para mahasiswa dari
berbagai kampus yang semakin banyak berkumpul di lapangan bola kampus
UKI Cawang. Evert Matulessy memimpin menyanyikan lagu2 perjuangan di
selingi orasi2 bergilir dari kampus yang satu ke kampus yang lain.
9. Saya sendiri tidak memberikan orasi karena tidak tahu mau
bilang apa lagi. Kemerdekaan berpendapat, hak demokrasi
rakyat rakyat di negeri tercinta ini ditindas oleh todongan colt
panjang - entah kaliber berapa, digilas lumat lumat oleh
panser lapis baja, yang dibeli dengan uang rakyat itu sendiri.
Harus ada martir sebagai ganti harga hak demokrasi itu.
Martir itu akhirnya datang 20 tahun kemudian, Mei 1998.
Seperti sudah saya duga sebelumnya, beberapa minggu
setelah Apel Siaga Mahasiswa se Jakarta Raya 21 Januari 1978
tersebut saya diciduk kembali oleh Laksusda
Kopkamtib, diinterigasi 2 hari 2 malam, kemudian dijebloskan
ke tahanan Kampus Kuning, berkumpul kembali dengan
teman2 aktivis lainnya yang tidak pernah dilepas sejak
ditahan malam hari 20 Januari 1978. (Saya lebih
beruntung, sempat mencicipi kebebasan selama beberapa
minggu sampai ditangkap kembali.)
"Katakan kebenaran, meskipun langit harus runtuh."