Teks tersebut membayangkan bagaimana jika Nabi Muhammad mengunjungi rumah kita. Kita mungkin akan merasa malu karena tidak menghafal doa untuk Nabi, tidak mengenal sejarahnya, dan tidak menjalankan ibadah dengan baik. Nabi tetap tersenyum meskipun kehidupan kita tidak sesuai dengan ajarannya.
1. Andaikata Rasulullah Menjadi
Tamu Kita
Bayangkan apabila Rasulullah
dengan seijin Allah tiba-tiba
muncul mengetuk pintu rumah
kita. Beliau datang dengan
tersenyum dan muka bersih di
muka pintu rumah kita, Apa yang
akan kita lakukan? Mestinya kita
akan sangat berbahagia, memeluk
beliau erat-erat dan lantas mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kemudian kita
tentunya akan meminta dengan sangat agar Rasulullah sudi menginap beberapa hari di rumah
kita. Beliau tentu tersenyum........
Tapi barangkali kita meminta pula Rasulullah menunggu sebentar di depan pintu karena kita
teringat Video CD rated R18+ yang ada di ruang tengah dan kita tergesa-gesa memindahkan
dahulu video tersebut ke dalam.
Beliau tentu tetap tersenyum........
Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita pajang di
ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke belakang secara tergesa-
gesa.
Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang ada di ruang samping
dan kita meletakkannya di ruang tamu.
Beliau tentu tersenyum.......
Bagaimana bila kemudian Rasulullah bersedia menginap di rumah kita? Barangkali kita
teringat bahwa kita lebih hapal lagu-lagu barat daripada menghapal Shalawat kepada
Rasulullah SAW.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui sedikitpun sejarah Rasulullah
SAW karena kita lupa dan lalai mempelajarinya.
Beliau tentu tersenyum........
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui satupun nama keluarga
Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Indonesian Idols atau
AFI.
Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi ruang shalat. Atau
barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian yang
pantas untuk berhadapan kepada Rasulullah.
Beliau tentu tersenyum........
2. Belum lagi koleksi buku-buku kita. Belum lagi koleksi kaset kita. Belum lagi koleksi karaoke
kita. Kemana kita harus menyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan
kita?
Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita tidak pernah ke masjid
meskipun adzan berbunyi.
Beliau tentu tersenyum........
Barangkali kita menjadi malu karena pada saat Maghrib keluarga kita malah sibuk di depan
TV.
Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk
mencari kesenangan duniawi.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah menjalankan shalat sunnah.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang membaca Al-Qur'an.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal tetangga-tetangga kita.
Beliau tentu tersenyum.......
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah menanyakan kepada kita siapa nama tukang
sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita.
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah bertanya tentang nama dan alamat tukang
penjaga masjid di kampung kita.
Betapa senyum beliau masih ada di situ........
Bayangkan apabila Rasulullah tiba-tiba muncul di depan rumah kita. Apa yang akan kita
lakukan? Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilahkan beliau masuk dan
menginap di rumah kita?
Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena
hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.
Maafkan kami ya Rasulullah.........
Masihkah beliau tersenyum?
Senyum pilu, senyum sedih dan senyum getir........
Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata Rasulullah........
Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup merupakan suatu kombinasi kebahagiaan.
Jangan jadikan Penghalang sebagai hambatan, tetapi jadikan sebagai pendorong aktifitas.
Siapa yang mendiamkan saja kejahatan merajalela, dia itu membantu kejahatan!
Sehalus-halusnya musibah adalah ketika kedekatan kita denganNya perlahan-lahan terenggut
dan itu biasanya ditandai dengan menurunnya kualitas ibadah.