Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Penagihan pajak
1. Tugas Administrasi Perpajakan dan Praktikum Komputer
1201120184
Ireni Adila Sari
Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2013
2. Daftar Isi
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................. 1
BAB II : Penagihan Pajak
2.1 Pengertian, tujuan dan surat paksa ............................................... 2-3
2.2 Penagihan pasif dan aktif ............................................................. 4-5
2.3 Penagihan pajak menurut pasal 1 angka 8 uu PPSP ....................... 5
2.4 Penagihan pajak dan surat paksa.................................................. 6-9
2.5 Perlakuan objek sita ................................................................... 9-10
2.6 Lelang dan Penjualan barang sitaan......................................... 10-12
2.7 Penjabat dan juru sita pajak ..................................................... 12-13
2.8 Penagihan seketika dan sekaligus ................................................. 13
2.9 Tata cara pembayaran dan penagihan ...................................... 14-16
2.10 Ketentuan pidana......................................................................... 16
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 17
3.2 Daftar pustaka ............................................................................... 18
3. Kata Pengantar
Puji dan Syukur saya ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini serta tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai “PENAGIHAN PAJAK”.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, Oktober 2013
Penulis
4. BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal
balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dari pengertian atau fakta diatas mengungkapkan bahwa tujuan pajak
adalah untuk memakmurkan rakyat atau membuat rakyat menjadi sejahtera. Ideal pemerintah
tentang pajak sebagai usaha untuk mencapai kemakmuran belum berjalan dengan baik karena
didalam pelaksanaannya masih banyak terdapat ketimpangan-ketimpangan yang menghambat
proses tersebut. Menjadi suatu masalah yang besar ketika Negara kehilangan kepercayaan
dari rakyatnya karena pajak tidak dapat mencapai tujuannya. Hal itu diakibatkan pengelolaan
dan pelaksana pengelolaan yang tidak transparaan serta adanya penyelewengan atau
pelanggaran ditubuh instansi yang mengurus pajak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penagihan pajak secara aktif dan pasif
2. Bagaimana cara penagihan pajak dengan surat paksa
3. Bagaimana tata cara penagihan dan pembayaran pajak
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Penagihan tentang pajak serta tata cara dalam pembayaran dan
penagihan pajak tersebut.
2. Untuk memenuhi tugas individu yang di berikan oleh Dosen Pembimbing Ibuk Sri
Zuliarni, S.Sos, MBA
5. BAB 2
Penagihan Pajak
2.1 Pengertian, Tujuan dan Surat Paksa
Menurut pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang no.19 tahun 2000
dijelaskan pengertian Penagihan Pajak yaitu sebagai berikut:
"Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,dan menjual barang
yang telah disita."
Pengertian di atas mengandung arti bahwa penagihan merupakan serangkaian kegiatan yang
di mulai dengan tindakan-tindakan yang berupa teguran atau peringatan, dan dilanjutkan
dengan tindakan-tindakan yang lebih bersifat memaksa agar utang pajak segera dilunasi oleh
penanggung pajak. Tujuan penagihan pajak adalah agar penangggung pajak melunasi utang
pajaknya berikut dengan biaya penagihan pajak.
Penanggung pajak merupakan orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak diwakili
dalam hal:
a. Badan oleh pengurus
b. Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator
c. Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan
d. Badan dalam proses likuidasi oleh likuidator
e. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya
atau yang mengurus harta peninggalannya
f. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali
pengampunya
6. Apa saja yang termasuk dalam dasar penagihan pajak menurut Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 16 TAHUN 2000!
Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, dan Putusan Banding,
Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak. Apabila terdapat
kekeliruan atau kesalahan dalam penghitungan pajak terhutang tersebut, maka Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan . Dalam hal tagihan pajak tersebut tidak
dibayar pada tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
1.
Surat Tagihan Pajak (STP);
2.
Surat Ketetapan Pajak (SKP);
3.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
4.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKPBT);
5.
Surat Keputusan Pembetulan;
6.
Surat Keputusan Keberatan;
7.
Putusan Banding;
8.
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD);
9.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);
10.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT);
11.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBKB);
12.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT);
13.
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB);
14.
Surat ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak.
7. 2.2 penagihan pasif dan aktif
Dalam melaksanakan penagihan pajak daerah bidang Penagihan dan Pembukuan
fokus pada 2 (dua) kegiatan yaitu penagihan pasif dan aktif.Penagihan
pasif berpedoman
kepada
SKPD
yang
telah
ditetapkan
(ketetapa
bulan berjalan) sementara penagihan aktif berpedoman kepada 2 (dua)
sumber peraturan perundang - undangan bersumber pada peraturan daerah dan
perwali dan bersumber pada UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak
daerah dengan surat paksa.
I.
Proses penagihan aktif dengan penyegelan
7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo diterbitkan Surat Teguran I, II dan Surat Teguran
Terakhir ( Surat Teguran Walikota).
Ditindaklanjuti oleh Satuan Pol. Pamong Praja untuk dilakukan penyegelan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
II. Proses penagihan aktif dengan penyitaan
7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Teguran.
Setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran, diterbitkan
Surat Paksa melalui juru sita pajak.
Apabila Wajib Pajak belum melunasi hutang pajaknya 2 x 24 jam (dua hari) setelah
tanggal Surat Paksa, maka diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pelaksanaan penyitaan oleh Juru Sita Pajak dengan menyegel barang – barang milik
Wajib Pajak yang boleh disita menurut perundang – undangan yang dirinci pada
Berita Acara Pelaksanaan Penyitaan dan membuat laporan dan Pelaksanaan
Penyitaan.
III. Pengumuman Lelang dan Pelaksanaan Lelang
Membuat daftar Surat Permintaan Pelaksanaan Lelang untuk Wajib Pajak yang belum
melunasi hutang pajaknya sampai dengan berakhirnya batas waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal Surat Pelaksanaan penyitaan.
Memeriksa hari, tanggal dan jam pelelangan yang disetujui oleh Kepala Dinas dan
permintaan penegasan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
8. Menyiapkan berkas penyitaan Wajib Pajak yang bersangkutan dan pengumuman
lelang.
Pelaksanaan Lelang sesuai dengan hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan.
2.3 Penagihan Pajak menurut pasal 1 angka 8 UU PPSP
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak (PP) melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak (Pasal 1 angka 8 UU PPSP), tindakan tersebut dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
menegur atau memperingatkan.
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan Surat Paksa (SP)
mengusulkan pencegahan
melaksanakan penyitaan
melaksanakan penyanderaan
menjual barang yang telah disita
Adapun beberapa tindakan penagihan pajak yang dilakukan adalah meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut :
Penerbitan Surat Teguran/Peringatan
Penerbitan Surat Paksa
Penerbitan
SPMP/Penyitaan (Pemblokiran
rekening
melaksanakan
penyanderaan,
Pencegahan)
Pengumuman Lelang
Pelaksanaan Lelang
Menjual barang yang telah disita
Penagihan Seketika dan Sekaligus
2.4 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Surat Teguran
Atas setiap produk yang meliputi STP, SKPKB, SKPKBT dan SKKb, SKPb, Putusan
banding, serta Putusan PK, Jatuh Tempo adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan,
9. apabila 7 hari sejak tanggal Jatuh Tempo maka atas produk tersebut akan diterbitkan Surat
Teguran (Pasal 5 (1) PMK.24/KMK.04/2000).
Surat Teguran/Surat Peringatan/surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak
tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Biasanya
sebelum Jatuh Tempo bagi penunggak pajak yang nilainya besar didahului dengan
peringatan dengan media telepon terlebih dahulu kepada wajib pajak atau dikenal dengan
istilah morning call.
Perlu diketahui bahwa apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan
pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan. Demikian halnya apabila Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu
pelunasan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding.
Dasar Hukum Surat Teguran adalah : a). Pasal 8 ayat (2)UU no 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, stdtd UU nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP). b). Pasal 1
angka 3 dan Pasal 5 KMK No. 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 -12- 2000, c). Pasal 1 angka
3 dan Pasal 8 PMK No. 24/PMK.03/2008 Tanggal 6 Februari 2008.
Surat Paksa
Setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran (berdasarkan tanggal pengiriman),
WP/PP tidak melunasi tunggakan pajaknya maka, ditindak lanjuti dengan penyampaian Surat
Paksa (SP).
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak, hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 UU no. 28/2007, Pasal 1 angka 12 UU no.
19/2000.
Surat Paksa memiliki kekuatan eksekutorial, setingkat dengan Keputusan hakim yang
mempunyai ketetapan hukum yang bersifat tetap. Hal ini sejalan dengan tulisan pada Kepala
surat (SP) yang mengatakan : ― DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA‖.
Dalam keadaan force mayeur, dapat diterbitkan Surat Paksa Pengganti yang mempunyai
kekuatan hukum yang sama. Jika terdapat kesalahan dalam penerbitan Surat Paksa, PP dapat
10. memohon pembetulan Surat Paksa, yang harus dijawab dalam 7 hari oleh pejabat, dan
kegiatan penagihan ditunda (Pasal 23 PMK-24/2008).
Pemberitahuan Surat Paksa dilakukan dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa
kepada Penanggung Pajak, serta atas Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam suatu
Berita Acara yang memuat sekurang-kurangnya memuat Hari dan tanggal pemberitahuan
Surat Paksa, nama Juru Sita, nama penerima pemberitahuan dan lokasi tempat pemberitahuan
(Pasal 10 UU PPSP). Pemberitahuan SP berbeda perlakuan terhadap WP/PP sebagai berikut :
Pemberitahuan
Surat
paksa
kepada
Orang
Pribadi
(OP),
diberitahukan
kepada Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, tempat lain yang
memungkinkan, atau Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, (apabila PP yang bersangkutan tidak dapat
dijumpai), Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya (apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum
dibagi), dan Para ahli waris (apabila Penanggung Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi), Apabila pemberitahuan SP tidak dapat dilaksanakan
SP
disampaikan melalui Aparat Pemda (minimum setingkat SEKDES).
Pemberitahuan Surat paksa kepada WP Badan, diberitahukan kepada Pengurus, Kepala
Perwakilan, Kepala Cabang, PenanggungJawab, Pemilik Modal di tempat kedudukan
badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang
memungkinkan; Pegawai Tetap (Pegawai perusahaan
yang membidangi keuangan,
pembukuan, perpajakan, personalia, humas, atau bagian umum dan bukan pegawai
harian) di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita
tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud di atas; Apabila
pemberitahuan SP tidak dapat dilaksanakan SP disampaikan melalui Aparat Pemda
(minimum setingkat SEKDES).
Pemberitahuan Surat paksa kepada pihak lainnya, seperti : a). Terhadap WP pailit
diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. b).
Terhadap WP yang dilikuidasi diberitahukan kepada likuidator, c). Terhadap WP yang
menunjuk kuasa diberitahukan kepada kuasa WP, d). Terhadap WP/PP yang alamatnya
tidak diketahui maka diumumkan di media masa atau tempel di papan pengumuman KPP.
e). Jika dilaksanakan di luar wilayah pejabat meminta bantuan Pejabat yang wilayah
kerjanya meliputi tempat pelaksanaan SP.
11.
Terhadap WP /PP atau pihak-pihak lain menolak untuk menerima pemberitahuan dan
salinan SP, maka Jurusita meninggalkan salinan SP dan mencatatnya dalam BA bahwa
PP tidak mau menerima SP.
Terhadap dokumen Surat Paksa jika terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat (kecurian,
kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa rusak, tidak
terbaca) atau sebab lain (Surat Paksa hilang atau tidak dapat ditemukan), Surat Paksa
pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan, yang mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Dasar Hukum Surat Paksa adalah : a). Pasal 8 ayat (2)UU no 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, stdtd UU nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP). b). Pasal 9
KMK No.
561/KMK.04/2000
Tanggal 26 -12- 2000, c). Pasal 12 PMK No.
24/PMK.03/2008 Tanggal 6 Februari 2008.
Penyitaan
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah penyampaian Surat Paksa (SP), namun wajib pajak tidak
melakukan pelunasan terhadap utang pajaknya maka ditindak lanjuti dengan Penyitaan
dengan nama dokumen Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). Penyitaan adalah
tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Objek Sita adalah barang (tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita) Penanggung
Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak. Barang milik Penanggung Pajak yang
berada: di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk
yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan
utang tertentu . Objek Sita dapat berupa :
Barang Bergerak meliputi : mobil,perhiasan,uang tunai, dan deposito, tabungan, saldo
rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham,
atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan
atau barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
Barang Tidak Bergerak : Tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu (20 m3 —
Pasal 314 KUH Dagang).
12. 2.5 Perlakuan objek sita
Bagi Penanggung Pajak OP, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap : barang milik pribadi
yang bersangkutan, isteri, dan anak yang masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki
secara tertulis oleh suami atau isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan.
Bagi Penanggung Pajak Badan, penyitaan dapat dilaksanakan atas: barang milik
perusahaan, barang milik pengurus, barang milik kepala perwakilan, barang milik kepala
cabang, barang milik penanggung jawab, barang milik pemilik modal, baik di tempat
kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan
tertentu (Tidak ditemukan barang bergerak/ barang bergerak yang ada tidak mempunyai nilai
atau harga tidak memadai dibandingkan dg utang pajaknya) dapat dilaksanakan langsung
terhadap barang tidak bergerak. Dalam penentuan urutan barang yang akan disita yang perlu
diperhatikan adalah jumlah utang pajak & biaya penagihan pajak dan kemudahan penjualan
atau pencairannya. Beberapa objek sita tertentu diantaranya yaitu :
Perhiasan emas, permata dan sejenisnya,
uang tunai termasuk mata uang asing,
kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank,
surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek,
surat berharga yang tidak diperdagangkan di bursa efek,
Piutang,
penyertaan modal pada perusahaan lain,
Penyitaan Barang Tidak Bergerak Tanah dan bangunan
Dalam proses penyitaan terhadap objek yang akan disita dapat dikondisikan atas 2(dua) hal
yaitu wajib pajak tidak hadir menyaksikan barang yang disita maka diperlukan 1 (satu) saksi
yang berasal dari Pemda minimal sekretaris Kelurahan atau Desa. Min gol II/a di Kantor
Kelurahan/Desa Kecamatan dan apabila PP hadir namun menolak untuk menandatangani
BAPS maka BAPS ditandatangani oleh Juru Sita dan Saksi-saksi, Salinan BAPS ditempelkan
pada objek sita , atau di tempat objek sita berada, dan atau di tempat-tempat umum. Dapat
13. ditempel atau diberi segel sita. Dalam Segel Sita tertulis tulisan ― DISITA‖ , kutipan BAPS ,
larangan-larangan , ancaman Pasal 41A jo. Pasal 23 ayat (1) huruf d UU PPSP. Segel Sita
ditandatangani oleh Jurusita Pajak.
Pengecualian atas objek pajak yang dapat ditindaklanjuti dengan tindakan penagihan aktif
berupa penyitaan (sesuai pasal 15 UU PPSP) adalah :
Pakaian dan tempat tidur,
Persediaan makanan dan minuman ,peralatan memasak, obat-obatan.
Perlengkapan bersifat dinas yang diperoleh dari negara;
Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan alat-alat untuk pendidikan,
kebudayaan dan keilmuan;
Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp 20.000.000,00
Peralatan penyandang cacat.
2.6 Lelang Dan Penjualan Barang Sitaan
Dalam persiapan lelang, Kepala kantor mengajukan permohonan lelang secara tertulis
disertai dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang. Nilai utang pajak adalah
jumlah yang tercatat pada berkas penagihan yang meliputi :
STP, SKPKB, SKPKBT, SPPT, SKP, SKPT, STB, SKBKB, SKBKBT, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjuan Kembali
Surat Setoran Pajak atau bukti transaksi pembayaran pajak (NTPP),
Surat Teguran
Surat Paksa
Laporan Surat Paksa
SPMP
Pengumuman lelang, dilakukan setelah kepastian waktu lelang KP2LN. Kepala Kantor
mengumumkan lelang paling cepat 14 hari setelah penyitaan, melalui surat kabar harian,
selebaran atau tempelan atau media elektronik termasuk internet di wilayah kerja Kantor
Lelang, Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali. Pengumuman lelang
barang tidak bergerak dilakukan 2 kali. Jangka waktu pengumuman pertama dengan kedua
14. sekurang-kurangnya 15 hari. Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian
dan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang.
Dalam pelaksanaan lelang, penjualan secara lelang dilakukan setelah 14 hari sejak
pengumuman lelang melalui media massa. Disini kepala kantor bertindak sebagai penjual
barang yang disita mengajukan permohonan lelang kepada Kantor Lelang sebelum
pelaksanaan lelang. Kepala Kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada Pejabat
Lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang.
Konsekuensi pelaksanaan lelang adalah Hak Penanggung Pajak atas barang yang dilelang
berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti
otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak (Pasal 28 ayat 5 UU PPSP). Apabila
setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh keputusan keberatan atau putusan
banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga
menimbulkan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak
berhak menuntut pengembalian barang yang telah dilelang. Melainkan Kepala Kantor
mengembalikan kelebihan pembayaran pajak tersebut dalam bentuk uang.
Pencegahan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan dilakukan sangat selektif dan
hati-hati, harus memenuhi syarat kuantitatif dan syarat kualitatif. Syarat kuantitatif adalah
apabila tunggakan pajak minimum sebesar Rp. 100.000.000,- sementara syarat kualitatif
adalah apabila itikad baik WP/PP diragukan.
Pencegahan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam
hal ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Keputusan
pencegahan diterbitkan oleh Menteri Keuangan. (Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
UU No. 9 Thn 1992 tentang Keimigrasian, yang menentukan bahwa wewenang dan
tanggung jawab atas pencegahan dilakukan oleh Menkeu jika menyangkut urusan piutang
negara).
15. Tindakan pencegahan ini dapat dilakukan terhadap beberapa orang sebagai Penanggung
Pajak Wajib Pajak Badan atau ahli waris. Keputusan pencegahan tersebut disampaikan
kepada:
1. Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan,
2. Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM);
3. Pejabat yang memohon pencegahan,
4. Atasan Pejabat yang bersangkutan,
5. Kepala Daerah setempat.
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selamalamanya 6 (enam) bulan. Apabila tidak ada keputusan perpanjangan, pencegahan yang sudah
ditetapkan berakhir demi hukum. Keputusan pencegahan atau penangkalan dinyatakan
berakhir karena : a). Telah habis masa berlakunya, b). Dicabut oleh pejabat yang berwenang
menetapkan; atau c). Dicabut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Apabila
keputusan pencegahan dinyatakan berakhir sebelum habis masa berlaku sebagaimana
tercantum dalam surat keputusan pencegahan, maka pencabutan tersebut harus dinyatakan
dalam bentuk keputusan pencabutan.
Apabila wajib pajak mengajukan gugatan atas putusan pencegahan, maka Gugatan atas
keputusan pencegahan dalam rangka Penagihan Pajak hanya dapat diajukan kepada
Pengadilan Pajak sesuai ketentuan pasal 23 ayat (2) huruf b KUP.
2.7 Pejabat dan Jurusita Pajak
Pejabat
Pasal 1 angka 5 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menjelaskan bahwa pejabat adalah
pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak, menerbitkan Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah melaksanakan
Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penghitungan harga Limit,
Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan Surat Lain yang diperlukan untuk
penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh
utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
Juru Sita
Juru Sita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika
dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan.
16. 2.8 Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh
jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus. Surat perintah penagihan
seketika dan sekaligus diterbitkan apabila :
1. Penanggung pajak akan meninggalkan indonesia untuk selama-lamanya atau berniat
untuk itu
2. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai
dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan
yang dilakukannya di Indonesia
3. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya,
atau
menggabungkan
usahanya,
atau
memekarkan
usahanya,
atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan
perubahan bentuk lainnya
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara, atau
5. Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat
tanda-tanda kepalitan
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
2. Besarnya utang pajak
3. Perintah untuk membayar dan
4. Saat pelunasan pajak
2.9 tata cara pembayaran dan penagihan
skpdkb, skpdkbt, stpd, surat keputusan, keberatan dan putusan banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar
penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 bln sejak
diterbitkan.
17. walikota atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikkan persetujuan kepada wp utk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 %.
pajak yang terutang berdasarkan skpdkb, skpdkbt, stpd, surat keputusan pembetulan,
surat keputusan keberatan dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh
wp pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
keberatan dan banding
wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada walikota atau pejabat yang ditunjuk
atas suatu : a. skpdkb. b. skpdkbt. c. skpdlb. d. skpdn. e. pemotongan atau pemungutan oleh
pihak ketiga berdasarkan peraturan perundanga-undangan pajak daerah.
syarat-syarat mengajukan keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia disertai alasan-alasan yang jelas.
keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan.
keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui wajib pajak.
keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
keputusan akan keberatan wajib pajak
walikota dalam jangka waktu paling lama 12 bulan, sejak tanggal surat keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
keputusan walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
apabila dalam jangka waktu paling lama 12 bulan walikota tidak memberikan suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
18. pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan
sanksi administratif
atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, walikota dapat membetulkan skpdkb,
skpdkbt atau stpd, skpdn atau skpdlb yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan /
atau kesalahan hitung dan / kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
pengembalian kelebihan pembayaran pajak
atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian
kepada walikota.
kadaluwarsa penagihan
setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak,
kecuali tindak pidana dibidang perapajakan daerah.
kadaluarsa penagihan tertangguh apabila : a. diterbitkan surat teguran dan / atau surat
paksa; b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak
langsung.
pembukuan dan pemeriksaan
wajib pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikitrp. 300.000.000
pertahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
wajib pajak yang diperiksa
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu
dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
memberikan keterangan yang diperlukan.
19. 2.10 ketentuan pidana
wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan sptpd atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 tahun atau denda paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar.
wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan sptpd atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 tahun atau denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar
20. BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
Penagihan pajak adalah tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak, jika
penanggung pajak tidak membayar pada jatuh tempo, penagihan dapat dilakukan dengan
surat paksa