SlideShare a Scribd company logo
1 of 69
Download to read offline
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
1
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
2
REVOLUSI HATI untuk NEGERI
IMRON SUPRIYADI
provokator indonesia
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
3
REVOLUSI HATI untuk NEGERI
@Imron Supriyadi
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Copyright © 2012 by Venesia Publishing
Penyunting Naskah : Citra M Syahrian
Desain Cover : Team Kreatif Venesia Publishing
Penata Isi : Tunas Gemilang Press
Cetakan pertama, Februari 2012
Diterbitkan oleh
Venesia Publishing
(Venesia dari TIMUR Grup)
Marketing dan Organizer
PAReS management
Jalan Sersan Sani Lrg. Sukadarma II No.45 Palembang
Sumatera Selatan - Indonesia
e-mail : venesiapublishing@gmail.com
ISBN : dlm proses
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
4
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang No 19 Tahun 2002
tentang HAK CIPTA
(1)
Barang siapa sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi
izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
didenda paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
(2)
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah).
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
5
daftar ISI
halaman COVER __1
daftar ISI__5
biodata PROVOKATOR__6
perSEMBAHAN__7
komentar MEREKA__8
proLOG__11
pengantar PENERBIT__13
Pengantar PENULIS__14
Ucapan terima KASIH__16
1. Kemiskinan Adalah Jembatan Emas__18
2. Persahabatan Mati Lampu__19
3. Jangan Usir Ayam di Ruang Tamu__20
4. Dialog Sungai__21
5. Mengubah Sakit Menjadi Nikmat__23
6. Mengubah Tinja Menjadi Cinta __25
7. Mulut Kita dan Dandang Bakso__27
8. Bertemu Tuhan dalam Kegagalan__28
9. Kehilangan Adalah Kasih Sayang__30
10. Kecurigaan Adalah Wajah Kita__31
11. Sedang Tuhan Pun Mengutus Ayam__33
12. Ayam Kesayangan Pak Kiai__35
13. Ada Tuhan Dalam Minuman Keras__36
14. Nyamuk Sosial, Nyamuk Sok Sial__37
15. Ada Tuhan Di Balik Udang__38
16. Bersyukur Dalam Kebutaan__40
17. Rugi Satu Juta Adalah Kebahagiaan__41
18. Negeri Ikan Tempalo__42
19. Ayam Mati di Meja Presiden__44
20. Ayat-Ayat Kemacetan__45
21. S3M__47
JENDELA LAIN
1. Kebersihan Kok Nunggu Perintah, Bos__49
2. Kampanye Hitam dan Tuhan Bermain Bola__52
3. Silaturahim (Aliran Sesat?)__54
4. Tragedi Zakat dan Kebijakan Langit__57
5. Nikmatnya Gagal Menjadi Anggota Dewan__60
6. Antasari dan Pemeliharaan Tuhan__63
halaman AKHIR__59
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
6
biodata provokator
Nama lengkap saya Muhamamd Imron Supriyadi, biasa di panggil Imron. Menurut Akta, Saya
lahir pada Hari Ahad, Tanggal 18 Mei 1973 di Magelang. Saya adalah putra tunggal dari Abdul
Salam (Alm) dan Alfasanah. Sejak tahun 1989 Saya dan keluarga “hijrah” ke Pulau Sumatera
sampai sekarang. Isteri saya bernama Pustrini Hayati, S.Pd.I, Perempuan berdarah Suku
Pasmah (Semende Lembak), yang telah melahirkan dua anak kami ; Annisatun Nurul Alam (6
tahun) dan Muhammad Kahfi Elhakim(3 tahun). Motto Hidup saya ; Setiap Mahluk Adalah
Guru, dan Setiap tempat Adalah Sekolah”
Saya belajar menulis sejak aktif di Teater tahun 1993 saat saya belajar menulis naskah drama
panggung dan TVRI Palembang. Setelah itu, ikut mengelola Majalah Ukhuwah, Media
Kampus IAIN Raden Fatah Palembang, yang terbit hingga sekarang. Beberapa tulisan sudah
banyak dimuat di sejumlah media. Pernah bekerja sebagai wartawan wartawan Harian Pagi
Sumatera Espres, Tabloid Mingguan Media Sumatera, Reporter dan Moderator Talkshow Radio
Smart FM Palembang, Kontributor Kantor Berita Radio 68H Jakarta, wartawan Majalah Politik
“Sindang Merdeka” Palembang dan News Director Radio Gema Bukit Asam (RGBA) FM,
Direktur Pendidikan Yayasan Nurul Iman Talang Jawa Tanjung Enim, Dosen Jurnalistik di
AMIK RAMA dan Pjs.Sekretaris Islamic Center Kabupaten Muaraenim. Buku Revolusi Hati
untuk Negeri, adalah buku kedua, setelah sebelumnya buku Kumpulan Cerita Pendek “Sedang
Tuhan pun Bisa Mati” terbit di tahun 2003 (Tenggala Press-Tangerang).
Saat ini aktif di organisasi wartawan ; Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Kota Palembang.
Kegiatan sekarang, sebagai Provokator Revolusi Hati, Trainer Jurnalsitik (cetak dan radio),
Melatih Teater dan Menulis Sastra di Teater Tubun SMA Negeri 15 Palembang. Juga
Fasilitator Sekolah Demokrasi Ogan Ilir (SDOI), yang diselenggarakan Komunitas Indonesia
untuk Demokrasi (KID) Jakarta dan Yayasan Puspa Indonesia (YPI) Palembang. Kritik dan
saran, dapat dikirim melalui email saya : imronsumsel@gmail.com. Blog saya :
www.sastramusi.blogspot.com
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
7
Persembahan
Karya ini kupersembahkan buat Isteriku tercinta,
Pustrini Hayati,S.Pd.I, dan kedua matahariku,
(Annisatun Nurul Alam dan Muhammad Kahfi El Hakim).
Semoga buku ini menjadi janji Ayah kalian, agar Ayah
tetap menjadi mahluk ciptaan-Nya, yang senantiasa
komitmen dan konsisten menjaga kemuliaan diri
dan keluarga di hadapan Tuhan
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
8
KOMENTAR MEREKA
TENTANG
REVOLUSI HATI untuk NEGERI
Renungan yang menarik dibaca tentang pengalaman-pengalaman kecil, kadang sederhana,
dalam kehidupan sehari-hari sang pengarang. Dia memberi makna kepada pengalaman hidup
sehari-hari yang tampaknya sederhana, tetapi, setelah direnungkan lebih jauh, mengandung
"tambang" makna yang kaya.
(Ulil Abshar-Abdalla, Intelektual Muslim)
Revolusi Hati untuk Negeri karya Imron Supriyadi, begitu menggugah hati saya. Bagaimana
tidak? Baru membaca kalimat awalnya saja, saya langsung menyadari betapa peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari adalah cermin diri untuk belajar sekaligus koreksi.
Bahwa di setiap peristiwa kehidupan ada sebuah makna dan kasih sayang Ilahi untuk kita
resapi. Buku ini wajib Anda baca! Tak peduli berapa pun usia Anda.
Karena Anda akan menjadi semakin cerdas diri serta bijak hati.”
Ainy Fauziyah, CPC, Leadership Motivator
(AINY COACHING PT. AIFA GLOBALINDO)
Melihat, menerima, merasakan, memikirkan dan kemudian menuliskan sesuatu dengan sudut
pandang baru, adalah bagian dari kreativitas. Imron Supriyadi menggenjot itu di dalam
Revolusi Hati ini, sehingga hal-hal kecil yang seringkali terlewatkan begitu saja, menjadi ilmu.
Ia sudah melakukan akrobatik pemahaman dengan membalikkan kelemahan jadi kekuatan dan
merayakan kekalahan sebagai kemenangan, Ia sudah bertapa dalam sebutir debu.
(Putu Wijaya, Budayawan)
Gejala dan peristiwa adalah wujud yang tersurat. Bersifat empiris, dan teramati secara kasat
mata. Hikmah adalah sesuatu yang tersirat berada di balik yang wujud. Ia hanya bisa diamati
oleh mata hati, dan dimaknai dengan menggunakan kearifan. Buku Revolusi Hati untuk
Negeri, mengajak pembaca ke arah pemaknaan seperti itu.
Menyingkap tabir wujud di balik yang tersurat.
(Prof.Dr.H.Jalaluddin, Guru Besar IAIN Raden Fatah Palembang)
Tulisan-tulisan dalam buku ini menggambarkan sebuah petualangan emosi, mewakili
fenomena empirik yang satir, kusamnya kehidupan, namun tetap menyimpan misteri mukjizat
Tuhan di sebuah kampung bernama Sumatera Selatan. Pembaca diajak mengikuti pengalaman
spiritual penulis yang diutarakan secara lugas, kritis, nakal, reflektif, sarat makna bagi
kehidupan sosial orang biasa.
Masduki, M.Si, MA,
(Direktur Program dan Produksi LPP RRI Pusat 2010-2015,
Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen, Indonesia, 2011-2013.)
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
9
Sebuah buku yang penuh dengan inspirasi dan motivasi yang akan
merevolusihati para pembacanya.
Haryanto Kandani,
(Indonesia's #1 Achievement Motivator & Penulis Buku Best Seller The Achiever)
Inilah buku tentang hikmah. Imron saya kira adalah pencatat yang baik. Ia menyusun
pengalaman sehari-hari dengan bahasa mengalir. Pengalaman kecil dan pengalaman besar
dalam hidupnya, ia rangkai dalam buku. Ini semacam kodifikasi pengalaman hidup. Lalu, ia
kemas itu semua pengalaman itu menjadi rangkaian mutiara hikmah.
Imron ingin menunjukkan, dia adalah orang biasa. Yang bisa marah, bisa cemas, bisa khawatir,
bisa putus asa dan sejenisnya. Tapi, melalui pengalaman kecil dan pengalaman besar itu, ia
mengajak pembaca untuk tidak sekadar berhenti dalam murung dan gelap. Ia ingin membawa
kita semua bahwa sesuatu yang gelap, yang pahit, bisa menjadi sesuatu yang baik dan manis.
Syaratnya, sabar dan cerdas mengambil hikmah.
Buku ini juga mengajak kita semua untuk terus mengasah batin, terus memoles mata hati agar
jernih melihat semua persoalan. Kekayaan materi, adalah penting. Tapi, ada yang lebih
bermakna, yaitu kekayaan batin. Sebaliknya, miskin harta bukan berarti kiamat. Kita semua
bisa bahagia, bisa gembira dengan segala kekurangan kita.
Asal, cerdas dan bijak.
Sunudyantoro, Jurnalis Majalah Tempo
Kumpulan Tulisan Pendek Imron Supriyadi; opini dan apresiasi dari pengalaman pribadi dan
sekitarnya. Sebuah renungan menarik, mengajak untuk tak melupakan hal-hal kecil yang
memungkinkan menjadi kesalahan besar bagi kita. Semoga bermanfaat.
Ian Sancin, Penulis Novel Trilogi “Yin Galema”
Tak banyak orang di zaman iPad, Facebook, dan Google yang masih yakin pada hubungan
langsung Tuhan dan manusia. Imron Supriyadi adalah salah seorang dari yang sedikit itu.
Lebih sedikit lagi adalah yang rajin menulisnya. Imron Supriyadi melakukannya, dan tanpa
banyak ‘minyak’ –kata orang Medan. Jadi tak perlu pretensius, juga tak harus puitis, atau sok
intelek, karena hubungan Tuhan yang langsung dengan umatnya itu terjadi dalam kehidupan
sehari-hari: polos tanpa kemasan, seperti dalam Kehilangan Adalah Kasih Sayang atau Sedang
Tuhan pun Mengutus Ayam maupun Rugi Satu Juta Adalah Kebahagiaan dan, sebenarnya, dalam
semua tulisannya walau dengan kadar beragam. Imron jelas perkasa dalam soal ini dan semoga
terus menjaga hubungan langsung dengan Tuhan dan tetap rajin menulisnya,
tanpa banyak ‘minyak’.
Liston P Siregar, Jurnalis, Editor www.ceritanet.com
Kumpulan naskah "Revolusi Hati untuk Negeri" merupakan sebuah karya tulis yang sangat
menggugah sekaligus menginspirasi kita. Imron telah menemukan makna kebahagiaan sejati
lewat dialog batin yang kental dengan Sang Pencipta, Allah SWT.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang serba materi, kekuatan hati merupakan pilihan
yang harus kita jadikan sebagai penyeimbang. Bacalah buku ini, temukan hati ... !
Dharma Azrevi Rangkuti, CSR, PT. Bukitasam Transpacific Railways
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
10
Buku ini menarik karena sarat dengan refleksi filosofis mengenai “manusia-ada-bersama-
dunia”. Refleksi filosofis ini tercermin dari renungan penulis atas peristiwa kehidupan
keseharian yang biasanya luput dari perhatian kita, sehingga realitas kehidupan yang terhampar
disekitar kita hadir begitu saja tanpa makna. Padahal, realitas disekitar kehidupan kita itu
merupakan teks yang kaya akan nilai-nilai bila direnungi secara mendalam atau dikupas-kuliti
melalui kekuatan berpikir. Nilai-nilai yang tersembunyi dibalik peristiwa kehidupan inilah yang
disajikan di dalam buku ini, dan nilai-nilai tersebut mengkonfirmasikan kepada kita bahwa
“manusia-berada-didunia” haruslah senantiasa berpikir positif, rasional dan optimis dalam
rangka melakukan perubahan diri dan perubahan realitas.
Dr. Tarech Rasyid, M.Si, Aktifis dan Akademisi di Palembang
Melalui bukunya, Imron Supriyadi menunjukkan, hikmah dan kebijaksanaan sebenarnya bisa
diperoleh bukan dari teori yang muluk-muluk, tetapi justru dari kehidupan keseharian kita,
yang sekilas terlihat biasa-biasa saja. Di sinilah terlihat kebesaran dan keadilan Allah SWT,
yang memberi kesempatan pada setiap manusia
untuk belajar dari kehidupannya sendiri.
Satrio Arismunandar, Executive Producer, News Division Trans TV
Diinspirasi dari buku “La Tahzan” sebagai buku kategori pencerahan hati (An-Nafsu Al-
Muthma Innah), Revolusi Hati mengajak kita hijrah sebagai mahluk ciptaan Allah SWT yang
paling sempurna untuk menjadi mahluk paripurna. Guna menggapai puncak keparipurnaan
sebagai khalifah di muka bumi , kita butuh keiklasan dan kepasrahan yang total. Adakah kita
mampu menjadi “murid pertama” bagi Revolusi Hati untuk Negeri?
Yudi Fahrian, SH,MH, Rektor Universitas IBA Palembang
Sekolah yang paling luar biasa adalah sekolah kehidupan. Begitu pun dengan guru-gurunya,
bisa siapa saja. Bahkan tidak hanya berwujud manusia, bisa juga berupa pengalaman hidup
yang spesial diberikan oleh Tuhan untuk memberikan pelajaran terbaik kepada kita. Melalui
buku Revolusi Hati, saya seakan mendapatkan banyak pelajaran-pelajaran hidup dari sekolah
kehidupan melalui pengalaman Mas Imron.
Lewat kisahnya yang santai, mengalir, namun sarat makna, memberikan kita pencerahan dan
arah untuk benar-benar melakukan Revolusi Hati. Mengubah hati kita menjadi lebih baik dan
lebih dekat pada Sang Pencipta.
Arief Maulana,
Blogger dan Internet Marketer, Penulis buku "You Are The Best Motivator"
Membaca tulisan Imron, kita bagaikan diajak mengembara di alam proses berpikir.
Mengembara tanpa tujuan, karena pengembaraan itu sendiri yang diinginkan. Mudah-
mudahan, dia tanpa menyadari bahwa hanya dengan banyak mengembara, pengetahuan akan
terus bertambah. Dia keluar dari alam teori mainstream tentang menulis
yang baik dan mudah dimengerti.
Sutrisman Dinah, Redaktur Senior Harian Umum Sriwijaya Post, Palembang
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
11
Mengenal Imron Supriyadi selama puluhan tahun, akhirnya kita tahu bahwa dia selalu
menempatkan setiap persoalan pada porsi yang tepat. Konsisten, istiqomah, percaya diri dan
memahami hubungan dirinya dengan Tuhan dan makhluk lain. Buku ini adalah refleksi cara
pikir dan cara pandang Imron dalam melihat persoalan hidup sehari-hari. Dan memang—
sebagaimana yang dia tulis pada pengantar buku ini--sejatinya, Imron seorang provokator
Nurhayat Arif Permana, Penyair, Direktur Tavern Art Work Palembang
Melihat dibalik sebuah peristiwa sangat jarang dilakukan bagi setiap orang. Tetapi Buku ini,
menjadi bagian penting untuk mengajak setiap hati melihat di balik peristiwa, bukan dengan
kekesalan, hujatan atau bahkan keputusasaan. Imron, sedang mengajak kita untuk
mengendapkan semua persoalan duniawi melalui hati, sehingga menumbuhkan kesadaran,
kehambaan kita di mata Tuhan, bahwa kita hanya menjadi pelaku di bumi (Khalifah),
sementara tentang hasil, semua menjadi keputusan-Nya
Djoesev Soetrisno.SE, Direktur CV.Venesia Dari TIMUR
prolog
Mengapa Harus PROVOKATOR ?
Diawal pembuatan cover buku ini, Arya, teman saya di manajemen memprotes terhadap
rencana penyematan lebel saya sebagai provokator.
“Mengapa harus pakai istilah provokator? Mengapa tidak pakai inspirator, motivator,
atau bahasa lain yang lebih lembut?” tukas Arya.
“Memang provokator tidak sopan?” tanya saya balik.
“Konotasinya negatif. Apa ini tidak akan menimbulkan kontroversi bagi pembaca?”
Arya masih kurang sepakat dengan istilah provokator.
“Itu tergantung dari sudut pandang. Sejak awal, judul dan isi buku ini memang kita
arahkan, agar pesan didalamnya keluar dari logika umum orang kebanyakan. Maksud saya,
apapun istilah, kalimat atau bahkan peristiwa apapun, akan selalu berkonotasi negatif, kalau
pola pikir dan cara pandang kita tidak berubah. Coba kita mulai memahami sesuatu dengan
berpikir memutar, bukan dengan berpikir satu arah, sehingga ketika mendegar istilah
provokator tidak buru-buru negatif thinking!” Saya menjelaskan kembali.
“Yes, Oke! Saya paham. Tetapi selama ini provokator selalu identik dengan kerusuhan.
Belum lagi buku ini juga mengusung judul besar revolusi. Kita tidak ingin, buku ini akan
menjadi celah aparat atau pihak manapun untuk mempersoalkan kita, hanya lantaran kita salah
memilih istilah judul. Itu juga harus menjadi pertimbangan!” Arya tak mau kalah argument.
“Justeru cara berpikir seperti itu yang harus kita luruskan. Revolusi yang selama inii
ditakutkan orang, karena kata revolusi selalu diidentikan dengan darah dan anarkisme. Padahal
revolusi itu diartikan upaya perubahan secara cepat, termasuk keharusan merubah secara cepat
hati kita yang penuh borok, agar kembali bersih. Kemudian provokator juga, selalu dipadankan
dengan kerusuhan, aksi brutal dan sejenisnya. Tapi memang itulah adanya. Karena istilah
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
12
provokator ini kian mengemuka beriring dengan kerusuhan era 1998 jatuhnya Rezim Orde
Baru. Setelah Era Reformasi, istilah provokator kemudian berlanjut.
Tetapi yang jadi masalah, istilah provokator seolah menjadi legitimasi aparat untuk
menangkap oknum mahasiswa, petani, aktifis dan lainnya, jika mereka sedang melakukan aksi.
Itu yang menurut saya salah tempat. Sebab tidak semua provokator selalu disamakan dengan
hal negatif!” Kalimat saya mengucur begitu saja, tak dapat dibendung.
“Coba Anda lihat ini,” Kata saya pada Arya, sembari menunjukkan sederet tulisan dari
Prof.Dr.H.Imam Suprayogo, Guru Besar Universitas Islam Negeri Malang.
“Apa hubungannya dengan provokator, Pak?” Sergah Arya, matanya menatap saya
penasaran.
“Baca dulu, baru komentar,” Saya mendesak Arya untuk membaca tulisan itu. Dengan
seksama, Arya kemudian membaca deretan huruf ;
“Seorang dosen secara berkelakar disebut oleh temannya sebagai provokator, tersinggung dan marah.
Mungkin, kemarahannya itu disebabkan oleh persepsi dia tentang istilah provokator itu sendiri yang selalu
dimaknai negatif. Provokator mungkin dimaknai olehnya sebagai pihak-pihak yang gemar mengadu domba,
menyebarkan isu yang mengakibatkan beberapa orang atau kelompok bertikai, menyebarkan fitnah dan
sebagainya. Padahal provokator sebenarnya juga dapat dimaknai positif.
To provoke artinya adalah membangkitkan atau mempengaruhi. Mempengaruhi tak selalu
berkonotasi negatif, tetapi dapat juga sebaliknya, positif. Seseorang yang mempengaruhi teman, sahabat,
atasan atau bawahannya agar melakukan hal yang baik, yang “ma’ruf”, yang mengarah pada kemajuan,
persahabatan, memperkaya ilmu, beramal sholeh, adalah dapat diartikan melakukan provokasi. Dan,
dengan demikian seorang itu dapat disebut sebagai provokator.
Selain itu, dosen harus menjadi reference person dan memiliki kekuatan mempengaruhi. Kekuatan
itu dapat berupa ucapan atau kata-kata, porferment, tingkah laku sehari-hari dan mungkin juga berupa
do’a. Kata-kata atau ucapan dapat memberi kesan dan juga mampu menjadi kekuatan penggerak para
pendengarnya. Dosen dituntut mampu menyalakan api kecintaan terhadap subyek (mata kuliah) yang
diajarkan. Bukan sebaliknya, justru semakin menginjak akhir masa kuliah justru mahasiswa menjadi tidak
tertarik dan bahkan membencinya. Jika hal ini terjadi, gagalah tugas dosen yang sesungguhnya.”
Arya kemudian manggut-manggut, usai membaca tulisan professor itu.
“Bagaimana?” Saya memancing argumentasi Arya, jika mungkin masih ada.
“Tapi di kamus bahasa Indonesia, istilah provokator sangat negatif?”
“Betul! Anda pasti membaca kutipan ini, kan?” Saya sodorkan sebuah tulisan, yang
mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hingga terlihat tulisan :
“Dalam bahasa Indonesia, provokator berarti orang yang menggerakkan aksi atau gerakan ataupun
tindakan yang menjurus pada kekacauan atau ketidaktertiban dan ketidakamanan”.
“Tapi bukan berarti, setiap kerusakan, suasana tidak tertib dan tidak aman itu, akibat
dari ulah provokator. Dalam situasi ini, istilah provokator seringkali dipakai untuk
memudahkan proses penangkapan oleh aparat, bukan begitu artinya,” Saya kembali
menjelaskan.
“Tapi Pers juga salah dalam soal ini, Pak!?” Arya menuduh media turut
mengampanyekan istilah provokator.
“Kenapa bisa begitu?” Tanya saya ingin tahu argumentasi Arya.
“Hampir setiap pemberitaan kerusuhan, ada kalimat berita begini, ini misalnya saja,
Pak : Dua oknum mahasiswa akhirnya ditangkap aparat keamanan, karena diduga sebagai provokator
kerusuhan. Bukan begitu, Pak?!” tanya Arya butuh pembenaran dari saya.
“Ya, itu tadi! Istilah provokator, tergantung penempatannya mau dimana, dan akan
kemana istilah itu dibawa. Sama seperti uang. Kalau uang digunakan untuk menyumbang
tempat ibadah dan membantu fakir miskin dan anak yatim, menjadi bermanfaat bagi umat.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
13
Tapi kalau uang digunakan untuk menyuap demi kenaikan pangkat, jabatan atau untuk
menyogok rakyat untuk dipilih jadi Gubernur, Walikota, Bupati atau sekadar menyuap agar
diterima jadi karyawan, uang menjadi barang yang membahayakan bangsa. Bisa-bisa, bangsa ini
menjadi negeri suap. Sila pertama Ketuhanan Yang Esa, bisa berubah menjadi Keuangan Yang
Maha Kuasa, dan Tuhan sudah dinomorduakan, kan hancur bangsa ini?” Saya setengah
mengkritik.
“Bukankah bangsa ini kondisinya memang sudah begitu, Pak?”
Kami saling pandang. Arya menunggu jawaban dari saya. Tapi Arya tahu di balik tatapan mata
saya.
“Dari sini kita harus mulai merubahnya,” Kata saya sembari menunjuk dada Arya.
Revolusi Hati, harus segera dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun! Karena jika hati
manusia baik, maka baiklah semua. Tapi sebaliknya, jika hati manusia rusak, maka rusaklah
semuanya. Ini yang perlu diprovokasi ke semua anak bangsa! Dan saya adalah salah satu
provokator-nya!” Saya mengutip sebuah hadits Rasul.
**
Pengantar Penerbit
Tak ada kata paling indah yang patut kita ucapkan, kecuali Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, ketika
sampai hari ini kita masih diberi waktu untuk melakukan kebaikan di muka bumi. Kesempatan
ini pula yang kemudian perlu kita manfaatkan untuk menebar kebaikan, yang diharapkan
dengan karya ini dapat memberi manfaat bagi anak negeri.
Shalawat dan Salam, kiranya penting kita sampaikan pada junjungan Nabi Besar Muhamamd
SAW, beserta para pengikutnya, yang telah menjadi inspirator bagi peradaban dunia dalam
beragam dimensi, ekonomi, sosial, budaya dan politik. Meski pada kenyataannya ‘pesan nabi’
itu seringkali hanya sedikit kita ikuti, hanya lantaran kita lupa atau terlupa, bahkan melupakan
karena tersita oleh “keseriusan duniawi”, yang membawa kita seolah tak punya waktu, walau
hanya sekejap mengendapkan hati untuk mengingat Sang Pemilik langit dan bumi.
Terbitnya buku “Revolusi Hati untuk Negeri” ini diharapkan dapat menjadi bagian dari
pemicu kesadaran spiritualitas, (Guide to Spiritual Revolution) yang bukan saja penyadaran
tekstual (fiqhiyah) tetapi juga kontekstual, seiring dengan modernitas, sehingga setiap kita akan
lebh optimis dalam menjalani hidup, meski diiringi dengan berbagai kegagalan, kerugian,
kebangkrutan, atau bahkan kematian sekalipun,
Banyak hal yang kemudian perlu dipetik sebagai bahan renungan, terutama agar kita terhantar
pada sebuah kesadaran positif terhadap realitas pahit sekalipun, yang acapkali bertentangan
dengan ”nalar normal” manusia kebanyakan.
Ketika Anda membaca, sangat mungkin Anda akan menemukan sesuatu yang bertentangan
dengan “logika umum”, karena buku ini memang ditulis untuk dipahami, bukan dengan logika
material melainkan dengan “logika ke-gaiban” vertical (logika ilahiyah) dan bukan dengan
pandangan “kacamata kuda” yang lebih condong tekstual horizontal.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
14
Bagi anda yang tidak “gemar membaca” bisa mengikuti tulisan-tulisan ini dalam bentuk audio,
yang dikemas oleh tim kreatif, tanpa mengurangi pesan dan nilai-nilai yang terkandung dalam
rekam jejak perjalanan batin penulis.
Sengaja kemasan audio ini dibuat, selain ingin masuk dalam wilayah telinga pembaca, juga
memudahkan siapa saja yang malas membaca, termasuk bagi orang yang buta huruf sekalipun
dapat mengikuti sampai akhirnya masuk dalam relung batin kita dan menemukan ke-agungan
hikmah di balik sebuah peristiwa.
Kepada semua pihak, terutama rekan-rekan jurnalis, yang telah membantu pengumpulan
tulisan yang tersebar di beberapa media, untuk kemudian dapat dikemas menjadi sebuah buku.
Semoga upaya kreatif yang telah disumbangkan kepada kami dapat menjadi penebar kebaikan,
demi perbaikan anak negeri. Selamat membaca dan Salam Revolusi Hati!
Palembang, 20 Februari 2012
Pengantar Penulis
“Telanjang” Dulu, Sebelum Membaca
Pertama, tentu saya mengucap syukur Alhamdulillah, karena hingga hari ini--sampai sejumlah
catatan ini di tangan pembaca--saya dan keluarga masih dalam lindungan-Nya, Amin.
Shalawat dan salam, saya sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang
telah menjadi ‘cahaya’ diatas cahaya bagi umat sedunia, hingga saya, Anda telah banyak ‘diajari’
bagaimana menangkap ayat-ayat, bukan yang tersurat saja, tetapi juga yang tersirat,
Sebelum Anda membaca, saya meminta Anda untuk “menelanjangi” diri terlebih dahulu,
sehingga Anda tidak melihat siapa yang menulis, tetapi melihat apa yang ditulis. (Lihat apa yang
dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Sebab kalau dikelompokkan, pembaca setiap buku
terbagi tiga golongan. Golongan Pertama, membaca judul dan isinya saja, masuk lewat mata
kemudian keluar dari telinga kiri dan kanan. Kelompok ini biasanya melihat buku karena
kebutuhan pragmatis, dengan logika, apa untungnya membaca Buku Revolusi Hati? Standarnya
sangat matematik, karena membaca buku diukur dengan untung rugi materi, lain tidak!
Kedua; Pembaca yang hanya membaca judul, nama pengarangnya, ringkasan halaman belakang,
membolak-balik halaman dalam, kemudian menutupnya kembali, melihat bandrol harga buku.
Setelah itu diletakkan dan mencari buku yang lain tanpa permisi. Kelompok ini, tipe pembaca
buku yang menempatkan buku sebagai pelengkap, bukan kebutuhan informasi, sehingga yang
terbersit dibenaknya, membeli atau tidak, sama sekali tidak akan memperngaruhi diri dan
kehidupannya.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
15
Ketiga ; Membaca judul, pengarang, membacanya sedikit halaman dalam, atau ringkasan
halaman di halaman belakang dan membeli atau meminjam karena merasa butuh informasi
dari buku Revolusi Hati. Kelompok ketiga ini, adalah golongan yang menempatkan buku
sebagai kebutuhan informasi, tanpa melihat pengarang, tetapi lebih kepada isi buku—dengan
harapan--dengan membaca Revolusi Hati, ada ‘sesuatu’ hal baru yang didapatkannya.
Oleh sebab itu, sebelum lebih dalam membaca buku ini, Anda harus melepas semua ‘baju’
status sosial Anda, sehingga Anda benar-benar ‘telanjang’ tanpa merasa ada sekat-sekat lain
yang membenai Anda ketika membaca Buku Revolusi Hati.
Lepaskan baju Anda sebagai Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Lurah, Ketua
RT/RW, Direktur Perusahaan dan status lainnya, sehingga Anda kembali menjadi manusia
secara utuh sebagai mahluk Tuhan yang lahir dengan telanjang.
Tanpa Anda melakukan itu, rencana saya mengajak Anda untuk melakukan Revolusi Hati,
akan mengalami hambatan. Untuk itu saya mohon bantuan Anda, agar Revolusi Hati untuk
Negeri ini, bukan hanya sekadar menjadi bacaan dlohir, tetapi juga menjadi ‘pedoman batin’
bagaimana anak negeri, agar hatinya menjadi lebih baik dari sebelumnya, termasuk dalam
memahami segala bentuk carut marutnya negeri kita yang sedang menuju pembenahan.
Buku Revolusi Hati untuk Negeri bukanlah bacaan berat. Sebab tulisan ini mengalir begitu saja,
tanpa ada beban akademik dan kaidah bagaimana cara saya menulis yang baik. Namun
demikian, Insya Allah dengan bahasa yang sederhana inilah, buku ini akan dapat dipahami oleh
siapapun tanpa membedakan jenjang pendidikan, agama, suku dan golongan. Sebab ketika
catatan-catatan ini ditulis, sebelumnya tidak dilatari dengan perencaan pemetaan pasar
pembaca terlebih dahulu, melainkan “mengkuti” alur batin saya, kemudian dikumpulkan dari
tahun ke tahun, dan jadilah buku ini sampai di tangan Anda.
Hampir di semua tuisan buku ini, saya sengaja mengajak Anda untuk mengernyitkan kening,
memutar otak kemudian mongolah batin sehingga bertemu dengan makna tersirat dari sebuah
peristiwa. Dalam beberapa tulisan, sedikit banyak akan mengundang pendapat, kalau buku ini
mematahkan sikap optimisme, mendorong kepasrahan Tuhan tanpa usaha, atau hanya
menunggu emas dari langit tanpa ikhtiar. Bahkan diantara teman saya ada yang menyebut,
buku ini argumentasi orang kalah yang kemudian membuat pembenaran diri dengan
argumentasi ilahiyah, menyerahkan semua kenyataan hidup pada Tuhan, sehingga kekalahan
itu sebagai bentuk penjagaan idealisme hidup saya.
Saya katakan tidak sama sekali! Malah sebaliknya, buku ini sedang mengajak Anda untuk tetap
optimis menjalani hidup, apapun profesinya, termasuk pemulung sekalipun. Sebab, di balik
semua peran, fungsi dan kewajiban setiap mahluk ada pesan moral tersirat, sebagaimana
lahirnya presiden karena ada rakyat, ada presiden tanpa rakyat, siapa yang akan dipimpin? Atau
banyaknya orang miskin, menjadi bagian solidaritas Tuhan pada orang kaya, untuk senantiasa
berderma, datangnya pengemis ke rumah kita sebagai bentuk ‘utusan Tuhan’ karena ‘kebijakan
langit’ sedang ingin membersihkan harta kita dari segala macam kotoran. Atau kalau Anda
kehilangan handphone, jangan dulu buru-buru menyalahkan maling, karena sangat mungkin
selama Anda hidup, ada sejumlah rupiah yang menjadi hak orang lain, tetapi tidak Anda
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
16
berikan, sehingga Tuhan harus “memaksa” uang Anda harus hilang seharga handphone, dan
lain sebagainya.
Segala usaha, ikhitiar dan doa, adalah upaya maksimal dari setiap mahluk. Tetapi tentang
bagaimana hasil akhir dari suatu pekerjaan dan proses kreatif seorang mahluk, bukan
wewenang manusia. Semua itu menjadi hak mutlak Sang Maha Pemberi, Sang Maha Kasih dan
Sang Maha Penyayang. Ketika hasil tidak sesuai dengan pengorbanan, maka yang harus
dilakukan adalah melakukan revolusi hati; dengan meyakinkan diri, kalau hasil apapun yang
kita diterima, merupakan hasil yang terbaik di mata Tuhan untuk kita, seklipun buruk di mata
mahluk!. Selamat membaca!
Palembang, 20 Februari 2012
Penulis
Imron Supriyadi
Ucapan Terima Kasih
Tentu dalam proses penulisan buku ini tidak lepas dari bantuan sejumlah pihak, baik secara
kelembagaan maupun pribadi, baik. Oleh sebab itu, izinkan saya menyampaikan ucapan terima
kasih kepada ;
- Kepada Ayah saya, Abdul Salam (Alm) dan Ibu saya Alfasanah, yang telah menitipkan
“semangat kebaikan dan kemuliaan diri dan keluarga” pada saya yang masih tertanam
dalam batin saya hingga hari ini sampai akhir hayat nanti.
- Kepada kedua mertua saya, Bapak Andarwin dan Ibu Marni, yang turut memberikan
‘pesan kesabaran ekstra’ kepada putrinya, untuk kemudian sanggup mendampingi saya
dalam suka dan duka, hingga buku ini bisa terbit sebagaimana harapan.
- Kepada Isteriku tercinta, Pustrini Hayati.,S.Pd.I, dan kedua anak kami ; Annisatun
Nurul Alam (Chacha) dan Muhammad Kahfi El Hakim (Apink) yang tetap setia dan
sabar untuk bertahan pada ‘keterbatasan material’ sehingga semua itu menjadi bagian
do’a sampai akhirnya buku ini di tangan pembaca.
- Kepada Para Guru Ngaji Saya dan saudara-saudara saya di Borobudur dan Magelang,
yang turut mengiring doa atas terbitnya buku ini, hingga sampai di tangan pembaca.
- Kepada Pimpinan Yayasan dan Civitas Akademika Kampus Pondok Pesantren
Moderen Islam As-Salaam (PPMIA) Surakarta, yang ikut ‘mengisi’ otak dan batin saya
saya, meski hanya sebentar, tetapi sangat bermanfaat.
- Kepada Almamater saya (IAIN Redan Fatah Palembang) yang telah ikut ‘mendesain’
intelektual saya selama dalam proses belajar di dalam kampus.
- Kepada KH Imron Jamil di Jombang (Jawa Timur), meski melaui digital, saya banyak
mendapat inspirasi dari sejumlah rekaman pengajian Kitab Al-Hikam yang sempat saya
dengar setiap waktu tanpa merasa bosan.
- Kepada Bapak Drs.H.Asymuni Hambali (Kepala Kementerian Agama Kabupaten
Muara Enim), Kiai Abdul Majid dan Budayawan Eko Wahyu di Tanjung Enim, yang
dengan lapang dada meluangkan waktunya menjadi tempat saya ‘mengadu’ dan
konsultasi dalam segala hal, termasuk sejumlah tulisan dalam buku ini yang sebagian
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
17
terinspirasi dari berbagai obrolan keseharianya antara saya dengan mereka dari waktu
ke waktu.
- Kepada Mas Suparno Wonokromo, CEO Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group)
Wilayah Sumatera dan Jawa Barat, yang sempat ‘memacu’ saya menjadi penulis yang
baik, saat saya masih di Harian Pagi Sumatera Ekspres.
- Kepada Bapak Fachry Mohammad, Owner Smart FM Network, yang “memfasilitasi
dan mendidik” saya di bidang Broadcasting dan Public Speaking selama 5 tahun di Radio
Smart FM Palembang.
- Kepada Ustadz H.Hendra Zainudin, S.Ag, Ketua Forum Komunikasi Pondok
Pesantren Sumsel, yang ikut membantu proses peluncuran buku ini,
- Kepada Para Ulama (Pemimpin Agama), Rohaniwan dan Umaro (Kepala
Pemerintahan) di Wilayah Sumsel, yang turut membantu dan mendoakan terbitnya
buku ini, sampai akhirnya bisa dibaca oleh masyarakat, khususnya di Sumsel.
- Kepada Bung Dr.Tarech Rasyid,M.Si, aktifis dan akademisi Universitas IBA
Palembang, yang ikut ‘mengawal’ komitmen dan konsistensi saya untuk menulis.
- Kepada Bung Febuar Rahman, SH dan Mbak Endang Rahmawati serta keluarga yang
sempat menjadi tempat saya ‘berteduh’ selama 3,5 tahun dalam menjalani proses
kreatif ini.
- Kepada Tim kerja di Lembaga Kebudayaan Venesia dari Timur, Djoesev Soeterisno,
SE, Putu Lilik Supandi dan PAReS management, Muhammad Syahrian,SH, Evan
Berliansyah (Beben), Sofyan Saputra (Pepen), yang turut mendampingi saya saat
‘begadang kreatif’ dalam proses penyelesaian buku ini.
- Kepada Tim Kreatif (Broadcaster Radio Smart FM Palembang), Darwin Syarkowi,
Mohd.Ade Syafe’i (Izoel) dan Feddy Irawan, yang turut membantu dalam prosesing
studio, (recording dan mengemas sound effect) dalam bentuk audio, sehingga buku ini
bukan saja dapat dinikmati melalui tulisan tetapi juga dalam bentuk audio yang dapat
didengar bagi siapapun, termasuk yang punya waktu sedikit untuk membaca, atau bagi
tuna netra sekalipun.
- Kepada sejumlah tokoh, motivator dan para cendekiawan Indonesia yang berkenan
memberi endorsement buku saya, semoga dapat mendorongan ke setiap pembaca
untuk mengambil manfaat dari buku saya.
- Kepada Nurhayat Arif Permana, Direktur Tavern Art Work Palembang dan Tim
Work-nya, yang telah ikut “menemani” saya beberapa waktu, sehingga saya tetap
‘terjaga” untuk tetap menulis.
- Kepada kawan-kawan di LBH Pers (Yohanes Simanjuntak,SH.MH dkk) dan Aliansi
Jurnalis Independent (AJI) Kota Palembang yang telah banyak berperan ikut serta
dalam pengumpulan naskah yang tersebar di sejumlah media online dan cetak.
- Kawan-Kawan Seniman Sumsel, baik di Dewan Kesenian Sumsel (DKSS) maupun di
Dewan Kesenian Palembang (DKP), yang turut menyemangati saya dalam proses
kreatif ini.
- Kepada Yusron Masduki,S.Ag,M.Pd.I, Pimpinan Penerbit Tunas Gemilang, yang
membantu proses tata latak dan isi buku.
- Kepada Ibu Dra.Rina Bakre, Direktur Eksekutif Yayasan Puspa Indonesia, dan
kawan-kawan, yang turut ‘menjaga’ semangat saya dalam penyelesaian buku ini, dengan
memberi ruang saya, sebagai fasilitator di Sekolah Demokrasi Ogan Ilir (SDOI)
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
18
- Kepada Kawan-Kawan aktifis NGO juga kawan-kawan di SDOI, yang turut serta
mengapresiasi buku ini dalam diskusi informal saat malam menjelang.
- Kepada Kawan-kawan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ukhuwah IAIN Raden Fatah
Palembang, yang membantu dalam sosialisasi buku ini di sejumlah kampus.
- Kepada kawan-kawan Ikatan Da’i Lawang Kidul (IKDL), Ustadz KH.Arifin Aman,
A.Zahri,AR, M. Makki Kamil,S.Ag,M.Pd.I, Taufik Hidayat,S.Ag,
Assamarkondi,S.Ag,M.Si, Endri Suburdin,S.Ag, Nazaruddin,S.Ag, Jalaluddin,S.Ag,
Yahdi,S.Ag, Amran Kadir, Tulus, Roni Ridwan,S.Pd, yang telah membantu
penyebarluasan jaringan buku ini, terutama di Kota Muara Enim.
- Kepada kawan-kawan lain ; Mas Eko Sulistyanto dan Mas Andi Budiman (eks KBR
68H Jakarta), H Dachromy, S.Pd.I (Owner Yayasn Nurul Iman), Bung Eddy
Purwanto, SH (Mantan Dirut Dana Pensiun PTBA Tanjung Enim), Kartiko Bajoe
(Penyair di Tanjung Enim), Ayi Syamsudin (GM Radio Gema Bukit Asam FM) dkk,
Drs.H.Kamil Kamal, Kanda Syafik Gani (GM PalTV), FJ Adjong, Coni Sema,
Sutrisman Dinah, Asriel OSM Chaniago, Anwar Rasuan, Anto Narasoma, Taufik
Usman, M Nasir, Fahrurozi, S.Ag, Triono Junaidi, Abadi Tumanggung, Arif A OKI
(Jurnalis), Ade Indra Chaniago, Toton Dai Permana, Arif Ardiansyah,S.Pd,M.Si,
Bambang Karyanto (DPRD Kab. Muba), Beny Iskandar,ST (DPRD OKI), Jaid Saidi
(Sutradara dan Penyair), Erwin Janim, Yussudarson Sonov, Zulfikar, Edwin Fast,
Anton Bae (Owner Dapunta.Com), Heru Siswanto (Direktur Graphic Point), Para
Seniman seperti; Taufik Wijaya, Anwar Putra Bayu, Saudi Berlian, Zulkhair Ali, A
Muahaimin, Vebri Al Lintani, Amir Hamzah, Sudarto Marelo, Evan Fajrullah, Anthoni
Ansori, Rafa,iudin, Suharto, Muhsin Fajri, Dadang Lara Utama, Rusydi Bey (alm), B
Trisman (alm), A Rapani Igama, Erwan Suryanegara, SN Al Sajidi, Kamsul A Harla, J.
Filuz, Syamsu Indra Usman, Warman Pluntaz,S.Ag, Mohammad Azhari, S.Pd, M
Solikin,S.Ag, Surono,S.Pd, Sulyaden,SH, Ian Iskandar,Sh,MH, dan Kanda
Suharyono,SH, Munarman, Chairil Syah,Sh (Praktisi Hukum), Robi Budi Puruhita, SE,
Ardi Syukri,ST, Ade Indriani, JJ Polong, Yeni Izi, Wahib Situmorang, Eti Gustina dan
(aktifis NGO), Nur Kholis (Wakil KomnasHAM), Samsul Arifin, Sehabudin, M Syukri
Soha (KPID Sumsel), Kurnia Abadi, Romi Maradona, Retno Palupi, Hendra Jamal,
Warto Raharjo,S.Ag,MM (Owner PT Afzarki Permata Abadi), Nas’at Patikawa, S.Ag,
Khoiriyah,YS, S.Ag, Robain,S.Pd.I, Jhon Kenedy, H.Ahirman,S.Ag, Mustaqiem Eska,
S.Ag, M.Muhibullah,S.Ag, Ali Mursyi AR,S.Ag, yang turut ‘mengawal’ semangat saya
untuk terus berkarya, menulis dan menulis dari tahun ke tahun.
- Kepada kawan-kawan wartawan media cetak, elektronik dan media online yang telah
membantu dalam publikasi sejumlah tulisan saya di berbagai media.
- Dan kepada semua pihak lain, yang telah membantu proses penerbitan buku ini,
terutama sejumlah pendukung yang tidak bisa saya sebut satu persatu.
Semoga apa yang telah diberikan dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Sekali lagi, saya
ucapkan selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita untuk melakukan revolusi hati,
demi perbaikan negeri, mulai detik ini juga!
Palembang, 20 Februari 2012
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
19
Kemiskinan Adalah Jembatan Emas
Mungkin, saya, anda atau siapapun juga selama ini terbersit dalam hati membenci terhadap
kemiskinan di negeri ini atau di belahan dunia lain. Kebencian ini bisa jadi bermula dari
ketidaksediaan kita membantu menyelesaikan kemiskinan, atau karena di putaran otak kita
yang ada hanya tuduhan pada pemegang kebijakan negara yang kita anggap tidak peduli
terhadap kemiskinan dan orang miskin.
Tetapi, jika kemudian orang miskin dan kemiskinan itu kita putar menjadi diri kita, mungkin
kita tidak pernah akan membenci kemiskinan dan orang miskin, sebab saya, anda atau
siapapun dia sedang berada dalam posisi miskin. Artinya, katika kita dalam posisi miskin dan
diligkupi oleh kemiskinan kemudian kita membenci kemiskinan, itu sama halnya kita sedang
membenci diri kita sendiri.
Mulai hari ini sebaiknya kita melihat kemiskinan dan orang miskin bukan dengan kacamata
dendam, benci atau kasihan. Sebab dendam, benci dan ucapan kasihan tidak akan
menyelesaikan persoaoan kemiskinan.
Yang terpenting dalam melihat kemiskinan dan orang miskin adalah bagaimana kemiskinan
dan orang miskin itu dijadikan ladang kita untuk menebar benih kebaikan, sehingga
kemiskinan dan orang miskin tidak selalu dihujani dengan hujatan, cercaan dan caci maki yang
penduh dendam dan kebencian terhadap siapapun.
Sebab, ketika Tuhan menciptakan kemiskinan dan orang miskin bukan tanpa tujuan.
Sedemikian egonya kita yang dalam keseharian kita lebih banyak menahan hak orang lain, dari
pada kita mau memberikan sebagian dari harta kita, sehingga untuk membuka lahan kebaikan
itu, Tuhan tetap saja membiarkan kemiskinan dan orang miskin itu ada di sekitar kita.
Kalau kita kemudian sudah memantapkan diri dalam hati, kalau sebenarnya kemiskinan dan
orang miskin itu adalah peluang kita untuk berbuat baik yang diciptakan Tuhan, mengapa kita
harus memaki-maki mereka, mencaci mereka, mengusir mereka dari hadapan kita, Toh Tuhan
dengan sengaja menciptakan kemiskinan dan orang miskin itu sebagai alat, sebagai ruang kita
untuk terus menanamkan benih kebaikan antar sesama mahluk.
Jika teryata kemiskinan dan orang miskin adalah sekumpulan mahluk yang diciptakan Tuhan,
tetapi kita usir mereka dengan tenpa memberi apapun pada mereka, bukankah kita sama saja
sedang membuang kesempatan berbuat baik, yang sedang diberikan Tuhan di hadapan kita?
Dalam keseharian, kita sering melihat kemiskinan dan orang miskin itu seperti tinja yang
menjijikkan, karena kita tidak mengetahui rahasia Tuhan, kenapa kemiskinan dan orang miskin
itu diciptakan. Padahal, kemiskinan dan orag miskin yang ada disekitar kita adalah jembatan
emas untuk membuka diri dan hati kita agar kita mau berbagi antar sesama, karena semua
harta yang kita punya ada hak orang lain yang wajib kita berikan pada mereka.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
20
Kemiskinan dan orang miskin, tisdak kita sadarai ternyata telah membawa jasa besar pada
bangsa ini. Indonesia pernah disebut di mata internasional, sebagai bangsa yang mampu ber-
swasembada pangan karena mampu membantu jutaan rakyat miskin terbebas dari krisis
pangan. Kemiskinan, juga telah banyak membuka peluang bagi kita untuk terus melakukan
pembersihan diri, pembersihan ego kepemilikan kita, dengan memberikan sebagian kecil dari
harta yang kita punya.
Tuhan sepertinya belum bersedia melenyapkan kemiskinan, karena, kita masih perlu banyak
berbuat, untuk membayar hutang-hutang kebaikan kita pada Sang Pencipta. Untunglah,
Tuhan belum mencabut kemiskinan. Itu pertanda, Tuhan masih berbaik hati dengan kita. Ini
bentuk solidaritas Tuhan buat kita. Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk melakukan
perbaikan diri melalui kemiskinan untuk berhadapan dengan kematian?
Pesan saya, janganlah kita hanya bisa menyimpan tumpukan tinja di dalam rumah, karena itu
akan membuat kita makin tidak mengerti siapa kita sebenarnya di hadapan Tuhan. Lalu kita
tidak pernah sadar ruang diri kita, dimana Tuhan dan dimana kita.
Jika di hadapan kita ada jembatan emas yang mengantarkan kita sampai pada kesempuraan
ketataatan pada Tuhan dengan berbagi antar sesama, mengapa kita sering memilih menyimpan
tinja di dalam rumah?**
Redaksi Majalah Sindang Merdeka
Palembang, 1999-2001
Persahabatan Mati Lampu
Suatu ketika, di Er-Te saya sedang mendapat giliran mati lampu. Dan sebelumnya, PLN
memang sudah memberitahu tentang giliran mati lampu ini, sekalipun tidak jarang,
pemberitahuan itu melenceng dari jadwal. Nah, menurut jadwal giliran, seharusnya malam itu
di Er-te saya tidak mendapat giliran mati lampu. Oleh karena meleset dari jadwal itulah,
kemudian beberapa warga uring-uringan, marah-marah, kesal dan lain sebagainya.
Tetapi di sisi lain, saya juga melihat, beberapa warga keluar dari rumah, menuju warung
membeli lilin, ada juga yang tandhang atau mencari sahabat ke rumah tetangga. Saya melihat,
mereka kemudian berkumpul, sambil menunggu hidupnya lampu, dengan ngobrol dan
bercengekarama seadanya.
Saya tidak tahu persis, Anda masuk di bagian mana. Apakah masuk di kelompok yang marah-
marah dan kesal, atau masuk kelompok orang yang biasa saja menghadapi mati lampu.
Nah, dari peristiwa mati lampu, sebenarnya ada nilai yang mungkin selama ini tidak pernah kita
pikirkan, tetapi justeru muncul di saat mati lampu. Mungkin, selama ini kita selalu disibukkan
oleh bermacam aktifitas kantor atau pekerjaan keseharian. Sehingga, sepulang dari kantor,
Anda tidak pernah melakukan silaturahmi ke para tetangga, karena sudah terlalu lelah dengan
pekerjaan satu hari penuh. Demikian juga, oleh karena kita sering berbelanja di Supermarket,
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
21
Anda pun sangat jarang membeli lilin di warung tetangga, yang mungkin membutuhkan
keuntungan dari tangan kita.
Inilah yang saya katakan, dari mati lampu, ada nilai dan pesan sosial yang mungkin selama ini
kita lupakan. Sebab, dari mati lampu, dalam masing-masing warga tiba-tiba muncul semangat
kebersamaan untuk berkumpul dengan tetangga, berbagi kesejahteraan dengan warung
sebelah dengan cara membeli lilin, atau bahkan kita pun memiliki emosi yang serupa, yaitu
kekesalan terhadap musuh yang sama yaitu : mati lampu.( baca; kegelapan).
Kenapa di saat mati lampu kemudian kita berkumpul, mengerubungi lilin atau lampu minyak?
Atau kenapa pula di saat mati lampu kita kemudian lebih memilih mencari teman ngobrol,
ketimbang tidur-tiduran di dalam kamar sendirian? Apalagi alasannya, kalau bukan karena
Anda, saya dan kita tidak menginginkan adanya kegelapan.
Tetapi, semangat kebersamaan dan menyatu dalam satu gerakan emosi, dalam kisah mati
lampu, tidak pernah kita petik, untuk kemudian tetap kita lestarikan dalam kedirian kita.
Selama ini kita tidak menginginkan rumah kita gelap, tetapi kita sering berdiam diri di rumah
masing-masing yang berpagar tinggi, atau di kamar masing-masing tanpa berfikir, kalau
sebenarnya kita membutuhkan sahabat, yaitu orang lain (baca : cahaya). Setelah kegelapan itu
hadir di depan mata, kita baru tersadar, bahwa kita sedang berada dalam kegelapan dan tidak
ingin sendirian.
Mati lampu, ternyata tidak harus mendorong kita untuk marah terhadap PLN, tetapi ada nilai
dan pesan sosial yang mesti diajarkan pada hati dan pikran kita, yaitu semangat kebersamaan,
untuk melawan kegelapan.
Apakah kegelapan di rumah kita, kegelapan di dalam dada kita, di dalam hati nurani kita atau
bahkan, kegelapan dalam sistem ketatanegaraan kita, dari tingkat bawah (Rukun Tetangga)
sampai di tingkat pusat sekalipun (Presiden). Mestikah kita membiarkan kegelapan itu, jika kita
bisa membeli lilin dan mengumpulkan kayu bakar dalam satu “ikatan api” kebersamaan untuk
melawan kegelapan secara bersama-sama?**
Lorong Akbar, Pakjo
Palembang, 2002
Jangan Usir Ayam di Ruang Tamu
Saya atau juga anda, mungkin lebih sering memilih mengusir ayam dari dalam rumah,
ketimbang membiarkannya. Setiap orang, selalu tidak rela jika ada seekor ayam masuk ke
dalam rumah. Di teras pun, saya atau juga anda akan cepat-cepat mengusir dengan kasar, tanpa
mengetahui tujuan ayam masuk ke rumah kita.
Kenapa kita selalu cenderung mengusir ayam dari dalam rumah? Sebab yang pasti, karena kita,
selalu berprasangka buruk terhadap ayam yang masuk ke rumah kita. Prasangka itu muncul,
karena kebanyakan kita, tidak pernah tahu data ghaib dari Tuhan tentang apa niat ayam masuk
ke dalam rumah.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
22
Oleh sebab itu, kita selalu khawatir, jangan-jangan ayam itu akan berak sembarangan, dan
mengotori lantai. Kenyataan perilaku ayam yang selalu berak sembarangan di lantai rumah kita,
kemudian menjadi satu persangkaan buruk bagi setiap ayam. Padahal, anda atau juga saya tidak
mau dikatakan, semua manusia itu jelek. Sama juga ayam, kalau saja kita mengetahui bahasa
ayam, maka ayam pun akan protes kalau dikatakan, semua ayam itu jelek.
Tahun 2002, satu hari menjelang Hari Raya Idul Adha, saya berkunjung ke rumah Kiai Abdul
Madjid di Tanjung Enim. Seperti tuan rumah pada umumnya, Kiai Majid begitu hormat
menyambut saya. Semula saya diam. Saya hanya mendengarkan perbincangan sederhana,
antara Kiai Madjid dengan tamu yang datang lebih dulu dari saya.
Di tengah asyiknya perbincangan, seekor ayam masuk ke ruang tamu, persis di tempat kami
sedang berbincang. Semula saya akan mengusir ayam itu. Tetapi dicegah oleh Kiai Madjid.
Ayam itu kemudian berjalan tanpa beban ketakutan. Sementara Kiai Madjid masih berbincang
dengan tamu, saya mengamati ayam, sambil di benak saya bertanya-tanya kenapa Kiai Madjid
melarang saya mengusir ayam dari ruang tamunya?
Perlahan-lahan, ayam betina yang masuk ke dalam ruang tamu dibiarkan saja. Merasa tidak
diusik, ayam ini tiba-tiba mendekat, persis di samping Kiai Majid duduk. Ia memosisikan diri,
seperti hendak bertelur di sebuah sarang.
Sembari mengepulkan asap rokok-nya, Kiai Majid hanya melirik, gerangan apa yang akan
dilakukan oleh ayamnya ini. Saya juga ikut mengamati. Kiai Majid tak sedikitpun mengusik
ulah ayam yang ada di sampingnya. Tak lama kemudian, ayam ini melompat dari atas kursi,
dan keluar rumah.
Kiai Majid tersenyum puas, di saat melihat satu butir telur ada di samping duduknya. Ternyata,
tidak selamanya, ayam masuk ke dalam rumah akan mengotori dan mengeluarkan tinja.
Terbukti, ayam Kiai Majid memberi satu butir telur bukan tinja.
Perilaku ayam Kiai Majid, paling tidak telah menyadarkan kita pada nilai kemanuisaan kita,
yang sering mendahulukan prasangka buruk dari pada prasangka baik kepada orang lain.
Secara sadar atau tidak, ayam Kiai Majid, telah mengingatkan kita, untuk memupuk berpikir
positif atau dalam bahasa agamanya khusnuzhon, berbaik sangka kepada siapapun, termasuk
juga pada ayam. Sebab, selama kita mendahulukan sikap buruk sangka, maka selama itu pula
kita akan disiksa oleh perasaan kita sendiri.
Dari kisah ini, saya hanya akan menyampaikan pesan dari ayam Kiai Majid, kalau ayam saja
bisa memberikan yang terbaik bagi manusia, berupa telur, kenapa kita, yang jelas-jelas manusia,
tidak atau bahkan lupa untuk memberi yang terbaik kepada sesama. Padahal, Tuhan sudah
menyatakan, Tidaklah engkau akan sampai pada kebaktian atau ketaatan yang sempurna, sebelum
engkau memberikan sesuatu yang terbaik..” Mungkin, kita memang harus lebih banyak belajar lagi
dari ayamnya Kiai Majid.**
Tanjung Enim, Idul Adha 1423 H / 2002
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
23
Dialog Sungai
Suatu ketika, saya dan teman-teman se-profesi, menyusuri Sungai Musi Palembang. Sekalipun
melibatkan unsur pimpinan menejemen, tetapi, perjalanan ini, sifatnya, berjalan santai. Ibarat
orang sedang mencari angin, diluar tempat kerja, tanpa schedule, tanpa jam dan batas waktu
yang jelas. Katanya, acara jalan-jalan ini sebagai salam kesan dan pesan dari salah satu
pimpinan kami yang akan meninggalkan Palembang. Tetapi justeru inilah, yang mebuat saya
dan teman-teman, dapat dengan bebas--untuk memaknai perjalanan, dengan segala
penglihatannya, baik secara dhohir, maupun batin.
Jam sepuluh pagi menjelang siang, kami berangkat dari Dermaga Benteng Kuto Besak. Terus
menyusuri beberapa perkampungan pinggir Sungai Musi, ke arah Pulau Kemaro. Sejak awal
keberangkatan, saya sengaja berada diatas atap perahu. Sehingga, saya bisa menikmati alam
secara bebas tanpa sekat apapun.
Suatu ketika, perahu yang saya tumpangi berlintasan dengan sebuah perahu kecil tanpa mesin,
yang banyak disebut orang dengan sampan. Diatas sampan itu, ada dua orang yang sedang
menggayuh dayung. Dan ketika sampan itu tinggal beberapa meter akan berlintasan dengan
kami, seketika itu juga si pengemudi perahu mesin yang kami tumpangi, tiba-tiba menurunkan
gas. Dengan sendirinya, kecepatan perahu kami berkurang. Dan beberapa detik kemudian,
setelah berlalunya sampan itu, si pengemudi, kembali menarik gas-nya dan kecepatannya
kembali normal.
Melihat peristiwa ini, ada tanda tanya yang kemudian muncul di benak saya. Karena saya awam
terhadap “pergaulan” air, maka saya tanyakan pada awak perahu. Saya turun dan mendekati
tukang perahu.
“Mas, kenapa waktu waktu kita berpapasan dengan sampan tadi, parahu kita harus direm
gasnya?” tanya saya kepada si tukang perahu.
“O, Itu memang sudah biasanya seperti itu, Pak. Setiap kali ada perahu besar atau perahu
mesin yang berlintasan dengan perahu kecil, yang lebih besar harus mengurangi gasnya. Kalau
tidak direm gas-nya, nanti sampan kecil itu bisa oleng kena ombak perahu besar, bisa-bisa
sampan itu terbalik dan karam,” jawab si tukang perahu.
Kisah ini memberi satu pelajaran lagi bagi hati dan pikiran kita. Ternyata, diatas air ada etika
dan hukum tidak tertulis yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara pengemudi perahu
mesin dengan sampan. Kenyataan “pergaulan sampan dan perahu mesin” menggambarkan
betapa berharganya sebuah kesepakatan tidak tertulis, tetapi justeru dapat membentuk satu
kesantunan peradaban air. Kenapa saya sebut sebuah kesantunan? Karena pergaulan
sebagaimana perahu mesin dan sampan, hampir sangat jarang ditemui dalam pergaulan di
darat.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
24
Kalau meminjam bahasa Budayawan Emha Ainun Nadjib, mungkin saya, atau anda sering
melihat bagaimana peradaban kendaraan di darat, yang lebih mengutamakan pada kesadaran
gas dari pada kesadaran rem. Tetapi, diatas Sungai Musi, justeru sebaliknya, mengedepankan
kesadaran rem, dari pada kesadaran gas.
Kesadaran rem seorang pengemudi perahu yang kami tumpangi, sekaligus mewakili keinginan
penumpang, yaitu keinginan selamat secara bersama-sama, dan berharap untuk tidak
tenggelam ke dalam Sungai Musi. Kesadaran untuk saling menyelamatkan antar satu sama lain
inilah, yang saat ini seakan mulai pudar. Kalaupun ada, paling-paling hanya kesepakatan
untuk saling menyelamatkan dari jeruji penjara.
Mungkin, karena kita tidak belajar dari kesantunan peradaban sungai ini, kemudian yang
muncul dari kedirian kita adalah kegersangan. Muara kecil dalam diri kita yang bernama “hati
nurani”, tak pernah kita dialiri oleh kesantunan air, sehingga, dalam keseharian, kita memilih
untuk saling mendahukukan emosional kita, merasa ingin menang sendiri, atau merasa paling
benar sendiri, lantas mengantarkan kita pada kecenderungan, untuk selalu memandang rendah
dan salah pada orang lain.
Kenyataan ini, tentu sebagai akibat dari kealpaan kita untuk berdialog dengan air. Air, tak
pernah lagi kita ajak bersentuhan dengan muka kita dan hati kita. Komunikasi dengan siraman
air rohani, juga sering kita putuskan. Air muka persahabatan pun sering kita libas dengan
persoalan materi. Bahkan, air mata pengakuan kesalahan, tak lagi kita tumpahkan dihadapan
Tuhan.
Kalau tukang perahu dan sampan saja bisa belajar dari peradaban dan kesantunan aliran air
Sungai Musi, kenapa kita tidak?**
Smart FM, Palembang, 2002
Mengubah Sakit Menjadi Nikmat
Kisah ini terjadi pada 4 Agustus 2010 pukul empat sore. Persis di depan rumah kontrakan saya
di Palembang.
Sore itu, Annisa, putri sulung saya yang baru berumur 5 tahun, jatuh terjerembab. Lutut
kakinya lecet tergesek aspal. Tangannya juga bernasib serupa. Luka dan Kulit arinya terkelupas.
Seketika itu ada bercak darah yang mengembun dari pori-pori lukanya. Memang tidak terlalu
parah.
Tetapi bagi anak seusia Annisa, luka itu cukup untuk beralasan, jika anak saya kemudian harus
menangis karena menahan rasa sakit.
Tangisnya kian meledak, saat saya kemudian keluar menyambutnya. Dia menganggap, saya
akan langsung memanjakan dan menggendongnnya. Tangannya menjuntai ke arah saya. Tetapi
saya tidak langsung menerima permintaan itu. Kian meraunglah suara tangis anak saya itu.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
25
Sebagai orang tua, saya tidak ingin tangisan anak saya makin keras. Saya coba mengobatinya.
Setelah itu, saya menggendongnya dan saya baringkan diatas ranjang. Dalam belaian, tak lama
kemudian, anak saya terlelap bersama rasa nyeri lutut dan tangannya. Saya kemudian
meninggalkan anak saya di dalam kamar sendirian, setelah sebelumnya saya mencium
keningnya. Demikianlah kisah rasa sakit yang sore itu diderita anak saya.
Rasa sakit bisa menimpa siapa saja. Rasa sakit tidak kenal dengan pangkat dan jabatan. Dan
sore itu rasa sakit menimpa anak saya. Tetapi, saya melihat demikian indah rasa sakit yang
menimpa anak saya sore itu, ketika kemudian kecelakaan kecil itu mengantarkan anak saya bisa
tidur siang meski hanya sesaat.
Seperti kebanyakan anak seusia anak saya, tidur siang biasanya dianggap sebagai siksaan,
karena mereka mengangap ruang dan waktu bermain menjadi tersita oleh tidur siang.
Tetapi, sore itu ternyata Tuhan ternyata berkata lain pada anak saya. Jika tanpa ada kejatuhan
yang menimbulkan rasa sakit, anak saya akan menolak untuk diperintah tidur siang. Jatuhnya
anak saya adalah ‘bahasa langit’ yang kemudian menyadarkan saya, betapa keinginan baik dari
orang tua yang ditolak mentah-mentah oleh anak, kemudian diambil alih kewenangannya oleh
Tuhan, dengan cara “sakit dan jatuh” lebih dulu, baru kemudian anak saya bersedia berbaring
dan terlelap.
Dalam skenario langit, Tuhan telah sedemikian banyak menciptakan jutaan rasa sakit yang
acap kali kita anggap cobaan, teguran atau bahkan laknat. Tetapi sedemikian sombongkah kita
jika kemudian menganggap rasa sakit yang menimpa, kita sebut sebagai cobaan. Sudah berapa
banyakkah kita berlaku adil atas karunia-Nya, sehingga kita menganggap rasa sakit itu sebagai
cobaan? Seberapa taatkah kita pada Sang Pemberi nikmat, sehingga kita beraninya
menganggap rasa sakit yang menimpa kita sebagai teguran, apalagi cobaan?
Lalu sebagian orang mengangap rasa sakit sebagai teguran. Seberapa besar kesalahan yang
telah kita lakukan sehingga kita menganggap rasa sakit yang kita derita sebagai teguran?
Pernahkah kita kemudian melakukan perhitungan (muhasabah diri) atas segala kelalaian kita
yang telah melakukan dosa ritual, dosa sosial dan dosa struktural dalam system tatanegaraan
kita, jika kemudian kita menyebut rasa sakit itu sebagai teguran?
Lalu di sebagian lain, diantara kita menyebut rasa sakit dengan laknat. Bukankah Tuhan Maha
Pengampun? Betapa kejamnya Tuhan melakukan laknat terhadap mahluk ciptaan-Nya sendiri
hanya lantaran kesalahan yang sebenarnya kesalahan itu sendiri adalah bagian proses untuk
mengantarkan mahluk-Nya menemukan kebenaran?
Apapun julukan kita terhadap rasa sakit, tetap saja akan menjadi indah ketika rasa sakit itu
bukan dijadikan sebagai keluhan, penderitaan apalagi halangan untuk tetap kita berterima kasih
atas semua “bonus gratis” dalam hidup, yang Tuhan sendiri memerintahkan kita hanya untuk
“mengabdi” kepada-Nya, tak ada lain.
Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk mengeluh, mengumpat apalagi menghujat terhadap rasa
sakit. Sebab dengan rasa sakit, kita akan sangat paham betapa nikmatnya sehat. Dengan rasa
sakit, kita makin banyak tahu tentang sakit-sakit lain, baik sakit fisik atau sakit jiaw, yang
mungkin selama ini diderita oleh banyak orang, sementara kita memilih mentertawakannya.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
26
Dengan rasa sakit itu, Tuhan sebenarnya sedang memanusiakan kita, agar kita tersadar kalau
manusia memiliki kewajiban untuk merasakan rasa sakit. Dengan rasa sakit, kita makin terlihat
watak keaslian kemanusiaan kita, yang ternyata hanya bisa mengeluh saat ditimpa rasa sakit,
dan akan tertawa, bahkan terjerumus dalam kelalaian saat kita sehat.
Maka nikmatilah rasa sakit itu, sehingga dengan sakit itu kita akan lebih memahami Tuhan
sedang menyapa kita, meski sapaan itu dengan rasa sakit. Demikian pula, sore itu, ketika anak
saya jatuh, sebenarnya bukan sedang melukai anak saya, tetapi sebaliknya, Tuhan sedang
mengasihi anak saya, memaksa anak saya untuk lelap sebentar demi keberlangsungan
tenaganya di esok hari.**
Palembang, 5 Agustus 2010
Mengubah TINJA menjadi CINTA
April 2009, Anak kedua saya (Muhamamd Kahfi El Hakim) lahir. Diawal kelahirannya tidak
ada tanda akan ada hambatan Buang Air Besar (BAB). Tetapi pada usia tiga tahun ini (2011),
anak saya mengalami hambatan ketika akan BAB.
Sedemikian banyak upaya saya dan isteri untuk mengatasi persoalan BAB anak saya. Sejak
dokter umum, sampai dokter spesialist anak kami datangi, hanya sekadar untuk ‘memaksa’
tinja agar segera keluar dari perut anak saya. Semua saran dokter dan para tetangga yang
sebelumnya punya pengalaman serupa kami jalankan. Segala bentuk informasi dari internet
kami download, kami praktikkan, guna mempercepat BAB anak saya. Tapi hasilnya nihil.
Semua sudah kami lakukan, usaha dan ikhtiar kami jalani atas dasar kecintaan kami kepada
anak saya. Bukan hanya karena cinta pada mahluk kecil yang kami punya, tetapi lebih dari itu,
kecintaan kami karena cinta pada Dzat yang telah menciptakan anak saya. Melukai anak saya,
sama halnya kami juga telah melukai Yang Maha Pencipta anak saya. Sebagai orang tua, kali
itu kami sedang diberi mandat untuk merawat dan ‘dipaksa’ berpikir keras bagaimana kami
harus mendorong tinja agar segera keluar dari perut anak saya.
Selama satu minggu, isteri saya hanya mengelus dan membelai anak saya dengan derai air mata.
Dalam setiap doa, kami selau menyelipkan permohonan agar anak saya segera diberi
kesempatan secara normal untuk BAB.
Setelah semuanya kami jalani, saya dan isteri hanya bisa berserah pada Sang Pengatur Tinja.
Semua usaha dan upaya yang kami lakukan, menjadi bagian ikhtiar kami sebagai mahluk
ciptaan-Nya. Sementara kebijakan, keputusan dan wewenang waktu, kapan tinja anak saya
harus keluar, bukan kami yang punya wewenang. Jangankan tinja, untuk sekadar menghentikan
detak jantung dan aliran darah untuk sesaat saja, kami tak mampu, apalagi jika kami harus
mengatur sirkulasi tinja?
Setiap waktu dalam hitungan menit, isteri saya mengajak dialog anak saya, menawari anak saya,
supaya mau jongkok diatas closed di kamar mandi. Tapi anak saya tetap diam. Sesekali terkulai
diatas ranjang sembari memegangi mainan kesukaannya. Isteri saya tahu kalau anak saya
sedang mengalami kontraksi dalam perutnya, setiap kali lambat BAB. Tak ada senyum yang
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
27
mengulas di wajah anak saya kali itu. Isteri saya kembali memeluk dan membelai diringi derai
air mata. Sedih, pedih sekaligus merindukan tinja anak saya.
Tepat, satu minggu lebih satu hari, syukur Alhamdulillah Tuhan mengabulkan doa kami. Anak
saya bisa BAB dengan baik. Tak ada kesulitan, meski anak saya harus menangis karena
komposisi tinja sudah sangat keras, sehingga menimbulkan rasa sakit saat BAB. Tetapi setelah
itu, keceriaan di wajah anak saya seketika menyemburat sebagaimana sebelumnya. Demikian
pula kami sebagai orang tua.
**
Tinja, menurut kita adalah seburuk-buruk kotoran, yang selama ini kita buang setiap waktu.
Kita tidak pernah bisa membuat permakluman sedikitpun, misalnya meluangkan waktu bagi
tinja, agar suatu kali tinja kita, bisa sekadar singgah sebentar di rumah kita. Jangankan untuk
melihat bentuknya, mencium baunya saja, kita akan secepat mungkin menutup hidung, agar
bau busuknya tidak masuk ke rongga dada kita. Begitulah sikap kita terhadap tinja, atau
kotoran sejenis yang keluar dari setiap lubang di tubuh kita.
Sering kali kita menganggap tinja mahluk ciuptaan biasa, bukan sebagai bentuk karunia Tuhan.
Akibatnya kita memandang tinja tetap saja kotoran yang menjijikkan, tanpa melihat bagaimana
tinja itu berproses, atau bertanya siapa yang telah mengatur sirkulasi tinja, sehingga secara rutin
keluar dari perut kita, demi keberlangsungan hidup setiap mahluk?
Tapi di kali lain, bagi saya dan isteri, onggokan tinja telah membangkitkan kecintaan saya dan
isteri pada anak saya—sekaligus membangkitkan kesadaran kecintaan saya pada Yang Maha
Pengatur Tinja. Bagaimana mungkin kami akan merelakan anak saya terkulai lemas tanpa daya,
bergulat dengan rasa sakit lantaran tumpukan tinja di perutnya belum keluar? Membiarkan
anak saya sakit, sama halnya saya telah menyakiti Sang Pemberi Hidup pada anak saya.
Pun demikian Anda. Suatu kali, tentu pernah menggendong putra-putri Anda semasa masih
bayi. Bila suatu ketikia anak Anda BAB tanpa permisi, lalu baju dan separo tubuh Anda
terkena air kencing dan tinja anak Anda, apakah Anda akan marah kali itu? Apakah Anda juga
akan membenci anak Anda hanya gara-gara BAB tidak permisi?
Tentu tak akan ada kebencian, tak aka nada kemarahan, melainkan kasih sayang dan kecintaan,
karena ternyata tinja yang keluar adalah bentuk kecintaan Tuhan pada mahluk-Nya, agar
keberlangsungan hidupnya terus berjalan dengan baik, tanpa hambatan BAB.
Dalam hidup, setiap kita pernah mendapat tinja. Bentuknya bisa beragam, apakah kegagalan
ujian, bangkrut dalam perdagangan, atau kepailitan modal usaha, dan lain sebagainya. Semua
itu sama dengan tinja ; sesuatu yang sama sekali tidak enak. Kita tidak pernah akan suka
dengan kedatangannya. Rasanya pahit, masam dan penuh kegetiran. Namun faktanya, setiap
kita akan mengalaminya.
Tetapi, jika tinja-tinja kehidupan itu, kita rasakan sebagaimana anak kita yang ‘diberi’ tinja
tanpa sengaja oleh anak kita saat dalam gendongan, maka yang lahir bukan kebencian,
kegalauan, apalagi keputusasaan. Sebaliknya, kita justeru kemudian sadar, betapa Tuhan masih
memberi kecintaan-Nya pada kita dan anak kita, sehingga dengan sejumlah tinja kehidupan itu,
kita sedang dimanusiakan oleh Tuhan, untuk kemudian Tuhan sedang ingin memuliakan kita**
Jl. Swadaya - Palembang, 10 Januari 2011
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
28
Mulut Kita dan Dandang Bakso
Dalam sebuah diskusi di Majalah Bintang Pelajar di Tanjung Enim, saya bertemu dengan Kiai
Abdul Madjid, seorang pegiat agama di Kabupaten Muara Enim Sumsel. Kepada saya, dia
mengisahkan tentang mulut dan Dandang Bakso. Awalnya cerita ini terdengar sederhana.
Tetapi bagi saya, cerita ini menyimpan pesan yang tidak bisa kita lupakan begitu saja.
Bagi kebanyakan orang, Anda mungkin agak sulit, menghubungkan apalagi mempertemukan
antara Mulut dan Dandang Bakso. Sebab, selama ini mulut kita harus terjaga dari benda-benda
keras apalagi harus bersentuhan dengan dandang atau panci besar yang biasa untuk memasak
bulatan bakso.
Tetapi, jika dirunut, secara langsung atau tidak, keduanya bisa berhubungan. Sebab, bisa saja
sekali-sekali mulut kita, memakan bakso, yang sebelumnya sudah direbus di dalam dandang.
Kalau ternyata kita bukan pedagang bakso, mungkin sekali-sekali kita juga membutuhkan
“jasa” dandang, untuk memasak atau merebus makanan tertentu. Dan hasil rebusannya, pasti
akan masuk ke perut, setelah sebelumnya dikunyah-kunyah di mulut kita.
Ilustrasi ini menggambarkan, betapa antara Mulut Kita dan dan dandang Bakso juga bisa
melakukan kegiatan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Secara fisik, Dandang
Bakso, dapat dibeli di pasar, seharga 25-35 ribu rupiah. Sementara, Mulut kita, harganya tidak
bisa dinominalkan secara materi dalam rupiah.
Sampai sekarang pun, kita juga belum menemukan Rumah Sakit, yang menjualbelikan mulut
manusia. Yang ada menjahit mulut robek akibat kecelakaan, atau operasi bibir sumbing.
Dengan demikian jelas, harga Mulut Kita lebih mahal dari sebuah Dandang Bakso.
Namun kenyataan lain, Dandang Bakso bisa lebih bermanfaat dari pada mulut kita. Posisi
Dandang Bakso lebih “terhormat” dari mulut kita. Kalau seorang pedagang Bakso,
memasukkan adonan gandum dan daging ke dalam Dandang, maka yang dihasilkan kemudian
adalah Bakso. Pedagang kemudian memadukan bakso dengan mie beserta bumbu-bumbunya,
lalu dihidangkan kepada para pembeli. Semua suka, semua memakannya dengan lahap.
Tetapi di sisi lain, jika bulatan Bakso, dimasukkan ke dalam mulut kita, lalu dikunyah-kunyah,
kemudian kita keluarkan dari mulut, lalu ditawarkan kepada setiap orang dengan mangkuk
sebagaimana tukang bakso yang menjula baksonya, siapa yang bakal mau memakannya?
Tentu, semuanya akan menolak. Kenapa? Karena semua kita akan merasa risih dan jijik. Ini
bukti, sebuah Dandang Bakso ternyata bisa “lebih mahal” harganya dibanding dengan mulut
kita.
Disadari atau tidak, setiap lubang dalam tubuh kita sebenanrnya “hanya” bisa mengeluarkan
kotoran. Mulut, menghasilkan air liur (iler-red), Telinga, menghasilkan kopok, Hidung,
menghasilkan upil dan inius. Dubur, sudah pasti mengeluarkan tinja. Sampai-sampai, Tuhan
jelas menyatakan, kalau manusia sebenarnya tercipta dari air hina (sperma) yang keluar dari
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
29
tempat keluarnya kotoran, dan lahir dari tempat dikeluarkannya kotoran juga. Lha kalau,
begitu, apa yang mesti dibanggakan?
Kemudian apa yang membuat manusia itu manjadi terhormat? Dandang Bakso harganya
menjadi lebih mahal dari mulut kita, karena tebaran rahmat dan karunia kebesaran Tuhan.
Pedagang Bakso, ketika berangkat dari rumah, yang terbersit dalam nitanya adalah, bagaimana
berjualan laris untuk menghidupi anak dan isteri, lain tidak. Hati Pedagang bakso benar-benar
“nol”, hanya untuk mencari nafkah. Ketika itu dimantapkan dalam hati si Pedagang Bakso,
Tuhan kemudian menebar rahmat-Nya ke setiap Dandang Bakso.
Pun demikian manusia. Mulut kita akan menjadi mulia, ketika tebaran rahmat Tuhan bisa
ditangkap dengan kesadaran hati kita. Kesadaran hati adalah kesadaran yang menyadarkan
manusia untuk meyakini kalau mulut kita, atau seluruh anggota tubuh kita adalah barang
titipan. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan anggota badan kita, apakah
itu mulut yang mesti dihindarkan dari perkataan kotor, mata juga wajib diselamatkan dari hal-
hal yang ma’siat, termasuk hati kita, harus dijauhkan dari perasaan yang tidak baik. Kenapa ini
penting? Sebab, jika kemudian anggota badan kita tidak digunakan kepada hal-hal yang tidak
bermanfaat, maka tinggal menunggu giliran, kapan Tuhan akan mengambil haknya.
Oleh sebab itu, sahabat revolusi hati, kisah dari Kiai Majid ini, perlu menjadi bahan pemikiran
bersama, agar kita tidak terjebak dengan “merasa memiliki segalanya”, padahal kita sebenarnya
kita punya apa-apa. Jika kesadaran hati ini sudah muncul, maka “harga” anggota badan kita,
termasuk mulut kita, harganya tidak akan “jatuh” dibawah harga dandang bakso.**
Kantor Redaksi Majalah Bintang Pelajar
di Tanjung Enim, April 2006
Bertemu Tuhan dalam Kegagalan
Tahun 2004, seorang teman dari Jakarta datang kepada saya. Dia mengajak saya untuk
melakukan bisnis jual beli ban bekas. Kata teman saya, dia memiliki teman di Lampung yang
siap menampung semua jenis ban bekas dengan harga yang sangat fantastis. Teman saya ini
kemudian menghitung secara rinci keuntungan dalam bisnis ban bekas. Sampai-sampai, dia
menyakinkan saya, kalau dalam hitungan minggu saya akan bisa mendapat untung puluhan juta
rupiah. Demikian semangat teman saya ini mengajak saya ikut serta dalam bisnis ban bekas.
Dengan menawarkan mimpi keuntugan bisnis ini, teman saya ini meminta saya untuk
mendanai bisnis ini. Sejak mengeluarkan ban bekas dari lokasi pertambangan, sampai biaya
angkutnya ke lokasi penampungan sebelum dibawa ke Lampung.
Tanpa berpikir panjang, saya kemudian menyetujui gagasan ini. Saya anggap teman saya ini
tidak pernah akan membohongi saya. Malamnya, saya mengajak orang tambang untuk mencari
ban bekas di lokasi tambang untuk di bawa ke penampungan. Semua berjalan lancar. Kriteria
ban yang diminta perusahaan vulkanisir ban di Lampung sudah terpenuhi. Ada sekitar 1500
ban bekas menumpuk di halaman belakang rumah saya. Tidak cukup di halaman saya,
kemudian saya alihkan ke lapangan sepak bola, setelah sebelumnya saya izin dengan Ketua RT.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
30
Pagi harinya, teman saya kemudian mendatangkan dua orang wakil perusahaan Vulkanisir dari
Lampung. Dua orang ini saya jamu sedemikian rupa, karena harapan saya dialah yang akan
menjadi penentu layak dan tidaknya ban bekas ini dibawa ke Lampung. Bayangan rupiah kali
itu kian terbayang jelas dimata saya. Yang terpikir di benak saya, kalau dalam tiga hari saja bisa
mengumpulkan uang puluhan juta rupiah, berarti dalam satu bulan saya akan mendapat
ratusan juta rupiah. Terus, dan terus gambaran rupiah itu melintas pikiran saya.
Tetapi apa yang terjadi, dua orang yang saya anggap ahli ban bekas dari Lampung itu
mengatakan, kalau ban bekas yang saya tampung tidak satupun yang layak dibawa ke
Lampung untuk di Vulkanisir. Hampir saja saya menampar mulut dua orang itu. Saya demikian
kesal. Jengkel. Saya juga marah dan emosi pada teman saya yang memberi gagasan awal. Modal
saya sudah terkuras untuk mengangkut ban bekas dari lokasi tambang ke rumah saya. Tetapi
kali itu, tak ada lagi pilihan lain kecuali hanya menerima keputusan itu. Dua orang dari
Lampung pulang dengan tangan kosong, sementara saya hanya menatap tumpukan ban bekas
itu dengan pandangan hampa.
Apa yang kemudian terjadi? Tumpukan ban bekas itu menjadi sarang nyamuk. Warga sekitar di
kampung saya protes, agar ribuan ban bekas itu harus disingkirkan. Ketika itu saya harus
kembali mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pemindahan ban bekas. Sementara teman
saya yang diawal member ide bisnis ban bekas sudah hengkang entah kemana. Tak sepeserpun
dia mengganti modal awal yang pernah saya keluarkan. Ada dendam yang seketika menyelip di
batin saya. Dalam hati saya kemudian bertanya mengapa ini harus terjadi pada saya?
Adalah Abdul Majid, guru spiritual saya kemudian menasehati saya. Kegagalan saya dalam
bisnis ban bekas ini adalah bentuk rasa kasih sayang Tuhan pada saya. Menurutnya, teman saya
yang member ide bisnis ban bekas itu, sebenarnya punya niat menjual ban dengan harga tinggi,
dengan tujuan dia ingin cepat kaya untuk mempertontonkan pada keluarganya kalau dirinya
kaya, dengan tanpa megeluarkan dana sepeserpun. Ini adalah nafsu kesombongan.
Saat itu, saya kemudian tersadar, betapa Tuhan tidak menginginkan nafsu kesombongan teman
saya itu menular dan mengalir pada anak dan isteri saya. Sebab, semua jerih payah dan hasil
akhir dari usaha, kalau dilatarbelakangi oleh niat kesombongan, apalagi niat untuk merasa lebih
dari orang lain, maka semua itu akan menyebar ke aliran darah anak dan isteri saya, dan saya
akan melahirkan generasi-generasi sombong dan angkuh di negeri ini. Tuhan masih mengasihi
saya, agar saya tidak tertular nafsu kesombongan. Baru saya merasa bahagia atas kegagalan itu,
karena dari kegagalan ini, saya kemudian menemukan kebesaran Tuhan yang masih mengasihi
dan memelihara saya dari kesombongan!**
Palembang, April 2005
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
31
Kehilangan Adalah Kasih Sayang
Suatu ketika, Anca adik tingkat saya di kampus mengadu pada saya. Dia mencurahkan hatinya
tentang sikap orang tuanya yang tidak mau membelikan sepeda motor untuk kuliah. Dari
getaran suaranya ada nada protes, dan setengah kebencian terhadap kedua orang tuanya.
Bahkan, saya menebak kalau dalam pikiran Anca muncul kesimpulan kalau orang tuanya tidak
sayang pada dirinya.
Saya kemudian tanya pada Anca, tentang penghasilan kedua orangtuanya. Menurut
pengakuannya, orang tua Anca memiliki kebun Kelapa Sawit dan Kebun Karet yang luas. Atas
dasar itulah, Anca menganggap sangat tidak masuk akal kalau orang tuanya tidak bersedia
membelikan sepeda motor untuk kuliah.
Di tengah berbagai kegundahan hati dan seribu tanya pada diri Anca, saya kemudian
mengatakan, kalau sebenarnya penolakan orangtuanya bukan karena ayah Anca tidak sayang
padanya. Bahkan sebaliknya, oleh karena orang tuanya sayang pada Anca, sehingga orang tua
Anca sampai hari itu belum membelikan sepeda motor.
Saya berkata lagi pada Anca, “orang tuamu tidak ingin kamu celaka yang disebabkan oleh
sepeda motor. Orang tuamu sangat mengerti dengan watakmu, yang mungkin kamu suka
kebut-kebutan, sehingga orang tuamu khawatir, kalau sampai terjadi apa-apa pada kamu!”
“Ah! Itu hanya alasan ayah saya yang tidak mau membelikan sepeda motor!” Kata Anca
protes. “Saya ini sudah besar. Sudah kuliah, mana mungkin saya akan ikut-ikutan kebut-
kebutan seperti anak-anak SMA,” katanya menyakinkan saya.
“Anca, masalahnya bukan itu saja. Kamu harus berpikir, jangan sampai orang tuamu
membelikan sepeda motor itu dengan amarah dan tidak dengan kerelaan. Sebab, Tuhan hanya
akan meridloi jika orang tua juga meridloi. Jadi jangan dipaksakan. Ini adalah penundaan dan
kasih sayang Tuhan kepada kamu melalui kedua orang tuamu!”
“Aaaah, itu tidak rasional!” katanya kesal
“Sekarang begini. Seberapa penting sepeda motor yang harus kamu punya, lalu untuk apa?”
tanya saya pada Anca.
“Untuk kuliah! Lagi pula kalau saya pulang ke kampung, saya tidak perlu ongkos naik bis. Saya
bisa pulang satu bulan satu kali, tidak seperti selama ini saya pulang setiap libur semester, naik
bis,” kata Anca berargumentasi.
Saya tanya lagi pada Anca, “kalau seandainya ayahmu tidak membelikan sepeda motor, apakah
kamu tidak bisa kuliah? Kemudian jika tanpa sepeda motor apakah kamu tidak bisa mudik
menemui kedua orangtuamu di kampung?”
Anca terdiam! Tatapannya membentuk bulatan, yang jelas tidak setuju dengan ucapan saya.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
32
“Kalau ada sepeda motor, saya siap narik ojek, sambil kuliah, kan saya bisa cari duit,” katanya
menegaskan lagi.
“Oke, besok kamu pulang dan katakan pada orang tuamu, dengan semua alasan yang kamu
sampaikan hari ini,” kata saya setengah menyuruh Anca.
Dua minggu saya tidak bertemu. Saat saya datang ke kampus Anca sudah mengendarai sepeda
motor baru. Ada rona keceriaan yang tersemburat di wajahnya. Tetapi sejak itu pula, Anca
makin jarang saya temui di kampus, apakah dalam ruang kuliah atau di sejumlah kegiatan
mahasiswa. Saya tanya pada sebagian teman-teman Anca. Kata mereka, Anca sekarang sibuk
dengan kekasihnya. Antar jemput kekasihnya dan setelah itu narik ojek.
Ketika itu, dalam kesenangan Anca mungkin tidak menyadari, kalau sebenarnya orangtaunya
membelikan sepeda motor dengan keterpaksaan dan setengah hati.
Sekitar dua atau tiga bulan saya tidak mendapat kabar tentang Anca dan sepeda motornya.
Dan masuk bulan keempat, saya dapat kabar dari teman Anca, kalau sepeda motornya hilang
di kampus saat Shubuh menjelang. Anca sekarang kembali kuliah tanpa sepeda motor seperti
sebelumnya.
Kisah ini memberi pelajaran bagi kita, kalau kasih sayang tidak selalu dalam bentuk
pemenuhan materi. Sebab, pemenuhan materi pada anak tanpa menimbang risiko, sama saja
kita sebagai orang dewasa telah menjerumuskan generasi bangsa ini ke jurang kesesatan sosial.
Kedua, dari kisah ini kita dapat memetik, sebenarnya Tuhan secara ghoib sudah membisikkan
pada Anca untuk tidak terlalu memaksakan diri memiliki sepeda motor. Cara Tuhan berbisik
melalui penolakan orang tua Anca yang tidak bersedia membelikan sepeda motor. Tetapi
karena Anca memaksa, akhirnya sepeda motor dibeli, tetapi hanya saat saja kemudian sepeda
motor itu diambil kembali oleh Tuhan dengan cara Tuhan mengutus Pencuri untuk
mengambil paksa.
Tuhan mengutus pencuri, bukan karena Tuhan jahat, atau menghukum Anca dan kedua
orangtuanya. Pesannya adalah, dengan hilangnya sepeda motor, tanpa sepengetahuan indera
manusia, Anca dan kedua orangtuanya sedang diselamatkan oleh Tuhan, pada peristiwa yang
mungkin akan terjadi pada keluarga itu, yang lebih buruk lagi dibanding sekadar kehilangan
sepeda motor.**
Palembang, November 2010
Kecurigaan Adalah Wajah Kita
Suatu ketika, Hery teman saya datang ke rumah kontrakan saya. Seperti biasa, rumah
kontrakan saya tidak sepi dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah sore. Andre, teman saya
yang lain tak begitu kenal pada Hery. Tanpa mengucap izin, Hery tiba-tiba masuk kamar saya.
Dan seperti biasanya, Hery langsung membuat secangkir kopi, lalu melakukan apa saja yang
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
33
dia mau. Sebagian yang kenal, sikap Hery seperti itu bukan hal yang aneh. Karena, Hery
memang bukan kali pertama datang ke kontrakan saya.
Tapi bagi Andre, yang baru kenal Hery hari itu, menatap curiga. Dari sorot matanya, ada ke-
khawatiran di benak Andre kalau-kalau Hery melakukan hal-hal buruk di kamar saya, mencuri
benda berharga atau apa saja yang mungkin menarik bagi Hery.
Kamar bagi siapapun, adalah ruang pribadi yang tidak sembarang orang bisa masuk, jangankan
orang lain, anak dan orang tua saja ada rambu-rambu khusus ketika akan masuk kamar pribadi.
Tetapi, karena waktu itu saya belum berkeluarga, siapapun boleh masuk kamar, bagi saya
bukan masalah. Sikap saya yang membebaskan siapa saja masuk kamar ini, sepertinya tidak
disukai Andre. Di mata Andre, saya terlalu open manajemen dalam mengatur rumah tangga
saya di rumah kontrakan.
Tak lama kemudian, Hery pergi ke kampus, meninggalkan kami di rumah kontrakan. Andre
bertanya pada saya, kenapa saya tidak curiga saat Hery masuk kamar? Bukankah di kamar
banyak benda-benda berharga? Dia menyarankan pada saya, lain kali agar tidak terlalu percaya
pada teman yang keluar masuk kamar pribadi. Andre khawatir keterbukaan saya dimanfaatkan
oleh oknum tertentu untuk melakukan hal buruk pada saya. Saran itu sangat bagus. Saya hargai
teguran Andre ini.
Tetapi akan lebih bagus kalau Andre menyarankan saya, bukan untuk mencurigai Hery yang
masuk kamar, melainkan mengingatkan, agar saya menyimpan barang-barang berharga di
dalam lemari supaya tidak memancing selera orang lain, yang kebetulan punya kesempatan
mencuri.
Kali itu, saya sama sekali tidak curiga pada Hery , ketika dia masuk kamar saya. Selain karena
Hery sudah saya kenal baik sejak di masa SMA, dalam perjalanan hidup saya, tidak pernah ada
pengalaman melakukan hal buruk, misalnya mencuri barang-barang teman, atau barang
siapapun baik di dalam maupun di luar kamar.
Demikian juga ketika Hery masuk kamar saya. Tak ada sedikitpun ke-khawatiran, misalnya
Hery iseng mencuri handphone saya atau apa saja yang merugikan saya. Tidak ada sama sekali
yang terlintas di benak saya ketika itu. Semua saya melihatnya dari kacamata positif pada setiap
teman yang datang.
Sebab dengan cara itulah, saya atau anda akan merasa tenang menghadapi berbagai bentuk dan
watak rekan kerja, teman kuliah yang kebetulan datang ke rumah atau ke kantor kita.
Pesan dari kisah ini adalah, apa yang kita pikirkan dan rasakan terhadap perilaku orang lain di
rumah kita merupakan bentuk pikiran anda, atau bahkan perilaku yang mungkin pernah anda
lakukan sebelumnya.
Dengan anda mencurigai seseorang akan berbuat hal buruk, sebagaimana kecurigaan Andre
pada Hery yang masuk kamar, secara tidak langsung anda sedang membuka anda yang
sebenarnya, yaitu dalam diri anda lebih dikungkung oleh rasa kecurigaan, yang jika itu dipupuk
terus menerus akan menjadi siksaan sepanjang hidup anda.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
34
Kedua, yang terburuk lagi adalah, ketika anda mecurigai pada seseorang, misalnya dalam
mengelola uang, atau apa saja, secara sadar atau tidak anda sedang membuka baju anda,
membuka diri anda sebenarnya, jangan-jangan ketika anda diberi kewenangan mengelola uang
akan melakukan hal buruk seperti yang anda pikirkan saat itu. Saat itu juga, tanpa sadar
kecurigaan kita pada orang lain ternyata adalah wajah kita yang sebenarnya. Seperti halnya
ketika kita berteriak maling, bukan karena benci pada malingnya, tetapi yang terpikir dalam
otak kita adalah, kenapa bukan kita yang maling.
Rasa curiga memang akan selalu ada dalam setiap diri saya dan diri anda. Tetapi jika rasa curiga
ini terus menerus menggurita dalam diri kita, maka kecurigaan ini lambat laun akan
menggerogoti nurani kita, untuk kemudian kita menjadi orang yang selalu disibukkan oleh
persoalan orang lain, sementara masalah penting dalam diri kita justeru terlupakan, bahkan
sama sekali tidak terpikirkan.
Hal positif dari kisah saya, Hery dan Andre adalah keberhati-hatian menjaga hati, pikiran dan
tingkah laku untuk tidak selalu menanamkan kecurigaan terhadap siapapun. Sebab, sikap
buruk sangka terhadap seorang teman, terhadap mitra kerja dan terhadap isteri dan anak hanya
akan meracuni hati dan pikiran anda, sementara persoalan yang lebih penting tidak pernah
terselesaikan dengan baik.
Kecenderungan memandang curiga terhadap orang lain, hanya akan melahirkan prasangka
buruk pada setiap orang yang kita jumpai. Kita tidak pernah akan merasa tenang dalam hidup,
karena dalam hati kita sudah sedemikian parah melihat orang lain dengan pandangan negatif.
Kalau Tuhan telah sedemikian banyak memberikan jutaan energi positif dalam diri kita, kenapa
kita sering memilih melestarikan rasa curiga dan energy negatif dalam perilaku kita? Sejak hari
ini, saya mengajak saya dan anda untuk segera meninggalkan energi negative dan menggantinya
dengan energi positif, sehingga kita akan merasakan kenyamanan hati dan pikiran dalam
hidup.**
Palembang, 26 Oktober 2001
Sedang TUHAN pun mengutus AYAM
Suatu sore, di Tanjung Enim, saya berkunjung ke rumah Ustadz Taufik. Tujuannya ngobrol-
ngobrol kosong sembari menunggu datangnya waktu maghrib. Ustadz Taufik punya hobi
memelihara ayam Bangkok.
“Bagus, itu. Lagi pula Ayam Bangkok kan nilai jualnya cukup bersaing di pasaran.
Kalau berkembang, wah ini bisa jadi bisnis baru Pak Ustadz,” saya berseloroh.
“Ah, enggak juga. Ini hanya untuk hiburan saja. Yah, hitung-hitung untuk mengisi
waktu luang diluar kegiatan dakwah,” jelas Ustadz Taufik ringan.
Ada satu jam lebih kami berbincang tentang apa saja sore itu. Tak lama kemudian,
Aidil tukang kebun Ustadz Taufik datang tergopoh-gopoh ke hadapan kami. Ada kecemasan
yang tergambar di wajahnya. Ia menyeka keringat di keningnya.
“Ada Apa?” tanya Ustadz Taufik pada Aidil heran.
“Pak Ustadz, ayamnya hilang satu,” kata Aidil setengah ketakutan.
“Paling-paling kerjaan anak-anak kampung atas,” ujar Ustadz Taufik spontan menuduh
anak-anak ‘nakal’ kampung Atas, yang terkenal banyak anak yang suka mencuri.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
35
“Tapi kalau kerjaan anak kampung atas, aku pasti tahu siapa pelakunnya,Pak” jelas
Aidil meyakinkan kalau dirinya sangat kenal dengan anak-anak kampung Atas yang suka
menjadi ‘pencuri’ kecil-kecilan karena butuh makan dan merokok.
“Lagi pula siapa yang berani mencuri ayam kamu Pak,” tambah Aidil.
“Oi, Dil, Kalau orang mencuri itu tidak pandang bulu ayam siapa? Mau ayam ustadz
atau ayam siapa, yang penting bisa dijual. Minggu kemarin saja, Handphone Pak Camat saja
disikat. Padahal dalam mobil,” ustadz Taufik mengungkap data kejahatan anak-anak kampung
atas.
“Ah, sudahlah. Kalau barang sudah hilang mana mungkin akan balik lagi,” jawab
Ustadz Taufik tanpa beban.
“Biasanya juga masuk sendiri. Aidil inilah yang sehari-hari mengurusi ayam,”
tambahnya Ustadz Taufik menjelaskan pada saya.
“Pak Ustadz, apa tidak perlu dibuktikan dulu. Jangan-jangan kita yang salah tuduh.
Nanti timbul fitnah, lho,” saya mencoba mengendapkan emosi Aidil dan Ustadz Taufik yang
masih tertahan di dadanya masing-masing.
“Kejadian ini bukan kali ini saja. Tapi sudah sering. Beberapa kali juga anak-anak
kampung atas yang tertangkap mencuri. Lagi pula hanya kampung atas yang paling dekat
dengan perumahan ini. Jadi tidak mungkin dari kampung lain. Apalgi hanya mengambil satu
ekor ayam,” pendapat Ustadz Taufik belum juga berubah. Di benaknya kuat menduga kalau
yang mengambil ayamnya adalah anak-anak kampung Atas.
Tanpa pamit, Aidil beranjak dari duduk. Ia melangkah lebar. Ada getaran emosi dari
hentakan kakinya.
“Oi, Dil mau kemana, kau?!” Ustadz Taufik mencoba mencegah Aidil keluar.
Aidil tak menggubris. Saya jadi tidak enak dengan situasi itu.
“Sekarang begini saja, Pak. Mumpung masih ada waktu, kita sama-sama cari ayam di
kandang,” saya kembali mencairkan suasana.
Tak ada yang bergerak. Saya kemudian beranjak lebih dulu. Pak Ustadz, Aidil,
mengiring saja. Dari beberapa sudut kandang ayam kami acak-acak. Karena hari makin sore,
ada beberapa sudut kandang yang tak terlihat.
“Kamu tadi kasih makan ayam-ayam ini di luar kandang atau di dalam?!” Tanya saya
mencari data dengan alur mundur.
“Ya di dalam, lah, Pak. Ayamnya kan masih kecil-kecil. Kalau di luar mereka kalah
dengan ayam yang besar,” katanya.
Kurang lebih 15 menit kami mencari ayam Pak Ustadz yang hilang. Beberapa kotak
kami lihat satu per satu. Saya, Aidil, dan Ustadz Taufik juga ikut menghitung jumlah ayam
dalam setiap kotak. Saya kebetulan mendapati kotak yang kurang jumlahnya.
“Setiap kotak ada berapa ayam, Dil?!”
“Sepuluh, Pak!”
Benar juga. Dalam kotak yang saya hitung hanya sembilan. Ada satu yang hilang.
Di dalam kandang itu, saya melihat sebuah baskom plastik bekas makanan ayam yang
terbalik. Lubangnya telungup ke bawah. Saya curiga ayam kecil itu ada di bawah baskom
plastik yang terbalik.
“Coba sekarang kalian lihat. Amati apa yang terjadi di dalam kandang itu,” saya
mengajak Aidil dan Ustadz Taufik, untuk menatap secara jelas terhadap gerakan aneh baskom
plastik.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
36
Tepat dugaan saya. Ayam kecil yang hilang itu terjebak dalam baskom bekas makanan.
Karena beban ayam lebih berat dari bibir baskom, sementara makanan di dalam baskom sudah
habis, otomatis ketika ayam itu naik ke bibir baskom langsung terbalik. Celakannya ayam kecil
tak bisa selamat dari gerakan baskom yang kemudian mengurungnya di balik baskom.
Melihat kejadian sore itu, kami tersadar dari kealpaan yang tidak sengaja kami lakukan.
Kami telah melakukan kesalahan, yaitu berburuk sangka terhadap anak-anak kampung atas.
“Pak, sepertinya Tuhan telah mengutus ayam ini pada kita, supaya kita tidak gampang
berprasangka buruk,” kata Ustadz Taufik sambil tersenyum kecil. Semua tersenyum dalam
kesadaran untuk tidak mudah berburuk sangka pada siapapun. Dan sore itu Tuhan pun
tersenyum bersama kami.**
Tanjung Enim, 2008
Ayam Kesayangan Pak Kiai
Seperti hari sebelumnya, Kiai Ilham melangkah pasti menuju Mushola Al-Hikmah, Bedeng
Kaco, Tanjung Enim. Dia menjalankan tugas rutin untuk memberi tausiyah atau ceramah di
sejumlah mushola. Dan kali itu Kiai Ilham mendapat jadwal di kampungnya sendiri. Wildan,
putra sulung Kiai Ilham yang berumur 15 tahun, kali itu mengiringi ayahnya.
Biasanya Wildan memilih datang belakangan bersama teman-teman sebayanya, tetapi kali itu
tidak.
Saya bersama jamaah lain kemudian menyambut kedatangan Kiai Ilham, untuk kemudian
mempersilakan masuk di baris paling depan, persis di dekat mihrab mushola. Sementara
Wildan kemudian membaur dengan teman yang seumur di baris belakang.
Hanya berselang lima menit, kami kemudian melakukan shalat maghrib berjamaah. Usai shalat,
para jamaah mengambil tempat untuk mendengarkan ceramah Kiai Ilham, sampai waktu isyak
tiba. Ada sekitar 30 menit kami mendengarkan tausiyah Kiai. Para jamaah mushola
mendengarkan dengan hikmat.
Masalah penting yang kali itu disampaikan adalah kewajiban bersedekah. Kata Kiai Ilham,
mengutip sebuah ayat Al-Quran, dia berkata : Tidak akan sampai pada kebaikan sejati, kalau
kamu sekalian belum memberikan sesuatu pada orang lain yang paling kamu sayangi dan cintai.
Maksud Kiai Ilham, jika kita memberikan sesuatu pada orang lain, sebaiknya benda atau harta
yang kita sayangi, atau yang terbaik, sehingga kita akan sampai pada kesempurnaan ketaatan
pada Tuhan.
Lima menit sebelum waktu isyak, Kiai Ilham sudah menutup tausiyahnya dengan doa. Para
jamaah kemudian melaksanakan shalat isyak berjamaah. Tetapi setelah doa bersama, saya tidak
menjumpai Wildan. Saya tidak tahu persisnya kemana Wildan pergi. Sementara anak-anak lain
masih pada baris di belakang saya.
Pagi harinya, saya kebetulan berlalu di depan rumah Kiai Ilham. Saya mendengar Kiai Ilham
sedang memarahi Wildan. Terdengar Wildan menangis. Sebagai tetangga, sesaat saya mampir,
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
37
gerangan apa yang membuat Wildan menangis pagi itu. Ternyata, Kiai Ilham marah pada
Wildan karena tadi malam setelah mendengar ceramah Kiai Ilham tentang sedekah, dia pulang
dan dengan sigap memberikan ayam kesayangan Kiai Ilham pada salah satu fakir miskin di
kampungnya.
“Kenapa ayam kesayangan ayah kamu berikan orang pada lain? Ayam lain kan banyak?!” kata
Kiai Ilham dengan nada tinggi.
“Kata ayah, kalau kita memberikan sesuatu pada orang lain, harus yang bagus, terbaik!
makanya ayam kesanyangan ayah aku berikan pada fakir miskin, supaya kebaikan kita lebih
sempurna?”
Kiai Ilham terdiam. Saya juga kikuk melihat Kiai Ilham yang merasa tidak enak mendapat
ceramah anaknya.
Kisah ini mengggambarkan, betapa dalam keseharian kita masih sangat berat untuk
memberikan sesuatu yang terbaik di rumah kita untuk orang lain. Kita selalu memilih barang
yang sudah tidak kita sukai kemudian baru diberikan pada orang lain. Padahal untuk sampai
pada ketaatan sempurna pada Tuhan, sebaiknya kita memberikan yang terbaik, bukan yang
terburuk.**
Palembang, 16 November 2002
Ada Tuhan dalam Minuman Keras
Kalau kita menyimak sejumlah informasi di berbagi media, Koran, televise dan radio betapa
kita kemudian sangat miris dan prihatin ketika terdengar, sebagian generasi kita terjebak dalam
pergaulan bebas dan minum-minuman keras. Bahkan, diantara mereka ada yang kemudian
harus terenggut nyawanya akibat menenggak minuman keras. Ya, mereka mati.
Bila kemudian kita melihat secara kasat mata, ada perasaan kasihan, sedih terutama bagi kedua
orang tuanya yang harus kehilangan buah kasihnya. Ini sangat manusiawi. Tetapi ketika ini kita
pahami dalam pandangan lain, sebenarnya dengan peristiwa meninggalnya sejumlah generasi
bangsa ini akibat minuman keras, Tuhan tengah memberikan undangan kepada korban
meninggal, agar segera kembali kepada-Nya.
Saya hanya ingin mengatakan, meninggalnya sebagian generasi bangsa ini yang menenggak
minuman keras adalah pembatasan dosa yang mungkin akan terus dilakukan oleh korban,
sehingga Tuhan harus menghentikan perilaku menyimpang ini dengan kematian.
Tuhan masih cinta dan sayang pada mereka, sehingga dengan segera Tuhan menarik mereka
dari kolong langit ini. Mereka sedang dijemput kembali, karena di bumi mereka tidak mempan
lagi dengan bermacam teguran, sapaan atau dalam bentuk apapun. Seolah, Tuhan berkata; dari
pada kalian akan terus terjerumus dalam kubangan dosa, lebih baik kalian Aku batasi dosamu
sampai disini. Maka meninggalah sebagian anak-anak kita.
Kedua, bagi yang tidak meninggal, minuman keras menjadi mediator Tuhan untuk
mengundang mereka, agar mereka cepat kembai meng-Agungkan dan menyebut nama-Nya.
Sebab, kenyataannya, sebagian teman, kerabat atau siapa saja yang sudah merasa tersiksa oleh
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
38
minuman keras, lantas hampir saja mati oleh minuman keras atau obat terlarang, kalimat yang
terucap dari bibirnya ; Ya, Tuhan kalau sekiranya Engkau masih memberi waktu aku hidup,
maka aku berjanji besok aku tidak akan lagi minum barang haram ini.
Ada satu kesadaran yang seketika muncul dalam setiap diri yang tengah sekarat. Napasnya
masih ditenggorakan. Tetapi kemudian masih punya waktu menyebut nama Tuhan. Disitulah,
sebenarnya Tuhan sedang memberi undangan kepada korban agar cepat kembali, atau paling
tidak agar korban menyebut dan ingat pada Sang Pencipta.
Bahasa dan simbol Tuhan untuk mengundang kita, bisa dengan berbagai berbentuk jika
memang Tuhan berkehendak. Tetapi meski begitu, kiranya kita tidak mesti lebih dulu
minuman keras untuk minta undangan dari Tuhan untuk kita.**
Palembang 16 November 2002
Nyamuk Sosial, Nyamuk Sok Sial
Dalam keseharian, hampir setiap orang, sangat membenci terhadap nyamuk. Selain dari
gigitannya yang membuat gatal, atau juga karena nyamuk menjadi penebar virus Demam
Berdarah atau belakangan ada penyakit Cikungunya yang juga disebabkan oleh seekor nyamuk.
Kebencian kita terhadap nyamuk, memang cukup beralasan karena siapapun orangnya sudah
pasti tidak ingin terkenal gatalnya, tidak ingin terkena virus demam berdarah dan tidak ingin
mengidap penyakit cikungunya.
Sedemikian parahnya kita membenci nyamuk, sampai-sampai kita tidak ingin nyamuk masuk
ke ruang tidur kita, kemudian kita memasang kelambu dan memasang segala obat nyamuk
supaya kita tidak terganggu oleh mahluk kecil ini.
Dalam pandangan sepintas, kebanyakan orang menilai nyamuk adalah mahluk yang
menjengkelkan dan membahayakan bagi kehidupan manusia. Bahkan, kalau bisa nyamuk harus
dibasmi sampai ke akar-akarnya, supaya mahluk ini tidak lagi membuat pusing banyak orang di
kolong langit ini.
Tidak salah memang cara pandang yang demikian. Sebab, sebagian kita memang hanya melihat
kehadiran nyamuk dari efek negatif ; seperti sumber penyakit, penyebar virus Demam
Berdarah, Cikungunya dan lain sebagainya.
Tetapi, kalau kita kemudian memutar otak kita dan menyadarkan hati kita, betapa Tuhan tidak
pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia di bumi ini. Semua bentuk mahluk ciptaan pasti ada
manfaatnya bagi manusia, termasuk nyamuk.
Siapapun boleh benci dan jengkel pada nyamuk. Tetapi perlu kita lihat bagaimana ratusan,
bahkan ribuan buruh, pengusaha, yang bermodal besar atau kecil telah banyak tertolong oleh
hadirnya nyamuk.
eBook Motivasi Spiritual Moderen
REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI
39
Dengan hadirnya mahluk kecil ini, kemudian berdiri perusahaan atau pabrik obat anti nyamuk
dengan bermacam merek dan kemasan-nya. Belakangan berkembang obat anti nyamuk
elektrik, dengan pewangi ruangan. Belum lagi para pembuat kelambu, racun jentik-jentik dan
lain sebagainya.
Dari kenyataan itu, ternyata seekor nyamuk kecil, yang selama ini kita benci, kita usir-usir
kehadirannya, bahkan kita bunuh kalau dia tertangkap, telah menyumbangkan peluang
pekerjaan bagi rubuan buruh, memberi keuntungan bagi sejumlah pengusaha, sampai
membantu hidup para pembuat kelambu.
Dengan penyakit Demam Berdarah, Malaria, dan Cikungunnya yang disebabkan nyamuk, para
ahli kedokteran dan sejumlah peneliti kemudian melakukan riset sedemikian rupa terhadap
virus yang dibawa nyamuk, untuk kemudian mencari obat penangkalnya.
Sejumlah dokter kebanjiran pasien akibat terserang nyamuk. Apotik, ikutserta mendapat
untung dari penjualan obat resep dokter. Masih banyak lagi keuntungan dan manfaat dari
nyamuk di bumi ini, termasuk gerakan kebersihan atau fooging (penyemprotan) lingkungan
dengan asap racun nyamuk.
Nyamuk, secara fisik memang sangat kecil, tetapi dengan badannya yang kecil, ternyata dia
telah menyumbangkan manfaat besar bagi kelangsungan hidup jutaan manusia di negeri ini.
Sebagian kita, secara tidak sadar, selama ini sering kali mengecilkan peran-peran mahluk kecil
dalam tatanan sosial masyarakat kita, dalam perusahaan kita, atau bahkan dalam rumah tangga
kita.
Padahal sekecil apapun mahluk ciptaan seperti halnya nyamuk punya andil besar bagi
keberlagsungan sebuah negeri, baik secara sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dalam dimensi
spiritual, nyamuk telah membangkitkan kesadaran bagi setiap hati kita untuk merasakan betapa
nikmatnya sehat, ketika kita sedang terbaring sakit demam berdarah, malaria dan cikungunnya.
Dalam kedaan sakit itulah, nyamuk tersenyum disaat kita kemudian, berkali-kali kita menyebut
nama Tuhan karena kita segera disembuhkan dari rasa sakit.
Kalau nyamuk yang kecil saja, bisa memberikan sumbangan besar bagi keberlangsungan hidup
manusia negeri ini, kenapa kita sering memilih menahan diri untuk tidak membantu orang lain,
sementara kita sebenanrnya mampu melakukannya? Mulai hari ini kita memang harus lebih
banyak belajar dari nyamuk?**
Palembang, 18 November 2009
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron
Buku Imron

More Related Content

Similar to Buku Imron

21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)
21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)
21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)Juzaillan Mohamed
 
Resensi buku dan cd produk hre
Resensi buku dan cd produk hreResensi buku dan cd produk hre
Resensi buku dan cd produk hreP Wijayanto
 
Buku outbound dari titik nol
Buku outbound dari titik nolBuku outbound dari titik nol
Buku outbound dari titik noladirahman18
 
Majalah kekuatan sugesti edisi 48
Majalah kekuatan sugesti edisi 48Majalah kekuatan sugesti edisi 48
Majalah kekuatan sugesti edisi 48Firman Pratama
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015Ananta Bangun
 
Mata ketiga dan_intuisi
Mata ketiga dan_intuisiMata ketiga dan_intuisi
Mata ketiga dan_intuisiKun Ardi
 
PUM1 - 7Kesadaran
PUM1 - 7KesadaranPUM1 - 7Kesadaran
PUM1 - 7Kesadaranmfrids
 
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)Bu Pur
 
Dongeng sebelum tidur oleh Tami Prastowo
Dongeng sebelum tidur oleh Tami PrastowoDongeng sebelum tidur oleh Tami Prastowo
Dongeng sebelum tidur oleh Tami PrastowoServer Bobo
 
Dongeng Sebelum Tidur
Dongeng Sebelum Tidur Dongeng Sebelum Tidur
Dongeng Sebelum Tidur tammi prastowo
 
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...Ringga Arie Suryadi
 
Mengenal diri melalui rasa hati
Mengenal diri melalui rasa hatiMengenal diri melalui rasa hati
Mengenal diri melalui rasa hatiKayrol Anwar
 
Ks03 struktur pesan film
Ks03   struktur pesan filmKs03   struktur pesan film
Ks03 struktur pesan filmMaurice Chavez
 
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiLentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiAnanta Bangun
 
Dan kemudian...hening
Dan kemudian...heningDan kemudian...hening
Dan kemudian...heningNurul Aulia
 
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015Ananta Bangun
 

Similar to Buku Imron (20)

Self motivation
Self motivation Self motivation
Self motivation
 
Buku mentoring 13
Buku mentoring  13Buku mentoring  13
Buku mentoring 13
 
21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)
21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)
21 formula-hidup-luar-biasa-(ebook)
 
TBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
TBM dan Pancasila sebagai Rumah KitaTBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
TBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
 
Resensi buku dan cd produk hre
Resensi buku dan cd produk hreResensi buku dan cd produk hre
Resensi buku dan cd produk hre
 
Buku outbound dari titik nol
Buku outbound dari titik nolBuku outbound dari titik nol
Buku outbound dari titik nol
 
Majalah kekuatan sugesti edisi 48
Majalah kekuatan sugesti edisi 48Majalah kekuatan sugesti edisi 48
Majalah kekuatan sugesti edisi 48
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
 
10 Langkah Urus Emosi
10 Langkah Urus Emosi 10 Langkah Urus Emosi
10 Langkah Urus Emosi
 
Mata ketiga dan_intuisi
Mata ketiga dan_intuisiMata ketiga dan_intuisi
Mata ketiga dan_intuisi
 
PUM1 - 7Kesadaran
PUM1 - 7KesadaranPUM1 - 7Kesadaran
PUM1 - 7Kesadaran
 
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient)
 
Dongeng sebelum tidur oleh Tami Prastowo
Dongeng sebelum tidur oleh Tami PrastowoDongeng sebelum tidur oleh Tami Prastowo
Dongeng sebelum tidur oleh Tami Prastowo
 
Dongeng Sebelum Tidur
Dongeng Sebelum Tidur Dongeng Sebelum Tidur
Dongeng Sebelum Tidur
 
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
 
Mengenal diri melalui rasa hati
Mengenal diri melalui rasa hatiMengenal diri melalui rasa hati
Mengenal diri melalui rasa hati
 
Ks03 struktur pesan film
Ks03   struktur pesan filmKs03   struktur pesan film
Ks03 struktur pesan film
 
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiLentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
 
Dan kemudian...hening
Dan kemudian...heningDan kemudian...hening
Dan kemudian...hening
 
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
 

Buku Imron

  • 1. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 1
  • 2. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 2 REVOLUSI HATI untuk NEGERI IMRON SUPRIYADI provokator indonesia
  • 3. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 3 REVOLUSI HATI untuk NEGERI @Imron Supriyadi Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Copyright © 2012 by Venesia Publishing Penyunting Naskah : Citra M Syahrian Desain Cover : Team Kreatif Venesia Publishing Penata Isi : Tunas Gemilang Press Cetakan pertama, Februari 2012 Diterbitkan oleh Venesia Publishing (Venesia dari TIMUR Grup) Marketing dan Organizer PAReS management Jalan Sersan Sani Lrg. Sukadarma II No.45 Palembang Sumatera Selatan - Indonesia e-mail : venesiapublishing@gmail.com ISBN : dlm proses
  • 4. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 4 Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang HAK CIPTA (1) Barang siapa sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau didenda paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) (2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
  • 5. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 5 daftar ISI halaman COVER __1 daftar ISI__5 biodata PROVOKATOR__6 perSEMBAHAN__7 komentar MEREKA__8 proLOG__11 pengantar PENERBIT__13 Pengantar PENULIS__14 Ucapan terima KASIH__16 1. Kemiskinan Adalah Jembatan Emas__18 2. Persahabatan Mati Lampu__19 3. Jangan Usir Ayam di Ruang Tamu__20 4. Dialog Sungai__21 5. Mengubah Sakit Menjadi Nikmat__23 6. Mengubah Tinja Menjadi Cinta __25 7. Mulut Kita dan Dandang Bakso__27 8. Bertemu Tuhan dalam Kegagalan__28 9. Kehilangan Adalah Kasih Sayang__30 10. Kecurigaan Adalah Wajah Kita__31 11. Sedang Tuhan Pun Mengutus Ayam__33 12. Ayam Kesayangan Pak Kiai__35 13. Ada Tuhan Dalam Minuman Keras__36 14. Nyamuk Sosial, Nyamuk Sok Sial__37 15. Ada Tuhan Di Balik Udang__38 16. Bersyukur Dalam Kebutaan__40 17. Rugi Satu Juta Adalah Kebahagiaan__41 18. Negeri Ikan Tempalo__42 19. Ayam Mati di Meja Presiden__44 20. Ayat-Ayat Kemacetan__45 21. S3M__47 JENDELA LAIN 1. Kebersihan Kok Nunggu Perintah, Bos__49 2. Kampanye Hitam dan Tuhan Bermain Bola__52 3. Silaturahim (Aliran Sesat?)__54 4. Tragedi Zakat dan Kebijakan Langit__57 5. Nikmatnya Gagal Menjadi Anggota Dewan__60 6. Antasari dan Pemeliharaan Tuhan__63 halaman AKHIR__59
  • 6. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 6 biodata provokator Nama lengkap saya Muhamamd Imron Supriyadi, biasa di panggil Imron. Menurut Akta, Saya lahir pada Hari Ahad, Tanggal 18 Mei 1973 di Magelang. Saya adalah putra tunggal dari Abdul Salam (Alm) dan Alfasanah. Sejak tahun 1989 Saya dan keluarga “hijrah” ke Pulau Sumatera sampai sekarang. Isteri saya bernama Pustrini Hayati, S.Pd.I, Perempuan berdarah Suku Pasmah (Semende Lembak), yang telah melahirkan dua anak kami ; Annisatun Nurul Alam (6 tahun) dan Muhammad Kahfi Elhakim(3 tahun). Motto Hidup saya ; Setiap Mahluk Adalah Guru, dan Setiap tempat Adalah Sekolah” Saya belajar menulis sejak aktif di Teater tahun 1993 saat saya belajar menulis naskah drama panggung dan TVRI Palembang. Setelah itu, ikut mengelola Majalah Ukhuwah, Media Kampus IAIN Raden Fatah Palembang, yang terbit hingga sekarang. Beberapa tulisan sudah banyak dimuat di sejumlah media. Pernah bekerja sebagai wartawan wartawan Harian Pagi Sumatera Espres, Tabloid Mingguan Media Sumatera, Reporter dan Moderator Talkshow Radio Smart FM Palembang, Kontributor Kantor Berita Radio 68H Jakarta, wartawan Majalah Politik “Sindang Merdeka” Palembang dan News Director Radio Gema Bukit Asam (RGBA) FM, Direktur Pendidikan Yayasan Nurul Iman Talang Jawa Tanjung Enim, Dosen Jurnalistik di AMIK RAMA dan Pjs.Sekretaris Islamic Center Kabupaten Muaraenim. Buku Revolusi Hati untuk Negeri, adalah buku kedua, setelah sebelumnya buku Kumpulan Cerita Pendek “Sedang Tuhan pun Bisa Mati” terbit di tahun 2003 (Tenggala Press-Tangerang). Saat ini aktif di organisasi wartawan ; Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Kota Palembang. Kegiatan sekarang, sebagai Provokator Revolusi Hati, Trainer Jurnalsitik (cetak dan radio), Melatih Teater dan Menulis Sastra di Teater Tubun SMA Negeri 15 Palembang. Juga Fasilitator Sekolah Demokrasi Ogan Ilir (SDOI), yang diselenggarakan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) Jakarta dan Yayasan Puspa Indonesia (YPI) Palembang. Kritik dan saran, dapat dikirim melalui email saya : imronsumsel@gmail.com. Blog saya : www.sastramusi.blogspot.com
  • 7. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 7 Persembahan Karya ini kupersembahkan buat Isteriku tercinta, Pustrini Hayati,S.Pd.I, dan kedua matahariku, (Annisatun Nurul Alam dan Muhammad Kahfi El Hakim). Semoga buku ini menjadi janji Ayah kalian, agar Ayah tetap menjadi mahluk ciptaan-Nya, yang senantiasa komitmen dan konsisten menjaga kemuliaan diri dan keluarga di hadapan Tuhan
  • 8. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 8 KOMENTAR MEREKA TENTANG REVOLUSI HATI untuk NEGERI Renungan yang menarik dibaca tentang pengalaman-pengalaman kecil, kadang sederhana, dalam kehidupan sehari-hari sang pengarang. Dia memberi makna kepada pengalaman hidup sehari-hari yang tampaknya sederhana, tetapi, setelah direnungkan lebih jauh, mengandung "tambang" makna yang kaya. (Ulil Abshar-Abdalla, Intelektual Muslim) Revolusi Hati untuk Negeri karya Imron Supriyadi, begitu menggugah hati saya. Bagaimana tidak? Baru membaca kalimat awalnya saja, saya langsung menyadari betapa peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari adalah cermin diri untuk belajar sekaligus koreksi. Bahwa di setiap peristiwa kehidupan ada sebuah makna dan kasih sayang Ilahi untuk kita resapi. Buku ini wajib Anda baca! Tak peduli berapa pun usia Anda. Karena Anda akan menjadi semakin cerdas diri serta bijak hati.” Ainy Fauziyah, CPC, Leadership Motivator (AINY COACHING PT. AIFA GLOBALINDO) Melihat, menerima, merasakan, memikirkan dan kemudian menuliskan sesuatu dengan sudut pandang baru, adalah bagian dari kreativitas. Imron Supriyadi menggenjot itu di dalam Revolusi Hati ini, sehingga hal-hal kecil yang seringkali terlewatkan begitu saja, menjadi ilmu. Ia sudah melakukan akrobatik pemahaman dengan membalikkan kelemahan jadi kekuatan dan merayakan kekalahan sebagai kemenangan, Ia sudah bertapa dalam sebutir debu. (Putu Wijaya, Budayawan) Gejala dan peristiwa adalah wujud yang tersurat. Bersifat empiris, dan teramati secara kasat mata. Hikmah adalah sesuatu yang tersirat berada di balik yang wujud. Ia hanya bisa diamati oleh mata hati, dan dimaknai dengan menggunakan kearifan. Buku Revolusi Hati untuk Negeri, mengajak pembaca ke arah pemaknaan seperti itu. Menyingkap tabir wujud di balik yang tersurat. (Prof.Dr.H.Jalaluddin, Guru Besar IAIN Raden Fatah Palembang) Tulisan-tulisan dalam buku ini menggambarkan sebuah petualangan emosi, mewakili fenomena empirik yang satir, kusamnya kehidupan, namun tetap menyimpan misteri mukjizat Tuhan di sebuah kampung bernama Sumatera Selatan. Pembaca diajak mengikuti pengalaman spiritual penulis yang diutarakan secara lugas, kritis, nakal, reflektif, sarat makna bagi kehidupan sosial orang biasa. Masduki, M.Si, MA, (Direktur Program dan Produksi LPP RRI Pusat 2010-2015, Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen, Indonesia, 2011-2013.)
  • 9. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 9 Sebuah buku yang penuh dengan inspirasi dan motivasi yang akan merevolusihati para pembacanya. Haryanto Kandani, (Indonesia's #1 Achievement Motivator & Penulis Buku Best Seller The Achiever) Inilah buku tentang hikmah. Imron saya kira adalah pencatat yang baik. Ia menyusun pengalaman sehari-hari dengan bahasa mengalir. Pengalaman kecil dan pengalaman besar dalam hidupnya, ia rangkai dalam buku. Ini semacam kodifikasi pengalaman hidup. Lalu, ia kemas itu semua pengalaman itu menjadi rangkaian mutiara hikmah. Imron ingin menunjukkan, dia adalah orang biasa. Yang bisa marah, bisa cemas, bisa khawatir, bisa putus asa dan sejenisnya. Tapi, melalui pengalaman kecil dan pengalaman besar itu, ia mengajak pembaca untuk tidak sekadar berhenti dalam murung dan gelap. Ia ingin membawa kita semua bahwa sesuatu yang gelap, yang pahit, bisa menjadi sesuatu yang baik dan manis. Syaratnya, sabar dan cerdas mengambil hikmah. Buku ini juga mengajak kita semua untuk terus mengasah batin, terus memoles mata hati agar jernih melihat semua persoalan. Kekayaan materi, adalah penting. Tapi, ada yang lebih bermakna, yaitu kekayaan batin. Sebaliknya, miskin harta bukan berarti kiamat. Kita semua bisa bahagia, bisa gembira dengan segala kekurangan kita. Asal, cerdas dan bijak. Sunudyantoro, Jurnalis Majalah Tempo Kumpulan Tulisan Pendek Imron Supriyadi; opini dan apresiasi dari pengalaman pribadi dan sekitarnya. Sebuah renungan menarik, mengajak untuk tak melupakan hal-hal kecil yang memungkinkan menjadi kesalahan besar bagi kita. Semoga bermanfaat. Ian Sancin, Penulis Novel Trilogi “Yin Galema” Tak banyak orang di zaman iPad, Facebook, dan Google yang masih yakin pada hubungan langsung Tuhan dan manusia. Imron Supriyadi adalah salah seorang dari yang sedikit itu. Lebih sedikit lagi adalah yang rajin menulisnya. Imron Supriyadi melakukannya, dan tanpa banyak ‘minyak’ –kata orang Medan. Jadi tak perlu pretensius, juga tak harus puitis, atau sok intelek, karena hubungan Tuhan yang langsung dengan umatnya itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari: polos tanpa kemasan, seperti dalam Kehilangan Adalah Kasih Sayang atau Sedang Tuhan pun Mengutus Ayam maupun Rugi Satu Juta Adalah Kebahagiaan dan, sebenarnya, dalam semua tulisannya walau dengan kadar beragam. Imron jelas perkasa dalam soal ini dan semoga terus menjaga hubungan langsung dengan Tuhan dan tetap rajin menulisnya, tanpa banyak ‘minyak’. Liston P Siregar, Jurnalis, Editor www.ceritanet.com Kumpulan naskah "Revolusi Hati untuk Negeri" merupakan sebuah karya tulis yang sangat menggugah sekaligus menginspirasi kita. Imron telah menemukan makna kebahagiaan sejati lewat dialog batin yang kental dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang serba materi, kekuatan hati merupakan pilihan yang harus kita jadikan sebagai penyeimbang. Bacalah buku ini, temukan hati ... ! Dharma Azrevi Rangkuti, CSR, PT. Bukitasam Transpacific Railways
  • 10. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 10 Buku ini menarik karena sarat dengan refleksi filosofis mengenai “manusia-ada-bersama- dunia”. Refleksi filosofis ini tercermin dari renungan penulis atas peristiwa kehidupan keseharian yang biasanya luput dari perhatian kita, sehingga realitas kehidupan yang terhampar disekitar kita hadir begitu saja tanpa makna. Padahal, realitas disekitar kehidupan kita itu merupakan teks yang kaya akan nilai-nilai bila direnungi secara mendalam atau dikupas-kuliti melalui kekuatan berpikir. Nilai-nilai yang tersembunyi dibalik peristiwa kehidupan inilah yang disajikan di dalam buku ini, dan nilai-nilai tersebut mengkonfirmasikan kepada kita bahwa “manusia-berada-didunia” haruslah senantiasa berpikir positif, rasional dan optimis dalam rangka melakukan perubahan diri dan perubahan realitas. Dr. Tarech Rasyid, M.Si, Aktifis dan Akademisi di Palembang Melalui bukunya, Imron Supriyadi menunjukkan, hikmah dan kebijaksanaan sebenarnya bisa diperoleh bukan dari teori yang muluk-muluk, tetapi justru dari kehidupan keseharian kita, yang sekilas terlihat biasa-biasa saja. Di sinilah terlihat kebesaran dan keadilan Allah SWT, yang memberi kesempatan pada setiap manusia untuk belajar dari kehidupannya sendiri. Satrio Arismunandar, Executive Producer, News Division Trans TV Diinspirasi dari buku “La Tahzan” sebagai buku kategori pencerahan hati (An-Nafsu Al- Muthma Innah), Revolusi Hati mengajak kita hijrah sebagai mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna untuk menjadi mahluk paripurna. Guna menggapai puncak keparipurnaan sebagai khalifah di muka bumi , kita butuh keiklasan dan kepasrahan yang total. Adakah kita mampu menjadi “murid pertama” bagi Revolusi Hati untuk Negeri? Yudi Fahrian, SH,MH, Rektor Universitas IBA Palembang Sekolah yang paling luar biasa adalah sekolah kehidupan. Begitu pun dengan guru-gurunya, bisa siapa saja. Bahkan tidak hanya berwujud manusia, bisa juga berupa pengalaman hidup yang spesial diberikan oleh Tuhan untuk memberikan pelajaran terbaik kepada kita. Melalui buku Revolusi Hati, saya seakan mendapatkan banyak pelajaran-pelajaran hidup dari sekolah kehidupan melalui pengalaman Mas Imron. Lewat kisahnya yang santai, mengalir, namun sarat makna, memberikan kita pencerahan dan arah untuk benar-benar melakukan Revolusi Hati. Mengubah hati kita menjadi lebih baik dan lebih dekat pada Sang Pencipta. Arief Maulana, Blogger dan Internet Marketer, Penulis buku "You Are The Best Motivator" Membaca tulisan Imron, kita bagaikan diajak mengembara di alam proses berpikir. Mengembara tanpa tujuan, karena pengembaraan itu sendiri yang diinginkan. Mudah- mudahan, dia tanpa menyadari bahwa hanya dengan banyak mengembara, pengetahuan akan terus bertambah. Dia keluar dari alam teori mainstream tentang menulis yang baik dan mudah dimengerti. Sutrisman Dinah, Redaktur Senior Harian Umum Sriwijaya Post, Palembang
  • 11. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 11 Mengenal Imron Supriyadi selama puluhan tahun, akhirnya kita tahu bahwa dia selalu menempatkan setiap persoalan pada porsi yang tepat. Konsisten, istiqomah, percaya diri dan memahami hubungan dirinya dengan Tuhan dan makhluk lain. Buku ini adalah refleksi cara pikir dan cara pandang Imron dalam melihat persoalan hidup sehari-hari. Dan memang— sebagaimana yang dia tulis pada pengantar buku ini--sejatinya, Imron seorang provokator Nurhayat Arif Permana, Penyair, Direktur Tavern Art Work Palembang Melihat dibalik sebuah peristiwa sangat jarang dilakukan bagi setiap orang. Tetapi Buku ini, menjadi bagian penting untuk mengajak setiap hati melihat di balik peristiwa, bukan dengan kekesalan, hujatan atau bahkan keputusasaan. Imron, sedang mengajak kita untuk mengendapkan semua persoalan duniawi melalui hati, sehingga menumbuhkan kesadaran, kehambaan kita di mata Tuhan, bahwa kita hanya menjadi pelaku di bumi (Khalifah), sementara tentang hasil, semua menjadi keputusan-Nya Djoesev Soetrisno.SE, Direktur CV.Venesia Dari TIMUR prolog Mengapa Harus PROVOKATOR ? Diawal pembuatan cover buku ini, Arya, teman saya di manajemen memprotes terhadap rencana penyematan lebel saya sebagai provokator. “Mengapa harus pakai istilah provokator? Mengapa tidak pakai inspirator, motivator, atau bahasa lain yang lebih lembut?” tukas Arya. “Memang provokator tidak sopan?” tanya saya balik. “Konotasinya negatif. Apa ini tidak akan menimbulkan kontroversi bagi pembaca?” Arya masih kurang sepakat dengan istilah provokator. “Itu tergantung dari sudut pandang. Sejak awal, judul dan isi buku ini memang kita arahkan, agar pesan didalamnya keluar dari logika umum orang kebanyakan. Maksud saya, apapun istilah, kalimat atau bahkan peristiwa apapun, akan selalu berkonotasi negatif, kalau pola pikir dan cara pandang kita tidak berubah. Coba kita mulai memahami sesuatu dengan berpikir memutar, bukan dengan berpikir satu arah, sehingga ketika mendegar istilah provokator tidak buru-buru negatif thinking!” Saya menjelaskan kembali. “Yes, Oke! Saya paham. Tetapi selama ini provokator selalu identik dengan kerusuhan. Belum lagi buku ini juga mengusung judul besar revolusi. Kita tidak ingin, buku ini akan menjadi celah aparat atau pihak manapun untuk mempersoalkan kita, hanya lantaran kita salah memilih istilah judul. Itu juga harus menjadi pertimbangan!” Arya tak mau kalah argument. “Justeru cara berpikir seperti itu yang harus kita luruskan. Revolusi yang selama inii ditakutkan orang, karena kata revolusi selalu diidentikan dengan darah dan anarkisme. Padahal revolusi itu diartikan upaya perubahan secara cepat, termasuk keharusan merubah secara cepat hati kita yang penuh borok, agar kembali bersih. Kemudian provokator juga, selalu dipadankan dengan kerusuhan, aksi brutal dan sejenisnya. Tapi memang itulah adanya. Karena istilah
  • 12. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 12 provokator ini kian mengemuka beriring dengan kerusuhan era 1998 jatuhnya Rezim Orde Baru. Setelah Era Reformasi, istilah provokator kemudian berlanjut. Tetapi yang jadi masalah, istilah provokator seolah menjadi legitimasi aparat untuk menangkap oknum mahasiswa, petani, aktifis dan lainnya, jika mereka sedang melakukan aksi. Itu yang menurut saya salah tempat. Sebab tidak semua provokator selalu disamakan dengan hal negatif!” Kalimat saya mengucur begitu saja, tak dapat dibendung. “Coba Anda lihat ini,” Kata saya pada Arya, sembari menunjukkan sederet tulisan dari Prof.Dr.H.Imam Suprayogo, Guru Besar Universitas Islam Negeri Malang. “Apa hubungannya dengan provokator, Pak?” Sergah Arya, matanya menatap saya penasaran. “Baca dulu, baru komentar,” Saya mendesak Arya untuk membaca tulisan itu. Dengan seksama, Arya kemudian membaca deretan huruf ; “Seorang dosen secara berkelakar disebut oleh temannya sebagai provokator, tersinggung dan marah. Mungkin, kemarahannya itu disebabkan oleh persepsi dia tentang istilah provokator itu sendiri yang selalu dimaknai negatif. Provokator mungkin dimaknai olehnya sebagai pihak-pihak yang gemar mengadu domba, menyebarkan isu yang mengakibatkan beberapa orang atau kelompok bertikai, menyebarkan fitnah dan sebagainya. Padahal provokator sebenarnya juga dapat dimaknai positif. To provoke artinya adalah membangkitkan atau mempengaruhi. Mempengaruhi tak selalu berkonotasi negatif, tetapi dapat juga sebaliknya, positif. Seseorang yang mempengaruhi teman, sahabat, atasan atau bawahannya agar melakukan hal yang baik, yang “ma’ruf”, yang mengarah pada kemajuan, persahabatan, memperkaya ilmu, beramal sholeh, adalah dapat diartikan melakukan provokasi. Dan, dengan demikian seorang itu dapat disebut sebagai provokator. Selain itu, dosen harus menjadi reference person dan memiliki kekuatan mempengaruhi. Kekuatan itu dapat berupa ucapan atau kata-kata, porferment, tingkah laku sehari-hari dan mungkin juga berupa do’a. Kata-kata atau ucapan dapat memberi kesan dan juga mampu menjadi kekuatan penggerak para pendengarnya. Dosen dituntut mampu menyalakan api kecintaan terhadap subyek (mata kuliah) yang diajarkan. Bukan sebaliknya, justru semakin menginjak akhir masa kuliah justru mahasiswa menjadi tidak tertarik dan bahkan membencinya. Jika hal ini terjadi, gagalah tugas dosen yang sesungguhnya.” Arya kemudian manggut-manggut, usai membaca tulisan professor itu. “Bagaimana?” Saya memancing argumentasi Arya, jika mungkin masih ada. “Tapi di kamus bahasa Indonesia, istilah provokator sangat negatif?” “Betul! Anda pasti membaca kutipan ini, kan?” Saya sodorkan sebuah tulisan, yang mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hingga terlihat tulisan : “Dalam bahasa Indonesia, provokator berarti orang yang menggerakkan aksi atau gerakan ataupun tindakan yang menjurus pada kekacauan atau ketidaktertiban dan ketidakamanan”. “Tapi bukan berarti, setiap kerusakan, suasana tidak tertib dan tidak aman itu, akibat dari ulah provokator. Dalam situasi ini, istilah provokator seringkali dipakai untuk memudahkan proses penangkapan oleh aparat, bukan begitu artinya,” Saya kembali menjelaskan. “Tapi Pers juga salah dalam soal ini, Pak!?” Arya menuduh media turut mengampanyekan istilah provokator. “Kenapa bisa begitu?” Tanya saya ingin tahu argumentasi Arya. “Hampir setiap pemberitaan kerusuhan, ada kalimat berita begini, ini misalnya saja, Pak : Dua oknum mahasiswa akhirnya ditangkap aparat keamanan, karena diduga sebagai provokator kerusuhan. Bukan begitu, Pak?!” tanya Arya butuh pembenaran dari saya. “Ya, itu tadi! Istilah provokator, tergantung penempatannya mau dimana, dan akan kemana istilah itu dibawa. Sama seperti uang. Kalau uang digunakan untuk menyumbang tempat ibadah dan membantu fakir miskin dan anak yatim, menjadi bermanfaat bagi umat.
  • 13. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 13 Tapi kalau uang digunakan untuk menyuap demi kenaikan pangkat, jabatan atau untuk menyogok rakyat untuk dipilih jadi Gubernur, Walikota, Bupati atau sekadar menyuap agar diterima jadi karyawan, uang menjadi barang yang membahayakan bangsa. Bisa-bisa, bangsa ini menjadi negeri suap. Sila pertama Ketuhanan Yang Esa, bisa berubah menjadi Keuangan Yang Maha Kuasa, dan Tuhan sudah dinomorduakan, kan hancur bangsa ini?” Saya setengah mengkritik. “Bukankah bangsa ini kondisinya memang sudah begitu, Pak?” Kami saling pandang. Arya menunggu jawaban dari saya. Tapi Arya tahu di balik tatapan mata saya. “Dari sini kita harus mulai merubahnya,” Kata saya sembari menunjuk dada Arya. Revolusi Hati, harus segera dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun! Karena jika hati manusia baik, maka baiklah semua. Tapi sebaliknya, jika hati manusia rusak, maka rusaklah semuanya. Ini yang perlu diprovokasi ke semua anak bangsa! Dan saya adalah salah satu provokator-nya!” Saya mengutip sebuah hadits Rasul. ** Pengantar Penerbit Tak ada kata paling indah yang patut kita ucapkan, kecuali Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, ketika sampai hari ini kita masih diberi waktu untuk melakukan kebaikan di muka bumi. Kesempatan ini pula yang kemudian perlu kita manfaatkan untuk menebar kebaikan, yang diharapkan dengan karya ini dapat memberi manfaat bagi anak negeri. Shalawat dan Salam, kiranya penting kita sampaikan pada junjungan Nabi Besar Muhamamd SAW, beserta para pengikutnya, yang telah menjadi inspirator bagi peradaban dunia dalam beragam dimensi, ekonomi, sosial, budaya dan politik. Meski pada kenyataannya ‘pesan nabi’ itu seringkali hanya sedikit kita ikuti, hanya lantaran kita lupa atau terlupa, bahkan melupakan karena tersita oleh “keseriusan duniawi”, yang membawa kita seolah tak punya waktu, walau hanya sekejap mengendapkan hati untuk mengingat Sang Pemilik langit dan bumi. Terbitnya buku “Revolusi Hati untuk Negeri” ini diharapkan dapat menjadi bagian dari pemicu kesadaran spiritualitas, (Guide to Spiritual Revolution) yang bukan saja penyadaran tekstual (fiqhiyah) tetapi juga kontekstual, seiring dengan modernitas, sehingga setiap kita akan lebh optimis dalam menjalani hidup, meski diiringi dengan berbagai kegagalan, kerugian, kebangkrutan, atau bahkan kematian sekalipun, Banyak hal yang kemudian perlu dipetik sebagai bahan renungan, terutama agar kita terhantar pada sebuah kesadaran positif terhadap realitas pahit sekalipun, yang acapkali bertentangan dengan ”nalar normal” manusia kebanyakan. Ketika Anda membaca, sangat mungkin Anda akan menemukan sesuatu yang bertentangan dengan “logika umum”, karena buku ini memang ditulis untuk dipahami, bukan dengan logika material melainkan dengan “logika ke-gaiban” vertical (logika ilahiyah) dan bukan dengan pandangan “kacamata kuda” yang lebih condong tekstual horizontal.
  • 14. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 14 Bagi anda yang tidak “gemar membaca” bisa mengikuti tulisan-tulisan ini dalam bentuk audio, yang dikemas oleh tim kreatif, tanpa mengurangi pesan dan nilai-nilai yang terkandung dalam rekam jejak perjalanan batin penulis. Sengaja kemasan audio ini dibuat, selain ingin masuk dalam wilayah telinga pembaca, juga memudahkan siapa saja yang malas membaca, termasuk bagi orang yang buta huruf sekalipun dapat mengikuti sampai akhirnya masuk dalam relung batin kita dan menemukan ke-agungan hikmah di balik sebuah peristiwa. Kepada semua pihak, terutama rekan-rekan jurnalis, yang telah membantu pengumpulan tulisan yang tersebar di beberapa media, untuk kemudian dapat dikemas menjadi sebuah buku. Semoga upaya kreatif yang telah disumbangkan kepada kami dapat menjadi penebar kebaikan, demi perbaikan anak negeri. Selamat membaca dan Salam Revolusi Hati! Palembang, 20 Februari 2012 Pengantar Penulis “Telanjang” Dulu, Sebelum Membaca Pertama, tentu saya mengucap syukur Alhamdulillah, karena hingga hari ini--sampai sejumlah catatan ini di tangan pembaca--saya dan keluarga masih dalam lindungan-Nya, Amin. Shalawat dan salam, saya sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menjadi ‘cahaya’ diatas cahaya bagi umat sedunia, hingga saya, Anda telah banyak ‘diajari’ bagaimana menangkap ayat-ayat, bukan yang tersurat saja, tetapi juga yang tersirat, Sebelum Anda membaca, saya meminta Anda untuk “menelanjangi” diri terlebih dahulu, sehingga Anda tidak melihat siapa yang menulis, tetapi melihat apa yang ditulis. (Lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Sebab kalau dikelompokkan, pembaca setiap buku terbagi tiga golongan. Golongan Pertama, membaca judul dan isinya saja, masuk lewat mata kemudian keluar dari telinga kiri dan kanan. Kelompok ini biasanya melihat buku karena kebutuhan pragmatis, dengan logika, apa untungnya membaca Buku Revolusi Hati? Standarnya sangat matematik, karena membaca buku diukur dengan untung rugi materi, lain tidak! Kedua; Pembaca yang hanya membaca judul, nama pengarangnya, ringkasan halaman belakang, membolak-balik halaman dalam, kemudian menutupnya kembali, melihat bandrol harga buku. Setelah itu diletakkan dan mencari buku yang lain tanpa permisi. Kelompok ini, tipe pembaca buku yang menempatkan buku sebagai pelengkap, bukan kebutuhan informasi, sehingga yang terbersit dibenaknya, membeli atau tidak, sama sekali tidak akan memperngaruhi diri dan kehidupannya.
  • 15. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 15 Ketiga ; Membaca judul, pengarang, membacanya sedikit halaman dalam, atau ringkasan halaman di halaman belakang dan membeli atau meminjam karena merasa butuh informasi dari buku Revolusi Hati. Kelompok ketiga ini, adalah golongan yang menempatkan buku sebagai kebutuhan informasi, tanpa melihat pengarang, tetapi lebih kepada isi buku—dengan harapan--dengan membaca Revolusi Hati, ada ‘sesuatu’ hal baru yang didapatkannya. Oleh sebab itu, sebelum lebih dalam membaca buku ini, Anda harus melepas semua ‘baju’ status sosial Anda, sehingga Anda benar-benar ‘telanjang’ tanpa merasa ada sekat-sekat lain yang membenai Anda ketika membaca Buku Revolusi Hati. Lepaskan baju Anda sebagai Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Lurah, Ketua RT/RW, Direktur Perusahaan dan status lainnya, sehingga Anda kembali menjadi manusia secara utuh sebagai mahluk Tuhan yang lahir dengan telanjang. Tanpa Anda melakukan itu, rencana saya mengajak Anda untuk melakukan Revolusi Hati, akan mengalami hambatan. Untuk itu saya mohon bantuan Anda, agar Revolusi Hati untuk Negeri ini, bukan hanya sekadar menjadi bacaan dlohir, tetapi juga menjadi ‘pedoman batin’ bagaimana anak negeri, agar hatinya menjadi lebih baik dari sebelumnya, termasuk dalam memahami segala bentuk carut marutnya negeri kita yang sedang menuju pembenahan. Buku Revolusi Hati untuk Negeri bukanlah bacaan berat. Sebab tulisan ini mengalir begitu saja, tanpa ada beban akademik dan kaidah bagaimana cara saya menulis yang baik. Namun demikian, Insya Allah dengan bahasa yang sederhana inilah, buku ini akan dapat dipahami oleh siapapun tanpa membedakan jenjang pendidikan, agama, suku dan golongan. Sebab ketika catatan-catatan ini ditulis, sebelumnya tidak dilatari dengan perencaan pemetaan pasar pembaca terlebih dahulu, melainkan “mengkuti” alur batin saya, kemudian dikumpulkan dari tahun ke tahun, dan jadilah buku ini sampai di tangan Anda. Hampir di semua tuisan buku ini, saya sengaja mengajak Anda untuk mengernyitkan kening, memutar otak kemudian mongolah batin sehingga bertemu dengan makna tersirat dari sebuah peristiwa. Dalam beberapa tulisan, sedikit banyak akan mengundang pendapat, kalau buku ini mematahkan sikap optimisme, mendorong kepasrahan Tuhan tanpa usaha, atau hanya menunggu emas dari langit tanpa ikhtiar. Bahkan diantara teman saya ada yang menyebut, buku ini argumentasi orang kalah yang kemudian membuat pembenaran diri dengan argumentasi ilahiyah, menyerahkan semua kenyataan hidup pada Tuhan, sehingga kekalahan itu sebagai bentuk penjagaan idealisme hidup saya. Saya katakan tidak sama sekali! Malah sebaliknya, buku ini sedang mengajak Anda untuk tetap optimis menjalani hidup, apapun profesinya, termasuk pemulung sekalipun. Sebab, di balik semua peran, fungsi dan kewajiban setiap mahluk ada pesan moral tersirat, sebagaimana lahirnya presiden karena ada rakyat, ada presiden tanpa rakyat, siapa yang akan dipimpin? Atau banyaknya orang miskin, menjadi bagian solidaritas Tuhan pada orang kaya, untuk senantiasa berderma, datangnya pengemis ke rumah kita sebagai bentuk ‘utusan Tuhan’ karena ‘kebijakan langit’ sedang ingin membersihkan harta kita dari segala macam kotoran. Atau kalau Anda kehilangan handphone, jangan dulu buru-buru menyalahkan maling, karena sangat mungkin selama Anda hidup, ada sejumlah rupiah yang menjadi hak orang lain, tetapi tidak Anda
  • 16. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 16 berikan, sehingga Tuhan harus “memaksa” uang Anda harus hilang seharga handphone, dan lain sebagainya. Segala usaha, ikhitiar dan doa, adalah upaya maksimal dari setiap mahluk. Tetapi tentang bagaimana hasil akhir dari suatu pekerjaan dan proses kreatif seorang mahluk, bukan wewenang manusia. Semua itu menjadi hak mutlak Sang Maha Pemberi, Sang Maha Kasih dan Sang Maha Penyayang. Ketika hasil tidak sesuai dengan pengorbanan, maka yang harus dilakukan adalah melakukan revolusi hati; dengan meyakinkan diri, kalau hasil apapun yang kita diterima, merupakan hasil yang terbaik di mata Tuhan untuk kita, seklipun buruk di mata mahluk!. Selamat membaca! Palembang, 20 Februari 2012 Penulis Imron Supriyadi Ucapan Terima Kasih Tentu dalam proses penulisan buku ini tidak lepas dari bantuan sejumlah pihak, baik secara kelembagaan maupun pribadi, baik. Oleh sebab itu, izinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada ; - Kepada Ayah saya, Abdul Salam (Alm) dan Ibu saya Alfasanah, yang telah menitipkan “semangat kebaikan dan kemuliaan diri dan keluarga” pada saya yang masih tertanam dalam batin saya hingga hari ini sampai akhir hayat nanti. - Kepada kedua mertua saya, Bapak Andarwin dan Ibu Marni, yang turut memberikan ‘pesan kesabaran ekstra’ kepada putrinya, untuk kemudian sanggup mendampingi saya dalam suka dan duka, hingga buku ini bisa terbit sebagaimana harapan. - Kepada Isteriku tercinta, Pustrini Hayati.,S.Pd.I, dan kedua anak kami ; Annisatun Nurul Alam (Chacha) dan Muhammad Kahfi El Hakim (Apink) yang tetap setia dan sabar untuk bertahan pada ‘keterbatasan material’ sehingga semua itu menjadi bagian do’a sampai akhirnya buku ini di tangan pembaca. - Kepada Para Guru Ngaji Saya dan saudara-saudara saya di Borobudur dan Magelang, yang turut mengiring doa atas terbitnya buku ini, hingga sampai di tangan pembaca. - Kepada Pimpinan Yayasan dan Civitas Akademika Kampus Pondok Pesantren Moderen Islam As-Salaam (PPMIA) Surakarta, yang ikut ‘mengisi’ otak dan batin saya saya, meski hanya sebentar, tetapi sangat bermanfaat. - Kepada Almamater saya (IAIN Redan Fatah Palembang) yang telah ikut ‘mendesain’ intelektual saya selama dalam proses belajar di dalam kampus. - Kepada KH Imron Jamil di Jombang (Jawa Timur), meski melaui digital, saya banyak mendapat inspirasi dari sejumlah rekaman pengajian Kitab Al-Hikam yang sempat saya dengar setiap waktu tanpa merasa bosan. - Kepada Bapak Drs.H.Asymuni Hambali (Kepala Kementerian Agama Kabupaten Muara Enim), Kiai Abdul Majid dan Budayawan Eko Wahyu di Tanjung Enim, yang dengan lapang dada meluangkan waktunya menjadi tempat saya ‘mengadu’ dan konsultasi dalam segala hal, termasuk sejumlah tulisan dalam buku ini yang sebagian
  • 17. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 17 terinspirasi dari berbagai obrolan keseharianya antara saya dengan mereka dari waktu ke waktu. - Kepada Mas Suparno Wonokromo, CEO Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) Wilayah Sumatera dan Jawa Barat, yang sempat ‘memacu’ saya menjadi penulis yang baik, saat saya masih di Harian Pagi Sumatera Ekspres. - Kepada Bapak Fachry Mohammad, Owner Smart FM Network, yang “memfasilitasi dan mendidik” saya di bidang Broadcasting dan Public Speaking selama 5 tahun di Radio Smart FM Palembang. - Kepada Ustadz H.Hendra Zainudin, S.Ag, Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Sumsel, yang ikut membantu proses peluncuran buku ini, - Kepada Para Ulama (Pemimpin Agama), Rohaniwan dan Umaro (Kepala Pemerintahan) di Wilayah Sumsel, yang turut membantu dan mendoakan terbitnya buku ini, sampai akhirnya bisa dibaca oleh masyarakat, khususnya di Sumsel. - Kepada Bung Dr.Tarech Rasyid,M.Si, aktifis dan akademisi Universitas IBA Palembang, yang ikut ‘mengawal’ komitmen dan konsistensi saya untuk menulis. - Kepada Bung Febuar Rahman, SH dan Mbak Endang Rahmawati serta keluarga yang sempat menjadi tempat saya ‘berteduh’ selama 3,5 tahun dalam menjalani proses kreatif ini. - Kepada Tim kerja di Lembaga Kebudayaan Venesia dari Timur, Djoesev Soeterisno, SE, Putu Lilik Supandi dan PAReS management, Muhammad Syahrian,SH, Evan Berliansyah (Beben), Sofyan Saputra (Pepen), yang turut mendampingi saya saat ‘begadang kreatif’ dalam proses penyelesaian buku ini. - Kepada Tim Kreatif (Broadcaster Radio Smart FM Palembang), Darwin Syarkowi, Mohd.Ade Syafe’i (Izoel) dan Feddy Irawan, yang turut membantu dalam prosesing studio, (recording dan mengemas sound effect) dalam bentuk audio, sehingga buku ini bukan saja dapat dinikmati melalui tulisan tetapi juga dalam bentuk audio yang dapat didengar bagi siapapun, termasuk yang punya waktu sedikit untuk membaca, atau bagi tuna netra sekalipun. - Kepada sejumlah tokoh, motivator dan para cendekiawan Indonesia yang berkenan memberi endorsement buku saya, semoga dapat mendorongan ke setiap pembaca untuk mengambil manfaat dari buku saya. - Kepada Nurhayat Arif Permana, Direktur Tavern Art Work Palembang dan Tim Work-nya, yang telah ikut “menemani” saya beberapa waktu, sehingga saya tetap ‘terjaga” untuk tetap menulis. - Kepada kawan-kawan di LBH Pers (Yohanes Simanjuntak,SH.MH dkk) dan Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Kota Palembang yang telah banyak berperan ikut serta dalam pengumpulan naskah yang tersebar di sejumlah media online dan cetak. - Kawan-Kawan Seniman Sumsel, baik di Dewan Kesenian Sumsel (DKSS) maupun di Dewan Kesenian Palembang (DKP), yang turut menyemangati saya dalam proses kreatif ini. - Kepada Yusron Masduki,S.Ag,M.Pd.I, Pimpinan Penerbit Tunas Gemilang, yang membantu proses tata latak dan isi buku. - Kepada Ibu Dra.Rina Bakre, Direktur Eksekutif Yayasan Puspa Indonesia, dan kawan-kawan, yang turut ‘menjaga’ semangat saya dalam penyelesaian buku ini, dengan memberi ruang saya, sebagai fasilitator di Sekolah Demokrasi Ogan Ilir (SDOI)
  • 18. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 18 - Kepada Kawan-Kawan aktifis NGO juga kawan-kawan di SDOI, yang turut serta mengapresiasi buku ini dalam diskusi informal saat malam menjelang. - Kepada Kawan-kawan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ukhuwah IAIN Raden Fatah Palembang, yang membantu dalam sosialisasi buku ini di sejumlah kampus. - Kepada kawan-kawan Ikatan Da’i Lawang Kidul (IKDL), Ustadz KH.Arifin Aman, A.Zahri,AR, M. Makki Kamil,S.Ag,M.Pd.I, Taufik Hidayat,S.Ag, Assamarkondi,S.Ag,M.Si, Endri Suburdin,S.Ag, Nazaruddin,S.Ag, Jalaluddin,S.Ag, Yahdi,S.Ag, Amran Kadir, Tulus, Roni Ridwan,S.Pd, yang telah membantu penyebarluasan jaringan buku ini, terutama di Kota Muara Enim. - Kepada kawan-kawan lain ; Mas Eko Sulistyanto dan Mas Andi Budiman (eks KBR 68H Jakarta), H Dachromy, S.Pd.I (Owner Yayasn Nurul Iman), Bung Eddy Purwanto, SH (Mantan Dirut Dana Pensiun PTBA Tanjung Enim), Kartiko Bajoe (Penyair di Tanjung Enim), Ayi Syamsudin (GM Radio Gema Bukit Asam FM) dkk, Drs.H.Kamil Kamal, Kanda Syafik Gani (GM PalTV), FJ Adjong, Coni Sema, Sutrisman Dinah, Asriel OSM Chaniago, Anwar Rasuan, Anto Narasoma, Taufik Usman, M Nasir, Fahrurozi, S.Ag, Triono Junaidi, Abadi Tumanggung, Arif A OKI (Jurnalis), Ade Indra Chaniago, Toton Dai Permana, Arif Ardiansyah,S.Pd,M.Si, Bambang Karyanto (DPRD Kab. Muba), Beny Iskandar,ST (DPRD OKI), Jaid Saidi (Sutradara dan Penyair), Erwin Janim, Yussudarson Sonov, Zulfikar, Edwin Fast, Anton Bae (Owner Dapunta.Com), Heru Siswanto (Direktur Graphic Point), Para Seniman seperti; Taufik Wijaya, Anwar Putra Bayu, Saudi Berlian, Zulkhair Ali, A Muahaimin, Vebri Al Lintani, Amir Hamzah, Sudarto Marelo, Evan Fajrullah, Anthoni Ansori, Rafa,iudin, Suharto, Muhsin Fajri, Dadang Lara Utama, Rusydi Bey (alm), B Trisman (alm), A Rapani Igama, Erwan Suryanegara, SN Al Sajidi, Kamsul A Harla, J. Filuz, Syamsu Indra Usman, Warman Pluntaz,S.Ag, Mohammad Azhari, S.Pd, M Solikin,S.Ag, Surono,S.Pd, Sulyaden,SH, Ian Iskandar,Sh,MH, dan Kanda Suharyono,SH, Munarman, Chairil Syah,Sh (Praktisi Hukum), Robi Budi Puruhita, SE, Ardi Syukri,ST, Ade Indriani, JJ Polong, Yeni Izi, Wahib Situmorang, Eti Gustina dan (aktifis NGO), Nur Kholis (Wakil KomnasHAM), Samsul Arifin, Sehabudin, M Syukri Soha (KPID Sumsel), Kurnia Abadi, Romi Maradona, Retno Palupi, Hendra Jamal, Warto Raharjo,S.Ag,MM (Owner PT Afzarki Permata Abadi), Nas’at Patikawa, S.Ag, Khoiriyah,YS, S.Ag, Robain,S.Pd.I, Jhon Kenedy, H.Ahirman,S.Ag, Mustaqiem Eska, S.Ag, M.Muhibullah,S.Ag, Ali Mursyi AR,S.Ag, yang turut ‘mengawal’ semangat saya untuk terus berkarya, menulis dan menulis dari tahun ke tahun. - Kepada kawan-kawan wartawan media cetak, elektronik dan media online yang telah membantu dalam publikasi sejumlah tulisan saya di berbagai media. - Dan kepada semua pihak lain, yang telah membantu proses penerbitan buku ini, terutama sejumlah pendukung yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Semoga apa yang telah diberikan dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Sekali lagi, saya ucapkan selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita untuk melakukan revolusi hati, demi perbaikan negeri, mulai detik ini juga! Palembang, 20 Februari 2012
  • 19. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 19 Kemiskinan Adalah Jembatan Emas Mungkin, saya, anda atau siapapun juga selama ini terbersit dalam hati membenci terhadap kemiskinan di negeri ini atau di belahan dunia lain. Kebencian ini bisa jadi bermula dari ketidaksediaan kita membantu menyelesaikan kemiskinan, atau karena di putaran otak kita yang ada hanya tuduhan pada pemegang kebijakan negara yang kita anggap tidak peduli terhadap kemiskinan dan orang miskin. Tetapi, jika kemudian orang miskin dan kemiskinan itu kita putar menjadi diri kita, mungkin kita tidak pernah akan membenci kemiskinan dan orang miskin, sebab saya, anda atau siapapun dia sedang berada dalam posisi miskin. Artinya, katika kita dalam posisi miskin dan diligkupi oleh kemiskinan kemudian kita membenci kemiskinan, itu sama halnya kita sedang membenci diri kita sendiri. Mulai hari ini sebaiknya kita melihat kemiskinan dan orang miskin bukan dengan kacamata dendam, benci atau kasihan. Sebab dendam, benci dan ucapan kasihan tidak akan menyelesaikan persoaoan kemiskinan. Yang terpenting dalam melihat kemiskinan dan orang miskin adalah bagaimana kemiskinan dan orang miskin itu dijadikan ladang kita untuk menebar benih kebaikan, sehingga kemiskinan dan orang miskin tidak selalu dihujani dengan hujatan, cercaan dan caci maki yang penduh dendam dan kebencian terhadap siapapun. Sebab, ketika Tuhan menciptakan kemiskinan dan orang miskin bukan tanpa tujuan. Sedemikian egonya kita yang dalam keseharian kita lebih banyak menahan hak orang lain, dari pada kita mau memberikan sebagian dari harta kita, sehingga untuk membuka lahan kebaikan itu, Tuhan tetap saja membiarkan kemiskinan dan orang miskin itu ada di sekitar kita. Kalau kita kemudian sudah memantapkan diri dalam hati, kalau sebenarnya kemiskinan dan orang miskin itu adalah peluang kita untuk berbuat baik yang diciptakan Tuhan, mengapa kita harus memaki-maki mereka, mencaci mereka, mengusir mereka dari hadapan kita, Toh Tuhan dengan sengaja menciptakan kemiskinan dan orang miskin itu sebagai alat, sebagai ruang kita untuk terus menanamkan benih kebaikan antar sesama mahluk. Jika teryata kemiskinan dan orang miskin adalah sekumpulan mahluk yang diciptakan Tuhan, tetapi kita usir mereka dengan tenpa memberi apapun pada mereka, bukankah kita sama saja sedang membuang kesempatan berbuat baik, yang sedang diberikan Tuhan di hadapan kita? Dalam keseharian, kita sering melihat kemiskinan dan orang miskin itu seperti tinja yang menjijikkan, karena kita tidak mengetahui rahasia Tuhan, kenapa kemiskinan dan orang miskin itu diciptakan. Padahal, kemiskinan dan orag miskin yang ada disekitar kita adalah jembatan emas untuk membuka diri dan hati kita agar kita mau berbagi antar sesama, karena semua harta yang kita punya ada hak orang lain yang wajib kita berikan pada mereka.
  • 20. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 20 Kemiskinan dan orang miskin, tisdak kita sadarai ternyata telah membawa jasa besar pada bangsa ini. Indonesia pernah disebut di mata internasional, sebagai bangsa yang mampu ber- swasembada pangan karena mampu membantu jutaan rakyat miskin terbebas dari krisis pangan. Kemiskinan, juga telah banyak membuka peluang bagi kita untuk terus melakukan pembersihan diri, pembersihan ego kepemilikan kita, dengan memberikan sebagian kecil dari harta yang kita punya. Tuhan sepertinya belum bersedia melenyapkan kemiskinan, karena, kita masih perlu banyak berbuat, untuk membayar hutang-hutang kebaikan kita pada Sang Pencipta. Untunglah, Tuhan belum mencabut kemiskinan. Itu pertanda, Tuhan masih berbaik hati dengan kita. Ini bentuk solidaritas Tuhan buat kita. Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk melakukan perbaikan diri melalui kemiskinan untuk berhadapan dengan kematian? Pesan saya, janganlah kita hanya bisa menyimpan tumpukan tinja di dalam rumah, karena itu akan membuat kita makin tidak mengerti siapa kita sebenarnya di hadapan Tuhan. Lalu kita tidak pernah sadar ruang diri kita, dimana Tuhan dan dimana kita. Jika di hadapan kita ada jembatan emas yang mengantarkan kita sampai pada kesempuraan ketataatan pada Tuhan dengan berbagi antar sesama, mengapa kita sering memilih menyimpan tinja di dalam rumah?** Redaksi Majalah Sindang Merdeka Palembang, 1999-2001 Persahabatan Mati Lampu Suatu ketika, di Er-Te saya sedang mendapat giliran mati lampu. Dan sebelumnya, PLN memang sudah memberitahu tentang giliran mati lampu ini, sekalipun tidak jarang, pemberitahuan itu melenceng dari jadwal. Nah, menurut jadwal giliran, seharusnya malam itu di Er-te saya tidak mendapat giliran mati lampu. Oleh karena meleset dari jadwal itulah, kemudian beberapa warga uring-uringan, marah-marah, kesal dan lain sebagainya. Tetapi di sisi lain, saya juga melihat, beberapa warga keluar dari rumah, menuju warung membeli lilin, ada juga yang tandhang atau mencari sahabat ke rumah tetangga. Saya melihat, mereka kemudian berkumpul, sambil menunggu hidupnya lampu, dengan ngobrol dan bercengekarama seadanya. Saya tidak tahu persis, Anda masuk di bagian mana. Apakah masuk di kelompok yang marah- marah dan kesal, atau masuk kelompok orang yang biasa saja menghadapi mati lampu. Nah, dari peristiwa mati lampu, sebenarnya ada nilai yang mungkin selama ini tidak pernah kita pikirkan, tetapi justeru muncul di saat mati lampu. Mungkin, selama ini kita selalu disibukkan oleh bermacam aktifitas kantor atau pekerjaan keseharian. Sehingga, sepulang dari kantor, Anda tidak pernah melakukan silaturahmi ke para tetangga, karena sudah terlalu lelah dengan pekerjaan satu hari penuh. Demikian juga, oleh karena kita sering berbelanja di Supermarket,
  • 21. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 21 Anda pun sangat jarang membeli lilin di warung tetangga, yang mungkin membutuhkan keuntungan dari tangan kita. Inilah yang saya katakan, dari mati lampu, ada nilai dan pesan sosial yang mungkin selama ini kita lupakan. Sebab, dari mati lampu, dalam masing-masing warga tiba-tiba muncul semangat kebersamaan untuk berkumpul dengan tetangga, berbagi kesejahteraan dengan warung sebelah dengan cara membeli lilin, atau bahkan kita pun memiliki emosi yang serupa, yaitu kekesalan terhadap musuh yang sama yaitu : mati lampu.( baca; kegelapan). Kenapa di saat mati lampu kemudian kita berkumpul, mengerubungi lilin atau lampu minyak? Atau kenapa pula di saat mati lampu kita kemudian lebih memilih mencari teman ngobrol, ketimbang tidur-tiduran di dalam kamar sendirian? Apalagi alasannya, kalau bukan karena Anda, saya dan kita tidak menginginkan adanya kegelapan. Tetapi, semangat kebersamaan dan menyatu dalam satu gerakan emosi, dalam kisah mati lampu, tidak pernah kita petik, untuk kemudian tetap kita lestarikan dalam kedirian kita. Selama ini kita tidak menginginkan rumah kita gelap, tetapi kita sering berdiam diri di rumah masing-masing yang berpagar tinggi, atau di kamar masing-masing tanpa berfikir, kalau sebenarnya kita membutuhkan sahabat, yaitu orang lain (baca : cahaya). Setelah kegelapan itu hadir di depan mata, kita baru tersadar, bahwa kita sedang berada dalam kegelapan dan tidak ingin sendirian. Mati lampu, ternyata tidak harus mendorong kita untuk marah terhadap PLN, tetapi ada nilai dan pesan sosial yang mesti diajarkan pada hati dan pikran kita, yaitu semangat kebersamaan, untuk melawan kegelapan. Apakah kegelapan di rumah kita, kegelapan di dalam dada kita, di dalam hati nurani kita atau bahkan, kegelapan dalam sistem ketatanegaraan kita, dari tingkat bawah (Rukun Tetangga) sampai di tingkat pusat sekalipun (Presiden). Mestikah kita membiarkan kegelapan itu, jika kita bisa membeli lilin dan mengumpulkan kayu bakar dalam satu “ikatan api” kebersamaan untuk melawan kegelapan secara bersama-sama?** Lorong Akbar, Pakjo Palembang, 2002 Jangan Usir Ayam di Ruang Tamu Saya atau juga anda, mungkin lebih sering memilih mengusir ayam dari dalam rumah, ketimbang membiarkannya. Setiap orang, selalu tidak rela jika ada seekor ayam masuk ke dalam rumah. Di teras pun, saya atau juga anda akan cepat-cepat mengusir dengan kasar, tanpa mengetahui tujuan ayam masuk ke rumah kita. Kenapa kita selalu cenderung mengusir ayam dari dalam rumah? Sebab yang pasti, karena kita, selalu berprasangka buruk terhadap ayam yang masuk ke rumah kita. Prasangka itu muncul, karena kebanyakan kita, tidak pernah tahu data ghaib dari Tuhan tentang apa niat ayam masuk ke dalam rumah.
  • 22. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 22 Oleh sebab itu, kita selalu khawatir, jangan-jangan ayam itu akan berak sembarangan, dan mengotori lantai. Kenyataan perilaku ayam yang selalu berak sembarangan di lantai rumah kita, kemudian menjadi satu persangkaan buruk bagi setiap ayam. Padahal, anda atau juga saya tidak mau dikatakan, semua manusia itu jelek. Sama juga ayam, kalau saja kita mengetahui bahasa ayam, maka ayam pun akan protes kalau dikatakan, semua ayam itu jelek. Tahun 2002, satu hari menjelang Hari Raya Idul Adha, saya berkunjung ke rumah Kiai Abdul Madjid di Tanjung Enim. Seperti tuan rumah pada umumnya, Kiai Majid begitu hormat menyambut saya. Semula saya diam. Saya hanya mendengarkan perbincangan sederhana, antara Kiai Madjid dengan tamu yang datang lebih dulu dari saya. Di tengah asyiknya perbincangan, seekor ayam masuk ke ruang tamu, persis di tempat kami sedang berbincang. Semula saya akan mengusir ayam itu. Tetapi dicegah oleh Kiai Madjid. Ayam itu kemudian berjalan tanpa beban ketakutan. Sementara Kiai Madjid masih berbincang dengan tamu, saya mengamati ayam, sambil di benak saya bertanya-tanya kenapa Kiai Madjid melarang saya mengusir ayam dari ruang tamunya? Perlahan-lahan, ayam betina yang masuk ke dalam ruang tamu dibiarkan saja. Merasa tidak diusik, ayam ini tiba-tiba mendekat, persis di samping Kiai Majid duduk. Ia memosisikan diri, seperti hendak bertelur di sebuah sarang. Sembari mengepulkan asap rokok-nya, Kiai Majid hanya melirik, gerangan apa yang akan dilakukan oleh ayamnya ini. Saya juga ikut mengamati. Kiai Majid tak sedikitpun mengusik ulah ayam yang ada di sampingnya. Tak lama kemudian, ayam ini melompat dari atas kursi, dan keluar rumah. Kiai Majid tersenyum puas, di saat melihat satu butir telur ada di samping duduknya. Ternyata, tidak selamanya, ayam masuk ke dalam rumah akan mengotori dan mengeluarkan tinja. Terbukti, ayam Kiai Majid memberi satu butir telur bukan tinja. Perilaku ayam Kiai Majid, paling tidak telah menyadarkan kita pada nilai kemanuisaan kita, yang sering mendahulukan prasangka buruk dari pada prasangka baik kepada orang lain. Secara sadar atau tidak, ayam Kiai Majid, telah mengingatkan kita, untuk memupuk berpikir positif atau dalam bahasa agamanya khusnuzhon, berbaik sangka kepada siapapun, termasuk juga pada ayam. Sebab, selama kita mendahulukan sikap buruk sangka, maka selama itu pula kita akan disiksa oleh perasaan kita sendiri. Dari kisah ini, saya hanya akan menyampaikan pesan dari ayam Kiai Majid, kalau ayam saja bisa memberikan yang terbaik bagi manusia, berupa telur, kenapa kita, yang jelas-jelas manusia, tidak atau bahkan lupa untuk memberi yang terbaik kepada sesama. Padahal, Tuhan sudah menyatakan, Tidaklah engkau akan sampai pada kebaktian atau ketaatan yang sempurna, sebelum engkau memberikan sesuatu yang terbaik..” Mungkin, kita memang harus lebih banyak belajar lagi dari ayamnya Kiai Majid.** Tanjung Enim, Idul Adha 1423 H / 2002
  • 23. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 23 Dialog Sungai Suatu ketika, saya dan teman-teman se-profesi, menyusuri Sungai Musi Palembang. Sekalipun melibatkan unsur pimpinan menejemen, tetapi, perjalanan ini, sifatnya, berjalan santai. Ibarat orang sedang mencari angin, diluar tempat kerja, tanpa schedule, tanpa jam dan batas waktu yang jelas. Katanya, acara jalan-jalan ini sebagai salam kesan dan pesan dari salah satu pimpinan kami yang akan meninggalkan Palembang. Tetapi justeru inilah, yang mebuat saya dan teman-teman, dapat dengan bebas--untuk memaknai perjalanan, dengan segala penglihatannya, baik secara dhohir, maupun batin. Jam sepuluh pagi menjelang siang, kami berangkat dari Dermaga Benteng Kuto Besak. Terus menyusuri beberapa perkampungan pinggir Sungai Musi, ke arah Pulau Kemaro. Sejak awal keberangkatan, saya sengaja berada diatas atap perahu. Sehingga, saya bisa menikmati alam secara bebas tanpa sekat apapun. Suatu ketika, perahu yang saya tumpangi berlintasan dengan sebuah perahu kecil tanpa mesin, yang banyak disebut orang dengan sampan. Diatas sampan itu, ada dua orang yang sedang menggayuh dayung. Dan ketika sampan itu tinggal beberapa meter akan berlintasan dengan kami, seketika itu juga si pengemudi perahu mesin yang kami tumpangi, tiba-tiba menurunkan gas. Dengan sendirinya, kecepatan perahu kami berkurang. Dan beberapa detik kemudian, setelah berlalunya sampan itu, si pengemudi, kembali menarik gas-nya dan kecepatannya kembali normal. Melihat peristiwa ini, ada tanda tanya yang kemudian muncul di benak saya. Karena saya awam terhadap “pergaulan” air, maka saya tanyakan pada awak perahu. Saya turun dan mendekati tukang perahu. “Mas, kenapa waktu waktu kita berpapasan dengan sampan tadi, parahu kita harus direm gasnya?” tanya saya kepada si tukang perahu. “O, Itu memang sudah biasanya seperti itu, Pak. Setiap kali ada perahu besar atau perahu mesin yang berlintasan dengan perahu kecil, yang lebih besar harus mengurangi gasnya. Kalau tidak direm gas-nya, nanti sampan kecil itu bisa oleng kena ombak perahu besar, bisa-bisa sampan itu terbalik dan karam,” jawab si tukang perahu. Kisah ini memberi satu pelajaran lagi bagi hati dan pikiran kita. Ternyata, diatas air ada etika dan hukum tidak tertulis yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara pengemudi perahu mesin dengan sampan. Kenyataan “pergaulan sampan dan perahu mesin” menggambarkan betapa berharganya sebuah kesepakatan tidak tertulis, tetapi justeru dapat membentuk satu kesantunan peradaban air. Kenapa saya sebut sebuah kesantunan? Karena pergaulan sebagaimana perahu mesin dan sampan, hampir sangat jarang ditemui dalam pergaulan di darat.
  • 24. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 24 Kalau meminjam bahasa Budayawan Emha Ainun Nadjib, mungkin saya, atau anda sering melihat bagaimana peradaban kendaraan di darat, yang lebih mengutamakan pada kesadaran gas dari pada kesadaran rem. Tetapi, diatas Sungai Musi, justeru sebaliknya, mengedepankan kesadaran rem, dari pada kesadaran gas. Kesadaran rem seorang pengemudi perahu yang kami tumpangi, sekaligus mewakili keinginan penumpang, yaitu keinginan selamat secara bersama-sama, dan berharap untuk tidak tenggelam ke dalam Sungai Musi. Kesadaran untuk saling menyelamatkan antar satu sama lain inilah, yang saat ini seakan mulai pudar. Kalaupun ada, paling-paling hanya kesepakatan untuk saling menyelamatkan dari jeruji penjara. Mungkin, karena kita tidak belajar dari kesantunan peradaban sungai ini, kemudian yang muncul dari kedirian kita adalah kegersangan. Muara kecil dalam diri kita yang bernama “hati nurani”, tak pernah kita dialiri oleh kesantunan air, sehingga, dalam keseharian, kita memilih untuk saling mendahukukan emosional kita, merasa ingin menang sendiri, atau merasa paling benar sendiri, lantas mengantarkan kita pada kecenderungan, untuk selalu memandang rendah dan salah pada orang lain. Kenyataan ini, tentu sebagai akibat dari kealpaan kita untuk berdialog dengan air. Air, tak pernah lagi kita ajak bersentuhan dengan muka kita dan hati kita. Komunikasi dengan siraman air rohani, juga sering kita putuskan. Air muka persahabatan pun sering kita libas dengan persoalan materi. Bahkan, air mata pengakuan kesalahan, tak lagi kita tumpahkan dihadapan Tuhan. Kalau tukang perahu dan sampan saja bisa belajar dari peradaban dan kesantunan aliran air Sungai Musi, kenapa kita tidak?** Smart FM, Palembang, 2002 Mengubah Sakit Menjadi Nikmat Kisah ini terjadi pada 4 Agustus 2010 pukul empat sore. Persis di depan rumah kontrakan saya di Palembang. Sore itu, Annisa, putri sulung saya yang baru berumur 5 tahun, jatuh terjerembab. Lutut kakinya lecet tergesek aspal. Tangannya juga bernasib serupa. Luka dan Kulit arinya terkelupas. Seketika itu ada bercak darah yang mengembun dari pori-pori lukanya. Memang tidak terlalu parah. Tetapi bagi anak seusia Annisa, luka itu cukup untuk beralasan, jika anak saya kemudian harus menangis karena menahan rasa sakit. Tangisnya kian meledak, saat saya kemudian keluar menyambutnya. Dia menganggap, saya akan langsung memanjakan dan menggendongnnya. Tangannya menjuntai ke arah saya. Tetapi saya tidak langsung menerima permintaan itu. Kian meraunglah suara tangis anak saya itu.
  • 25. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 25 Sebagai orang tua, saya tidak ingin tangisan anak saya makin keras. Saya coba mengobatinya. Setelah itu, saya menggendongnya dan saya baringkan diatas ranjang. Dalam belaian, tak lama kemudian, anak saya terlelap bersama rasa nyeri lutut dan tangannya. Saya kemudian meninggalkan anak saya di dalam kamar sendirian, setelah sebelumnya saya mencium keningnya. Demikianlah kisah rasa sakit yang sore itu diderita anak saya. Rasa sakit bisa menimpa siapa saja. Rasa sakit tidak kenal dengan pangkat dan jabatan. Dan sore itu rasa sakit menimpa anak saya. Tetapi, saya melihat demikian indah rasa sakit yang menimpa anak saya sore itu, ketika kemudian kecelakaan kecil itu mengantarkan anak saya bisa tidur siang meski hanya sesaat. Seperti kebanyakan anak seusia anak saya, tidur siang biasanya dianggap sebagai siksaan, karena mereka mengangap ruang dan waktu bermain menjadi tersita oleh tidur siang. Tetapi, sore itu ternyata Tuhan ternyata berkata lain pada anak saya. Jika tanpa ada kejatuhan yang menimbulkan rasa sakit, anak saya akan menolak untuk diperintah tidur siang. Jatuhnya anak saya adalah ‘bahasa langit’ yang kemudian menyadarkan saya, betapa keinginan baik dari orang tua yang ditolak mentah-mentah oleh anak, kemudian diambil alih kewenangannya oleh Tuhan, dengan cara “sakit dan jatuh” lebih dulu, baru kemudian anak saya bersedia berbaring dan terlelap. Dalam skenario langit, Tuhan telah sedemikian banyak menciptakan jutaan rasa sakit yang acap kali kita anggap cobaan, teguran atau bahkan laknat. Tetapi sedemikian sombongkah kita jika kemudian menganggap rasa sakit yang menimpa, kita sebut sebagai cobaan. Sudah berapa banyakkah kita berlaku adil atas karunia-Nya, sehingga kita menganggap rasa sakit itu sebagai cobaan? Seberapa taatkah kita pada Sang Pemberi nikmat, sehingga kita beraninya menganggap rasa sakit yang menimpa kita sebagai teguran, apalagi cobaan? Lalu sebagian orang mengangap rasa sakit sebagai teguran. Seberapa besar kesalahan yang telah kita lakukan sehingga kita menganggap rasa sakit yang kita derita sebagai teguran? Pernahkah kita kemudian melakukan perhitungan (muhasabah diri) atas segala kelalaian kita yang telah melakukan dosa ritual, dosa sosial dan dosa struktural dalam system tatanegaraan kita, jika kemudian kita menyebut rasa sakit itu sebagai teguran? Lalu di sebagian lain, diantara kita menyebut rasa sakit dengan laknat. Bukankah Tuhan Maha Pengampun? Betapa kejamnya Tuhan melakukan laknat terhadap mahluk ciptaan-Nya sendiri hanya lantaran kesalahan yang sebenarnya kesalahan itu sendiri adalah bagian proses untuk mengantarkan mahluk-Nya menemukan kebenaran? Apapun julukan kita terhadap rasa sakit, tetap saja akan menjadi indah ketika rasa sakit itu bukan dijadikan sebagai keluhan, penderitaan apalagi halangan untuk tetap kita berterima kasih atas semua “bonus gratis” dalam hidup, yang Tuhan sendiri memerintahkan kita hanya untuk “mengabdi” kepada-Nya, tak ada lain. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk mengeluh, mengumpat apalagi menghujat terhadap rasa sakit. Sebab dengan rasa sakit, kita akan sangat paham betapa nikmatnya sehat. Dengan rasa sakit, kita makin banyak tahu tentang sakit-sakit lain, baik sakit fisik atau sakit jiaw, yang mungkin selama ini diderita oleh banyak orang, sementara kita memilih mentertawakannya.
  • 26. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 26 Dengan rasa sakit itu, Tuhan sebenarnya sedang memanusiakan kita, agar kita tersadar kalau manusia memiliki kewajiban untuk merasakan rasa sakit. Dengan rasa sakit, kita makin terlihat watak keaslian kemanusiaan kita, yang ternyata hanya bisa mengeluh saat ditimpa rasa sakit, dan akan tertawa, bahkan terjerumus dalam kelalaian saat kita sehat. Maka nikmatilah rasa sakit itu, sehingga dengan sakit itu kita akan lebih memahami Tuhan sedang menyapa kita, meski sapaan itu dengan rasa sakit. Demikian pula, sore itu, ketika anak saya jatuh, sebenarnya bukan sedang melukai anak saya, tetapi sebaliknya, Tuhan sedang mengasihi anak saya, memaksa anak saya untuk lelap sebentar demi keberlangsungan tenaganya di esok hari.** Palembang, 5 Agustus 2010 Mengubah TINJA menjadi CINTA April 2009, Anak kedua saya (Muhamamd Kahfi El Hakim) lahir. Diawal kelahirannya tidak ada tanda akan ada hambatan Buang Air Besar (BAB). Tetapi pada usia tiga tahun ini (2011), anak saya mengalami hambatan ketika akan BAB. Sedemikian banyak upaya saya dan isteri untuk mengatasi persoalan BAB anak saya. Sejak dokter umum, sampai dokter spesialist anak kami datangi, hanya sekadar untuk ‘memaksa’ tinja agar segera keluar dari perut anak saya. Semua saran dokter dan para tetangga yang sebelumnya punya pengalaman serupa kami jalankan. Segala bentuk informasi dari internet kami download, kami praktikkan, guna mempercepat BAB anak saya. Tapi hasilnya nihil. Semua sudah kami lakukan, usaha dan ikhtiar kami jalani atas dasar kecintaan kami kepada anak saya. Bukan hanya karena cinta pada mahluk kecil yang kami punya, tetapi lebih dari itu, kecintaan kami karena cinta pada Dzat yang telah menciptakan anak saya. Melukai anak saya, sama halnya kami juga telah melukai Yang Maha Pencipta anak saya. Sebagai orang tua, kali itu kami sedang diberi mandat untuk merawat dan ‘dipaksa’ berpikir keras bagaimana kami harus mendorong tinja agar segera keluar dari perut anak saya. Selama satu minggu, isteri saya hanya mengelus dan membelai anak saya dengan derai air mata. Dalam setiap doa, kami selau menyelipkan permohonan agar anak saya segera diberi kesempatan secara normal untuk BAB. Setelah semuanya kami jalani, saya dan isteri hanya bisa berserah pada Sang Pengatur Tinja. Semua usaha dan upaya yang kami lakukan, menjadi bagian ikhtiar kami sebagai mahluk ciptaan-Nya. Sementara kebijakan, keputusan dan wewenang waktu, kapan tinja anak saya harus keluar, bukan kami yang punya wewenang. Jangankan tinja, untuk sekadar menghentikan detak jantung dan aliran darah untuk sesaat saja, kami tak mampu, apalagi jika kami harus mengatur sirkulasi tinja? Setiap waktu dalam hitungan menit, isteri saya mengajak dialog anak saya, menawari anak saya, supaya mau jongkok diatas closed di kamar mandi. Tapi anak saya tetap diam. Sesekali terkulai diatas ranjang sembari memegangi mainan kesukaannya. Isteri saya tahu kalau anak saya sedang mengalami kontraksi dalam perutnya, setiap kali lambat BAB. Tak ada senyum yang
  • 27. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 27 mengulas di wajah anak saya kali itu. Isteri saya kembali memeluk dan membelai diringi derai air mata. Sedih, pedih sekaligus merindukan tinja anak saya. Tepat, satu minggu lebih satu hari, syukur Alhamdulillah Tuhan mengabulkan doa kami. Anak saya bisa BAB dengan baik. Tak ada kesulitan, meski anak saya harus menangis karena komposisi tinja sudah sangat keras, sehingga menimbulkan rasa sakit saat BAB. Tetapi setelah itu, keceriaan di wajah anak saya seketika menyemburat sebagaimana sebelumnya. Demikian pula kami sebagai orang tua. ** Tinja, menurut kita adalah seburuk-buruk kotoran, yang selama ini kita buang setiap waktu. Kita tidak pernah bisa membuat permakluman sedikitpun, misalnya meluangkan waktu bagi tinja, agar suatu kali tinja kita, bisa sekadar singgah sebentar di rumah kita. Jangankan untuk melihat bentuknya, mencium baunya saja, kita akan secepat mungkin menutup hidung, agar bau busuknya tidak masuk ke rongga dada kita. Begitulah sikap kita terhadap tinja, atau kotoran sejenis yang keluar dari setiap lubang di tubuh kita. Sering kali kita menganggap tinja mahluk ciuptaan biasa, bukan sebagai bentuk karunia Tuhan. Akibatnya kita memandang tinja tetap saja kotoran yang menjijikkan, tanpa melihat bagaimana tinja itu berproses, atau bertanya siapa yang telah mengatur sirkulasi tinja, sehingga secara rutin keluar dari perut kita, demi keberlangsungan hidup setiap mahluk? Tapi di kali lain, bagi saya dan isteri, onggokan tinja telah membangkitkan kecintaan saya dan isteri pada anak saya—sekaligus membangkitkan kesadaran kecintaan saya pada Yang Maha Pengatur Tinja. Bagaimana mungkin kami akan merelakan anak saya terkulai lemas tanpa daya, bergulat dengan rasa sakit lantaran tumpukan tinja di perutnya belum keluar? Membiarkan anak saya sakit, sama halnya saya telah menyakiti Sang Pemberi Hidup pada anak saya. Pun demikian Anda. Suatu kali, tentu pernah menggendong putra-putri Anda semasa masih bayi. Bila suatu ketikia anak Anda BAB tanpa permisi, lalu baju dan separo tubuh Anda terkena air kencing dan tinja anak Anda, apakah Anda akan marah kali itu? Apakah Anda juga akan membenci anak Anda hanya gara-gara BAB tidak permisi? Tentu tak akan ada kebencian, tak aka nada kemarahan, melainkan kasih sayang dan kecintaan, karena ternyata tinja yang keluar adalah bentuk kecintaan Tuhan pada mahluk-Nya, agar keberlangsungan hidupnya terus berjalan dengan baik, tanpa hambatan BAB. Dalam hidup, setiap kita pernah mendapat tinja. Bentuknya bisa beragam, apakah kegagalan ujian, bangkrut dalam perdagangan, atau kepailitan modal usaha, dan lain sebagainya. Semua itu sama dengan tinja ; sesuatu yang sama sekali tidak enak. Kita tidak pernah akan suka dengan kedatangannya. Rasanya pahit, masam dan penuh kegetiran. Namun faktanya, setiap kita akan mengalaminya. Tetapi, jika tinja-tinja kehidupan itu, kita rasakan sebagaimana anak kita yang ‘diberi’ tinja tanpa sengaja oleh anak kita saat dalam gendongan, maka yang lahir bukan kebencian, kegalauan, apalagi keputusasaan. Sebaliknya, kita justeru kemudian sadar, betapa Tuhan masih memberi kecintaan-Nya pada kita dan anak kita, sehingga dengan sejumlah tinja kehidupan itu, kita sedang dimanusiakan oleh Tuhan, untuk kemudian Tuhan sedang ingin memuliakan kita** Jl. Swadaya - Palembang, 10 Januari 2011
  • 28. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 28 Mulut Kita dan Dandang Bakso Dalam sebuah diskusi di Majalah Bintang Pelajar di Tanjung Enim, saya bertemu dengan Kiai Abdul Madjid, seorang pegiat agama di Kabupaten Muara Enim Sumsel. Kepada saya, dia mengisahkan tentang mulut dan Dandang Bakso. Awalnya cerita ini terdengar sederhana. Tetapi bagi saya, cerita ini menyimpan pesan yang tidak bisa kita lupakan begitu saja. Bagi kebanyakan orang, Anda mungkin agak sulit, menghubungkan apalagi mempertemukan antara Mulut dan Dandang Bakso. Sebab, selama ini mulut kita harus terjaga dari benda-benda keras apalagi harus bersentuhan dengan dandang atau panci besar yang biasa untuk memasak bulatan bakso. Tetapi, jika dirunut, secara langsung atau tidak, keduanya bisa berhubungan. Sebab, bisa saja sekali-sekali mulut kita, memakan bakso, yang sebelumnya sudah direbus di dalam dandang. Kalau ternyata kita bukan pedagang bakso, mungkin sekali-sekali kita juga membutuhkan “jasa” dandang, untuk memasak atau merebus makanan tertentu. Dan hasil rebusannya, pasti akan masuk ke perut, setelah sebelumnya dikunyah-kunyah di mulut kita. Ilustrasi ini menggambarkan, betapa antara Mulut Kita dan dan dandang Bakso juga bisa melakukan kegiatan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Secara fisik, Dandang Bakso, dapat dibeli di pasar, seharga 25-35 ribu rupiah. Sementara, Mulut kita, harganya tidak bisa dinominalkan secara materi dalam rupiah. Sampai sekarang pun, kita juga belum menemukan Rumah Sakit, yang menjualbelikan mulut manusia. Yang ada menjahit mulut robek akibat kecelakaan, atau operasi bibir sumbing. Dengan demikian jelas, harga Mulut Kita lebih mahal dari sebuah Dandang Bakso. Namun kenyataan lain, Dandang Bakso bisa lebih bermanfaat dari pada mulut kita. Posisi Dandang Bakso lebih “terhormat” dari mulut kita. Kalau seorang pedagang Bakso, memasukkan adonan gandum dan daging ke dalam Dandang, maka yang dihasilkan kemudian adalah Bakso. Pedagang kemudian memadukan bakso dengan mie beserta bumbu-bumbunya, lalu dihidangkan kepada para pembeli. Semua suka, semua memakannya dengan lahap. Tetapi di sisi lain, jika bulatan Bakso, dimasukkan ke dalam mulut kita, lalu dikunyah-kunyah, kemudian kita keluarkan dari mulut, lalu ditawarkan kepada setiap orang dengan mangkuk sebagaimana tukang bakso yang menjula baksonya, siapa yang bakal mau memakannya? Tentu, semuanya akan menolak. Kenapa? Karena semua kita akan merasa risih dan jijik. Ini bukti, sebuah Dandang Bakso ternyata bisa “lebih mahal” harganya dibanding dengan mulut kita. Disadari atau tidak, setiap lubang dalam tubuh kita sebenanrnya “hanya” bisa mengeluarkan kotoran. Mulut, menghasilkan air liur (iler-red), Telinga, menghasilkan kopok, Hidung, menghasilkan upil dan inius. Dubur, sudah pasti mengeluarkan tinja. Sampai-sampai, Tuhan jelas menyatakan, kalau manusia sebenarnya tercipta dari air hina (sperma) yang keluar dari
  • 29. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 29 tempat keluarnya kotoran, dan lahir dari tempat dikeluarkannya kotoran juga. Lha kalau, begitu, apa yang mesti dibanggakan? Kemudian apa yang membuat manusia itu manjadi terhormat? Dandang Bakso harganya menjadi lebih mahal dari mulut kita, karena tebaran rahmat dan karunia kebesaran Tuhan. Pedagang Bakso, ketika berangkat dari rumah, yang terbersit dalam nitanya adalah, bagaimana berjualan laris untuk menghidupi anak dan isteri, lain tidak. Hati Pedagang bakso benar-benar “nol”, hanya untuk mencari nafkah. Ketika itu dimantapkan dalam hati si Pedagang Bakso, Tuhan kemudian menebar rahmat-Nya ke setiap Dandang Bakso. Pun demikian manusia. Mulut kita akan menjadi mulia, ketika tebaran rahmat Tuhan bisa ditangkap dengan kesadaran hati kita. Kesadaran hati adalah kesadaran yang menyadarkan manusia untuk meyakini kalau mulut kita, atau seluruh anggota tubuh kita adalah barang titipan. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan anggota badan kita, apakah itu mulut yang mesti dihindarkan dari perkataan kotor, mata juga wajib diselamatkan dari hal- hal yang ma’siat, termasuk hati kita, harus dijauhkan dari perasaan yang tidak baik. Kenapa ini penting? Sebab, jika kemudian anggota badan kita tidak digunakan kepada hal-hal yang tidak bermanfaat, maka tinggal menunggu giliran, kapan Tuhan akan mengambil haknya. Oleh sebab itu, sahabat revolusi hati, kisah dari Kiai Majid ini, perlu menjadi bahan pemikiran bersama, agar kita tidak terjebak dengan “merasa memiliki segalanya”, padahal kita sebenarnya kita punya apa-apa. Jika kesadaran hati ini sudah muncul, maka “harga” anggota badan kita, termasuk mulut kita, harganya tidak akan “jatuh” dibawah harga dandang bakso.** Kantor Redaksi Majalah Bintang Pelajar di Tanjung Enim, April 2006 Bertemu Tuhan dalam Kegagalan Tahun 2004, seorang teman dari Jakarta datang kepada saya. Dia mengajak saya untuk melakukan bisnis jual beli ban bekas. Kata teman saya, dia memiliki teman di Lampung yang siap menampung semua jenis ban bekas dengan harga yang sangat fantastis. Teman saya ini kemudian menghitung secara rinci keuntungan dalam bisnis ban bekas. Sampai-sampai, dia menyakinkan saya, kalau dalam hitungan minggu saya akan bisa mendapat untung puluhan juta rupiah. Demikian semangat teman saya ini mengajak saya ikut serta dalam bisnis ban bekas. Dengan menawarkan mimpi keuntugan bisnis ini, teman saya ini meminta saya untuk mendanai bisnis ini. Sejak mengeluarkan ban bekas dari lokasi pertambangan, sampai biaya angkutnya ke lokasi penampungan sebelum dibawa ke Lampung. Tanpa berpikir panjang, saya kemudian menyetujui gagasan ini. Saya anggap teman saya ini tidak pernah akan membohongi saya. Malamnya, saya mengajak orang tambang untuk mencari ban bekas di lokasi tambang untuk di bawa ke penampungan. Semua berjalan lancar. Kriteria ban yang diminta perusahaan vulkanisir ban di Lampung sudah terpenuhi. Ada sekitar 1500 ban bekas menumpuk di halaman belakang rumah saya. Tidak cukup di halaman saya, kemudian saya alihkan ke lapangan sepak bola, setelah sebelumnya saya izin dengan Ketua RT.
  • 30. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 30 Pagi harinya, teman saya kemudian mendatangkan dua orang wakil perusahaan Vulkanisir dari Lampung. Dua orang ini saya jamu sedemikian rupa, karena harapan saya dialah yang akan menjadi penentu layak dan tidaknya ban bekas ini dibawa ke Lampung. Bayangan rupiah kali itu kian terbayang jelas dimata saya. Yang terpikir di benak saya, kalau dalam tiga hari saja bisa mengumpulkan uang puluhan juta rupiah, berarti dalam satu bulan saya akan mendapat ratusan juta rupiah. Terus, dan terus gambaran rupiah itu melintas pikiran saya. Tetapi apa yang terjadi, dua orang yang saya anggap ahli ban bekas dari Lampung itu mengatakan, kalau ban bekas yang saya tampung tidak satupun yang layak dibawa ke Lampung untuk di Vulkanisir. Hampir saja saya menampar mulut dua orang itu. Saya demikian kesal. Jengkel. Saya juga marah dan emosi pada teman saya yang memberi gagasan awal. Modal saya sudah terkuras untuk mengangkut ban bekas dari lokasi tambang ke rumah saya. Tetapi kali itu, tak ada lagi pilihan lain kecuali hanya menerima keputusan itu. Dua orang dari Lampung pulang dengan tangan kosong, sementara saya hanya menatap tumpukan ban bekas itu dengan pandangan hampa. Apa yang kemudian terjadi? Tumpukan ban bekas itu menjadi sarang nyamuk. Warga sekitar di kampung saya protes, agar ribuan ban bekas itu harus disingkirkan. Ketika itu saya harus kembali mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pemindahan ban bekas. Sementara teman saya yang diawal member ide bisnis ban bekas sudah hengkang entah kemana. Tak sepeserpun dia mengganti modal awal yang pernah saya keluarkan. Ada dendam yang seketika menyelip di batin saya. Dalam hati saya kemudian bertanya mengapa ini harus terjadi pada saya? Adalah Abdul Majid, guru spiritual saya kemudian menasehati saya. Kegagalan saya dalam bisnis ban bekas ini adalah bentuk rasa kasih sayang Tuhan pada saya. Menurutnya, teman saya yang member ide bisnis ban bekas itu, sebenarnya punya niat menjual ban dengan harga tinggi, dengan tujuan dia ingin cepat kaya untuk mempertontonkan pada keluarganya kalau dirinya kaya, dengan tanpa megeluarkan dana sepeserpun. Ini adalah nafsu kesombongan. Saat itu, saya kemudian tersadar, betapa Tuhan tidak menginginkan nafsu kesombongan teman saya itu menular dan mengalir pada anak dan isteri saya. Sebab, semua jerih payah dan hasil akhir dari usaha, kalau dilatarbelakangi oleh niat kesombongan, apalagi niat untuk merasa lebih dari orang lain, maka semua itu akan menyebar ke aliran darah anak dan isteri saya, dan saya akan melahirkan generasi-generasi sombong dan angkuh di negeri ini. Tuhan masih mengasihi saya, agar saya tidak tertular nafsu kesombongan. Baru saya merasa bahagia atas kegagalan itu, karena dari kegagalan ini, saya kemudian menemukan kebesaran Tuhan yang masih mengasihi dan memelihara saya dari kesombongan!** Palembang, April 2005
  • 31. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 31 Kehilangan Adalah Kasih Sayang Suatu ketika, Anca adik tingkat saya di kampus mengadu pada saya. Dia mencurahkan hatinya tentang sikap orang tuanya yang tidak mau membelikan sepeda motor untuk kuliah. Dari getaran suaranya ada nada protes, dan setengah kebencian terhadap kedua orang tuanya. Bahkan, saya menebak kalau dalam pikiran Anca muncul kesimpulan kalau orang tuanya tidak sayang pada dirinya. Saya kemudian tanya pada Anca, tentang penghasilan kedua orangtuanya. Menurut pengakuannya, orang tua Anca memiliki kebun Kelapa Sawit dan Kebun Karet yang luas. Atas dasar itulah, Anca menganggap sangat tidak masuk akal kalau orang tuanya tidak bersedia membelikan sepeda motor untuk kuliah. Di tengah berbagai kegundahan hati dan seribu tanya pada diri Anca, saya kemudian mengatakan, kalau sebenarnya penolakan orangtuanya bukan karena ayah Anca tidak sayang padanya. Bahkan sebaliknya, oleh karena orang tuanya sayang pada Anca, sehingga orang tua Anca sampai hari itu belum membelikan sepeda motor. Saya berkata lagi pada Anca, “orang tuamu tidak ingin kamu celaka yang disebabkan oleh sepeda motor. Orang tuamu sangat mengerti dengan watakmu, yang mungkin kamu suka kebut-kebutan, sehingga orang tuamu khawatir, kalau sampai terjadi apa-apa pada kamu!” “Ah! Itu hanya alasan ayah saya yang tidak mau membelikan sepeda motor!” Kata Anca protes. “Saya ini sudah besar. Sudah kuliah, mana mungkin saya akan ikut-ikutan kebut- kebutan seperti anak-anak SMA,” katanya menyakinkan saya. “Anca, masalahnya bukan itu saja. Kamu harus berpikir, jangan sampai orang tuamu membelikan sepeda motor itu dengan amarah dan tidak dengan kerelaan. Sebab, Tuhan hanya akan meridloi jika orang tua juga meridloi. Jadi jangan dipaksakan. Ini adalah penundaan dan kasih sayang Tuhan kepada kamu melalui kedua orang tuamu!” “Aaaah, itu tidak rasional!” katanya kesal “Sekarang begini. Seberapa penting sepeda motor yang harus kamu punya, lalu untuk apa?” tanya saya pada Anca. “Untuk kuliah! Lagi pula kalau saya pulang ke kampung, saya tidak perlu ongkos naik bis. Saya bisa pulang satu bulan satu kali, tidak seperti selama ini saya pulang setiap libur semester, naik bis,” kata Anca berargumentasi. Saya tanya lagi pada Anca, “kalau seandainya ayahmu tidak membelikan sepeda motor, apakah kamu tidak bisa kuliah? Kemudian jika tanpa sepeda motor apakah kamu tidak bisa mudik menemui kedua orangtuamu di kampung?” Anca terdiam! Tatapannya membentuk bulatan, yang jelas tidak setuju dengan ucapan saya.
  • 32. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 32 “Kalau ada sepeda motor, saya siap narik ojek, sambil kuliah, kan saya bisa cari duit,” katanya menegaskan lagi. “Oke, besok kamu pulang dan katakan pada orang tuamu, dengan semua alasan yang kamu sampaikan hari ini,” kata saya setengah menyuruh Anca. Dua minggu saya tidak bertemu. Saat saya datang ke kampus Anca sudah mengendarai sepeda motor baru. Ada rona keceriaan yang tersemburat di wajahnya. Tetapi sejak itu pula, Anca makin jarang saya temui di kampus, apakah dalam ruang kuliah atau di sejumlah kegiatan mahasiswa. Saya tanya pada sebagian teman-teman Anca. Kata mereka, Anca sekarang sibuk dengan kekasihnya. Antar jemput kekasihnya dan setelah itu narik ojek. Ketika itu, dalam kesenangan Anca mungkin tidak menyadari, kalau sebenarnya orangtaunya membelikan sepeda motor dengan keterpaksaan dan setengah hati. Sekitar dua atau tiga bulan saya tidak mendapat kabar tentang Anca dan sepeda motornya. Dan masuk bulan keempat, saya dapat kabar dari teman Anca, kalau sepeda motornya hilang di kampus saat Shubuh menjelang. Anca sekarang kembali kuliah tanpa sepeda motor seperti sebelumnya. Kisah ini memberi pelajaran bagi kita, kalau kasih sayang tidak selalu dalam bentuk pemenuhan materi. Sebab, pemenuhan materi pada anak tanpa menimbang risiko, sama saja kita sebagai orang dewasa telah menjerumuskan generasi bangsa ini ke jurang kesesatan sosial. Kedua, dari kisah ini kita dapat memetik, sebenarnya Tuhan secara ghoib sudah membisikkan pada Anca untuk tidak terlalu memaksakan diri memiliki sepeda motor. Cara Tuhan berbisik melalui penolakan orang tua Anca yang tidak bersedia membelikan sepeda motor. Tetapi karena Anca memaksa, akhirnya sepeda motor dibeli, tetapi hanya saat saja kemudian sepeda motor itu diambil kembali oleh Tuhan dengan cara Tuhan mengutus Pencuri untuk mengambil paksa. Tuhan mengutus pencuri, bukan karena Tuhan jahat, atau menghukum Anca dan kedua orangtuanya. Pesannya adalah, dengan hilangnya sepeda motor, tanpa sepengetahuan indera manusia, Anca dan kedua orangtuanya sedang diselamatkan oleh Tuhan, pada peristiwa yang mungkin akan terjadi pada keluarga itu, yang lebih buruk lagi dibanding sekadar kehilangan sepeda motor.** Palembang, November 2010 Kecurigaan Adalah Wajah Kita Suatu ketika, Hery teman saya datang ke rumah kontrakan saya. Seperti biasa, rumah kontrakan saya tidak sepi dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah sore. Andre, teman saya yang lain tak begitu kenal pada Hery. Tanpa mengucap izin, Hery tiba-tiba masuk kamar saya. Dan seperti biasanya, Hery langsung membuat secangkir kopi, lalu melakukan apa saja yang
  • 33. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 33 dia mau. Sebagian yang kenal, sikap Hery seperti itu bukan hal yang aneh. Karena, Hery memang bukan kali pertama datang ke kontrakan saya. Tapi bagi Andre, yang baru kenal Hery hari itu, menatap curiga. Dari sorot matanya, ada ke- khawatiran di benak Andre kalau-kalau Hery melakukan hal-hal buruk di kamar saya, mencuri benda berharga atau apa saja yang mungkin menarik bagi Hery. Kamar bagi siapapun, adalah ruang pribadi yang tidak sembarang orang bisa masuk, jangankan orang lain, anak dan orang tua saja ada rambu-rambu khusus ketika akan masuk kamar pribadi. Tetapi, karena waktu itu saya belum berkeluarga, siapapun boleh masuk kamar, bagi saya bukan masalah. Sikap saya yang membebaskan siapa saja masuk kamar ini, sepertinya tidak disukai Andre. Di mata Andre, saya terlalu open manajemen dalam mengatur rumah tangga saya di rumah kontrakan. Tak lama kemudian, Hery pergi ke kampus, meninggalkan kami di rumah kontrakan. Andre bertanya pada saya, kenapa saya tidak curiga saat Hery masuk kamar? Bukankah di kamar banyak benda-benda berharga? Dia menyarankan pada saya, lain kali agar tidak terlalu percaya pada teman yang keluar masuk kamar pribadi. Andre khawatir keterbukaan saya dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan hal buruk pada saya. Saran itu sangat bagus. Saya hargai teguran Andre ini. Tetapi akan lebih bagus kalau Andre menyarankan saya, bukan untuk mencurigai Hery yang masuk kamar, melainkan mengingatkan, agar saya menyimpan barang-barang berharga di dalam lemari supaya tidak memancing selera orang lain, yang kebetulan punya kesempatan mencuri. Kali itu, saya sama sekali tidak curiga pada Hery , ketika dia masuk kamar saya. Selain karena Hery sudah saya kenal baik sejak di masa SMA, dalam perjalanan hidup saya, tidak pernah ada pengalaman melakukan hal buruk, misalnya mencuri barang-barang teman, atau barang siapapun baik di dalam maupun di luar kamar. Demikian juga ketika Hery masuk kamar saya. Tak ada sedikitpun ke-khawatiran, misalnya Hery iseng mencuri handphone saya atau apa saja yang merugikan saya. Tidak ada sama sekali yang terlintas di benak saya ketika itu. Semua saya melihatnya dari kacamata positif pada setiap teman yang datang. Sebab dengan cara itulah, saya atau anda akan merasa tenang menghadapi berbagai bentuk dan watak rekan kerja, teman kuliah yang kebetulan datang ke rumah atau ke kantor kita. Pesan dari kisah ini adalah, apa yang kita pikirkan dan rasakan terhadap perilaku orang lain di rumah kita merupakan bentuk pikiran anda, atau bahkan perilaku yang mungkin pernah anda lakukan sebelumnya. Dengan anda mencurigai seseorang akan berbuat hal buruk, sebagaimana kecurigaan Andre pada Hery yang masuk kamar, secara tidak langsung anda sedang membuka anda yang sebenarnya, yaitu dalam diri anda lebih dikungkung oleh rasa kecurigaan, yang jika itu dipupuk terus menerus akan menjadi siksaan sepanjang hidup anda.
  • 34. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 34 Kedua, yang terburuk lagi adalah, ketika anda mecurigai pada seseorang, misalnya dalam mengelola uang, atau apa saja, secara sadar atau tidak anda sedang membuka baju anda, membuka diri anda sebenarnya, jangan-jangan ketika anda diberi kewenangan mengelola uang akan melakukan hal buruk seperti yang anda pikirkan saat itu. Saat itu juga, tanpa sadar kecurigaan kita pada orang lain ternyata adalah wajah kita yang sebenarnya. Seperti halnya ketika kita berteriak maling, bukan karena benci pada malingnya, tetapi yang terpikir dalam otak kita adalah, kenapa bukan kita yang maling. Rasa curiga memang akan selalu ada dalam setiap diri saya dan diri anda. Tetapi jika rasa curiga ini terus menerus menggurita dalam diri kita, maka kecurigaan ini lambat laun akan menggerogoti nurani kita, untuk kemudian kita menjadi orang yang selalu disibukkan oleh persoalan orang lain, sementara masalah penting dalam diri kita justeru terlupakan, bahkan sama sekali tidak terpikirkan. Hal positif dari kisah saya, Hery dan Andre adalah keberhati-hatian menjaga hati, pikiran dan tingkah laku untuk tidak selalu menanamkan kecurigaan terhadap siapapun. Sebab, sikap buruk sangka terhadap seorang teman, terhadap mitra kerja dan terhadap isteri dan anak hanya akan meracuni hati dan pikiran anda, sementara persoalan yang lebih penting tidak pernah terselesaikan dengan baik. Kecenderungan memandang curiga terhadap orang lain, hanya akan melahirkan prasangka buruk pada setiap orang yang kita jumpai. Kita tidak pernah akan merasa tenang dalam hidup, karena dalam hati kita sudah sedemikian parah melihat orang lain dengan pandangan negatif. Kalau Tuhan telah sedemikian banyak memberikan jutaan energi positif dalam diri kita, kenapa kita sering memilih melestarikan rasa curiga dan energy negatif dalam perilaku kita? Sejak hari ini, saya mengajak saya dan anda untuk segera meninggalkan energi negative dan menggantinya dengan energi positif, sehingga kita akan merasakan kenyamanan hati dan pikiran dalam hidup.** Palembang, 26 Oktober 2001 Sedang TUHAN pun mengutus AYAM Suatu sore, di Tanjung Enim, saya berkunjung ke rumah Ustadz Taufik. Tujuannya ngobrol- ngobrol kosong sembari menunggu datangnya waktu maghrib. Ustadz Taufik punya hobi memelihara ayam Bangkok. “Bagus, itu. Lagi pula Ayam Bangkok kan nilai jualnya cukup bersaing di pasaran. Kalau berkembang, wah ini bisa jadi bisnis baru Pak Ustadz,” saya berseloroh. “Ah, enggak juga. Ini hanya untuk hiburan saja. Yah, hitung-hitung untuk mengisi waktu luang diluar kegiatan dakwah,” jelas Ustadz Taufik ringan. Ada satu jam lebih kami berbincang tentang apa saja sore itu. Tak lama kemudian, Aidil tukang kebun Ustadz Taufik datang tergopoh-gopoh ke hadapan kami. Ada kecemasan yang tergambar di wajahnya. Ia menyeka keringat di keningnya. “Ada Apa?” tanya Ustadz Taufik pada Aidil heran. “Pak Ustadz, ayamnya hilang satu,” kata Aidil setengah ketakutan. “Paling-paling kerjaan anak-anak kampung atas,” ujar Ustadz Taufik spontan menuduh anak-anak ‘nakal’ kampung Atas, yang terkenal banyak anak yang suka mencuri.
  • 35. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 35 “Tapi kalau kerjaan anak kampung atas, aku pasti tahu siapa pelakunnya,Pak” jelas Aidil meyakinkan kalau dirinya sangat kenal dengan anak-anak kampung Atas yang suka menjadi ‘pencuri’ kecil-kecilan karena butuh makan dan merokok. “Lagi pula siapa yang berani mencuri ayam kamu Pak,” tambah Aidil. “Oi, Dil, Kalau orang mencuri itu tidak pandang bulu ayam siapa? Mau ayam ustadz atau ayam siapa, yang penting bisa dijual. Minggu kemarin saja, Handphone Pak Camat saja disikat. Padahal dalam mobil,” ustadz Taufik mengungkap data kejahatan anak-anak kampung atas. “Ah, sudahlah. Kalau barang sudah hilang mana mungkin akan balik lagi,” jawab Ustadz Taufik tanpa beban. “Biasanya juga masuk sendiri. Aidil inilah yang sehari-hari mengurusi ayam,” tambahnya Ustadz Taufik menjelaskan pada saya. “Pak Ustadz, apa tidak perlu dibuktikan dulu. Jangan-jangan kita yang salah tuduh. Nanti timbul fitnah, lho,” saya mencoba mengendapkan emosi Aidil dan Ustadz Taufik yang masih tertahan di dadanya masing-masing. “Kejadian ini bukan kali ini saja. Tapi sudah sering. Beberapa kali juga anak-anak kampung atas yang tertangkap mencuri. Lagi pula hanya kampung atas yang paling dekat dengan perumahan ini. Jadi tidak mungkin dari kampung lain. Apalgi hanya mengambil satu ekor ayam,” pendapat Ustadz Taufik belum juga berubah. Di benaknya kuat menduga kalau yang mengambil ayamnya adalah anak-anak kampung Atas. Tanpa pamit, Aidil beranjak dari duduk. Ia melangkah lebar. Ada getaran emosi dari hentakan kakinya. “Oi, Dil mau kemana, kau?!” Ustadz Taufik mencoba mencegah Aidil keluar. Aidil tak menggubris. Saya jadi tidak enak dengan situasi itu. “Sekarang begini saja, Pak. Mumpung masih ada waktu, kita sama-sama cari ayam di kandang,” saya kembali mencairkan suasana. Tak ada yang bergerak. Saya kemudian beranjak lebih dulu. Pak Ustadz, Aidil, mengiring saja. Dari beberapa sudut kandang ayam kami acak-acak. Karena hari makin sore, ada beberapa sudut kandang yang tak terlihat. “Kamu tadi kasih makan ayam-ayam ini di luar kandang atau di dalam?!” Tanya saya mencari data dengan alur mundur. “Ya di dalam, lah, Pak. Ayamnya kan masih kecil-kecil. Kalau di luar mereka kalah dengan ayam yang besar,” katanya. Kurang lebih 15 menit kami mencari ayam Pak Ustadz yang hilang. Beberapa kotak kami lihat satu per satu. Saya, Aidil, dan Ustadz Taufik juga ikut menghitung jumlah ayam dalam setiap kotak. Saya kebetulan mendapati kotak yang kurang jumlahnya. “Setiap kotak ada berapa ayam, Dil?!” “Sepuluh, Pak!” Benar juga. Dalam kotak yang saya hitung hanya sembilan. Ada satu yang hilang. Di dalam kandang itu, saya melihat sebuah baskom plastik bekas makanan ayam yang terbalik. Lubangnya telungup ke bawah. Saya curiga ayam kecil itu ada di bawah baskom plastik yang terbalik. “Coba sekarang kalian lihat. Amati apa yang terjadi di dalam kandang itu,” saya mengajak Aidil dan Ustadz Taufik, untuk menatap secara jelas terhadap gerakan aneh baskom plastik.
  • 36. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 36 Tepat dugaan saya. Ayam kecil yang hilang itu terjebak dalam baskom bekas makanan. Karena beban ayam lebih berat dari bibir baskom, sementara makanan di dalam baskom sudah habis, otomatis ketika ayam itu naik ke bibir baskom langsung terbalik. Celakannya ayam kecil tak bisa selamat dari gerakan baskom yang kemudian mengurungnya di balik baskom. Melihat kejadian sore itu, kami tersadar dari kealpaan yang tidak sengaja kami lakukan. Kami telah melakukan kesalahan, yaitu berburuk sangka terhadap anak-anak kampung atas. “Pak, sepertinya Tuhan telah mengutus ayam ini pada kita, supaya kita tidak gampang berprasangka buruk,” kata Ustadz Taufik sambil tersenyum kecil. Semua tersenyum dalam kesadaran untuk tidak mudah berburuk sangka pada siapapun. Dan sore itu Tuhan pun tersenyum bersama kami.** Tanjung Enim, 2008 Ayam Kesayangan Pak Kiai Seperti hari sebelumnya, Kiai Ilham melangkah pasti menuju Mushola Al-Hikmah, Bedeng Kaco, Tanjung Enim. Dia menjalankan tugas rutin untuk memberi tausiyah atau ceramah di sejumlah mushola. Dan kali itu Kiai Ilham mendapat jadwal di kampungnya sendiri. Wildan, putra sulung Kiai Ilham yang berumur 15 tahun, kali itu mengiringi ayahnya. Biasanya Wildan memilih datang belakangan bersama teman-teman sebayanya, tetapi kali itu tidak. Saya bersama jamaah lain kemudian menyambut kedatangan Kiai Ilham, untuk kemudian mempersilakan masuk di baris paling depan, persis di dekat mihrab mushola. Sementara Wildan kemudian membaur dengan teman yang seumur di baris belakang. Hanya berselang lima menit, kami kemudian melakukan shalat maghrib berjamaah. Usai shalat, para jamaah mengambil tempat untuk mendengarkan ceramah Kiai Ilham, sampai waktu isyak tiba. Ada sekitar 30 menit kami mendengarkan tausiyah Kiai. Para jamaah mushola mendengarkan dengan hikmat. Masalah penting yang kali itu disampaikan adalah kewajiban bersedekah. Kata Kiai Ilham, mengutip sebuah ayat Al-Quran, dia berkata : Tidak akan sampai pada kebaikan sejati, kalau kamu sekalian belum memberikan sesuatu pada orang lain yang paling kamu sayangi dan cintai. Maksud Kiai Ilham, jika kita memberikan sesuatu pada orang lain, sebaiknya benda atau harta yang kita sayangi, atau yang terbaik, sehingga kita akan sampai pada kesempurnaan ketaatan pada Tuhan. Lima menit sebelum waktu isyak, Kiai Ilham sudah menutup tausiyahnya dengan doa. Para jamaah kemudian melaksanakan shalat isyak berjamaah. Tetapi setelah doa bersama, saya tidak menjumpai Wildan. Saya tidak tahu persisnya kemana Wildan pergi. Sementara anak-anak lain masih pada baris di belakang saya. Pagi harinya, saya kebetulan berlalu di depan rumah Kiai Ilham. Saya mendengar Kiai Ilham sedang memarahi Wildan. Terdengar Wildan menangis. Sebagai tetangga, sesaat saya mampir,
  • 37. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 37 gerangan apa yang membuat Wildan menangis pagi itu. Ternyata, Kiai Ilham marah pada Wildan karena tadi malam setelah mendengar ceramah Kiai Ilham tentang sedekah, dia pulang dan dengan sigap memberikan ayam kesayangan Kiai Ilham pada salah satu fakir miskin di kampungnya. “Kenapa ayam kesayangan ayah kamu berikan orang pada lain? Ayam lain kan banyak?!” kata Kiai Ilham dengan nada tinggi. “Kata ayah, kalau kita memberikan sesuatu pada orang lain, harus yang bagus, terbaik! makanya ayam kesanyangan ayah aku berikan pada fakir miskin, supaya kebaikan kita lebih sempurna?” Kiai Ilham terdiam. Saya juga kikuk melihat Kiai Ilham yang merasa tidak enak mendapat ceramah anaknya. Kisah ini mengggambarkan, betapa dalam keseharian kita masih sangat berat untuk memberikan sesuatu yang terbaik di rumah kita untuk orang lain. Kita selalu memilih barang yang sudah tidak kita sukai kemudian baru diberikan pada orang lain. Padahal untuk sampai pada ketaatan sempurna pada Tuhan, sebaiknya kita memberikan yang terbaik, bukan yang terburuk.** Palembang, 16 November 2002 Ada Tuhan dalam Minuman Keras Kalau kita menyimak sejumlah informasi di berbagi media, Koran, televise dan radio betapa kita kemudian sangat miris dan prihatin ketika terdengar, sebagian generasi kita terjebak dalam pergaulan bebas dan minum-minuman keras. Bahkan, diantara mereka ada yang kemudian harus terenggut nyawanya akibat menenggak minuman keras. Ya, mereka mati. Bila kemudian kita melihat secara kasat mata, ada perasaan kasihan, sedih terutama bagi kedua orang tuanya yang harus kehilangan buah kasihnya. Ini sangat manusiawi. Tetapi ketika ini kita pahami dalam pandangan lain, sebenarnya dengan peristiwa meninggalnya sejumlah generasi bangsa ini akibat minuman keras, Tuhan tengah memberikan undangan kepada korban meninggal, agar segera kembali kepada-Nya. Saya hanya ingin mengatakan, meninggalnya sebagian generasi bangsa ini yang menenggak minuman keras adalah pembatasan dosa yang mungkin akan terus dilakukan oleh korban, sehingga Tuhan harus menghentikan perilaku menyimpang ini dengan kematian. Tuhan masih cinta dan sayang pada mereka, sehingga dengan segera Tuhan menarik mereka dari kolong langit ini. Mereka sedang dijemput kembali, karena di bumi mereka tidak mempan lagi dengan bermacam teguran, sapaan atau dalam bentuk apapun. Seolah, Tuhan berkata; dari pada kalian akan terus terjerumus dalam kubangan dosa, lebih baik kalian Aku batasi dosamu sampai disini. Maka meninggalah sebagian anak-anak kita. Kedua, bagi yang tidak meninggal, minuman keras menjadi mediator Tuhan untuk mengundang mereka, agar mereka cepat kembai meng-Agungkan dan menyebut nama-Nya. Sebab, kenyataannya, sebagian teman, kerabat atau siapa saja yang sudah merasa tersiksa oleh
  • 38. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 38 minuman keras, lantas hampir saja mati oleh minuman keras atau obat terlarang, kalimat yang terucap dari bibirnya ; Ya, Tuhan kalau sekiranya Engkau masih memberi waktu aku hidup, maka aku berjanji besok aku tidak akan lagi minum barang haram ini. Ada satu kesadaran yang seketika muncul dalam setiap diri yang tengah sekarat. Napasnya masih ditenggorakan. Tetapi kemudian masih punya waktu menyebut nama Tuhan. Disitulah, sebenarnya Tuhan sedang memberi undangan kepada korban agar cepat kembali, atau paling tidak agar korban menyebut dan ingat pada Sang Pencipta. Bahasa dan simbol Tuhan untuk mengundang kita, bisa dengan berbagai berbentuk jika memang Tuhan berkehendak. Tetapi meski begitu, kiranya kita tidak mesti lebih dulu minuman keras untuk minta undangan dari Tuhan untuk kita.** Palembang 16 November 2002 Nyamuk Sosial, Nyamuk Sok Sial Dalam keseharian, hampir setiap orang, sangat membenci terhadap nyamuk. Selain dari gigitannya yang membuat gatal, atau juga karena nyamuk menjadi penebar virus Demam Berdarah atau belakangan ada penyakit Cikungunya yang juga disebabkan oleh seekor nyamuk. Kebencian kita terhadap nyamuk, memang cukup beralasan karena siapapun orangnya sudah pasti tidak ingin terkenal gatalnya, tidak ingin terkena virus demam berdarah dan tidak ingin mengidap penyakit cikungunya. Sedemikian parahnya kita membenci nyamuk, sampai-sampai kita tidak ingin nyamuk masuk ke ruang tidur kita, kemudian kita memasang kelambu dan memasang segala obat nyamuk supaya kita tidak terganggu oleh mahluk kecil ini. Dalam pandangan sepintas, kebanyakan orang menilai nyamuk adalah mahluk yang menjengkelkan dan membahayakan bagi kehidupan manusia. Bahkan, kalau bisa nyamuk harus dibasmi sampai ke akar-akarnya, supaya mahluk ini tidak lagi membuat pusing banyak orang di kolong langit ini. Tidak salah memang cara pandang yang demikian. Sebab, sebagian kita memang hanya melihat kehadiran nyamuk dari efek negatif ; seperti sumber penyakit, penyebar virus Demam Berdarah, Cikungunya dan lain sebagainya. Tetapi, kalau kita kemudian memutar otak kita dan menyadarkan hati kita, betapa Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia di bumi ini. Semua bentuk mahluk ciptaan pasti ada manfaatnya bagi manusia, termasuk nyamuk. Siapapun boleh benci dan jengkel pada nyamuk. Tetapi perlu kita lihat bagaimana ratusan, bahkan ribuan buruh, pengusaha, yang bermodal besar atau kecil telah banyak tertolong oleh hadirnya nyamuk.
  • 39. eBook Motivasi Spiritual Moderen REVOLUSI HATI untuk NEGERI – IMRON SUPRIYADI 39 Dengan hadirnya mahluk kecil ini, kemudian berdiri perusahaan atau pabrik obat anti nyamuk dengan bermacam merek dan kemasan-nya. Belakangan berkembang obat anti nyamuk elektrik, dengan pewangi ruangan. Belum lagi para pembuat kelambu, racun jentik-jentik dan lain sebagainya. Dari kenyataan itu, ternyata seekor nyamuk kecil, yang selama ini kita benci, kita usir-usir kehadirannya, bahkan kita bunuh kalau dia tertangkap, telah menyumbangkan peluang pekerjaan bagi rubuan buruh, memberi keuntungan bagi sejumlah pengusaha, sampai membantu hidup para pembuat kelambu. Dengan penyakit Demam Berdarah, Malaria, dan Cikungunnya yang disebabkan nyamuk, para ahli kedokteran dan sejumlah peneliti kemudian melakukan riset sedemikian rupa terhadap virus yang dibawa nyamuk, untuk kemudian mencari obat penangkalnya. Sejumlah dokter kebanjiran pasien akibat terserang nyamuk. Apotik, ikutserta mendapat untung dari penjualan obat resep dokter. Masih banyak lagi keuntungan dan manfaat dari nyamuk di bumi ini, termasuk gerakan kebersihan atau fooging (penyemprotan) lingkungan dengan asap racun nyamuk. Nyamuk, secara fisik memang sangat kecil, tetapi dengan badannya yang kecil, ternyata dia telah menyumbangkan manfaat besar bagi kelangsungan hidup jutaan manusia di negeri ini. Sebagian kita, secara tidak sadar, selama ini sering kali mengecilkan peran-peran mahluk kecil dalam tatanan sosial masyarakat kita, dalam perusahaan kita, atau bahkan dalam rumah tangga kita. Padahal sekecil apapun mahluk ciptaan seperti halnya nyamuk punya andil besar bagi keberlagsungan sebuah negeri, baik secara sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dalam dimensi spiritual, nyamuk telah membangkitkan kesadaran bagi setiap hati kita untuk merasakan betapa nikmatnya sehat, ketika kita sedang terbaring sakit demam berdarah, malaria dan cikungunnya. Dalam kedaan sakit itulah, nyamuk tersenyum disaat kita kemudian, berkali-kali kita menyebut nama Tuhan karena kita segera disembuhkan dari rasa sakit. Kalau nyamuk yang kecil saja, bisa memberikan sumbangan besar bagi keberlangsungan hidup manusia negeri ini, kenapa kita sering memilih menahan diri untuk tidak membantu orang lain, sementara kita sebenanrnya mampu melakukannya? Mulai hari ini kita memang harus lebih banyak belajar dari nyamuk?** Palembang, 18 November 2009