Pendidikan berperan penting dalam demokratisasi karena tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan multikultural juga diperlukan untuk memperkuat NKRI dan mendukung otonomi daerah yang sehat melalui empati dan partisipasi seluruh warga negara Indonesia.
1. Peran Pendidikan Dalam Demokratisasi
Oleh: A Malik Fadjar
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional melalui
Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan menyelenggarakan Simposium
Tahunan Penelitian Pendidikan, 12-14 Agustus 2008, di Jakarta dengan tema: “
mendayagunakan hasil-hasil penelitian, pengembangan dan pemikiran inovatif di
bidang pendidikan untuk mendukung pemerataan dan perluasan akses,
peningkatan mutu dan daya saring, relevansi serta tata kelola dan akuntabilitas
pendidikan.” Kepala Badan meminta saya sebagai pemakalah utama untuk
membahas judul “Peran Pendidikan dalam Demokratisasi.”
Membaca judul di atas mengingatkan kita kembali pada tujuan pendidikan yang
ditetapkan dalam U.U. No. 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia Dahulu Tentang
Dasar-Daras Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah untuk seluruh Indonesia, dan
disahkan oleh DPRS.R.I., berlaku untuk seluruh tanah air, tanggal 17-1-1954. Tujuan itu
berbunyi:
“Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah memebentuk manusia
susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air” (Bab II, Pasal 3)
Sejarah Pendidikan Indonesia mencatat bahwa rumusan tujuan itu merupakan
pengejawantahan dari keseluruhan isi, jiwa, dan semangat Proklamasi 17 Agustus
1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu nilai-nilai
dasar sekaligus prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, ialah
“memberi pembinaan kepada peserta didik agar menjadi manusia susila yang cakap,
serta warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. ‘Maka nilai-nilai dasar dan prinsip itu kemudian dikukuhkan
1
2. sebagai “dasar, fungsi, dan tujuan dalam” sistem pendidikan nasional, “ sebagaimana
tertuang dalam U.U.R.I No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Bab II:
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” (Pasal 2)
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (Pasal 3)
Selain itu UUD. RI. 1945 juga menetapkan bahwa “setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan” (Pasal31). Oleh karena itu pendidikan juga merupakan salah
satu bagian tak terpisahkan dari “hak asasi manusia,” sebagaimana ditegaskan dalam
UUD. 1945, pasal 28C, ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Maka salah satu prinsip
penyelenggaraan pendidikan secara tegas dinyatakan pula dalam UU. Sisdiknas No.0
Th.2003, bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan, nilai
cultural dan kemajemukan bangsa.”
Peran pendidikan
Merujuk pada keseluruhn isi, jiwa, dan semangat yang terangkum dalam sejarah
pendidikan Indonesia tersebut diatas menunjukkan bahwa “peran pendidikan dalam
demokratisasi,” merupakan bagian tak terpisahkan dari visi dan misi pendidikan
nasional. Artinya, bahwa pendidikan nasional harus besifat demokrasi dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Maka bisa dipahami jika dalam sejarah pergerakan nasional
2
3. Indonesia, pendidikan dalam arti proses maupun kelembagaannya dicatat sebagai
“motor penggerak sekaligus “sumber inspirasi” dari pergerakannya. Dalam hal ini tokoh-
tokoh pergerakan nasional berkeyakinan, bahwa untuk menuju Indonesia merdeka dan
mewujudkan cita-cita kemerdekaannya sebagaimana yang diabadikan dalam
Pembukaan UUD. 1945, haruslah didukung oleh warga negaranya yang berpendidikan.
Bahkan sejarah pergerakan nasional pun telah mencatat bahwa gerakan kebangkitan
nasional bukanlah digerakkan oleh gegap gempitanya massa, melainkan oleh
sekelompok pemuda, pelajar dan mahasiswa.
Adalah menarik untuk disimak dan direnungkan apa yang dikemukakan Yudi
Latif, bahwa “Gambaran yang paling nyata dari demokrasi modern di Barat terletak
pada derajat literasinya (baca: pendidikannya) yang tinggi. Secara umum dipecaya
bahwa naiknya tingkat literasi (pendidikan) mengarah pada kemunculan institusi-
institusi sosial yang rasional dan demokratis; juga pada perkembangan industrial serta
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya kemunduran dalam tingkat literasi (pendidikan)
menimbulkan ancaman terhadap kemajuan dan demokrasi” (Horison,Th. XL III, No.
8/2008, Agustus 2008, h. 2). Ini secara tidak langsung mempertegas peran pendidikan
dalam demokratisasi (memberi pembinaan kepada peserta didiknya menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan
tanah air). Oleh karena itu pula prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana
ditetapkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Th. 2003, Pasal 4, bahwa: (1) Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan
bangsa; (2) Pendidikan diselenggarakn sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multi makna; (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; (4)
Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; (5) Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat; dan (6) Pendidikan diselengarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
3
4. penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan; merupakan dasar acuan
yang kuat dalam mewujudkan peran pendidikan dalam demokratisasi.
Selain itu perlu diperhatikan bahwa pendidikan telah menjadi satu bentuk
investasi sumber daya manusia (human investment). Bahkan telah dibuktikan bahwa
negara-negara yang sumber daya alamnya terbatas, tetapi mampu memajukan dan
mengembangkan sistem pendidikannya, maka negara itu menjadi negara yang
terpandang serta diperhitungkan. Dengan demikian gerakan mengembangkan
pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pembelajaran sepanjang hayat merupakan
salah satu langkah strategis peran pendidikan dalam demokratisasi.
Pendidikan Multikultural
Akhir-akhir ini berkembang wacana seputar pedidikan multicultural. Berbagai
kajian dan pubikasi yang terkait dengan pendidikan multicultural semakin berkembang.
Dan dasar penyelenggaraannya pun telah ditetapkan dalam UU. Sisdiknas No. 20 Th.
2003, Pasal4, ayat1, tersebut diatas. Hanya saja pelaksanaannya perlu proses
sosialisasi dan contoh yang jelas serta nyata sehingga tidak menjadi kontra produktif.
Walaupun sesunguhnya secara implisit telah berlangsung, seperti diungkapkan oleh
Melani Budianta: “ Dalam pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, anak-anak sekolah
dasar di Indonesia menghapalkan lima tempat beribadah, nama pemimpin upacara
agama, dan kitab-kitab suci kelima agama yang diakui pemerintah Orde Baru. Di buku
Ilmu Pengetahuan Sosial, mereka menghapalkan nama-nama tarian dan musik, rumah
adat, dan baju tradisionil berbagai daerah di Indonesia. Itulah secuil gambaran
pengajaran tentang keragaman di kebanyakan sekolah-sekolah dasar di Indonesia
sampai tahun 2003.” (Tsaqafah, vol. I, No 2, 2003,h.8)
Mengingat kemajemukan bangsa Indonesia dan sekaligus untuk mengukuhkan
kembali pilar-pilar yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa serta menuju
terwujudnya NKRI yang kuat sekaligus punya daya tahan, maka pendidikan
multikultural pada tingkat diskriptif dan normatif yang menggambarkan isu-isu dan
masalah pendidikan yang brkaitan dengan masyarakat mutikultural sangat penting
(Azyumrdi Azra, 2007).
4
5. Lebih jauh dalam rangka proses pelaksanaan otonomi daerah yang sehat, maka
peran pendidikan dalam demokratisasi melalui pendidikan multicultural menjadi
semakin mendesak. Karena terwujudnya otonomi daerah yang sehat hanya mungkin
terwujud apabila ada “empati dan partisipasi” dari seluruh warga yang terbingkai dalam
keberagaman.
Sumber-sumber Rujukan
1. Sutedjo Bradjanegara, Sejarah Pendidikan Indonesia, Taman Siswa Yogyakarta,
1956
2. Manusia Dan Masyarakat Baru Indonesia, Departemen P.P. dan K, Jakarta,
1960
3. UU. Sisdiknas No. 20 th. 2003, Depdiknas
4. Perubahan Keempat UUD. RI. 1945, Sekjen MK, 2005
5. Horison Th. XL III, No. 8/2008, Agustus 2008
6. Tsaqafah, Vol. I. No. 2, 2003
7. Azyumari Azra, merawat Kemajemukan Merawat Indonesia, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2007
5