3. Pendayagunaan
–
B.1.
Zonasi
Pemanfaatan
Sumber
Air
Gambar:
Saluran
Irigasi
Kalibaru
Timur
Gambar:
Sistem
Irigasi
Kalibaru
Barat
(Cabang
Tengah)
4. Pendayagunaan
–
B.2.
Penyedian
Air
Baku
Ironisnya,
kota
Jakarta
yang
dilalui
oleh
13
sungai
dan
mempunyai
curah
hujan
cukup
Knggi,
kelangkaan
air
bersih
tetap
saja
terjadi.
Bahkan
air
merupakan
komoditas
“termahal”
di
dunia
bahkan
dijual
di
Jakarta,
di
gang-‐gang
sempit
di
daerah
Pademangan
Timur
warga
membeli
air
dengan
harga
37
ribu
hingga
75
ribu
rupiah
per
meter
kubik
.
Bertolak
belakang
dengan
Singapura,
negara
yang
tadinya
mempunyai
ketergantungan
air
pada
negara
tetangga
(Malaysia),
dengan
program
NEWater-‐nya
mampu
mengatasi
permasalahannya
sendiri
dan
hampir
98%
air
yang
ada
dapat
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
dan
industri
yang
ada.
Tekat
Singapura
untuk
membebaskan
ketergantungannya
terhadap
Malaysia
dalam
hal
penyediaan
air
baku,
Kdak
terlepas
dari
komitmennya
dalam
memperbaiki
lingkungan.
Karena
pada
tahun
80-‐an
sungai-‐
sungai
di
Singapura,
air
dan
lingkungannya
Kdak
berbeda
dengan
yang
ada
di
Indonesia.
Bila
kita
menyempatkan
diri
menengok
Musium
Air
yang
ada
di
Marina
Beach,
disitu
dipaparkan
sejarah
Singapura
yang
kumuh
hingga
memasuki
era
NEWater.
Jakarta,
sebagai
ibukota
negara
dengan
jumlah
penduduk
±10
juta
jiwa
menghadapi
masalah
pelik
dalam
hal
ketersediaan
air.
Kota
dengan
luas
wilayah
661
km2
dan
dilewaK
13
sungai
besar,
harus
memenuhi
kebutuhan
airnya
dari
sumber
air
di
luar
kota.
Berdasarkan
data
Pusat
Kajian
Sumber
Daya
Air
Indonesia
wilayah
DKI
sedikitnya
membutuhkan
air
bersih
26.938
liter
per
deKk,
namun
yang
tersedia
saat
ini
hanya
17.800
liter
per
deKk,
berasal
dari
produksi
air
15.000
liter
per
deKk
dan
air
curah
olahan
2.800
liter
per
deKk,
sehingga
defisit
air
mencapai
9.183
liter
per
deKk.
Pasokan
air
yang
mencapai
98%
bergantung
dari
luar
wilayah
ini
mengakibatkan
ketahanan
air
Jakarta
menjadi
rentan.
Ketersediaan
air
di
kota
ini
menjadi
sangat
bergantung
pada
konKnuitas
sumber
air
yang
berada
di
luar
daerahnya.
Krisis
air
di
Jakarta
juga
diakibatkan
oleh
masih
Kngginya
Kngkat
kebocoran
pada
jaringan
pipa
air
bersih.
5. Pendayagunaan
–
B.2.
Penyedian
Air
Baku
Untuk
dapat
memenuhi
kebutuhannya
Pemerintah
dan
PDAM
Jakarta
harus
mempunyai
komitmen
yang
kuat
untuk
dapat
memenuhi
kebutuhannya
sendiri.
Karena
selama
ini
bila
diamaK
PDAM
hanya
melakukan
peneliKan
terhadap
sungai-‐
sungai
yang
ada
di
wilayah
Jakarta
saja.
Yang
sudah
jelas
berdasarkan
hasil
peneliKan
yang
telah
dilakukan
oleh
Perguruan
Tinggi
atau
BPLHD
mutu
air
di
sungai-‐sungai
di
wilayah
DKI
Jakarta
berada
di
Kelas
IV
(++
mungkin),
yang
tentunya
diperlukan
biaya
yang
mahal
untuk
pengolahannya.
Karena
mengolah
air
dari
sungai-‐sungai
di
wilayah
Jakarta
dapat
diibaratkan
bagaikan
mengolah
air
limbah
yang
biayanya
sangat
mahal
tentunya.
Seharusnya
diupayakan
pengambilan
air
yang
berada
di
hulu,
yang
dalam
hal
ini
tentunya
masih
mempunyai
kualitas
dan
kandungan
sedimen
lebih
baik,
dengan
cara
merefungsikan
saluran-‐saluran
irigasi
(Ciliwung
melalui
saluran
Kali
Baru,
Cisadane
melalui
saluran
Cabang
Tengah)
yang
saat
ini
sudah
Kdak
mempunyai
lahan
irigasi
lagi
dan
bahkan
ikut
menyumbang
terjadinya
banjir
di
musim
hujan.
Upaya
yang
perlu
dilakukan
tentunya
Kdak
hanya
mengalirkan
begitu
saja
ke
saluran
yang
ada,
akan
tetapi
perlu
dilakukan
perbaikan
total
dari
hulu
ke
hilir
agar
dalam
perjalannya
Kdak
ada
limbah
dan
sampah
yang
masuk
ke
saluran
tersebut.
Dari
13
aliran
sungai
yang
ada
di
Jakarta,
hanya
air
dari
Kali
Krukut
yang
bisa
diproduksi
menjadi
air
bersih.
KuanKtas
dari
aliran
tersebut
juga
Kdak
besar,
yaitu
4,6%
dari
produksi
air
PDAM
atau
sekitar
400
liter/deKk.
Sumber
air
lainnya
didapatkan
dari
Sungai
Cisadane
(wilayah
Tangerang)
dan
aliran
air
dari
Sungai
Citarum
(Waduk
JaKluhur)
melalui
Kanal
Tarum
Barat
(KTB).
Bila
untuk
perbaikan
saluran
diperlukan
biaya
Rp
75
juta
per
m’,
dengan
total
panjang
±
50
km
tentunya
dengan
total
biaya
2,25
T
bukanlah
sesuatu
yang
mahal,
6. Pendayagunaan
–
B.2.
Penyedian
Air
Baku
Upaya
tersebut
di
atas
perlu
dilakukan,
karena
pasokan
air
melalui
saluran
Tarum
Barat
dari
Bendungan
JaKluhur
dari
tahun
ke
tahun
terus
mengalami
penurunan
mutu
(semakin
Knggi
Kngkat
pencemarannya).
Sementara
itu
berdasarkan
catatan
PD
PAM
Jakarta
Raya,
kandungan
amoniak
(NH3)
di
tahun
2010
sebesar
2,9
mg
per
liter,
pada
tahun
2011
meningkat
hampir
2x
menjadi
4,8
mg
per
liter,
padahal
standar
ambang
batas
air
baku
adalah
1
mg
per
liter.
Begitu
juga
dengan
Kali
Bekasi
yang
terhubung
dengan
saluran
Tarum
Barat,
kualitasnya
juga
semakin
memburuk.
Sebagai
gambaran
pada
akhir
2012
kandungan
chemical
oxygendemand
(COD)
sudah
melampaui
ambang
batas
25
mg
per
liter.
Begitu
juga
bila
diKnjau
dari
segi
topografi,
air
dari
sudah
pasK
dapat
dialirkan
secara
gravitasi,
sehingga
Kdak
diperlukan
biaya
tambahan.
Tebel:
Potret
Pelanggan
Disamping
upaya
pemenuhan
kebutuhan
pasokan
air
baku,
penekanan
Kngkat
kehilangan
(NRW<30%)
seminim
mungkin
juga
harus
diupayakan
semaksimal
mungkin.
Dari
segi
tata-‐kelola
air
tentunya
pengambilan
air
dari
hulu
Ciliwung
akan
lebih
menguntungkan
bila
dibandingkan
dengan
harus
tergantung
dari
provinsi
dan
DAS
lain.
demi
pemenuhan
kebutuhan
air
baku
kota
Jakarta,
yang
sekaligus
sebagai
upaya
pencegahan
semakin
amblesnya
kota
Jakarta
sebagai
akibat
pengambilan
air
tanah
yang
berlebihan.
Sedangkan
bila
dibandingkan
dengan
rencana
pembangunan
pompa
banjir
SenKong
yang
hampir
menelan
biaya
1
T,
padahal
hanya
untuk
melindungi
±10%
dari
wilayah
Jakarta,
sedangkan
air
minum
bisa
melayani
hampir
50%
penduduk
Jakarta.