1. Komisi I DPRD Tobasa tidak menepati janji untuk mengeluarkan rekomendasi dalam 2 minggu terkait klaim tanah ulayat oleh masyarakat Lumban Sitorus.
2. Masyarakat kecewa karena tidak dilibatkan dalam kunjungan lapangan Komisi I ke lokasi klaim tanah dan tidak mendapat informasi hasil kunjungan tersebut.
3. Masyarakat mulai meragukan komitmen dan integritas DPRD Tobasa dalam menye
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Dprd tobasa gelar rdp dengan tpl dan bpn
1. Komisi I DPRD Tobasa ingkar kesepakatan RDP
Oleh David Rajagukguk
Rabu (1/4) DPRD Kabupaten Toba Samosir,melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan
Dihadiri masyarakat Desa Lumban Sitorus Kecamatan Parmaksian. Pada RDP ini dihadirkan
management PT Toba Pulp Lestari Tbk yang diwakili oleh Leonard Hutabarat, Tagor Manik serta
stafnya dan Kepala Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) Tobasa Edward Hutabarat beserta
stafnya. Mewakili pemerintah kabupaten Tobasa, Asisten III Pemkab Tobasa Salomo Simanjuntak
juga hadir pada pertemuan ini. Rapat ini dipimpin Winner Sinambela bersama anggota DPRD
Komisi A lainnya.
Kepala Desa Lumban Sitorus Jismar Sitorus turut serta mendampingi ± 100 masyarakat adat
Lumban Sitorus yang mengikuti RDP yang sudah direncanakan kurang lebih 2 minggu setelah
kegiatan reses yang dilakukan oleh anggota DPRD Tobasa ketika masyarakat adat Lumban Sitorus
melakukan aksi di Post Container TPL pada Rabu, 19 Maret.
Pada kesempatan itu, warga Desa Lumban Sitorus meminta yang diwakili oleh juru bicara Sammas
Sitorus dan Esron Sitorus menyampaikan kepada Komisi A DPRD Tobasa agar tanah adat yang
dikuasai perusahan penghasil pulp tersebut segera dikembalikan kepada masyarakat Lumban
Sitorus. Alasannya, tanah tersebut tidak pernah diberikan kepada perusahaan.
"PT TPL yang dulunya bernama Inti Indorayon Utama (IIU) telah menguasai tanah tersebut selama
30 tahun. Kami warga Lumban Sitorus meminta agar tanah ulayat Jior Sisada-sada dan juga
Silosung tersebut dikembalikan kepada kami masyarakat Lumban Sitorus selaku pemilik tanah,"
kata salah seorang perwakilan warga Desa Lumban Sitorus, Sanmas Sitorus. Dia mengatakan, tanah
tersebut belum pernah diserahkan dan diganti rugi oleh pihak perusahaan.
Menanggapi hal itu, pihak PT TPL yang diwakilkan Direksi Leonard Hutabarat didampingi Tagor
Manik selaku manager humas serta Jasmin Parhusip manager CSR menegaskan, pihak perusahaan
telah melakukan ganti rugi tanah untuk kelima desa tersebut, yakni Desa Tangga Batu 1, Siruar,
Pangombussan, Banjar Ganjang dan Desa Lumban Sitorus. Realisasi ganti rugi digelar 9 Maret
1985 dihadiri perwakilan warga dan kepala desa setempat. Setelah itu, perusahaan
menindaklanjutinya dengan mengurus Hak Guna Bangunan (HGB)dari BPN.
“Ganti rugi lahan di 5 desa sekaligus di tahun 1985, disaksikann dan ditandatangani kepala desa.
Kemudian telah keluar sertivikat HGU dari BPN. Artinya, BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat
tanpa melalui proses dan memenuhi aturan yang berlaku,” paparnya.
Apa yang disampaikan oleh pihak PT TPL dengan tegas dibantah oleh masyarakat adat Lumban
Sitorus. Meski pihak TPL telah mengklaim bahwa lahan tersebut telah diganti rugi, namun
pandangan kami bahwa hal itu tidak benar. Ada bukti-bukti dan saksi hidup. Kami tidak pernah
memberikan kuasa kepada siapapun yang mewakili kami untuk menyerahkan tanah adat kami,”
tand Esron Sitorus.
Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut pihak PT Toba Pulp Lestari dan Badan Pertanahan
Nasional (BPN) tidak bisa memperlihatkan dokumen yang mampu membuktikan peralihan tanah
adat tersebut bahwa ada keterlibatan masyarakat adat Lumban Sitorus.Perwakilan masyarakat adat
Lumban Sitorus dengan tegas menyampaikan bahwa dari data yang disampaikan BPN tidak
memperlihatkan nama-nama yang dimilki oleh masyarakat Lumban Sitorus sesuai SK Gubernur
Sumatera Utara.
2. Pengambilan kesimpulan RDP sempat tertunda karena tidak ada padandangan yang sama diantara
anggota DPRD pada saat itu. Akhirnya Winner Sinambela meinta sidang untuk skors terlebih
dahulu agar ada waktu bagi mereka mendiskusikan kesimpulan RDP. Awalnya mereka berjanji
hanya sepuluh menit saja tetapi lebih tiga puluh menit melakukan pertemuan tertutup di ruangan
lainnya.
Winner Sinambela selaku pimpinan sidang setelah rapat tertutup mereka akhirya menyampaikan,
aspirasi masyarakat Lumban Sitorus akan ditindaklanjuti oleh DPRD Toba Samosir. "Aspirasi
warga Lumban Sitorus yang kami terima terkait tanah ulayat Lumban Sitorus ini, akan menjadi
agenda khusus DPRD Toba Samosir," sebutnya.
Mendengar kesimpulan rapat yang disampaikan Winner Sinambela, masyarakat adat Lumban
Sitorus langsung protes. Koordinator Permades (Perjuangan Masyarakat Adat Desa) Lumban
Sitorus, Sammas Sitorus menyampaikan kekecewaannya kepada anggota DPRD Tobasa yang ada
pada pertemuan itu. Suasana sedikit memanas dan beberapa tokoh warga secara bergantian
menyampaikan kekecewaan mereka dan mengatakan akan tetap berada di kantor DPRD Tobasa
sampai adanya rekomendasi sebagai kesimpulan pertemuan hari itu.
Beberapa anggota Komisi A DPRD Tobasa dan lainnya yang berasal dari daerah pelimilihan III
Kabupaten Tobasa yang juga turut hadir pada pertemuan itu coba meminta masyarakat agat tenang
terlebih dahulu. Winner menyampaikan bahwa mereka tidak bisa mengambil rekomendasi kerena
ketua Komisi A dan Ketua DPRD tidak berada di tempat. Alasannya, DPRD punya mekanisme
pengambilan keputusan. Setelelah didesak oleh wara Winner menyampaikan beberapa poin
kesepakatan pada RDP tersebut, yaitu (1) akan melibatkan warga pada proses penyesaian konflik,
(2) akan melakukan kunjungan kerja melihat objek yang dipersengketakan, dan (3) mengeluarkan
rekomendasi terkait penyelesaian konflik yang dihadapi masyarakat selambat-lambatnya 2 minggu
setelah RPD.
Pasca dua minggu RDP belum ada tindak lanjut DPRD
Komisi A DPRD Tobasa pada pelaksanaan RDP tersebut menyampaikan kepada masyarakat adat
Lumban Sitorus akan mengahasilkan rekomendasi dalam rangka adanya upaya penyelesaian
perampasan tanah adat kami yang dilakukan oleh PT IIU/TPL. Akan tetapi setelah kami menerima
salin notulen pertemuan tersebut kami hanya mendapati kesimpulan rapat yang menyatakan bahwa
Komisi A akan melakukan kunjungan lapangan untuk melihat objek yang dipersengketakan
masyarakat adat Lumban Sitorus. Masih jelas diingatan kami bahwa Komisi A DPRD Tobasa akan
mengeluarkan rekomendasi terkait kasus yang dihadapi oleh masyarakat Lumban Sitorus paling
lambat 2 (dua) minggu setelah RPD karena alasan ketua DPRD tidak berada di tempat. Mengetahui
hasil RPD tersebut, kami masyarakat adat Lumban Sitorus dengan tegas mengatakan sangat kecewa
terhadap hasil kegiatan tersebut dan tidak sesuai dengan apa yang dibicarakan.
Selain hal di atas, dalam RDP tersebut Komisi A DPRD Tobasa berjanji kepada masyarakat akan
berkoordinasi dengan masyarakat jika melakukan kunjungan lapangan untuk melihat objek tanah
adat yang dipersengketakan oleh masyarakat adat Lumban Sitorus dengan PT TPL. Nyatanya
masyarakat tidak tahu kedatangan Komisi A ke lapangan, kami merasa tidak dilibatkan oleh DPRD.
Pasca kunjungan lapangan yang dilakukan Komisi A ke lokasi yang dipersengketakan oleh
masyarakat adat Lumban Sitorus dengan PT TPL tidak ada kejelasan infomasi dan manfaat
kegiatan tersebut. Dan wajar kami masyarakat adat Lumban Sitorus yang sejak awal menaruh
kepercayaan besar kepada DPRD Tobasa merupakan pihak yang dapat membantu dalam
menyelesaikan konflik ini mulai ragu dengan komitmen dan integritas anggota DPRD Tobasa
khususnya Komisi A. Kami tidak ingin kejadian yang sama terulang, rakyat tetap menjadi korban
dari kolaborasi antara wakil rakyat dengan investor dan rakyat akan tetap sebagai objek.