Dokumen tersebut membahas tentang potensi besar sektor perikanan Indonesia yang belum termanfaatkan dengan baik. Meskipun luas laut Indonesia mencakup 2/3 wilayahnya, kontribusi perikanan terhadap PDB masih rendah. Dokumen juga mengusulkan untuk memberikan kesempatan bagi perusahaan swasta dalam memasok BBM kepada nelayan, sehingga dapat mengurangi beban subsidi BBM bagi negara dan meningkatkan produktivitas sektor
2. Luas laut Indonesia 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah RI dan panjang
pantai 95.181 km, akan tetapi PDB perikanan baru sekitar 3,2%.
Potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, akan tetapi
nelayan masih miskin.
Jumlah nelayan (laut dan perairan umum) sebesar 2.755.794 orang (hanya
sekitar 1% dari populasi penduduk Indonesia), akan tetapi lebih dari 50%
atau 1.466.666 nelayan berstatus sambilan utama dan sambilan tambahan.
Jumlah RTP/Perusahaan Perikanan Tangkap 958.499 buah, naik
2,60%,akan tetapi sebanyak 811.453 RTP atau 85% RTP berskala kecil
tanpa perahu, perahu tanpa motor, dan motor tempel.
Armada perikanan tangkap di laut sebanyak 590.314 kapal, akan tetapi
94% berukuran kurang dari 5 GT dengan SDM berkualitas rendah dan
kemampuan produksi rendah.
Potensi budidaya laut seluas 8.363.501 ha, akan tetapi realisasi hanya
seluas 74.543 ha.
Jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, akan tetapi sebagian
besar tradisional, berskala mikro dan kecil.
FAKTA
3. “Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan
kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan
yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera
berlayar padanya; dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya
kamu bersyukur”. (An-Nahl : 14)
DASAR PIKIR
Bila kita ingin hidup sejahtera – manfaatkan “laut dan isinya” yang
telah ditundukkan Allah bagi kesejahteraan ummat manusia
4. • Untuk dapat menangkap dan memakan daging segar dari laut,
harus ada manusia yang bisa menangkap ikan. Dan manusia yang
berprofesi dan dapat menangkap ikan di laut ini adalah yang
disebut “NELAYAN”
• NELAYAN untuk bisa melaut menangkap ikan perlu peralatan
yang berupa perahu, mesin, perlatan tangkap jaring,pancing dll.
Disini diperlukan kapital untuk investasi peralatan tangkap ikan.
• Untuk bisa melaut, NELAYAN juga butuh pasokan logistik yang
berupa BBM, air, es batu, umpan ikan dll
• Pasokan BBM adalah bagi perahu/kapal bermesin adalah suatu
keniscayaan , biaya modal kerja untuk pasokan BBM sekitar
50%-70% dari total modal kerja untuk dapat melaut. Perolehan
BBM merupakan salah satu komponen yang utama untuk dapat
menangkap ikan dilaut bagi kapal nelayan bermesin
• Dari statistik yang ada, kebutuhan BBM untuk Nelayan indonesia
tahun 2014, sekitar 2.5 juta KL per tahun dan diperkirakan akan
terus meningkat dari tahun ke tahun
• Keberlangsungan Ketersediaan pasok BBM bagi Nelayan secara
sustain dengan harga wajar dan terjangkau adalah salah satu
kunci utama bagi produktivitas dan pemanfaatan optimal potensi
ikan tangkap di perairan Indonesia.
NELAYAN
5. • Nelayan Indonesia pada saat ini mendapat bantuan dari Negara untuk bisa
membeli BBM dengan harga bersubsidi, dimana pada Agustus 2015 harga BBM
Solar bersubsidi dengan harga Rp 6,500/liter dari Pertamina Vs Harga Dasar
Keekonomian Pertamina “tanpa pajak” untuk BBM Solar Rp 8,700 /liter (berlaku
15-31 Agustus 2015),
• Ada disparitas harga sebesar Rp 1,800/liter dimana negara memberikan subsidi
Rp 1,000/ltr dan Rp 800 dibukukan sebagai kerugian Pertamina terhadap Harga
Dasar Keekonomian yang ditetapkannya.
• Masalah utama dari BBM bersubsidi ini adalah kontinuitas pasokan, sebagai
contoh nelayan di Masalembo karena terhambatnya BBM bersubsidi harus
membeli BBM solar dengan harga Rp 11-13ribu/liter dari pasar yang ada.
• Adanya disparitas harga yang cukup besar Rp 1,800/liter, mengakibatkan potensi
penyalah gunaan yang cukup besar adanya kebocoran BBM bersubsidi ke black
market
• BBM bersubsidi menjadi beban bagi APBN yang cukup berat dan adanya potensi
catatan kerugian pada neraca Pertamina.
Pertanyaannya :
Apakah Rasional bagi negara net importer BBM seperti Indonesia dan
dengan APBN yang selalu defisit memberikan subsidi untuk harga jual
BBM ???
NELAYAN vs PASOKAN BBM BERSUBSIDI
6. HARGA FOB BBMSOLAR -BUNKER WORLDs 17 August'15 US$ 435 per MT
KONVERSI Solar 1 KL = 0.85 MT
US$ 1 US$= 13,900 Rp
HARGA FOB BBMSOLAR PER KL US$ 370 per KL
HARGA FOB BBMSOLAR PER KL DALAMRp Rp 5,139,525 per KL
Harga CIF di Jakarta (plus OAT &formalitas) 17 August'15 Rp 6,000,000 per KL
Biaya storage,distribusi ,over head dll 17 August'15 Rp 900,000 per KL
Harga Jual BBM ke Nelayan (tanpa pajak) Rp 6,900 per Liter
DISKON HARGA JUAL KE NELAYANVS HARGA JUAL KEEKONOMIANPERTAMINA 21%
Bilamana swasta nasional berlisensi (PT NSE/pemegang INU yang lain), diberi kesempatan untuk
dapat memasok BBM ke NELAYAN , maka estimasi perhitungan harga jual ke NELAYAN at site
tanpa pajak saat ini adalah sbb :
PELUANG BAGI SWASTA UNTUK MEMASOK BBM BAGI NELAYAN
Mengingat harga BBM yang selalu berfluktuasi, pemasok BBM swasta (PT NSE dll)
berpotensi memasok BBM ke NELAYAN dengan harga Diskon 20% terhadap Harga Dasar
Keekonomian PERTAMINA “tanpa pajak” yang ditetapkan per 2 minggu berjalan.
7. Swasta Nasional berlisensi (PT NSE dll) berpotensi besar untuk bisa
memasok BBM bagi nelayan secara rasional dengan rumusan harga jual :
“Diskon 20% dari Harga Dasar Keekonomian BBM Pertamina
Tanpa Pajak”
Dengan diberinya peluang kepada Swasta menjual BBM tanpa Pajak ke
Nelayan, Pemerintah memiliki potensi besar bisa menghapus beban
subsidi BBM Nelayan Rp 1,000/liter dari APBN dan Pertamina dapat
menghapus potensi rugi di neracanya karena kewajiban memasok BBM
bersubsidi.
Akan lebih memberikan jaminan ketersediaan BBM bagi Nelayan untuk
melaut dan Nelayan dapat membeli BBM dengan harga rasional, dan
meningkatkan produktivitas tangkap.
Biaya Subsidi dapat dialihkan untuk hal hal yang lebih produktive bagi
infra struktur paska tangkap seperti untuk pelabuhan perikanan, cold
storage, quality control, pabrik es, garam dll
Potensi tambahan penerimaan corporate witholding tax dari pemasok
swasta, dan tidak ada potensi kehilangan penghasilan pajak karena BBM
bersubsidi juga tanpa pajak
KONKLUSI