1. [1] Disampaikan oleh Bapak Abdi Kurnia Suherman, Rabu 27 Februari 2013 di Masjid UI, dalam rangka mengisi
materi studi pengayaan lapangan fakultas ushuluddin ke Depok Islamic Study Circle (DISC) UI,dengan beberapa
pengembangan.
[2] Wahyu dalam Islam sendiri adalah Alquran, yang baik teks ataupun maknanya diturunkan langsung
dari Allah SWT, dan Allah sendiri juga yang menjamin akan keotentikan Al Quran hingga akhir zaman.
Disamping itu tradisi menjaga hafalan AL Quran dilakukan secara turun temurun dengan metode yang
terpercaya, sehingga mustahil Al Quran mengalami distorsi oleh sejarah dan kebudayaan manusia. Ini
berbedadengan wahyu dalam Kristen, Bibel, ataupun agama lainnya yang mana wahyu ini mengalami
perubahan menyesuaikan waktu dan konteks budaya yang melingkupinya. Adnin Armas, Islam Agam
Wahyu, bukan Agama Budaya dan Sejarah, INSISTS.
[3] Hamid FahmyZarkasyi,Liberalisasi PemikiranKeagamaan,ProyekGabunganKolonialisasi,Kristenisasi
dan Orientalisme,hal 26, CIOS
[4] Hamid FahmyZarkasyi,Misykat,Refleksi TentangWesternisasi,Liberalisasi,danIslam, hal108,MIUMI
dan INSISTS
[5] Paham esotericdaneksoterisagamaini dikembangkanolehsalahsatupemikirmuslim, Fritchuof
Schuorn.Dia menggagaside “TransendentUnityof Religion”yangmenyatakanbahwasemuaagama
menujusatuTuhanyang sama pada ranahyang transenden,walaupunberbedapadaranahsyari’atdan
aturannya.Pahaminilahyangkemudiandikembangkanolehpenganutpluralismberagama.Fritchuof
Schuorn, TransendentUnityof Religion.
[6] DisampaikanolehDrHamidFahmi Zarkasyi dalammata kuliahFilsafatIslamdi InstitutStudi Islam
Darussalam
[7] AL Quran sendiri sebagai wahtuTuhantelahmengandungbakal konsep(seminalconcept) tentangal-
ilm,al-alim(manusia) danal ma’lum(alamsemesta).Selanjutnyamelalui beberapaperiode sehinggaAl
Quran dapatmenghasilkantradisi intelektual.Periode pertama,lahirnyapandanganhidupIslam
digambarkandari kronologi turunnyawahyudanpenjelasannabi tentangwahyuitu.Periode kedua
timbul dari kesadaranwahyuyangturundan dijelaskannabi itutelah mengandungstruktur
fundamental scientificworldview,seperti strukturtentangdunia,tentangilmupengetahuandsb.
Periode ketigalahirnyatraidisi keilmuandalamIslam, yangdidasari olehwujudnyakomunitasilmuwan,
dan munculnyakerangkakonspe keilmuandalamIslam.HamidFahmyZarkasyi,MembangunPeradaban
IslamDenganIlmu.Tanpapenerbit,hal 3-6.
2. [8] SyedMuhamad NaquibAl Attasadalahsalahseorangdari pemikirmuslimzamansekarangyang
denganlantangmenolakgagasanpluralismdanliberalism.IajugapengusunggagasanIslamisasi Ilmu
pengetahuan.Dilahirkanpada5September1931 di Bogor,kemudianiamelanjutkanjenjang
pendidikannyahinggaInstitutesStudyof IslamicStudies,UniversitasMc.Gill.Diajugaberpartisipasi
dalampendirianbanyakuniversitas,termasukInstitutof StudyforThoughtandCivilization(ISTAC),dan
menjadi direkturnya.AlexNanangAgusSyifa,Islamisasi IlmuPengetahuan,Jurnal Tsaqafahvolume 10,
hal 88.
[9] Ismail Raji Al FAruqyadalahpemikirIslamkenamaanyangmempunyai hubungankuatdengantradisi
dan peradabanBarat. Lahirpada 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina,iamelanjutkanstudinyasampai
maraihgelarMaster di IndianaUniversitydanHarvardUniverstity.Kemudianiajugamenjadi gurubesar
di beberapauniversitaskenamaandi dunia,danmerancangberbagai pusat-pusatstudi IslamdIdunia
Islam.Rif’atHusnul Ma’afi,KonsepTauhidSosial;Studi PemikiranIsmail Raji Al FAruqydanM.Amien
Rais,Jurnal Tsaqafah,volume 9,hal 62.
[10] Alex NanangAgusSyifa,Op.cit,hal 92
[11] Ibid,hal 97
[12] Ibid,hal 100
[13] Makalah kuliahumumdisampaikanpadaforumsilaturahimlembagadakwahkampusndaerahke VII
Malang Raya, di kampusISIDSiman,PondokModernGonto,Jum’at29 Februari 2008.
[14] HamidFahmyZarkasyi,Sinergi MembangunPeradabanIslam,10 TahunINSISTS,hal 20.
[15] Ibid,hal 16
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGAN
TRANSFORMASI SOSIAL BUDAYA
Postedon 25/12/2009 by tulkhan
A. PENDAHULUAN
Salah satu problem pendidikan Islam ialah belum ditemukannya pengetahuan pedagogis agama
yang memadai. Apa yang selama ini dilaksanakan disekolah-sekolah tentang pendidikan agama,
tidak lebih dari proses belajar mengajar agama, yang disebut transmisi ilmu pengetahuan agama,
melalui cara didaktis metodis seperti halnya pengajaran umum.[1]
3. Pendidikan, termasuk pendidikan Islam, merupakan proses sosial dan proses sosialisasi,[2]
humanisasi dan civilisasi rakyat,[3] dalam kenyataannya lebih banyak merupakan enclave sosial
yang terrisolir dari lingkungannya. Sebab lembaga edukatif mempunyai asas dan tujuan yang
berbeda dan kurang terkait dengan tuntutan sosial-cultural daerah yang bersangkutan. Kondisi
yang demikian telah banyak mengganggu keseimbangan sosial masyarakat. Lalu muncullah
produk-produk sampingan pendidikanyang tidak diduga dan tak diharapkan sebagai person-
person yang tidak sesuai dengan lingkungannya dan mengalami disorientasi sosial.
Melihat kondisi tersebut, pertanyaan yanng patut dikemukakan adalah apa sesungguhnya yang
menjadi akar permasalahan dari semua itu. Konsep pendidikan yang salah ataukah ketidak
mampuan kita didalam mendialogkan pengetahuan dengan realitas sosial sebagaimana tantangan
zaman. Makalah ini mencoba untuk menelusuri akar persoalan yang menjadi disorientasi
pendidikan Islam secara filosofis dengan tinjauan realitas pendidikan Islam di Indonesia.
1. PROBLEM FILOSOFISTEORITIS.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya, dan dunia Islam pada umumnya, masih
dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai rumusan dari tujuan pendidikan yang kurang sejalan
dengan tuntutan masyarakat sampai persoalan teknis pendidikan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang demikian itu, tampaknya perlu ditelusuri
akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui bahwa secara umum
filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakekat dari segala hakekat yang ada, karena filsafat
merupakan induk ilmu pengetahuan .[4]
Filsafat pendidikan, secara umum, mengkaji beberapa masalah yang terdapat dalam bidang
pendidikan secara filosofis.[5] Dengan kata lain ilmu ini akan mempergunakan pemikiran
filosofis, yaitu pemikiran yang sistematis, logis, radikal, univerasal dan obyektif terhadap
berbagai masalah dalam bidang pendidikan.[6]
Selain itu, kenyataan juga menunjukkan adanyan arah pendidikan Islam yang belum jelas.
Pendidikan Islam masih belum menemuklan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan
ajaran Islam. Hal ini selain karena banyaknya konsep pendidikan yang ditawarkan oleh para ahli
yang belum jelas orientasinya juga karena belum banyak pemikiran pendidikan yang
dikemukakan para filosuf muslim.
B. REALITAS KEKINIAN
Pendidikan Islam sebagai warisank klasik, bukan ditegakkan atas konsepsi spiritual yang
kokoh. Diterimanya prinsip dikotomik ilmu agama dan ilmu umum adalah indikasi diantara
rapuhnya dasar filosofis pendidikan Islam, dikotomi ini terlihat dengan adanya dualisme sistem
pendidikan dinegara-negara musli. Yaitu sistem pesantren dengan segala variasi dan
implikasinya dalam pembentukan wawasan intelektual keIslaman umat dan sistem pendidikan
skuler dengan segala dampak dan akibatnya dalam persepsi keagamaan.[7]
4. Dalam wacana pembentukan wawasan intelektual keIslaman umat, dari perspektif yuridis,
karakteristik dasar pemikiran Islam mengenai pendidikan Islam di Indonesia cenderung bersifat
normatif sufistik[8] yaitu pemahaman agama dengan pendekatan fiqh yang legal formal serta
dogmatis seperti yang dilakukan para ulama sufi dan tasawuf.
Corak pemikiran seperti ini sangat tidak memberikan ruang gerak bagi timbulnya budaya kritis.
Yang nampak kemudian adalah wacana keagamaan yang dogmatis, anti diaolg. Indikasinya
dapat dilihat bahwa agama hanya cenderung dipelajari secara rasional teoritik.[9] Sehingga
agama lebih sebagai ilmu dari pada sebagai tuntutan pandangan hidup, yang membuahkan
pemikiran serta strategi pengembangan umat kurang diorientasikan pada pemecahan problem
yang dihadapi umat dimasa datang, tetapi lebih diorientasikan pada masa lalu.
Ditengah transformasi untuk mencari format pendidikan Islam yang sesuai, kemudian datang
kaum imperialis barat dengan sistem pendidikan modern yang cenderung rasional material.
Kemudian imperialis mendesak Islam yang masih berpola pikir sufistik dengan sistem
pendidikan yang normatif.
Selain persoalan diatas masih sejumlah agenda permasalahan yang melingkupi dunia pendidikan
Pertama, pada dataran filosofis – epistimologis, pemahaman fenomena agama haruslah
ditafsirkan dan didekati dengan menggunakan prangkat-perangkat ilmu humanistik kritis yang
berintikan pendekatan-pendekatan psikologis, linguistik, metaforis, sejarah dan sosiologi.19
mengingat Islam tidak lain adalah hasil akumulasi perjalanan pergulatan penganut agama Islam
ketika berhubungan dengan proses hubungan dialektika antara moralitas ajaran wahyu yang
permanen dan historisitas pengalaman kekhalifahan manusia yang selalu berubah.20
Pada dataran perumusan epistimologis, pendidikan Islam harus mampu mengakomodir :
1. Sumberpengetahuandari Allah
2. Tidakbolehbertentangandenganwahyu21
Dengan perkatan lain filsafat yang dicari adalah filsafat yang mampu mengintegrasikan ilmu
pengetahuan dan wahyu. Dewasa ini telah berkembang epistimologi Barat dan Islam kalau kita
mau mencari kejelasan masing-masing. epistimologi akan terlihat seperti dibawah ini :
Epistimologi Barat Epistimologi Islam
Positivistik Indrawi
Idealisme tidak mempunyai Ilham Akar teologis
Rasionalisme akn teologis dan Intiusi umat, sudah
Realisme antroposentris Wahyu melingkupi
Phenomenologi Hati antropocentris
5. Akal
Telaah positivistik tidak memberikan peluang terhadap telaah nilai, sedangkan pendidikan Islam
kaya akan nuansa nilai, yang perkembangannya tidak bersama budaya, akan tetapi lebih
merupakan anugerah dari Allah SWT. Oleh karena itu aliran filsafat yang secara eksplisit
mengakui kebenaran nilai (values) adalah idealisme, penomenologi dan realisme lebih-lebih
realisme metaphisik. 22
Dipihak lain tauhid sebagai landasan memegang peranan yang sangat penting. Dalam hal ini
perlu adanya reorientasi pemahaman terhadap tauhid antara lain :
1. Penyatuanzikirdanfikir
2. Penyatuan‘abdullahdankhalifatullah
3. Dari fataliske irtalis?
4. Alamseisinyaterbukauntukdikaji danditeliti.
Kedua, pada dataran filososfis – aksiologi, perlu redefinisi teologi pendidikan Islam, terutama
dalam konteks mendekatkan asfek normatif ilmu pengetahuan dengan dimensi teologi. Disini
perlu digariskan terlebih dahulu sikap teologi Islam dalam mengapresiasikan perkembangan ilmu
dan tegnologi. Paradigma ilmu pengetahuan yang seharusnya dapat dikompromikan dengan
nilai-nilai dan ajaran Islam.23
Pada dataran aksiologis pendidikan Islam harus memperhatikan norma-norma (nilai) akan tetapi
bukan berarti pengembangan ilmu pendidikan Islam sangat terikat. Oleh karena itu hasil
penemuan atau penelitian sebaiknya bebas dinilai oleh siapa saja untuak menguji kebenarannya
agar dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam tidak terlalu jauh maka perlu adanya
penyatuan pengetahuan bagi seorang ilmuwan yaitu dalam ilmu pengetahuan umum dan
pengetahuan agama. Atau bisa berwujud terciptanya hubungan yang harmonis antara ilmuwan
dan agamawan.24
Selanjutnya sebagaimana sering dikemukakan oleh Sutan Takdir Ali Syahbana yang menyatakan
bahwa tidak ada pilihan lain kecuali kita harus merebut dan menguasai budaya barat, yaitu
budaya Renaissance yang Rasionalistik. Dengan keyakinan bahwa sang rasio adalah sarana yang
handal dan mampu meramalkan dan menguasi masa depan, maka budaya barat adalah budaya
yang optimistik, dan karena optimistik menjadi kreatif dan iniovatif . Budaya itulah yang
mengantarkan dunia Barat menjadi pemilik iptek serta penguasa masyarakat modern. Yaitu suatu
masyarakat yang ditandai dengan “tiada hari tanpa kemajuan dan tanpa temuan-temuan baru”
yang lahir secara historis kronologis berurutan atau muncul berdampingan sebagai alternatif.
Itulah masyarakat Barat yang selalu diiringi dengan krisis-dan perubahan yang tidak pernah
mengenal titik-henti; sebagaimana Van Peursen menyatakan bahwa manusia (Barat) selalu
sadar, namun juga selalu siap untuk mencari jalan keluar untuk mengatasi setiap bahaya atau
krisis macam apapun.25
Disamping itu, merupakan keharusan pula bagi pendidikan Islam melakukan rekontruksi pada
kerangka orientasi budayanya. Rekontruksi yang dilakukan tidak hharus berakibat pada
terpolanya penndidikan Islam pada suatu visi yang ekstrim. Pemikiran semacam ini sudah barang
6. tentu tidak akan memberikan kerangka yang dapat menjembatani kepada pendidikan Islam
dalam memberikan acuan nilai ditengah-tengah perkembangan masyarakat. Oleh karena itu
pungsi imperatif pendidikan Islam untuk memperkokoh jadi diri kemanusian derngan mengacu
kepada nilai-nilai kemutlakan (absolut) sangat penting dijadikan orientasi utama bagi pendidikan
Islam. Disampinng itu, pendidikan Islam harus terus terbuka dalam arus perubahan sosial.26
Dengan penekanan orientasi tersebut, akan dihasilkan makna ganda sekaligus, terjadinya
kekokohan pribadi sebagai hasil dari akumulasi nilai dalam pendidikan Islam. Secara resultan hal
ini akan mendatangkan makna berikutnya, berupa adanya kemampuan menginduksi tuntutan
perubahan sosial dengan tetap berpijak pada kerangka nilai yang Islami. Betolak dari keperluan
demikian, ada dua fungsi pendiidikan Islam yang harus dilakukan pertama, fungsi normatif dan
kedua fungsi progresif.
Fungsi pertama, pendidikan terbatas pada proses alih nilai, (tranferensi) sesuai dengan referensi
nilai sebelumnya yang menekankan kepada fungsi tradisional sebagai konservator budaya.
Dalam penanaman nilai ini perlu dihindari cara-cara yang bersifat non edukatif seperti
indoktrinasi yang dogmatis. Karena pendidikan merupakan upaya humannisasi, maka
pendekatan yang digunnakan harus mencakup aspek rasionalitas (Kognitif) dan apresiasi
(apektif). 26
Disisi lain perlu dikembangkan pendekatan etis-filosofis. Pendekatan etis dibutuhkan untuk
memahami nilai-nilai sakral (transendental) dari pada diktum-diktum ilmiyah dalam dalil nash.
Sedangkan filosofis diorientasikan pada pengembangan daya kritis dalam memahami esensi
ajaran-ajaran agama 27 agar dapat dimanifestasikan dalam bentuk aktivitas riil dalm dunia
pendidikan Islam.
Fungsi kedua, yang dperlu dikembangkan adalah fungsi progresif dinamis pendidikan.
Pengembangan fungsi ini sebagai konsekwensi pendidikan Islam sebagai sistem yang terbuka,
yang harus bersikap terbuka dalam arus perubahan masyarakat.
Dalam fungsi kedua tersebutm, pendidikan Islam tidak lagi sebagai konservator budaya tapi
diarahkan kepada aktualisasi budaya dengan cakupan budaya yang lebih luas. Artinya,
pendidikan Islam tidak hanya mencerminkan sebagai suatu kebudayaan tetapi sebagai medium
yang dapat mendinamisasikan pembaharuan dan mengembangkan kebudayaan agar sdapat
mencapai kemajuan. 28
Penerapan kedua fungsi pendidikan Islam diatas mengandung implikasi global terutama pada
tataran sistem pendidikan Islam. Transformasi keilmuan yang dilakukan tidak hanya difokuskan
pada target kurikulum pendidikan saja. Tetapi yang lebih pentinng adalah penguasaan
kemampuan metodologis yang terefleksi pada kemampuan berfikir secara mandiri dan kritis
(independent critical thingking).29
Berdasarkan pemikiran diatas, secara epistemologis perlu dilakukan perubahan pola pendekatan
yang kontra produktif dan sikap keilmuan pendidik yang mempunyai anggapan bahwa
pengetahuan selamanya benar yang tinggal disampaikan berupa reserve akan tetapi perlu
dikembangkan pola pendekatan yang dialogis.
7. Berpijak dari uraian panjang diatas, maka menurut hemat penulis orientasi masa depan
pendidikan Islam harus :
1. Berorientasi padapengembangansumberdayamanusiayangutuhdan holistik,adaptif mampu
menerimadan menyesuaikanbahkanmengendalikanrodaperubahanyangterjadi di
masyarakat.
2. Berorientasi padapenguasaanIlmupengetahuandanteknologi agarpendidikanIslamagartidak
tergilasoleharusmodernitas.
3. KurikulumpendidikanIslamharusberorientasi kepadakepentinngan,kebutuhandan
kapabelitaspesertadidikagardapatberpacudalamera modernitas.
4. Mengaktualisasikanprinsippendidikanseumurhidup
5. Metode pengajarandalampendidikanIslamharusmenggunakanpendekatanyangbersifat
dialogisdankomunikatif.
E. Kesimpulan
Pencarian wacana hakekat pendidikan Islam merupakan wacana yang tidak pernah mengenal
titik akhir dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini pendidikan Islam
dituntut untuk berpacu dengan perkembangan umat. Lembaga-lembaga pendidikan Islam harus
menemukan bentuk idealnya sesuai dengan konsep filosofis pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi umat Islam dalam mengejar ketertinggalan dari peradaban Barat
modern. Karena itu setiap upaya kearah pencairan sistem pendidikan harus diresponi oleh
seluruh potensi umat Islam.
Dalam pendidikan Islam disamping perlu menekankan fungsi normatif, juga harus
memperhatikan fungsi progresif-dinamis. Karena fungsi normatif mengarah kepada model
pendidikan yang terbatas pada proses alih bahasa, aksentualisasinya pada fungsi tradisional
pendidikan sebagai konnservator budaya. Sedangkan fungsi progresif dinamis dapat mengarah
kepada model pendidikan yang op-to-date dan tidak out-of-date, serta sistem pendidikannya
terbuka dan memiliki aliran dan bergumul dengan perubahan zaman.
Proyeksi masa depan pendidikan Islam harus dapat mengatasi pengaruh yang ditimbulkan oleh
perubahan dan era modernitas. Oleh karena itu beberapa hal yang yang mungkin dapat dijadikan
pertimbangan untuk operasional pendidikan Islam menghadapi era modernisasi pendidikan yaitu
: meningkatkan sumber daya manusia (SDM)nya, memperdalam teknologi, pendidikan Islam
harus mempunyai orientasi, Visi yang jelas kedepan, kurikulum harus mampu menjaring
kebutuhan, kepentingan dan kapabilitas murid. Pendidikan Islam juga harus bersifat demokratis
dan bebas, mengaplikasikan konsep pendidikan seumur hidup, metode pengajaran harus
didukung dan diiringi dengan pendekatan yang akurat serta pengetahuan pendidik harus
memadai kemudian pendidikan Islam harus melengkapi faktor-faktor pendukung dalam
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, 1998, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Abdurrahman, Moeslim, 1993, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus
8. Akhwan, Roikhan, 1998, “Konstruksi Filosofis Pendidikan Islam”, dalam Munir Mulkhan,
Religiusitas Iptek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
al-Attas, Muhammad Naquib, 1992, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Penj) Haidar Baqir,
Bandung : Mizan
Alvin Toffler, 1998, Gelombang Ketiga, (Terj), Sri Koesdiyatinah. SB, Jakarta : Panca Simpati
Barnadib, Imam, 1996, Dasar-Dasar Kependidikan, Memahami Makna Dan Beberapa Makna
Teori Pendidikan, Yogyakarta : Gahlia Indonesia
Chabib Thoha dan Syukur Nc. Priyono (Peny), 1996, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Darmaningtiyas, 1999, Pendidikan Pada Dan Setelah Krisis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Fadjar, Abdullah, 1991, Peradaban Dan Pendidikan Islam, Jakarta : Rajawali Press
al-Faruqi, Ismail, 1982, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Penj), Anas Mahyudin, Jakarta : Pustaka
Freire, Paulo, 1999, “Pendidikan Yang Membabaskan, Pendidikan Yang Memanusiakan,”
dalam Intan Naomi, Menggugat Pendidikan, Fundamental, Konservatif, Liberal, Anarkis,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
———–, 1999, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, (Penj) Agung
Prihantoro, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Gazalba, Sidi, 1992, Sistematika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang
Husain, Machsun, 1981, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Nur Cahaya
Kartono, Kartini, 1997, Tinjauan Politik Mengenai Sistem pendidikan Nasional, Jakarta :
Pradya Paramida
Mulkhan, Abdul Munir, 1993, Paradigma Intelektual Islam, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam Dan Dakwah, Yogyakarta : SIPRESS
Muhaimin dkk, 1999, Kontraversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Kritis Pembahruan
Pendidikan Islam, Cirebon : Dinamika
Ma’arif, Ahmad Syafi’I, 1997, “Pendidikan Islam Sebagai Paradigma Pembebasan,” dalam
Muslih Usa, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan Fakta, Yogyakarta : Tiara
Wacana
Nata, Abuddin, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta : Logos
9. Pratiknyo, Ahmad Watik, 1997, “Identifikasi Maslah Pendidikan Islam Di Indonesia,” dalam
Muslih Usa, Pendidikan Islam Di Indonesia antara Cita Dan Fakta, Yogyakarta : Tiara
Wacana
Rahardjo, Dawam, 1995, Pergulatan Dunia Pesantren, Membangun Dari Bawah, Jakarta :
P3M
al-Syaibany, Omar Muhammad al- Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (penj) Hasan
Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang
Syafi’ie, Imam, 2000, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-qur’an, Yogyakarta : UII Press
al-Sastro Ngatawi, 1998, Reformasi Pemikiran, Yogyakarta : LKPSM
Supeno, Hadi, 1999, Pendidikan Dalam belenggu kekuasaan, Magelang : Pustaka Paramedia
Tafsir, Ahmad, 1998, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam , Bandung : Remaja Rosda
Karya
————(Ed) 1995 Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam Islam , Bandung : IAIN
Gunung jati
Usa, Muslih, 1997, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta : Tiara
Wacana