Dokumenter ini mengisahkan peristiwa pembantaian terhadap sesiapa yang dituduh "PKI" di Medan, Sumatera Utara, pada kitaran tahun 1965. Jika biasanya film-film "pengungkapan" peristiwa kelam di masa lalu menghadirkan sudut pandang korban melalui kisah-kisah menyayat dalam kesaksiannya, film ini mengetengahkan sudut pandang pelaku, dengan "tokoh utama" seorang preman senior di Medan, bernama Anwar Congo.
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Horor sejarah koboi medan
1. film [ THE ACT OF KILLING ]32
GATRA 10 OKTOBER 2012
E
ksterior. Suasana di ruang
terbuka sebuah permukiman
terpencil. Riuh rendah je
rit tangis anakanak dan
para perempuan. Lidah api
menjilatjilat. Gerombolan orang ber
seragam lorengloreng oranye hitam
tampak memegang kendali atas suasana
mengenaskan itu. Mayatmayat ber
gelimpangan bersimbah darah. Sejurus
kemudian, terdengar perintah, “Cut! cut!
cut!”
Adegan lantas berpindah pada se
orang bocah perempuan yang masih
menangis. Seorang pria berbadan besar
berseragam lorengloreng (merujuk pada
atribut ormas Pemuda Pancasila) itu tam
pak meredakan tangis si bocah. Dalam
suara agak tergagap, pria itu menenang
kan dengan memuji akting si bocah, “Tapi
jangan lama kali nangisnya,” ujarnya.
Adeganadegan tersebut tergambar
dalam iklan cuplikan (trailer) film
dokumenter berjudul The Act of Killing
besutan sutradara Joshua Oppenheimer
kelahiran Texas, Amerika Serikat, 23
September 1974. Trailer berdurasi sekitar
tiga menit itu telah beredar luas, termasuk
melalui situs YouTube, serta memancing
perhatian dan pembicaraan seru di
HororSejarahKoboiMedan
Cuplikan adegan film dokumenter TheActofKilling
film 48.indd 32 3/10/12 8:29:13 AM
2. 33
10 OKTOBER 2012 GATRA
kalangan para penggiat film.
Dokumenter ini mengisahkan
peristiwa pembantaian terhadap siapa
yang dituduh “PKI” di Medan, Sumatera
Utara, pada kitaran tahun 1965. Jika
biasanya film-film “pengungkapan” pe-
ristiwa kelam di masa lalu menghadirkan
sudut pandang korban melalui kisah-ki-
sahmenyayatdalamkesaksiannya,filmini
mengetengahkan sudut pandang pelaku,
dengan “tokoh utama” seorang preman
senior di Medan, bernama Anwar Congo.
Dalam trailer tampak adegan re-
konstruktif yang menceritakan salah satu
teknik Anwar menghabisi korbannya.
Yakni dengan mengikatkan seutas kawat
pada sebuah tiang, lantas melilitkannya
pada leher korban. Anwar kemudian me-
narik kawat itu dari jarak dekat.
Adegan tersebut menjadi semacam
ilustrasi paparan seorang presenter
TVRI Medan yang menyebutkan bahwa
Anwar Congo bersama teman-temannya
mengembangkan suatu sistem baru yang
lebih efisien dalam menumpas komunis.
Yaitu sebuah sistem yang manusiawi,
kurang sadis, dan tidak mengguna-
kan kekerasan berlebihan. Footage itu
bersumber dari acara dialog TVRI Medan
dengan Anwar Congo sebagai pembicara
yang disaksikan para penonton ber-
seragam Pemuda Pancasila.
Potongan lain memperlihatkan
adegan dengan teks pengantar “Meet The
Killer”. Anwar di atas sebuah Volkswa-
gen beratap terbuka menelusuri ruas
jalan tertentu di Medan, bersama pe-
ngemudi dan seorang rekannya. Anwar
menamsilkan sebuah pekong (kemung-
kinanbesariamerujukpadatempatibadah
etnis Tionghoa tertentu) di kawasan itu
sebagai “kantor darah”. Kawannya yang
bernama Adi Zulkadry lantas berkisah
tentang perasaannya yang dobel karena
“menikam” mertuanya yang beretnis
Cina sembari tertawa.
Versi utuh dan resmi film yang
menggunakan judul bahasa Indonesia
Jagal itu diputar lebih dini (early review)
dalam perhelatan Festival Film Telluride
di Colorado, Amerika Serikat, akhir
Agustus lalu. Sedangkan “world premiere”
film berdurasi hampir dua jam itu di-
selenggarakan pada ajang Toronto
International Film Festival (TIFF) 2012,
Kanada, 6-16 September lalu, lewat sesi
“TIFF Docs Program”.
Setelah pemutaran di Telluride,
sutradara dan produser Errol Morris dari
Amerika dan tokoh perfilman dunia yang
disebut sebagai penghela sinema baru
Jerman, Werner Herzog, menyediakan
diri untuk ambil bagian sebagai produser
eksekutif film ini. Herzog memuji film
Oppenheimer ini sebagai karya yang
sangatkuat,sureal,danpalingmenakutkan
dalam satu dekade terakhir.
CatherineShoarddalamulasanfilm
ini di The Guardian menegaskan pujian
Herzog dengan menyebut Jagal sebagai
film paling mengerikan dan memberi
predikat “Movie of This Year’s Toronto
Film Festival”.
Dari dalam negeri, seorang pe-
nulis film, seni rupa, dan kebudayaan,
Ronny Agustinus, dalam ulasannya di
jurnalfootage.net menyebutkan bahwa
The Act of Killing memberi gambaran
lain bahwa kekejaman Anwar Congo dan
kawan-kawan hanyalah bagian dari ke-
kejaman bahkan kegilaan situasi sosial-
politik yang melingkupinya.
Ronny yang mengaku telah me-
nonton versi utuh film ini mengemuka-
kan bahwa Jagal telah memberi masukan
mendalam untuk tidak melihat sejarah
1965 secara garis besar dan hitam-putih
saja, melainkan juga menyuguhkan dam-
pak paling personal yang dihasilkan
kekerasan massal terhadap hidup dan
kejiwaan masing-masing orang dalam
masyarakat Indonesia sampai sekarang.
“The Act of Killing menjadi paparan kom-
pleks dan multidimensional tentang mo-
tif-motif manusia dalam melakukan dan
menyikapi tindak kekerasan,” tulisnya.
Anwar Congo, pria yang ditampil-
kan sebagai sosok penjagal berdarah
dingin dalam film itu, mengatakan bahwa
dirinyamerasatertipuolehOppenheimer.
Dalamkonferensipersmenanggapiheboh
pergunjingan The Act of Killing yang dige-
lar di kantor Pemuda Pancasila Sumatera
Utara, kawasan M.H. Thamrin, Medan,
ia mengaku ditawari Oppenheimer untuk
bermain dalam sebuah film fiksi berjudul
Arsan dan Aminah.
Film itu, menurut Anwar, memuat
kisah cinta terlarang seorang koboi de-
ngan perempuan anak seorang anggota
PKI. Ayah tokoh perempuan lantas
dibunuh dan di akhir kisah pacar si
koboi itu juga mati karena ia seorang
Gerwani. “film itu isinya, kata Joshua
(Oppenheimer) kepada saya, seperti
film Samson dan Delilah,” kata pria yang
mengaku berkenalan dengan Oppen-
heimer pada 2008 itu.
Sepanjang proses pembuatan film
itu, lanjut Anwar, ia bersama Oppenhei-
Film dokumenter tentang pembantaian orang-orang yang dituduh PKI di Sumatera Utara,
sekitar tahun 1965. Memuat sudut pandang pelaku yang tercitrakan sebagai sosok
pembunuh berdarah dingin. Pemuda Pancasila akan menggugat sang sutradara.
YOUTUBE.COM
film 48.indd 33 3/10/12 8:29:22 AM
3. film [ THE ACT OF KILLING ]34
GATRA 10 OKTOBER 2012
orang komunis juga melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang
nonkomunis,”paparnya.
Aweng menambahkan bahwa
pada masa itu, di Sumatera Utara ada
duadarikaderPPyangterbunuholeh
orang-orang komunis di Kampung
Kolam, Tembung. “Saya lupa nama-
nya, tapi datanya ada,” katanya.
Aweng mengaku bertemu
Oppenheimer beberapa tahun lalu.
Ketika itu, ia menolak permintaan
sang sutradara untuk memasukkan
unsur PP dalam film yang dibuat
sebagai bagian disertasi itu.
Masalahnya, atribut PP lantas hadir
bersama Anwar Congo. “Anwar
Congo itu sesepuh PP. Jadi, untuk
memberikan hukuman secara
organisasi adalah sesepuh-sesepuh
PP,’’ tuturnya.
Sementara itu, Kamaluddin Lubis,
kuasa hukum PP Sumatera Utara,
mengatakan bahwa pihaknya sedang
menyusun rencana untuk menggugat
Oppenheimer karena film The Act of
Killing telah mendiskreditkan PP dan
menggambarkan orang Indonesia seba-
gai sosok yang tidak berperikemanusia-
an. “Film itu memutarbalikkan sejarah
Indonesia, khususnya di Sumatera Utara.
Sejarah komunis yang seolah teraniaya
dimulai lagi,’’ katanya.
Bambang Sulistiyo, dan Averoes Lubis (Medan)
mer menjelajahi sejumlah lokasi yang
menjadi titik-titik pembantaian terhadap
PKI di Sumatera Utara, antara lain La-
buhan Batu, Tanah Karo, dan Langkat.
“Saya kecewa dan siap menanggung ko-
mitmen,” kata Anwar, yang mengaku
penggemar James Dean dan film The
Alamo, tentang hasil akhir film itu.
Laskar Pemuda Pancasila juga ikut
menanggapi film dokumenter itu dengan
keras. Kepada Gatra, Ketua Majelis
Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila
(MPW PP) Sumatera Utara, Anuar Shah,
menyebut informasi dalam The Act of
Killingtidakbenardanhanyamemojokkan
satupihak.‘’FilmTheActofKillingmenjual
isu komunis yang murahan,’’ ujarnya.
Namun, di sisi lain, pria yang akrab
dipanggil Aweng itu menjelaskan bah-
wa jika dikatakan Pemuda Pancasila pada
sekitar tahun 1965 itu melakukan pem-
bunuhan terhadap orang-orang PKI,
hal itu merupakan akibat situasi revolusi
yang terjadi saat itu. “Ibarat hukum
alam, saling bunuh terjadi lantaran
mempertahankan nyawa. Sebab orang-
YOUTUBE.COM
adeganketikaAnwarsedangmenontoncuplikan
mentah (rushes) yang baru saja disyuting ber
samanya. Kesimpulannya: tanpa kesediaan dan
pemahamanAnwarCongo,filminitidakakanjadi
danberhentiditengahjalan.
Benarkah proyek awal yang Anda jan
jikan kepada Anwar adalah film Arsan dan
Aminah?
Pertama kali saya memperkenalkan diri
kepada Anwar, saya mengatakan bahwa saya
sedangmembuatfilmdokumenter.Sayajelaskan
bahwa saya ingin mendokumentasikan ingat
an dan bayangan Anwar dan rekanrekannya
mengenai pengalamannya memberantas ko
munis. Saya ingin mendokumentasikan bu
kan hanya bagaimana Anwar mengingat suatu
peristiwa di masa lampau, melainkan juga ba
gaimanaAnwaringindiingat.
Untuk membawa ingatan dan bayangan
Anwar tentang peristiwa dan perbuatan Anwar
di masa lalu, saya mengajak Anwar membuat
sebuah film fiksi sebagai alat untuk mene
ropong isi benak Anwar. Film fiksi ini adalah
sebuah “ruang” bagi Anwar untuk melakukan
diambil secara terbuka dengan sepengetahuan
dan seizin partisipan yang bersangkutan. Tidak
ada kamera tersembunyi, dan kami tidak pernah
merekam secara sembunyisembunyi. Selain itu,
secara administratif, Anwar Congo dan semua
partisipan telah menandatangani surat izin
penggunaan gambar (appearancerelease) dalam
bahasa Indonesia yang mengizinkan kami untuk
menggunakan rekaman gambar mereka untuk
film dan untuk disebarluaskan melalui berbagai
media.
Selain itu, sepanjang proses pembuatan
film selama tujuh tahun, kami juga memutar
ulang hasil rekaman kami kepada partisipan
untuk kami dapatkan tanggapan dan reaksinya.
Anwar tahu gambar apa saja yang kami miliki. Ia
sudah menontonnya, mengomentarinya, dan
tidak mengajukan keberatan. Bahkan dalam
film Jagal/The Act of Killing” itu, ada beberapa
F
ilm The Act of Killing adalah bagian
dari penelitian pascadoktoral Joshua
Oppenheimer di Central Saint Martins
College of Art and Design, University of The
ArtsLondon.Sebagianpendanaannyaberasal
dari Dewan Riset Kesenian dan Humaniora
Inggris. Meski ada nuansa akademik dalam
proyek ini, menurut Oppenheimer, karyanya
itu tidak perlu dirahasiakan dan dimaksudkan
untukumum.
Berikut petikan wawancara lewat surat
elektronik antara Averoes Lubis dari Gatra
denganJoshuaOppenheimer:
Anwar Congo merasa tertipu oleh
Anda dan karya film Anda. Tanggapan
Anda?
Saya tidak pernah menipu siapa pun
dalam membuat film ini. Semua gambar
Joshua Oppenheimer:
Saya Tidak Pernah Menipu Siapa Pun
Adegan Anwar Congo (tengah) menyusuri jalan di Medan
film 48.indd 34 3/10/12 8:29:33 AM
4. 35
10 OKTOBER 2012 GATRA
EN.WIKIPEDIA.ORG
GATRA/AVEROSLUBIS
dramatisasiatasingatan,imajinasi,mengenai
pengalamannya.Anwarlalumengajakteman
lamanya, Ibrahim Sinik, bos koran MedanPos,
untuk menulis skenario filmnya yang diberi
judulArsandanAminah.
Dari awal, Anwar tahu bahwa Arsan
dan Aminah tidak pernah dimaksudkan se
bagai film yang utuh, terpisah, dan berdiri
sendiri. Sedari awal, saya menjelaskan ini
kepadanya dan berulang kali setiap ada par
tisipan baru. Anwar tahu bahwa saya tidak
hanya melakukan syuting ArsandanAminah,
melainkan juga proses pembuatannya, eva
luasinya, serta tanggapan atas hasil syu
tingnya. Dengan kata lain, Anwar terlibat
dalam semua proses pembuatan film ini
secarakeseluruhan.
Anwar Congo mengaku ingin sekali
melihat versi utuh Jagal. Mungkinkah
Anda memutarnya di Indonesia dengan
mengundangnyahadir?
Melakukan pemutaran film bersama
Anwar Congo sudah kami pikirkan jauh
jauh hari sebelum film ini diluncurkan.
Kami sudah merencanakannya, memikirkan
cara yang paling baik, dan kami membahas
secara mendalam, juga berkonsultasi dengan
berbagai pihak, termasuk psikolog yang
berpengalaman menangani kasus trauma,
bagaimana cara mempertunjukkan film ini
kepada Anwar dan apa yang mungkin terjadi
jika pemutaran film bersama Anwar dilang
sungkan. Tapi, akhirnya kami memutuskan
untuk tidak menyelenggarakan pemutaran
filmbersamaAnwardanpartisipanlain.
Pertimbangan kami yang terutama
begini, dalam filmJagal/The Act of Killing,kita
bisa melihat bagaimana Anwar mengalami
trauma psikologis yang berat ketika kami me
mutarkan salah satu hasil rekaman syuting.
Itu hanya satu adegan beberapa menit dari
hasil syuting selama seminggu. Bayangkan,
apa yang mungkin terjadi pada Anwar jika
ia melihat keseluruhan film sepanjang dua
setengah jam lebih yang merupakan pe
rasan dari hasil syuting selama tujuh tahun.
Guncangan psikologis seperti apa yang
mungkinmenimpaAnwar.
sembahyang tertunda karena dia terus me
wawancarai saya. Saya yang hanya sekolah
kelasIVSDmemandangdiaorangyangcukup
pintarberbahasaIndonesia.
Anda mengenal sosok lain dalam
filmituyangbernamaAdiZulkadry?
Dia teman saya, tapi di bawah saya
usianya, dan masih tergabung juga dalam
Pemuda Pancasila. Tapi sekarang saya sudah
hilangkontakdengandia.
G
umpalan tebal asap rokok menyeruak
dari bibir pria berusia 72 tahun itu.
Anwar Congo, sosok yang kini menjadi
buah bibir karena“peran”nya dalam film The
Act of Killing dan peranannya dalam peristiwa
pembantaian orangorang PKI di Sumatera
Utaraitu,mengakumemangperokokberat.
Dengantopialatentaramenutupiram
but, kemeja krem yang rapi, dan kaca mata hi
tam, pria yang harihari terakhir ini membatasi
diri berbicara kepada wartawan itu terlihat
bergaya di tengah acara diskusi‘’Mengenang
47 Tahun Peristiwa Biadab G30S/PKI’’di Ru
mah Kopi Demokrasi, bilangan Jalan Villa
Polonia,Medan,Sabtu29Septemberlalu.
Di selasela acara, kepada wartawan
Gatra Averoes Lubis, Anwar memaparkan ke
sedihannyakarenaditempatkansebagaisosok
pembunuhberdarahdingindalamfilmTheAct
ofKilling.Berikutpetikannya:
Apakabar,sehat?
Sehat, cuma agak sedih atas pem
beritaan di media massa tentang saya. Banyak
bohongnya. Banyak media yang menulis se
olah saya pembunuh berdarah dingin. Saya
kecewa.
Benarkah Anda membantai orang-
orangCinadiSumateraUtara?
Itu tidak benar. Melawan orang Cina
RRT iya. Dulu, tahun 1965 itu, orang Cina di Su
matera Utara ada dua kelompok. Satu Cina RRT
Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan
Indonesia (Baperki) dan satunya lagi Cina yang
proIndonesia. Lagi pula, pada zaman itu ba
nyak orang Cina kawan orangorang Pancasila.
Mereka (orang Cina proIndonesia Red.) banyak
membantuperjuanganmenumpasPKI.
BenarkahgambaransituasiAndatahun
1965itusebagaiseorangpenjagal?
Janganadaistilahjagal,sebabsayabukan
seorangjagal.Sayahanyaorangyangberideologi
Pancasila, bukan tukang jagal, atau pembunuh
sadis. Apalagi situasi saat itu orangorang Partai
Komunis Indonesia (PKI) menguasai segala hal,
dari politik hingga kebudayaan. Orangorang
berideologi Pancasila saja dirongrong nyawanya.
Saya harus mempertahankan nyawa saya juga
tentunya.
Sosok Joshua Oppenheimer di mata
Anda?
Dia orang pintar, daya ingatnya tinggi.
Dan saat proses pembuatan film, dia selalu ber
tanya berulang kali. Bahkan sampai saya mau
Anwar Congo:
Saya Bukan Seorang Jagal
film 48.indd 35 3/10/12 8:29:48 AM