Tulisan ini membahas profil anak jalanan dan upaya penanggulangan permasalahan anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan Merah Merdeka di Surabaya. Profil anak jalanan meliputi faktor-faktor penyebab, kategori, aktivitas, dan permasalahan yang dihadapi. Sedangkan upaya penanggulangan meliputi program-program seperti rumah singgah, pusat belajar, dan pelayanan di komunitas."
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
ANAKJALANAN SURABAYA dan SOLUSI PEMECAHAN
1. Anak Jalanan Dan Upaya Penanggulangan
Permasalahan Anak Jalanan
Suatu Analisa pada Profile Anak Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan
Anak Jalanan Yayasan Merah Merdeka, Surabaya
Periode Tahun 1997 - 2003
SKRIPSI
Diajukan kepada Biro Skripsi Program Sarjana Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Terpadu
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Missiologi dan Pembangunan Masyarakat
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERPADU
Oleh
Antonius Handono Jalu
NIM: MS.00.11.007.S
Sekolah Tinggi Agama Kristen Terpadu
Salatiga
2005
2. KATA PENGANTAR
Permasalahan antara Karya Penginjilan (kerygma) dengan karya pelayanan sosial
(diakonia) merupakan kajian yang menarik. Menarik, karena ada keresahan anggapan
bahwa karya sosial tidak lain merupakan salah satu alternatif dari karya penginjilan, atau
sebagai cara atau sarana untuk menarik orang masuk ke dalam dan menjadi anggota
gereja.
Skripsi yang berjudul : Anak Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan
Anak Jalanan : Suatu Studi Analisa pada Profile Anak Jalanan dan Upaya
Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah Merdeka (YMM),
Surabaya. Tulisan ini mengandung kajian mengenai karya penginjilan dan pelayanan
sosial gereja berberbentuk lembaga. Penginjilan dan pelayanan sosial merupakan
perwujudan cinta kasih yang nyata terhadap anak jalanan yang miskin, menderita,
terasing, dan tertawan. Untuk memahami bagaimana Yayasan Merah Merdeka (YMM)
dalam pelayanan sosial terhadap anak jalanan, maka dalam penulisan akan diungkap
mengenai profile anak jalanan permasalahan yang dihadapi anak jalanan dan bagaimana
konsep penanggulanganya, serta gambaran umum lembaga sebagai pemahaman awal
yang akan digunakan sebagai landasan bepikir dan menganalisa setiap temuan dalam
penelitian.
Dari deskripsi dan analisis persoalan dari bab per bab akan menjawab Profil
anak-anak jalanan yang ditangani oleh YMM dan Konsep upaya penanggulangan
permasalahan anak jalanan yang dilakukan oleh YMM.
Dalam proses penulisan, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bp. Wahyudi
Triwiyanto, M.A yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan tugas kelembagaan
dan kepartaian, untuk memberikan saran , kritik dan motivasi bagi penulisan skripsi ini.
Ucapan terimaksih juga kepada Bp. Ir. Bambang Haryono sebagai dosesn pembimbing
dalam memberikan saran teologis pada skiripsi ini. Penulis mengucapkan teriamaksih
kepada penaggung jawab YMM (Rm.Gani Soekarsono, CM) , atas penerimaan dan
kesempatan mengamati kehidupan anak jalanan dan pelayanannya. Dan tak lupa, kepada
pengurus harian YMM ( Agus Maly, Casper, Tantri, Sari) dan relawan-relawan YMM
yang tak mungkin disebutkan satu per satu.
i
3. Terimaksih pula kepada Sekolah Tinggi Agama Kristen Terpadu yang telah
memberi kesempatan untuk bersekolah dan memberi kesempatan untuk penelitian. Tidak
lupa kepada teman yang teramat setia yang telah memberi semangat kepada penulis
dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini disadari memang masih banyak memiliki kekurangan dan
ketidaksempurnan dalam penulisan. Oleh sebab itu saran, tanggapan dan kritik dari
pembaca dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas bagi karya tulis dikemudian hari.
Penulsi berharap tulisan ini tidak hanya menjadi berkat, juga sekaligus mengangkat
keberadaan dan kehidupan anak jalanan yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari semua pihak.
Penulis
.
ii
4. DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
Halaman Pengesahan.
Kata Pengantar i
Daftar table iii
Daftar Gambar iv
Bab I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Masalah 1
1.2.Masalah dan Perumusan Masalah 7
1.3.Tujuan Penulisan 7
1.4.Metode Penulisan
1.4.1.Metode Penulisan 7
1.4.2.Proses Penulisan
1.4.2.1. Waktu 8
1.4.2.2. Tempat 8
1.4.2.3. Pengumpulan data 9
1.4.2.4. Profile 10
1.4.2.5. Analisa 11
1.5. Sistematika penulisan. 12
Bab II. Landasan Teori
2.1. Anak Jalanan
2.1.1.Pengertian anak jalanan 13
2.1.2.Jumlah anak jalanan 17
2.1.3.Faktor-Faktor Penyebab - Penarik Munculnya Anak Jalanan
2.1.3.1. Faktor Eksternal 18
2.1.3.2. Faktor internal 28
5. 2.1.4.Kategori / Karakteristik anak jalanan 31
2.1.5. Kegiatan anak jalanan
2.1.5.1. Aktivitas Ekonomi 35
2.1.5.2. Pengunaan Penghasilan 36
2.1.6. Permasalahan dan Ancaman yang Dihadapi Anak Jalanan
2.1.6.1. Pandangan Negatif Masyarakat. 37
2.1.6.2. Kriminalitas 38
2.1.6.3. Eksploitasi berlapis 39
2.1.6.4. Ganguan kesehatan 40
2.1.6.5. Legalitas 41
2.2. Konsep Upaya Penaggulangan Masalah Anak Jalanan
2.2.1. Konsep Hukum 43
2.2.2. Tujuan dan Sasaran 44
2.2.3. Kebijaksanaan 44
2.2.4. Strategi Program 45
2.3. Kendala yang Dihadapi 55
2.4. Kriteria Keberhasilan 57
BAB III. Gambaran Umum Lembaga
3.1. Latar Belakang Sejarah 58
3.2. Falsafah dan Tujuan Lembaga 60
3.3. Struktur dan Pembagian Tugas 61
3.4. Jenis Kegiatan
3.4.1. Bidang Komunikasi 61
3.4.2. Bidang Program 62
3.4.3. Bidang Pendanaan 63
3.5. Basis Pendampingan
3.5.1. RSAJ (Rumah Singgah Anak Jalanan) 63
3.5.2. Sanggar Belajar Jagir 70
3.5.3. Sanggar Belajar Simo 74
3.5.4. Basis Kali Mier 76
6. Bab IV. Hasil Penelitian dan Analisa
4.1. Indentitas Pekerja sosial YMM 77
4.2. Profiles Anak Jalanan Binaan YMM
4.2.1. Indentitas 81
4.2.2. Faktor penyebab-penarik 84
4.2.3. Kategori/Karakteristik 98
4.2.4. Permasalahan 101
4.3. Upaya Penanganan Anak Jalanan oleh YMM
4.3.1. Assesstment /Ketertarikan 110
4.3.2. Permasalahan 111
4.3.3. Kebutuhan 112
4.3.4. Potensi 112
4.4. Rumah Singgah
4.4.1. Peranan Street Educator 114
4.4.2. Program
4.4.2.1. Street Based 120
4.4.2.2. Centred Based 121
4.4.2.3. Family and community Based 123
4.5. Keberhasilan-Kegagalan
4.5.1. Keberhasilan secara umum 125
4.5.2. Keberhasilan secara Khusus 126
4.6. Hambatan dan Permasalahan Proses Penanganan 135
Bab V. Penutup
5.1. Kesimpulan 139
5.2. Saran 142
DAFTAR PUSTAKA
7. DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.6 : Permasalahan yang Dihadapi Anak Jalanan 41
Tabel 2.4 : Karakteristik dan Upaya Penanganan Anak Jalanan 52
Tabel 4.2.1 : Indetitas Anak Jalanan Binaan YMM 83
Tabel 4.2.2 : Faktor Eksternal Penyebab-Penarik 86
Tabel 4.2.2.1 : Analisa Faktor Penyebab-Penarik Eksternal 96
Tabel 4.2.3 : Analisa Kategori / Karakteristik Anak Jalanan Binaan YMM 99
Tabel 4.4.1 : Peranan Pekerja Sosial Yayasan Merah Merdeka 117
Tabel 4.5.2.1 : Keberhasilan Pendekatan terhadap Anak-Anak Jalanan yang Dibina
YMM 128
iii
8. DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.3.1.1 : Lingkungan Sosial Anak Jalanan 19
Gambar 2.1.3.1.2 : Proses Tahapan Menjadi Anak Jalanan 20
Gambar 2.2 : Alur Pelayanan untuk anak jalanan 54
1v
9. HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI : Anak Jalanan Dan Upaya Penanggulangan Permasalahan
Anak Jalanan; Suatu Analisa pada Profile Anak Jalanan
dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan
Yayasan Merah Merdeka, Surabaya
Periode Tahun 1997 - 2003
NAMA MAHASISWA: Antonius Handono Jalu.
NIM : MS.0011.007.S
PROGRAM STUDI : (S-1) MISI DAN PEMBANGUNAN
MENYETUJUI
WAHYUDI TRIWIYANTO, M.A IR. BAMBANG HARYONO, M.A
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
PENGUJI I PENGUJI II
MENGETAHUI
Ir. BAMBANG HARYONO, M.Si
KETUA STAK TERPADU PESAT
DIPERIKSA TANGGAL :..........................
10. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Gerakan perkabaran Injil bersumber dari amanat Agung Tuhan Yesus1
diyakini sebagai tanggung jawab pengikutNya2
(Arie de kuiper, 1993:77-78).
Conterisus melihat perumusan-perumusan yang berbeda-beda itu membenarkan
bahwa Perjanjian Baru tidak memutar ulang rekaman dari Sabda Yesus, melainkan
menyajikan suatu perwartaan yang hidup (2001:80). Ia mengungkapkan bahwa
fokus dari pewartaan Perjanjian Baru adalah kabar gembira tentang “Kerajaan
Allah”, yang hadir dalam diri Yesus sebagai penyelamat universal di tengah segala
bangsa. Hal ini menjadi dasar atau landasan bagi misi itu sendiri (Ibid:83).
Banawiratmaja mengemukakan bahwa kerajaan Allah dalam hidup
gereja yang “fungsional”, memiliki aspek eskatologis, soteriologis, kristologis,
dan teologis. 3
Sehingga tugas-tugas pengutusan injili-sebagaimana nampak dalam
1
. (Matius 28:19-20. Markus 16:15-20;Lukas 24:44-49; Yohanes 20;21-23;Kis:8)
2
Misiologi sebagai reflesksi terhadap amanat Allah (missio dei) dengan demikian merupakan
refleksi terhadap amanat Allah kepada gereja-gereja di seluruh dunia agar melayani dunia ini dalam
kertegantungan kepada Roh kudus degan menyampaikan Injil dengan keutuhanya,baik secara
perkataan maupun dalam perbuatan kepada seluruh umat manusia dan mempertanggungjawabkan
secara kritis ilimiah mengenai praduga, motif, struktur, metode, pola, hubungan dan kebijakan
gereja dengan memenuhi amanat itu (Yewangoe. A, 1997:21)
3
A) Aspek Ekskatologis, Kerajaan Allah merupakan tindakan Allah yang mempunyai ciri
eskatoligis-transenden. Kerajaan Allah tidak dapat diindentifikasikan dengan suatu pemenuhan
hukum ataupun suatu teokrasi politis di dunia ini. Kerajaan Allah itu memang sudah datang, dan
sekarang ini secara dimanis mewujudkan diri menuju kepenuhannya. Namun harapan kristiani
bukanlah dalih untuk lari dari masalah –masalah dunia sekarang ini,. Sebaliknya, iman harapan
akan Kerajaan Allah ini terwujud dalam keprihatinan dan keterlibatan menangani dunia ini.
B) Aspek Soteriologis, kalau Allah meraja, maka keselamatan bukanlah hanya keselamatan
manusialah yang diperhatikan . Keselamatan bukan hanya keselamatan rohani saja, Melainkan
menyangkut keselamatan manusia dengan dimensi jasmaniah dan sosialnya. Kerajaan Allah itu
hadir dalam hidup Yesus sebagai kuasa kasih allah yang menyembuhkan, yang mengukuhkan dan
membawa pemenuhan manusiawi, Kuasa kasih Allah bagi semua orang dilaksananakan dengan
mengutamakan mereka yang menderita , “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta
menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin
diberitakan kabar baik” (Luk 7:22) Hidup dan tugas perutusan Yesus dilukiskan dengan kata-
kata:”Roh Tuhan ada diatas Ku.leh sebab itu Ia telah mengurapi Aku untuk meyampaikan kabar
baik baik kepada orang miskin; dan Ia telah emngutus aku untuk memberukan pekbebsan bagi
orang misin ; dan Ia mengutus aku memberi pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan
pengelihatan beagi orang-orang buta. Untuk membebaskan orang yang tertindas, untuk
memberitakn bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang “ (Luk 4:18-19; Bdk., Yes 61:1-2)..
C)Aspek Kristologis, Kerajaan Allah erat hubungannya dengan dengan pribadiNya, Apa yang
dikatakan dan dikerjakan Yesus, apa yang menyebabkan dia disalib secara definitif.
d) Aspek Teologis ; pemakluman Yesus mengenai Kerajaan Allah Kristus mewahyukan secara
baru ketritunggalan Allah itu dan respon murid Kristus damam terus menerus menemukan daya
Pendahuluan 1
11. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
hidup Yesus. Oleh karenanya Gereja terpanggil untuk untuk berdiri pada pihak
kaum miskin, untuk mewujudkan tuntutan keadilan mereka dalam rangka
kesejahteraan bersama.
Misi Gereja perlu memperhatikan usaha pembebasan terhadap segala
penderitaan umat manusia. Suatu misi yang tidak memperhatikan hal ini, agaknya
kurang relevan dengan segala perkembangan sosial yang timbul dewasa ini
apabila dibandingkan dengan amanat alkitab itu sendiri. Hal ini sampaikan pada
sidang Raya ke VIII DGI di Pemantang Siantar (1971) yang memahami Injil
sebagai kabar pembebasan4
(Lukas.4:18-19). (Yewangoe.A, 1192:17).
Misiologi mestilah mempelajari dan menjelaskan hubungan antara misi,
evangelisasi, dan pembangunan. Istilah “pembangunan” disini memiliki arti luas
karena ia mencakup pembebasan dari belengu dan penindasan, dari kelaparan, dari
eksploitasi, dari pemiskinan ekonomi, pemulihan kebebasan bagi manusia, dari
determinasi diri, pemberiah upah yang adil, penegakan atas tanah, hak-hak dalam
bidang politik, dsb. Misi keprihatinan ini bukan hanya bersifat karikatif melainkan
lebih mengarah pada pembangunan dan pengembangan sosial ekonomi: yang
berorientasi ke depan, mengukuhkan mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri ,
percaya pada diri sendiri , bertanggung jawab sendiri dan berdisiplin murni,
sebagai perwujudan cinta kasih yang nyata kepada sesama manusia. ( Conterius
W.D:2001:101).
Menurut Conterius perwujudan misi keterlibatan gereja terhadap pelayanan
sosial nampak dalam enam model aktifitas sosial, seperti; (ibid: 122-125)
1. Model Belas Kasihan – Donasi
Pemberian bantuan sebagai ujud rasa belas kasihan terhadap mereka yang
miskin dan menderita. Seperti, sembako, modal, pakaian,dll.
2. Model Lembaga atau Institusi
Pendirian Lembaga atau institusi, seperti; Lembaga kesehatan, lembaga
pendidikan, lembaga pemberdayaan , dan lembaga perlindungan:
Roh kudus dimanapun, bersama siapapun dalam kesanggupan dialog kristis dan mengiring untuk
membangun suatu persaudaraan dengan semua orang.
4
Pembebasan berarti partisipasi aktif, kritis, realistis dan positif dalam pembangunan nasional atau
pengamalan terhadap pancasila. Kata “Pembebasan” dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai
konotasi yang kurang menguntungkan. Menurut C.G. Arevalo kata “pembangunan:” di dunia ketiga
justru sangat membebaskan. Hal ini berakar dalam pemahamanan mengenai kristus sebagai akar
segala pendekatan manusiawi yang jujur terhadap kebenaran, nilai-nilai manusiawi, kebudayaan
yang tulen, dan pembangunan yang tulen , dan pembangunan manusia yang sejati. (dalam
Yewangoe, 1997:17)
Pendahuluan 2
12. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
3. Model In put.
Pendirian proyek inovasi di bidang perikanan, peternakan, dan
perikanan.. Tujuannya
meningkatkan taraf hidup rakyat kecil,
4. Model Menentang Struktur
Pengorganisasian rakyat kecil untuk melawan struktur yang menindas
hak azasi
Mereka. Kencendrungan pendekatannya adalah dengan marxisme.
5. Model Perjuangan keadilan sosial dan perdamaian
Model ini dipakai oleh organisasi-organisasi sosial agar orang kecil
berhak atas
Hidup yang layak dan sejahtera.
6. Model partisipasi dan solidaritas
Upaya pemberdayaan orang kecil untuk dapat membebaskan dirinya
dari
kekurangan yang ada yang melanda dalam segala hal. Model ini
memerlukan
banyak kesabaran yang berkaitan dengan tenaga dan waktu.
Bambang Budijanto (pendiri dan penanggung jawab Yayasan PESAT),
beliau mengungkap keperihatinan beliau terhadap misiologi dan permasalahan
yang dihadapi di pedesaan. Ia mengemukakan bahwa desa indentik dengan
kemiskinan, kebodohan, atau keterbelakangan dan konotasi negatif lainnya. Ia
menghimbau Lembaga-lembaga kristen dan non kristen yang begerak dalam
pelayanan di pedesaan membutuhkan bentuk pelayanan yang seutuhnya atau
holistik5
(.(1994:55-56).
Disisi lain Herlianto mengamati ketimpangan sosial antara pembangunan
pedesaan dan pembangunan perkotaan. Menurutnya pembangunan perkotaan yang
berkembang, maju dan modern memberi dampak pada arus barisan kaum urban
yang berkualitas rendah dari desa-desa. Keberadaan dan kehadiran mereka di
lingkungan perkotaan, membuat mereka semakin diposisikan dan terjebak pada
lingkaran kemiskinan yang membuat mereka sulit untuk keluar. Situasi ini
kemudian membentuk budaya kemiskinan. Komunitas mereka sering disebut
gepeng atau gelandangan, termasuk didalamnya adalah anak-anak jalanan.
5
Kata “Holistik” berasal dari kata ‘Whole’ (inggris) –artinya: sepenuhnya/seluruhnya. Dengan
begitu pelayanan holistik adalah pelayanan yang memandang, memahami, mendekati dan
memperlakukan manusia sebagai satu keseluruhan yang utuh. Ini mengasumsikan sebuah
pengakuan hakikat manusia memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda
(multi dimensional)-Dimensi fisik/psikis/spritual/; Dimensi individualitas/sosialitas;Dimensi
kekinian/keakanan;Dimensi manusia/lingkungan. Tujauannya memulihkan keserasian dan
keseimbangan antar dimensi memulihkan harkat, martabat, dan kesejahteraan manusia sebagaimana
yang Allah kehendaki. (Dharmaputera.E, dalam Budijanto.B (ed),1994:41-49).
Pendahuluan 3
13. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Menurutnya pelayanan terhadap mereka dibutuhkan suatu pelayanan seutuhnya 6
.
Pelayanan yang bersifat Penyadaran, Pertolongan, Pengembangan,
Pendampingan, dan Pembebasan (1998:145).
Anak7
Jalanan8
adalah anak-anak yang hidup atau bekerja di jalan.
Motivasi mereka turun adalah faktor ekonomi, baik untuk dirinya ataupun
keluarganya. Disisi lain mereka mengahadapi permasalahan-permasalahan dan
ancaman dari pandangan negatif masyarakat. Di sisi lain mereka mengalami
tindakan kekerasan, penindasan, ekspolitasi seksual, semakin renggangnya
hubungan dengan orang tua, putusnya kesempatan pendidikan, hilangnya status
hidupnya sebagai manusia, ganguan kesehatan, penyimpangan prilaku dan
tindakan kriminalitas. (Sri Sanituti dan Bagong (ed) ,1999: 20).
Pemposisian dan pengkondiaan mereka pada sturuktur masyarkat yang
paling terendah, telah menjadikan sebuah bentuk budaya dengan aturan, norma,
hukum dan way of life yang mereka buat sendri.Budaya yang tercipta dan
berkembang di anak jalanan ini kemudian menjadi masalah dengan budaya yang
sudah berlaku dimasyarakat sekitar, sebagai contoh; perihal ketertiban, kesopanan,
kebersihan, keamanan, dan kedisiplinan (5K). 9
Anak jalanan sebagai anak termasuk sebagai anak rawan. Dalam arti kata,
mereka menjadi korban atas situasi di lingkungan hidupnya seperti kemiskinan
keluarga, konflik orang tua, daya tarik pekerjaan anak jalanan, kemiskinan
stuktural, dan lain-lain.
6
Herlianto mengungkapkan hubungan keduanya pada tujuan bersama untuk menjangkau manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Serta manusia yang mempunyai
kaitan-kaitan sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik dengan lingkungannya (Herlianto,
1998:108).
7
Istilah “anak” dipakai untuk menunjuk sebuah pertumbuhan usia yang relatif masih dini. (Usia
dini atau di bawah umur kurang dari 18 tahun). Pertumbuhan anak nantinya akan berkembang
menjadi manusia dewasa yang matang. Manusia yang sanggup dan mampu mengurus dirinya
sendiri, tidak senantiasa bergantung kepada orang lain dan tidak menimbulkan permasalah sosial
bagi keluarga, kelompok atau masyarakatnya (Gunarsa. S,1985:16).
8
Jalanan merupakan tempat kerja yang kejam dan membahayakan kehidupan anak-anak.
Eksploitasi, kekerasan yang mengerikan, mencekam dan merendahkan martabat manusia atau
bahkan menghilangkan nyawa sering dialami anak-anak jalanan. ( Yayasan Setara, 12/05/2000: 1).
9
Dalam Rm.Gani Soekarsono, Artikel: Potret Kecil di Pinggiran jalan: Anak-anak Jalanan
mengais Hak-hak mereka
Pendahuluan 4
14. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Yesus sendiripun memberi perhatian khusus memandang keberadaan anak
sebagai pribadi yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang, bahkan Ia
menggunakan istilah”anak” sebagai simbol kemurnian, kejujuran, kerendahan hati
dan ketergantungan. Nilai-nilai hidup dalam anak kecil ini menjadi prasyarat
menjadi bagian dalam Kerajaan Allah10
.
Pembelaan dan kecaman Yesus terhadap bentuk-bentuk kekerasan dan
eksploitasi yang merusak keperibadian anak dan memanfaatkan mereka untuk
kepentingan orang dewasa.11
Proses perkembangan kepribadian anak menurut filsuf Inggris bernama
John Locke (1632-1704) dipengaruhi oleh pengalaman pendidikan. Menurutnya
. Isi kepribadian anak yang dilahirkan diibarat seperti secarik kertas yang masih
bersih. Jadi bagaimana goresan yang meninggalkan jejak pada kertas itu,
menentukan bagaimana kertas itu jadinya, baik ujud dan ragamnya., ketika
seorang anak dilahirkan ia adalah pribadi yang bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Orang tua menjadi tokoh
penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi “secarik kertas itu”.
12
Sedangkan seorang Filsuf Perancis , Jean Jacques Rousseu (1712-1778)
berasumsi bahwa seseorang yang dilahirkan mempunyai dasar moral yang baik
(istilah: noble savage). Ia melihat faktor dunia dalam atau faktor keturunan yang
penting terhadap isi kejiwaan dan gambaran kepribadian seseorang.
(Gunarsa.S,1985: 17).
Pelayanan yang seutuhnya terhadap anak jalanan adalah pelayanan yang
memandang, memahami, mendekati dan memperlakukan anak jalanan sebagai
satu keseluruhan yang utuh. Ini mengasumsikan sebuah pengakuan hakikat
manusia memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda
10
...” lalu orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakan tanganNya
atas mereka dan mendoakan mereka:akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Tetapi
Yesus berkata, “Biarkanlah anak-anak itu , jangan menghalang-halangi mereka datang kepadaKu:
Sebab orang yang seperti itulah yang mempunyai Kerajaan Sorga” (matius 19:13-14).
11
“Barang siapa yang menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik
baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang kedalam laut” (Markus
9:42).
12
Ia memperkenalkan teori “tabu rasa” untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman
dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak,
Pendahuluan 5
15. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
(multi dimensional)13
Tujauannya untuk memulihkan keserasian dan keseimbangan
antar dimensi, memulihkan harkat (kehormatan), martabat (harga diri) dan
kesejahteraan manusia sebagaimana yang Allah kehendaki. Oleh karena itu,
mereka membutuhkan dan berharap adanya perlindungan, pembelaan, pemulihan
dan pemberdayaan atas musibah yang mereka alami, agar mereka dapat diterima
dan diakui martabat manusiawinya dan memperoleh kembali hak-haknya.14
Pemerintah, LSM, institusi keagamaan dan masyarakat sudah berupaya
melakukan berbagai program pendekatan terhadap permasalahan anak jalanan
ini.Misi keterlibatan ini menunjukan perlunya tindakan konkrit (Kompas , 24 Juli
2001:28). Pendekatan ini bukan hanya pendekatan yang bersifat karikatif
(sementara), melainkan lebih bersifat lintas sektoral, terpadu, komprehensif (luas)
dan holistik (utuh). Pendekatan ini bersifat objektif melihat masalah, kebutuhan
dan potensi yang dimiliki oleh setiap pribadi anak jalanan (Depsos,1998:7)
Salah satu bentuk misi sosial Gereja Katolik dalam penanganan terhadap
permasalahan anak jalanan dalam bentuk lembaga sosial. Yayasan Merah Merdeka
adalah Perpanjangan misi sosial Gereja dalam proses pelayanan terhadap anak
jalanan. Misi keterlibatan lembaga ini mengupayakan pendekatan yang tidak hanya
sekedar pendekatan karikatif namun diupayakan usaha pelayanan yang luas, utuh
dan menyeluruh. Pendekatan pogram-program yang dibentuk dan berjalan
melayani perlindungan, pembelaan, pemulihan, pengembangan, pemberdayaan
dan pencegahan. Dalam pelaksanaan perlu proses kerjasama dengan gereja, aparat
pemerintah, kepolisian, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, Lembaga
kesehatan, LSM, keluarga dan masyarakat. Hal ini akan membantu keberhasilan
proses pelayanan terhadap penerimaan dan pengakuan hak-martabat yang lebih
baik.
13
Dimensi fisik/psikis/spritual/;Dimensi individualitas/sosialitas;Dimensi kekinian/keakanan;
Dimensi manusia/lingkungan.
14
Dalam CRC (Konvensi Hak Anak) PBB, Indonesia ikut meratifikasikannya dalam Kepres No.38
25 Agustus 1990 yang berisikan empat kategori hak anak, yakni;
1. Hak kelangsungan hidup (survival rights) :hak memperoleh pelayanan kesehatan dan
terhindar dari penyakit mematikan.
2. hak berkembang (Developmental rights); Hak kelangsungan pendidikan, mengolah sosial-
budaya, indetitas, dan bermartabat.
3. hak memperoleh perlindungan (proctection rights);perlindungan dari diskriminasi,
kekerasan, warna kulit, ideology, politik, agama, dan fisik.
4. Hak untuk berpartisipasi (participation rights) dalam berbagai keputusan yang menyangkut
kepentingan hidupnya. (Hartiningsih, artikel: Konvensi Hak Anak PBB).
Pendahuluan 6
16. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Karya misi yang dilakukan oleh Yayasan Merah Merdeka terhadap
penanganan permasalahan anak jalanan menjadi menarik untuk dikaji dalam
bentuk karya tulis. Pokok penulisan yang dipilih adalah Anak Jalanan dan Upaya
Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan: Suatu Analisa pada Profile Anak
Jalanan dan Upaya Penanggulangan Permasalahan Anak Jalanan Yayasan Merah
Merdeka, Surabaya (Periode Tahun 1997 – 2003).
1.2. Masalah dan Perumusan Masalah
Kompleksitas karakteristik dan penyebab masalah yang dihadapi anak-
anak jalanan Yayasan Merah Merdeka (YMM) serta pilihan program-program
pendekatan (intervensi) bersumber dari permasalahan, kebutuhan dan potensi
yang dimiliki anak jalanan tersebut (Lebih lengkap dibahas pada Bab IV).
Berdasarkan hal itu, penulis mencoba mengambarkan dan menguraikan
secara sistematis berkaitan dengan anak jalanan ,pemasalahannya, kebutuhannya
dan upaya penaggulangan anak jalanan yakni;
1. Bagaimanakah profile lembaga dan anak-anak jalanan yang ditangani oleh
YMM
2. Bagaimanakah konsep dan program penanggulangan permasalahan anak
jalanan yang dilakukan oleh YMM
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yang hendak dicapai adalah;
1. Ingin mengetahui gambaran lembaga dan profile anak-anak jalanan yang
ditangani oleh YMM.
2. Ingin mengetahui konsep dan program penaggulangan permasalahan anak
jalanan yang dilakukan oleh YMM.
1.4. Metode Penulisan
1.4.1. Metode Penulisan
Metode penulisan mengunakan metode deskriptif, yaitu metode yang
meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu
peristiwa pada masa sekarang. Mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,
tatacara yang berlaku dalam masyarkat, serta situasi-situasi tertentu termasuk
Pendahuluan 7
17. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
tentang hubungan kegiatan-kegiatan , pandangan-pandangan, serta proses yang
sedang berlangsung. (Natsir, 1998:63,64).
Jenis penelitan yang digunakan adalah grounded research adalah pada
pendekatan kualitiatif. Pendekatan mengunakan data sebagai sumber teori, teori
berdasarkan data. Data awal dikumpulkan dari wawancara bebas, kemudian
kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan.
Data yang bertambah dimanfaatkan untuk vertifikasi teori yang timbul di lapangan
yang terus disempurnakan selama penelitian berlangsung. Pendekatan ini
menggunakan observasi partisipatif . Pendekatan ini memberi ruang dan waktu
bagi peneliti terlibat secara penuh dari awal sampai akhir masa penelitian. Hasil
akhir dari peneltian ini merupakan verifikasi dari teori atau hipotesa untuk
diterima atau ditolak. (Singarimbun.M, Effendi.S, 1989:8-9).
1.4.2. Proses penulisan
Mengenai proses penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni
waktu, tempat, pengolahan data, dan analisa.
1.4.2.1. Waktu
Tulisan ini pada dasarnya disusun dari hasil studi lapangan dengan
orientasi waktu antara bulan Sepetember 2002 hingga Desember 2003. Observasi
diadakan dengan pendekatan dan pengamatan langsung dengan tinggal pada
rumah penampungan anak jalanan Yayasan Merah Merdeka. Hal ini bertujuannya
agar lebih mengetahui gambaran atau profil anak jalanan, khususnya yang dibina
Yayasan Merah Merdeka. Serta bentuk upaya-upaya penanganan anjal yang sudah
dan telah dilakukan oleh lembaga ini.
Pada januari 2004 hingga maret 2004 melakukan studi pada literatur-
literatur dan informasi yang diperoleh yang menggungkapkan profile anak jalanan
dan konsep-konsep upaya penanggulangan permasalahan anak jalanan.
Penyusunan Tulisan dibangun berdasarkan pengkajian antara sumber literature dan
wawancara, terhadap profile dan upaya pelayanan anak jalanan yang telah
dilakukan oleh Yayasan Merah Merdeka.
1.4.2.2. Tempat
Tempat penelitian pada Yayasan Merah Merdeka, Surabaya. Lembaga ini
memiliki tiga lokasi penaganan anak Jalanan, yakni;
Pendahuluan 8
18. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
1. Rumah singgah ( Drop in center)
Sebagai bentuk perlindungan anak jalanan berupa tempat tinggal di Jl,
Dinoyo Alun-alun II/ No.36 C. Rumah ini ditujukan kepada anak jalanan homeless
(tidak memiliki tempat tinggal/tersesat)
2. Rumah Pendidikan (Residential center),
Sebagai salah bentuk program penampungan bagi anak-anak jalanan yang
tidak ingin kembali ke dunia jalanan Rumah pendidikan ini terletak jauh dari pusat
kota yang beralamatkan di Simo Pomahan VII/4. Ditempat ini pula mereka dapat
melanjutkan sekolah dan mendapatkan peluang untuk kerja, serta pembekalan
keterampilan.
3. Sanggar belajar (preventif edukatif center),
Sebagai bentuk pencegahan terhadap anak-anak untuk turun ke jalan. Di
tempat ini terdapat sanggar pendidikan Alternatif anak pinggiran, Bertempat di
Pinggiran kali Jagir-Wonokromo (pemukiman kumuh-pemulung) dan daerah
pinggiran kota Simo Pomahan (pemukiman buruh, tukang becak,PSK dan
pedagang)
1.4.2.3. Pengumpulan data
Ada beberapa bentuk pengumpulan data yakni,
Pertama, karena sulitnya mengali informasi secara langsung kepada
mereka dalam waktu singkat, maka dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut;
melakukan pendekatan dengan tinggal atau live in15
bersama mereka di rumah
singgah Dinoyo dan Rumah Simo. Kegiatan ini dilakukan agar tidak
menimbulkan kesan mencari informasi tentang hidup mereka.
Kedua, Melakukan wawancara tidak secara kaku, bersahabat dan dalam
bentuk yang seakan-akan tidak disengaja. Kendala yang dihadapi dalam
pengambilan data adalah.16
;
15
Menurut Enfat Sudrajat “Live in” bersama bukanlah suatu kekonyolan, tapi justru suatu
pengakuan atas keberadaan mereka. “Mereka akan membalas cinta itu karena merasa menjadi
sesama, Merasa didukung”. Ia berkisah untuk masuk ke dunia mereka , ia harus tidur dan makan
bersama mereka, ia berpakaian seperti mereka, terkadang merokok ala mereka. Dalam dialog
berusaha serendah mereka dan berusaha tidak menciptakan jarak (Hidup baru, Febuari 1999: 23).
16
( dalam Suyanto.B& Sri Sanituti (ed), 1999:7-8).
Pendahuluan 9
19. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
1. Kecurigaan anak jalanan yang tinggi pada setiap orang baru dikenal,
apalagi bila mengunakan pendekatan yang tidak bersahabat dan di benak
mereka wawancara menampakan ada maksud-maksud tertentu.
2. Wawancara bisa berlangsung lama dan terpengal-pengal, karena anak
jalanan selalu dikejar-kejar target dalam usahanya memperoleh pendapatan
per harinya, yang timbul akibat persaingan di antara mereka.
3. Anak jalanan cendrung menjaga jarak, bersikap cuek pada orang lain yang
berada di luar komunitasnya apalagi yang. belum mereka kenal, sementara
waktu yang tersedia sangatlah terbatas.
4. Untuk melindungi diri, anak jalanan cendrung mengaburkan indentitasnya.
Misalnya berganti-ganti nama dan mengaburkan tempat tinggal. Hal ini
yang menyebabkan kesulitan untuk mengindetifikasikan mereka.
5. Karena tidak dimungkinkan untuk membawa alat tulis, maka surveyor
hanya mengandalkan daya ingatan, sehingga data kuantitatif disajikan
dengan apa yang disajikan berdasarkan hasil temuan di lapangan.
Ketiga, data diperoleh dari sumber-sumber informasi yang berasal dari
study pustaka yang berkaitan dengan profile anak jalanan dan upaya
penanggulangan permasalahan anak jalanan.
Keempat, data diperoleh dari hasil wawancara pengalaman-pengalaman
para pekerja sosial YMM yang pernah dan sedang melakukan pendampingan
terhadap anak jalanan
1.4.2.4. Profile
Menurut kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai grafik /ihktiar yang
memberikan fakta tentang hal-hal khusus (1995:789). Menurut kamus Besar
Bahasa Ingris-Indonesia (1980:449) mengartikan profile adalah Riwayat hidup.
Profile menurut Sarjono Soekanto didalam kamus sosiologi diartikan
sebagai tahapan-tahapan tertentu dengan karakteristik tertentu. Profile biasanya
mengambarkan salah satu sisi/bentuk kehidupan seseorang dimulai dari sejarah
atau latar belakang sampai dengan perkembangan atau kondisi kehidupannya saat
ini.
Pendahuluan 10
20. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Profile anak jalanan dalam tulisan ini merupakan pengambaran satu sisi
kehidupan anak jalanan dari sejarah yang melatarbelakangi dan memberi tujuan
seorang anak memilih atau terpaksa untuk hidup atau bekerja di jalanan sehingga
menghadapi resiko-resiko kehilangan masa kanak-kanak yang berdampak pada
perkembangan kejiwaan dan kehidupan masa kedewasaannya kelak .
Dalam tulisan ini akan menganalisa keduapuluh profil anak jalanan binaan
YMM, namun dalam pembahasan akan terdapat sejumlah nama yang tidak
termasuk dalam profile anak jalanan. Kedua puluh anak jalanan yang ditampilkan
adalah perwakilan dari ketiga puluh sampai empat puluhan anak yang setiap
harinya keluar-masuk di drop in center (rumah singgah).
Profile Yayasan Merah Merdeka (YMM)merupakan gambaran sejarah yang
melatar belakangi , tujuan, strategi program, strukturisasi, konsep kebijakan dan
operasionalisasi Yayasan Merah Merdeka dalam mengusahakan upaya
penanggulangan permasalahan anak jalanan di Surabaya.
Pekerja sosial berperan penting dalam pelaksanaan dan keberhasilan
program. Tulisan ini akan mengambarkan peranan pekerja sosial Ags, Csp, Asp,
Tan, Sr dan perana dan figur yang akan ditampilkan dalam tulisan ini sebagai hasil
interaksi wawancara.
Harapannya Profil itu sendiri meskipun belum dapat mewakili gambaran
seluruhnya tentang riwayat hidup dan perkembangan diri anak jalanan dan upaya
YMM dalam mengatasi permasalah tersebut, namun paling tidak profil mereka ini
dapat bersuara tentang diri mereka sendiri dan adanya usaha-usaha sebagian
masyarkat yang mau peduli terhadap kehidupan mereka.
1.4.2.5. Analisa
Analisa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan/perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan
sebenarnya ;sebab musabab, seluk perkaranya (1995:37).
Data yang berhasil dikumpulkan mengenai profil anak jalanan dan profil
Yayasan Merah Merdeka, serta upaya penanggulangan permasalahan anak jalanan
.Kemudian diadakan analisis (perbandingan) antara teori dan hasil temuan
data/fakta di lapangan. Hasil tulisan ini harapanya akan menjadi evaluasi dan
Pendahuluan 11
21. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
refleksi terhadap konsep misiologi, anak jalanan dan penaganannya apakah
diterima atau ditolak.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan bagian pendahuluan yang membahas latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini bertujuan memberi gambaran atau pemahaman terhadap permasalahan
yang akan dibahas, serta pendalaman dan ketajaman akan penulisan di bab
berikutnya
Bab II merupakan landasan teoritis yang mengkaji dari sumber-sumber
literatur yang berkaitan dengan konsep dan pengalaman dari berbagai organisasi
ataupun pribadi yang memiliki kepedulian terhadap anak jalanan.
Bab III akan membahas tentang gambaran umum Yayasan Merah Merdeka,
yakni Latar Belakang Sejarah berdirinya lembaga ini: falsafah Lembaga: Struktur
Pembagian Tugas; Jenis kegiatan atau Program; Bab ini menjelaskan perihal
program Rumah Singgah Anak Jalanan (RSAJ),Rumah pendidikan Anak Jalanan
(RPAJ)Yayasan Merah Merdeka.
Pada Bab IV membahas analisis antara temuan konsep mengenai Profil
anak Jalanan dan Upaya penaggulangan permasalahan tersebut dengan fakta atau
data di lapangan(Yayasan Merah Merdeka).
Bab V merupakan bab Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Dalam bagian ini menjadi kesimpulan atas keseluruhan penulisan dan saran yang
dianggap efektif oleh penulis.
Pendahuluan 12
22. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Bab II
Landasan Teoritis
2.1. Anak Jalanan
2.1.1. Pengertian Anak Jalanan
Fanggidae. Dari segi usia terdapat variasi pula, ada yang masih usia sekolah,
namun tidak sedikit yang masih “kumisan” dan tidak lagi bersekolah. Sekalipun
demikian, rata-rata anak jalanan para remaja yang kegiatannya menyatu dengan jalanan
kota. (Fanggidae,1993:115)
Depsos memaknai anak jalanan ialah anak yang melewatkan atau memanfaatkan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya di jalan. Anak
yang dimaksud ialah manusia laki-laki, perempuan, atau banci yang berusia 6 s/d 18
tahun. (Depsos,1998: 2)
UNICEF memberi batasan tentang anak jalanan adalah (dalam Soedijar, 1989:6)
sebagai berikut;
Street child are those who have abandoned their homes. Schools and immediate
communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a
nonmadic street life. (Anak jalanan merupakan anak-anak berumur di bawah 16 tahun
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).
Soedijar mengemukakan definisi mengenai anak jalanan berikut ini :
Anak jalanan adalah anak-anak usia 7 –15 tahun yang bekerja di jalan raya dan
tempat umum lainnya yang dapat menganggu ketentraman dan keselamatan dirinya
(Soedijar,1989:7)
Sedangkan Panji Putranto mendefinisikan anak jalanan adalah sebagai berikut :
Mereka yang berusia 6-16 tahun yang tidak bersekolah lagi, tidak tinggal
bersama orang tua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan
di jalanan, persimpangan, dan tempat-tempat umum, dan tinggal di kota-kota
besar.
Menurut Nafsiah Mboi yang dimaksud dengan anak jalanan adalah sebagai berikut
:
Landasan Teori
13
23. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Yaitu anak-anak yang hidup dan bekerja di jalanan, ditinggalkan atau
diterlantarkan, atau melarikan diri dari keluarganya. Namun demikian ada yang
masih ada hubungan dengan keluarganya tetapi menghabiskan sebagian besar
waktunya dengan bekerja di jalanan (Nafsiah. M, 13-10 Sept. 1996)
Adapun Dr. Ilsa Nelwan mendefinisikan Anak Jalanan (dalam Pikiran Rakyat,
1996:8) , sebagai berikut;
Anak Jalanan adalah anak-anak yang bekerja di Jalanan. Ada yang
masih tinggal bersama keluarganya namun ada yang masih tinggal bersama
keluarganya, namun ada juga anak-anak yang hidup dan bekerja di jalanan tidak
memiliki lagi hubungan dengan keluarganya.
Dari hasil konfrensi Internasional dan lokakarya nasional mendefinisikan anak
jalanan berikut ini :
Anak jalanan adalah anak yang hidup dan menggunakan sebagian waktunya untuk
bekerja di jalanan.1
Tetapi Mulandar dan Fanggidae tidak mendasarkan penjelasan mengenai anak
jalanan oleh berbagai organisasi dan departemen yang saat ini belum memiliki kesamaan
pendapat dan definisi tentang anak jalanan itu (Mulandar (ed), 1996:111). Sebagai contoh
mengenai batasan usia yang bervariasi. Menurut pengamatan Fanggidae di lapangan
diantara banyak anak jalanan khususnya yang jadi pedangang asongan berusia cukup
tinggi mencapai 26 tahun. Pedagang asongan ini tidak lagi bersekolah, Jadi berkerja purna
waktu. Sedangkan anak jalanan diantaranya masih bersekolah, minimal pada tingkat
Sekolah Dasar. Banyak anak jalanan yang berstatus siswa memandang aktivitas di jalan
sebagai pekerjaan sambilan atau “nyambi” mencari uang pada sela waktu-waktu tidak
bersekolah (Fanggidae,1996:123)
Berdasarkan kenyataan di lapangan, penulis menemukan adanya anak-anak
jalanan berusia lebih dari 18 tahun. Bila mengikuti Konvesi Hak Anak menetapkan 18
tahun sebagai batas usia anak. Artinya mereka yang berusia di bawah 18 tahun adalah
seorang anak.Padahal sebagian besar anak jalanan bertumbuh, berkembang dan dewasa
dimulai sejak mereka dalam usia anak hingga ahkirnya melewati batasan usia tersebut.
1
Mboi, N. Upaya pemberdayaan anak jalanan secara terpadu dan berkesinambungan. Makalah pada
Konfresi internasional tentang pemberdayaan anak jalanan dan pasca konfrensi lokakarya tentang pola
penanganan anak jalanan. BK3S, Yogyakarta, 10-13 September 1996.
Landasan Teori
14
24. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Siswanto melihat bahwa pembatasan menurut usia mengasumsikan bahwa anak
merupakan keberadaan transisional, bukan keadaan terminal. Ia ada untuk berubah
menjadi suatu yang lain. Proses itu dianggap alamiah dan tak-terhindarkan, yang akan
dilalui seorang anak untuk berkembang menjadi keberadaan yang bukan anak lagi.
Dengan pemahaman demikian, anak dipandang sebagai “orang dewasa yang belum jadi
atau sepenuhnya jadi orang”. Akibatnya mereka tidak dilibatkan, dipinggirkan,
dimarginalkan. “Masih Anak-anak, isih bocah, masih ingusan” dsb, merupakan konotasi
yang menganggap mereka tidak penting dan memenuhi syarat serta belum mampu
menjalankan fungsi tertentu. Apakah menjadi dokter, menjadi pengacara, menjadi
pemimpin, menjadi orang. (Siswanto,Merajut pengertian Anak, 2003:1&4)
Lebih dalam Siswanto mengemukakan, bahwa keberadaan anak (Child Hood)
adalah realitas yang tidak pernah lepas atau hilang (dissolved) sewaktu seseorang menjadi
dewasa. (Ibid : 5)
When a child was a child (s)he did not know that (s)he was a child
Kalimat diatas mengandung arti bahwa keberadaan seorang dewasa ditentukan oleh masa
kekanakan. Proses ini menjadi tahapan yang mempunyai nilai yang berharga dan berarti
yang otentik bagi mereka yang menjalani proses apakah itu masa bayi, kanak-
kanak,remaja, dewasa, bahkan lanjut usia. Anak berkembang bukan untuk tidak menjadi
orang atau manusia, melainkan menjadi manusia yang utuh. Ia berasal dari Sang pencipta
yang dilahirkan di tengah komunitas orang dewasa, namun bukanlah menjadi milik
komunitas orang dewasa dalam kekinian mereka. Ia adalah milik masa depan dan harapan
akan datangnya dunia ideal bagi komunitas orang dewasa. (Ibid: 6).
Menurut Bagong Suyanto mengenai keberadaan anak di lingkungan masyarakat
yang didominasi nilai-nilai patriarkhis (silsilah keturunan laki-laki sebagai kepala
keluarga) dan nilai paternalistik (kedudukan ayah sebagai kepala keluarga), posisi anak
dalam banyak hal memang merupakan warga "kelas tiga" (setelah ibu) dan acap kali
selalu dikalah-kalahkan. Mereka dianggap tidak memiliki hak berbicara, apalagi berbeda
pendapat dengan orang dewasa, dan bahkan orang dewasa sepertinya dianggap sah bila
melakukan tindak kekerasan kepada anak, asalkan untuk demi kepentingan anak itu
sendiri (kompas,25 Juli 2001).
Anak jalanan adalah korban dari kemajuan peradaban industrialisasi dan
urbanisasi yang memaksa anak untuk bekerja di jalan. Seorang anak yang sudah
menghasilkan uang dari bekerja, seperti anak yang bekerja di jalanan ini merasa menjadi
Landasan Teori
15
25. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
orang yang lebih penting dan dewasa dibandingkan dengan anak-anak lain sebayanya. Ia
menjadi bebas berbuat dan merasa mandiri.Mereka kemudian ingin menunjukan
kelebihannya itu meskipun disadari bahwa ukuran badannya belum besar, karena
terhitung ia belum dewasa. Sikap perilaku ini yang memiliki kematangan semu (pseudo
maturity). Mereka biasanya terus mengambil sikap dan memperlihatkan kelebihannya itu
dengan melakukan kebiasaan merokok, berjudi, teler, termasuk perilaku seks bebas
(Endah&Rahmat, Medika, Mei 1996).
Mereka tidak jarang terjerumus dalam tindakan kriminal yang meresahkan, bahkan
berkonflik dengan hukum karena melakukan tindakan kriminal yang tergolong berat
seperti; perkosaan, perampokan atau pembunuhan.(dalam Bagong Suyanto. kompas, 8
Agustus 2001).
Bagong Suyanto mengemukakan dampak lebih lanjut bahwa anak yang bekerja di
jalanan ini, merupakan:
Manusia yang membutuhkan perlindungan, pendidikan dan kasih sayang dari
orang dewasa . Seorang anak dalam usia yang rawan2
dan marjinal ini , sejak usia belia
terpaksa hidup di jalan 3
yang serba keras dan menjadi korban child abuse 4
orang
dewasa. Kondisi ini ditambah tekanan kebutuhan ekonomi membuat mereka semakin
terjerumus dalam ulah yang menyimpang dari norma umum masyarakat. Akibatnya
berpeluang menjadi penjahat profesional yang membahayakan masyarakat pada masa
depan mereka.(Ibid, Kompas 8 Agustus 2001).
2.1.2. Jumlah Anak Jalanan
Menurut penjelasan Mensos Justika S. Baharsjah, jumlah anak jalanan di berbagai
kota besar di Tanah air kini mencapai sekitar 50.000 jiwa lebih (Kompas, 26 Febuari
1999).
Menurut Irwanto. angka ini masih dapat diperdebatkan akurasinya, karena ada
kesan kurang memperhitungkan perkembangan situasi krisis ekonomi yang mulai terasa
2
Anak rawan di Indonesia -terjemahan bebas dari children in need of special protections (CNSP)-adalah
sebuah istilah yang relatif baru dan belum memasyarakat secara luas. Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari
kita semua sebetulnya sudah pasti pernah melihat atau minimal mengetahui keberadaan mereka. Anak
jalanan, anak korban kekerasan, anak yang dilacurkan, anak korban pemerkosaan, pengungsi anak, anak
putus sekolah, buruh anak, (kompas, 27 November 2001)
3
Jalanan merupakan tempat kerja yang kejam dan membahayakan kehidupan anak-anak. Eksploitasi,
kekerasan yang mengerikan, mencekam dan merendahkan martabat manusia atau bahkan menghilangkan
nyawa sering dialami anak-anak jalanan. ( Yayasan Setara, 12/05/2000: 1).
4
Menurut Siswanto kata Abuse memiliki banyak arti, penyalahgunaan, kekejaman,caci –maki. Namun
demikian sulit mencari padanan atau istilah yang tepat untuk bahasa indonesia. Ia mengklasifikasikan child
abuse antara lain;(1) Fisikal Abuse (Penganiayaan fisik), (2) Seksual Abuse (penganiayaan seksaul),
3)Neglect (diabaikan/dilalaikan). (4) Emotional abuse (penyiksaan emosi). (Siswato, Child Abuse, maret
2003).
Landasan Teori
16
26. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
dampaknya sejak bulan Juni 1997. Jadi kalau dilihat ditiap-tiap daerah jumlah anak
jalanan selama tahun terahkir diprediksi melonjak empat hingga lima kali lipat dari
jumlah anak jalanan yang ada di Indonesia. Saat ini telah meningkat menjadi sekitar 150-
200 ribu jiwa atau mungkin lebih. (Irwanto, 1998).
Menurut Neni Utami yang mengutip dari majalah galamedia 6 Mei 2002,
mengemukakan bahwa jumlah anak jalanan hingga tahun 2001 berjumlah 1,3 Juta anjal di
Indonesia. Sedangkan untuk kota Surabaya pada tahun 2000 terdapat 2000 anjal (Surya,
23/07/00), setahun kemudian sudah menjadi 3005 anak tersebar dalam 134 kantong
(Surabaya Post,31/8/01).
Di Jawa timur sendiri jumlah anak jalanan belakangan ini diperkirakan sekitar
6.000 jiwa, di mana sekitar 3-4 ribu jiwa diantaranya berada di kota Surabaya5
, dan
sisanya tersebar di berbagai pelosak kota lain, seperti Malang, Sidoarjo, Mojokerto,
Jember, dan sebagainya (Sri Sanituti&Bagong.H,1999:2).
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab dan Penarik Munculnya Anak Jalanan
Perkembangan anak selalu dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: Pertama, Faktor
internal atau faktor dalam. Yang dimaksud adalah faktor yang secara potensial sudah
dimiliki oleh anak sejak lahirnya. Faktor ini lebih bersifat psikologis atau kejiwaan yang
nantinya akan mempengaruhi dan membentuk kepribadiannya.Kedua,Faktor eksternal
atau faktor luar. Yang dimaksud adalah lingkungan hidup dimana seorang anak
dibesarkan memberikan pengaruh besar terhadap keperibadiannya. Gunarsa (ed), 1983:
177)
2.1.3.1. Faktor eksternal
Manusia sebagai mahluk sosial, merupakan sebuah proses belajar untuk
penyesuaian terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, dan meleburkan diri
menjadi satu rasa kesatuan. Hal ini mencakup perkembangan bentuk-bentuk tingkah laku
baru, perubahan dalam minat, dan pilihan tentang tipe-tipe baru. Hal ini memerlukan
pembimbingan yang harus datang dari orang dewasa, karena anak masih terlalu muda dan
tidak berpengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah yang
5
Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Surabaya kota Surabaya pada tahun 2002, jumlah anak jalanan
mencapai 2.926 orang (kompas,20 Januar1 2002 :48) Berarti naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2000
yang berjumlah 1297 orang (Depsos, TOR: Program Penanganan Anak Jalanan Surabaya,2003:1)
Landasan Teori
17
27. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Kelompok Sebaya,teman-teman, kenalan
, atau lingkungan dekat
Keluarga
menguntungkan. Peran orang tua menjadi penting untuk patisipasi sosial seorang anak
untuk seberapa jauh mengambil manfaat dari kesempatan-kesempatan diluar rumah.
(Diktat mata kuliah: Psikologi Perkembangan: 99)
Kondisi kelompok sosial menentukan menjadi manusia apa ia kelak. Oleh karena
manusia adalah mahluk elastis, baik fisik maupun mental, maka perkembangannya
dipengaruhi dan dibentuk menurut pola yang ditentukan oleh anggota-anggota kelompok
dengan siapa dia lebih banyak berhubungan. Pengaruh rumah keluarganyalah yang lebih
bepengaruh dalam proses sosialisasinya, sedangkan di sekolah guru-guru dan teman-
teman sebaya mulai menekankan pengaruh mereka. Biasanya pengaruh teman sebaya
(peer) adalah lebih besar daripada pengaruh guru. (Ibid : 100).
Departemen Sosial (Jakarta, 1998:3) lebih melihat lingkungan hidup yang
berjenjang dari mulai keluarga, sekolah dan masyarakat serta dipengaruhi berbagai faktor
seperti yang tergambar dibawah ini.
Gambar 2.1.3.1.1
Lingkungan Sosial Anak Jalanan
Anak
Sekolah
Pemerintah
Masyarakat
Pengadilan
Kepolisian
LSM/Orsos
Faktor-faktor yang
mempengaruhi dan
menarik:
1.Lingkungan sosial
2. Relasi-relasi.
3. Norma dan nilai dalam
masyarakat
4.Lingkungan tetangga.
5. Keluarga retak.
6.Resesi ekonomi
7. Kemiskinan.
8. Pasar kerja
Masyarakat Luas
Landasan Teori
18
28. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri sanituti&bagong,1999:8-9),
mengungkapkan ada empat kondisi yang mendorong atau memfasilitasi kencendrungan
anak untuk memilih hidup di jalan,
1. lingkungan keluarga. Artinya, bila anak dilahirkan atau dibesarkan dalam
community street besar kemungkinan si anak mengikuti jejak orang tua untuk
turun ke jalan. Dalam komunitas ini, anak menjalani kehiduan di jalanan adalah
hal yang biasa dan wajar. Hal ini didorong adanya anggapan bahwa si anak bisa
bermain dan menghasilkan uang yagn tidak sedikit jumlahnya, meski tanpa modal
seklaipun. Tentunya hal ini sangat membantu perekonomian keluarga.
2. Konfilk keluarga, Dalam hal ini. Adanya ketidakcocokan antara anak ddan orang
tua sering menimbulkan konlik. Hal ini juga karena si anak merasa ada yang
kurang dalam keluarga, sehingga ia mencari pelampiasan di luar keluarga (anak
bandel versi orang tua).
3. Dekat dengan pusat keramaian atau fasilitas umum. Keramaian yang dimaksud
disini adalah terminal,stasiun, tempat perbelanjaan,persimpangan jalan yang ada
lampu lalu lintasnya. Tempat-tempat tersebut sangat memungkinkan mereka
mengais rejeki menurut versi anak jalanan.
4. Dekat dengan komunitas anak jalanan. Bila si anak dekat dengan komunitas
jalanan, baik itu sebagai teman sepermainan maupun dekat dengan tempat di mana
komunitas jalanan tersebut beroperasi, besar kemungkinan si anak akan ikut turut
pula. Apalagi dia mengetahui hasil (uang) yang diperoleh anak jalanan cukup
mengiurkan dan ia juga merasa mampu melakukan pekerjaan tersebut.
Tjuk Kasturi Sukiadi melihat pula ada presepsi dan kontruksi sosial anak jalanan
itu yang hidup dan diyakini benar oleh anak jalanan itu sendiri. (ibid: 9).
1. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan mengenai pekerjaan
lain yang dapat menghasilkan uang besar selain penghasilan anak jalanan
2. Muncul anggapan dalam diri si anak maupun keluarga bahawa menjadi anak
jalanan bukanlah pekerjaan yang memalukan melainkan biasa dan wajar,
bahkan menjadi peminta-minta sekalipun.
Sing penting ora nyolong dan halal 6
.
3. Adanya budaya masyarakat argaris di mana anak dalam keluarga mempunyai
peranan membantu pekerjaan orang tua. Pada petani miskin anak digunakan
sebagai tenaga kerja.
Tjuk Kasturi Sukiadi ( dalam Sanituti. S dan Bagong,1999: 10-11), merumuskan
proses anak yang keluar dari rumah dan kemudian menjadi anak jalanan dengan
menyederhanakan menjadi lima tahapan pokok yakni;
6
Istilah umum yang dipakai anak jalanan di Surabaya sebagai alasan yang kuat untuk bertahan dan
hidup di jalan, serta pembelaan dan pembenaran atas eksistensinya.
Landasan Teori
19
29. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Pengetahuan:
-Pengahasilan anak
jalanan.
-Mudah dilakukan.
Ketertarikann
Stimulus
factor-faktor
penunjang:
- Kawan
- Keluarga
Pelaksanaan
turun ke jalan
Stimulus Negatif
-Kehidupan
jalanan.
-Kelompok/kawan
-Kontrol keluarga
Stimulus Positif
-Kehidupan
jalanan.
-Kelompok/kawan
-Kontrol keluarga
Prilaku
meyimpang
Tahap 4 Tahap 5Tahap 3Tahap 1
Gambar 2.1.3.1.2
Proses Tahapan Menjadi Anak Jalanan
Keterangan:
Tahap I : Pengetahuan Sampai Adanya Ketertarikan.
Berawal dari pergaulan di daerah asalnya, mereka jalan-jalan ke tempat
sebagaimana telah disepakati bersama. Di perjalanan mereka menjumpai anak-anak
jalanan senang bekerja. Sampai disini hanya sebatas melihat dan sebagai
pengetahauan, bahwa bentuk dan hasil yang dilakukan oleh anak-anak jalanan itu
dapat pula dilakukan oleh anak seusia mereka. Pada tahap ini tidak membuat anak
langsung turun ke jalan, melainkan tergantung pada stimulus berikutnya (adanya
fasilitas).
Tahap II: Ketertarikan Sampai Keinginan
Pada tahap ini adalah tahap ketertarikan yang mendapatkan fasilitas atau faktor
pendorong, seperti kondisi ekonomi atau kondisi keretakan hubungan orang tua.
Fasilitas itu semakin memperkuat anak turun ke jalan.
Tahap III: Pelaksanaan
Si anak mulai melakanakan niatan dengan mendatangi tempat operasi. Bila
disni mereka menemukan teman yang sudah dikenal maka keinginan segera
terealisasi meski agak malu-malu.
Tahap IV: Mulai memasuki Kehidupan Anak jalanan.
Tahap 2
Landasan Teori
20
30. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Dalam tahap ini si anak akan diterpa sebagai berbagai pengaruh kehidupan jalanan.
Namun demikian hal ini juga bergantung pada diri anak itu sendiri dan teman-teman
yang membawanya. Yang tak kalah penting peranan orang tua untuk mengontrolnya.
Bila ketiga pihak di atas masih memiliki peran dan pengaruh yang positif, maka mesti
berada di jalan, anak tetap positif dan tak tercabut dari norma dan nilai yang telah di
pegang sebelumnya.
Tahap V: Terjerumus atau kembali pada kehidupan Wajar
Bila dalam perkembangannya si anak merasa bahwa mencari nafkah di jalanan
semakin sulit, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama bertahan dengan
tetap memegang norma kemasyarakatan atau keluar dari komunitas jalanan.
Kemungkinan kedua, bila stimulus baik dari kawan maupun pihak lain untuk berbuat
negatif, maka si anak sudah masuk dalam kategori anak jalanan bebas di mana norma
agama dan kemasyarakatan cendrung di tinggalkan. Pada tahap inilah kecendrungan
berprilaku menyimpang terjadi seperi judi, seks bebas, narkoba dan tindakan kriminal
lainnya.
Menurut analisis Irwanto (1995: 131), bahwa adanya kebutuhan pasar akan tenaga
kerja anak. Di satu pihak anak-anak bekerja atas kemauannya sendiri dan mereka senang
mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya.Hal ini dipandang langsung antara faktor
pendorong dan penarik. Faktor penarik menjadi lebih besar karena adanya faktor
pendorong (Kemiskinan) yang kuat. Jika tidak adanya kebutuhan fisiologis yang begitu
dasar yang harus dipenuhi, faktor penarik diatas tidak banyak berpengaruh.
Sedangkan Tata Sudrajat (dalam Mulandar (ed),1996:154) membagi penyebab
munculnya anak jalanan menjadi tiga tingkat, yakni Mikro, Meso, dan Makro.
1. Tingkat mikro (immediate causes), yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan
situasi anak dan keluarganya.
1) Kemiskinan keluarga
Menurut kamus sosiologi kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup untuk memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup
kelompok, dan juga tidak mampu untuk memanfaat tenaga, mental maupun fisiknya
dalam kelompok tersebut. (Soekanto 1982 :378).
Selanjutnya Astri Sutanto mengartikan kemiskinan sebagai beberapa kekurangan
atau keadaan kurang tersedianya sumber ekonomi dalam bentuk materi maupun non
materi yang diperlukan untuk menunjang kehidupan suatu masyarakat (Susanto.A.1984
:146).
Jika masalah kemiskinan ini dialami suatu keluarga sebagai bagian dari suatu
masyarakat, maka situasi ini memungkinkan munculnya masalah-masalah sosial lain
Landasan Teori
21
31. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
kepermukaan hal ini dapat dipahami dengan mengikuti pengertian dan fungsi keluarga
yang dikemukakan dokter.Robert Lawang sebagai berikut :
Keluarga merupakan orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan yang
membentuk satu rumah tangga, yang berinteraksi, dan berkomunikasi satu sama lain
dengan melalui peranan-peranananya sendiri sebagai anggota keluarga dan yang
mempunyai fungsi ekonomi dan fungsi edukatif. (Lawang, R.,1984:877).
Masalah kemiskinan yang dialami keluarga tidak saja berakibat tidak terpenuhinya
kebutuhan anak, tetapi ternyata telah memberikan dampak lebih luas bagi peran seorang
anak dalam keluarga. Anak terpaksa dilibatkan dalam usaha-usaha untuk menambah
pendapatan orang tua guna memenuhi kebutuhan keluarga itu sendiri.
Menurut J.Kosa dan I.K.Zola dalam bukunya Poverty and health yang dikutip oleh
Suparniah Sadli mengatakan :
Kondisi miskin sebagai lingkungan sosial dimana anak dibesarkan tidak
mendukung atau membantu terbentuknya watak atau sifat-sifat pribadi yang dapat
mendobrak kemiskinannya. (Saparniah Sadli dalam Kartono (ed)), 1986: 120).
Menurut hal ini menghambat proses perkembangan dan belajar ketrampilan si
anak, khusus untuk mencari pekerjan yang layak. Mata pencarian yang tidak pasti dan
menyulitkan orang tua miskin untuk semakin memperkuat kondisi kehidupan miskin
pada anaknya. Anak-anak hanya melanjutkan cara hidup keluarganya yang sekarang.
Keluarga miskin kurang mempunyai sarana yang diperlukan untuk mengharapkan dari
generasi mudanya untuk dapat meningkatkan taraf hidup.
Orang tua yang memiliki kesulitan keuangan keluarga, sehingga menjadi kurang
mampu berbuat lebih banyak untuk membiayai kelanjutan pendidikan anaknya. Ataupun
kedua orang tuanya telah meninggal sehingga ia berusaha untuk menghidupi dirinya
sendiri (Kompas 23 Juli 1997:4).
Pada keluarga miskin inilah anak-anak mereka pada usia relatif muda sudah harus
belajar dan mengalami tanggung jawab memenuhi kebutuhan seperti sandang, pangan dan
papan. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan munculnya masalah anak jalanan.
2) Konfik keluarga
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri Sanituti dan Bagong,1999:8),
mengemukakan bahwa adanya ketidakcocokan antara anak dan orang tua sering
menimbulkan konflik. Hal ini juga karena ada yang kurang dalam keluarga, sehingga ia
mencari pelampiasan di luar keluarga atau rumah (anak bandel versi orang tua) (Sri
Sanituti&Bagong,1999:8).
Landasan Teori
22
32. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Selanjutnya Bambang Setiawan menjelaskan bentuk-bentuk konfik keluarga
tersebut yaitu;
Ketidak-harmonisan rumah tangga orang tua, seperti perceraian atau percecokan
yang menciptakan suasana anak enggan pulang ke rumah .Sikap orang tua yang
kurang komunikatif dan peka terhadap perkembaganan kebutuhan si anak.
(Kompas 23 Juli 1997:4).
Secara sosiologis, Soerjono Soekanto membagi bentuk-bentuk diorganisasi
keluarga anatara lain:
1. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan.
2. Putusnya perkawinan sebab perceraian, pisah rumah atau ranjang, dan
sebagainya.
3. Komunikasi yang kurang sehat dan harmonis antar anggota keluarga.
4. Krisis keluarga, oleh karena salah satu bertindak sebagi kepala keluarga di luar
kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga, mungkin karena
meninggal dunia, dihukum atau karena peperangan.
5. Krisis keluarga yang disebabkan oleh karena faktor-faktor intern, misalnya
karena terganggu kesimbangan jiwa salah satu anggota keluarga.
Menurut Menurut Drs. Maryam Rudyanti.G (dalam Prof. Dr Singgih D. Gunarsa
dan Dra. Ny.Y.D. Gunarsa,1985: 167) bahwa perceraian orang tua menyebabkan anak-
anak tidak merasa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, padahal hal itu sangat
penting dalam perkembangan anak secara normal. Ia menjadi dilematis dalam ketakutan
dan ketegangan-ketengangan psikologis dalam berinteraksi sosial dan dipandang berbeda
oleh masyarakat dan teman-temanya Ia merasa tidak aman dan cendrung inferiority
terhadap kemampuan dan kedudukannya.
Irwanto (1995:125-130), dalam penelitiannya ada empat kondisi keluarga yang
mendorong anak bekerja adalah; Ibu menajdi kepala rumah tangga; Percecokan atas
prilaku ayah yang menganggur, jarang pulang, penjudi atau pemabuk; Jumlah anggota
keluarga yang besar; Dan anggapan orang tua bahwa anaknya yang bekerja sebagai
“latihan kerja” sehingga telah dewasa tidak binggung.
2. Tingkat meso (underlying causes), yakni faktor-faktor yang ada dimasyarakat tempat
anak dan keluarganya berada.
Menurut A.Susanto dalam bukunya sosiologi pembangunan bahwa salah satu
hambatan utama dalam usaha meningkatkan taraf hidup (ekonomi dan sosial) dari suatu
Landasan Teori
23
33. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan ialah sikapnya sendiri yang telah menjadi sub
budaya. (A Sutanto, 1984 : 114).
Nafsiah mboi melihat faktor-faktor masyarakat, seperti ; pertama, ketimpangan
ekonomi antar golongan masyarakat.Misalnya, anak sering melihat barang-barang bagus
di pusat pembelanjaan (plaza). Keluarga yang tidak dapat memenuhi keinginannya karena
harganya sangat mahal. Hal itu membuat anak berusaha mempunyai uang dengan jalan
melakukan pekerjaan di jalanan. Kedua, ketimpangan sosial antar rural (desa) dan urban
(kota). Misalnya, pembangunan kota yang lebih pesat dari desa menyebabkan orang desa
tergiur dan berasumsi untuk mencari pekerjaan. Modernitas, Kemewahan, Kemajuan
Iptek dan sebagainya, membawa mereka untuk berkompetisi dan mengadu nasib di kota.
Sayangnya kaum urban yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mencari
dan mendapatkan pekerjaan, sehingga menjadi pengangguran. Ahkirnya dunia jalanan
dipilih menjadi tempat yang menawarkan kemudahan-kemudahan yang dapat
mendatangkan uang.
Menurut Bagong Suyanto (kompas,13 Maret 2003), bahwa Bagi anak-anak
jalanan sendiri, subkultur kehidupan urban yang menawarkan kebebasan, kesetiaan, dan
dalam taraf tertentu juga "perlindungan" kepada anak-anak yang minggat dari rumah
akibat diperlakukan salah telah menjadi daya tarik yang luar biasa
Menurut Komarudin (dalam Hati Baru, edisi Febuari 1999:16), ia melihat
kemiskinan dan kejahatan sebagai dua sisi mata uang. Kemiskinan yang dialami oleh
keluarga, bahkan lingkungan tempat seorang anak tinggal menimbulkan bentuk-bentuk
kriminalitas. Prilaku-prilaku yang tidak sehat di lingkungan masyarakat ini secara alamiah
telah membentuk mentalitas yang tidak sehat pula. Mentalitas ini berkembang menjadi
bentuk prilaku yang menyimpang ataupun kriminilitas sebagaimana terkondisi dan wajar
di dunia jalanan.
Didit Hape, pengelola sanggar anjal “Alang-alang”, Surabaya. Ia mengungkapkan
akibat prilaku-prilaku penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian anak jalanan, kerap
kali diberi stigma oleh masyarakat bahwa anak jalanan indentik dengan anak liar dan
tidak mengenal sopan-santun (dalam tif, kompas 5/5/01: 19)
3. Tingkat makro (basic causes), yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan struktur
makro dari masyarakat seperti ekonomi, politik, kebudayaan.
1) Kemiskinan Struktural
Landasan Teori
24
34. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Menurut data PBB untuk anak tahun 1995, disebutkan tiga faktor anak-anak
meninggalkan bangku sekolah dan bekerja pada usia dini adalah kemisikinan, pendidikan
yang tidak relevan dan tradisi. (dalam Kompas, 24/07/2001:28)
Alfian menjelaskan kemiskinan dan hubungannya dengan struktur makro sebagai
istilah kemiskinan struktural, dimana seseorang atau kelompok sosial hidup dalam
lingkaran setan kemiskinan ini menimbulkan sikap pasrah kepada kemiskinan itu. Mereka
sudah terbiasa hidup dalam lingkaran yang serba miskin, sehingga kemudian
menimbulkan sistem nilai yang berlanjut mensikapi kemiskinan ini. (Alfian,1980:40).
Menurut Mulyono (1986:72) kemiskinan struktural disebabkan oleh struktur-
struktur dalam masyarakat yang tidak memungkinkan golongan tertentu tidak bisa
meningkatkan derajat hidup mereka secara layak (Mulyono,1986:72)
Mayjen Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA, MM (dalam Sri sanituti dan
Bagong, 1999: 27) mengemukakan bahwa Ketidakstabilan politik berpengaruh pada
ekonomi, dampaknya pada meningkatnya jumlah PHK dan belum merata tingkat
kehidupan masyarakat sehingga menimbulnya kesenjangan sosial. Hal ini menjadi faktor
korelatif mendorong munculnya anak jalanan.
2) kondisi Pendidikan
Persoalan kependidikan di negara berkembang sangat kompleks. Sebut saja dari
pemotongan dan minimnya subsidi pendidikan, sistem pendidikan yang kaku dan tidak
memberi inspirasi , serta kurikulum yang tidak relevan dan jauh dari realitas sosial
kehidupan anak. Juga metode pengajaran yang tidak mengedepankan kesadaran,
keterbukaan dan kesetaraan yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya.
(kompas,24/07/01:28). Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi lantaran orang
tuanya tidak sanggup lagi membiayai sekolah jutru dibayar mahal dengan hilangnya
kesempatan mengecap ilmu pengetahuan di bangku pendidikan formal. Padahal ada
korelasi positif antara tingkat pendidikan dan akses individu terhadap distribusi
pendapatan. Tingkat pendidikan anak memiliki aspek positif terhadap kemampuan
kognitif anak. (Repubika 29 April 1999).
Syaiful hajar mengungkapkan bahwa anak yang meningalkan sekolah dan memilih
untuk belajar hidup di jalan dikarenakan sekolah-sekolah formal tidak lagi bisa
diharapkan sepenuhnya untuk menjadikan manusia yang berkepribadian dan mereka
Landasan Teori
25
35. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
menjadi jenuh karena pendidikan formal kurang mengakomodasi persoalan realitas
kehidupan mereka.(Kompas 14/11/01:42)
Menurut Cecep Junaidi dari Yayasan Mitra Jakarta menilai bahwa Realitas
pendidikan yang sepertinya hanyalah kegiatan yang menghabiskan uang dan tidak
menjanjikan apa-apa telah mendorong orang tua agar anaknya bekerja dan menghasilkan
uang. (Mulandar (ed), 1996:114).
3) Sistem Budaya
Keadaan ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi turun atau tidaknya anak-
anak turun ke jalan (kompas, 20 Januari 2003:48). Tekanan struktural akibat
pembangunan yang urban bias berpadu dengan kehidupan desa yang makin mencekik,
yang hasilnya adalah korban urbanisasi. Datang tanpa keterampilan berhadapan dengan
kehidupan kota yang anomik, mendorong lahirnya subkultur tersendiri dalam komunitas
miskin ini atau yang lebih dikenal dengan budaya kemiskinan (Kompas,13 Desember
2003:18).
Menurut Indrasari (dalam Mulandar (ed),1996:26) faktor budaya kepatuhan dan
fatalitas dimana permasalahan yang dialami anak yang bekerja di jalan sebagai bagian
dari ujian dari yang Maha Kuasa, sedang manusia hanya dapat menerima dengan ikhlas
hati. Hal demikian makin transparan ketika permasalahan itu mendapat fatwa atau restu
dari figur masyarakat atau orang tua.
Selanjutnya Oktaviana Sp (ibid: 46), mengatakan bahwa anak sebagai potensi
keluraga yang wajib berbakti kepada orang tua. Jadi anak yang bekerja justru dipandang
sebagai anak yang berbakti. Dengan budaya itu maka posisi anak-sebagai seorang anak-
yang mempunayi hak dan patut dilindungi menjadi terabaikan. Istilah “banyak anak
banyak rejeki”, anak dipandang sebagai tenaga kerja atau alat produksi. Atau sebaliknya,
istilah “dua anak cukup” menjadi indikasi adanya keberadaan menajadi beban. Kondisi
membuat posisi anak tidak mendapat perhatian, bahkan dibuang.7
Mayjen Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA, MM (dalam Sri sanituti dan Bagong,
1999: 27), beliau melihat lunturnya nilai-nilai budaya, antara lain nilai-nilai agama pada
sebagian masyarakat semakin menipis dan perubahan sikap masyarakat yang lebih
individualistik, konsumeristik dan suka pamer. Hal lain seperti ,pemberitaan media baik
cetak maupun elektronik menampilkan adegan kekerasan , seolah-olah mudah melakukan
7
Siswanto, Merajut Pegertian Tentang Anak,2003 :5.
Landasan Teori
26
36. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
apa saja terhadap orang lain. Serta aspek hukuman kadang tidak memberikan efek jera
bahkan kamampuannya dan bentuk kriminal menjadi makin tinggi.
2.1.3.2. Faktor Internal
Faktor-faktor yang disebabkan dari kondisi batin si anak itu sendiri (internal).
Artinya di pengaruhi oleh perkembangan psikologi anak jalanan berdasarkan batasan usia
perkembangannya, yaitu; (Diktat mata kuliah, Psikologi Perkembangan)
1. Masa Kanak-kanak (2 tahun s/d 10 tahun atau masa pubertas)
Perkembangan pada usia ini ditandai dengan pengusaan lingkungan, sehingga ia
dapat menjadi bagian dari lingkungan. Bila ia gagal ia, maka ia bergantung pada
kemampuan berbicara untuk memperoleh informasi. Akibatnya ia menjadi manusia yang
suka bertanya. Disamping itu ia juga melakukan penyesuaian sosial. Kira-kira usia enam
tahun sosialisasi merupakan hal yang penting. Pada masa ini sering diberikan berbagai
kegiatan kelompok memegang peranan penting dalam kehidupan anak. (Ibid:16)
Tugas perkembangan pada masa ini seorang anak belajar menguasai keterampilan
fisik atau permainan, berbahasa, bergaul dengan teman sebaya, belajar pendidikan dasar,
mengembangkan konsep-konsep atau kata hati, moral, sikap, dan nilai yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari. (Ibid :24-25)
2. Masa Adolesen ( 11 tahun s/d 21 tahun).
Adolosen berasal dari kata latin adoloscore, yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Suatu masa dimana tingkah laku dan sikap kanak-kanak digantikan oleh tingkah laku
dan sikap orang dewasa.(Ibid :62). Pada masa perkembangan ini dapat di bagi menjadi
tiga tahapan, yaitu;
2.1. Pra-adolesen
Masa ini singkat sekali, kira-kira setahun lamanya diikuti adolesen bagaimana
bisanya terjadi antara usia 11- 13 tahun sedangkan pria terjadi kira-kira setahun lebih
lamanya . Masa itu juga di sebut “fase negatif”. Oleh karena itu selalu sikap negatif masa
kini.(ibid : 17).
Masa ini disebut dengan masa pubertas. Periode ini merupakan peralihan individu
dari asexsual menjad seksual. Juga sebagai masa tumpang tindih antara masa kanak-kanak
dengan tuntutan perubahan bentuk fisik, secara seksual dan proporsional menunjukan
karakterisrik orang dewasa. Pada masa ini mengakibatkan kebinggungan dan rasa tidak
Landasan Teori
27
37. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
aman, dan dalam banyak hal menimbulkan tingkah laku yang tidak menguntungkan. Ia
mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau ia mengingkari sebagian sifat-sifat baik
yang telah dikembangkan sebelumnya. (ibid:57)
Bila anak tidak memperoleh persiapan mental, atau bila persiapan yang
diterimanya terdiri dari informasi-informasi yang tidak tepat yang dapat menimbulkan
sikap-sikap yang tidak sehat, maka akibatnya terhadap tingkah lakunya akan tidak
menguntungkan. (ibid: 61).
Pada masa ini informasi tentang daya tarik yang ditawarkan dunia jalanan akan
sikap kebebasan, kemudahan ekonomi, pengakuan dan pergaulan yang tidak sehat. Bila
tidak disadari dengan mempersiapkan mental yang dilakukan oleh keluarga dan
masyarakat akan membawa anak terjun ke dunia jalanan. Dampaknya dari hal tersebut
akan mempengaruhi tingkah laku yang tidak menguntungkan bagi dirinya atau
menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku secara umum di masyarakat.
2.2. Adolesen Awal.
Masa ini segera mengikuti masa panjang dan berlangsung hingga usia 16-17
tahun, jadi bersama dengan usia lanjutan atas. Sering pula masa ini di sebut masa
canggung, oleh karena kecanggungan yang sering tampak dalam tingkah laku mereka
yang seiring dengan kesadaran dengan konsep aku. Pada masa ini pertumbuhan mental
dan fisik mencapai kesempurnaannya. (Ibid:17).
Pada masa ini ia lebih emosional, sehingga menimbulkan perselisihan dengan
orang tua, guru dan teman-temannya. Ia menjadi sulit diajak bekerja sama dan hidup
bersama. (Ibid: 62).
Karakteristik yang menonjol pada masa ini adalah ketidak-stabilan emosi yang
berlebihan, menjadi bermasalah, dan kecemasan yang ekstrim. Karakteristik ini
mempengaruhi gaya hidup, hubungan sosial, pendidikan, dan cara pandang ke masa
depan yang masa bodoh dan ahkirnya dapat menghancurkan hidupnya.(Ibid : 63).
Karakteristik demikian ditemukan disebagian besar anak-anak yang hidup di jalan.
Menurut Suparniah, Prilaku Anak Gelandangan (dalam Widyanto, P,1986: 131-132), ada
lima karakteristik, yakni:
1. Mereka mudah tersinggung perasaanya. Bila digoda oleh temannya sendiri mereka
menjadi sangat marah dan emosional, sering beraksi di luar dugaan dan secara
proporsional jauh melebihi penyebab kemarahannya.
2. Mereka lekas putus asa dan cepat mutung, kemudian nekat tanpa dapat
dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.
Landasan Teori
28
38. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
3. Tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya mereka menginginkan kasih
sayang. Hanya karena mereka tidak pernah atau hampir tidak mempunyai
pengalaman yang nyata mengenai kasih sayang. Hal inilah yang menciptakan
mereka menjadi “liar”, atau tidak merasa terikat kepada siapapun dan aturan-
aturan yang berlaku umum. Namun dengan caranya sendiri, mereka dapat
menunjukan rasa keterkaitannya pada orang lain yang mereka senangi.
4. Mereka biasanya sukar untuk mau “bertatap muka” atau mengungkapkan
permasalahan hidupnya.
5. Sesuai dengan perkembangan usia yang masih proses perkembangan atau
pendewasaan, mereka sangat labil
2.3. Adolesen Akhir
Masa perkembangan ini bersama dengan usia perguruan tinggi, sering disebut
sebagai masa pamer. Oleh karena masa kecenderungan pria dan wanita pada usia ini
untuk menjadi pusat perhatian. Bentuk perkembangan yang terpenting terjadi penyesuaian
pada kehidupan orang dewasa yang matang, dimana anak belajar mandiri dan tidak
bergantung lagi pada orang tua dan merencanakan masa depannya sendiri. Dan
penyesuaian terhadap anggota jenis kelamin lainnya baik, dalam pekerjaan,maupun
kegiatan sosial lainnya.
Masa ini merupakan langkah akhir dari masa perkembangan yang telah di mulai
sejak masa konsepsi. Pada masa ini, perkembangan mencapai puncaknya dan individu
secara hukum dan sosial telah di angggap dewasa yang bertanggung jawab atas dirinya
sendiri.( Ibid: 17).
Ia menjadi lebih stabil. Kestabilannya terutama nampak minat-minatnya, apakah
itu dalam berpakaian, rekreasi, pemilihan karier, dalam pergaulan dengan teman-teman
sejenis atau lawan jenisnya; dalam tingkah laku emosionalnya; dan sikap-sikap yang tidak
mudah terpengaruh oleh propaganda ataupun pendapat-pendapat orang lain.
Pada masa ini ia mampu menyelesaikan masalah-masalah lebih besar dan
memuaskan dan objektif. Ia mengambil keputusan tanpa bergantung dengan orang tua,
guru, dan teman-temannya dan berani mempertahankan keputusannya. Kebahagiaan atau
ketidakbahagiaannya tergantung dari penyesuaiannya di rumah dan kontak
sosialnya.Karena lebih bebas dan tidak bergantung dengan orang lain, sehingga ia sedikit
mengalami frustasi; ia lebih realistis mengenai kemampuan-kemampuannya dan
menetapkan tujuan yang berada dalam jangkauannya; dan ia telah membentuk suatu
tingkat kepercayaan diri sendiri berdasarkan pengetahuan tentang sukses-suksesnya di
masa lampau (Ibid :65)
Landasan Teori
29
39. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Keputusan untuk hidup dan bekerja di jalan, ia lakukan karena kesadaran akan
keberadaan dan kemampuan akan keterampilan dan tingkat pendidikan yang minim.
Jalanan memberi kemudahan dan kesempatan, hanya dengan modal yang kecil dan
keberanian ia melakukan aktifitas ekonomi informal yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ia tidak lagi bergantung dengan orang tua atau orang lain akan kebutuhan
hidupnya. Ia menjadi lebih bebas dan tidak terpengaruh dengan nilai-nilai jalanan yang
tidak sehat. Ia menjadi percaya diri dengan kesuksesanya dari hasil pekerjaannya pada
masa lampau dan dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarga.
2.1.4. Kategori / Karakteristik Anak Jalanan
Putranto membagi anak jalanan menjadi dua kategori , yaitu;
1. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan alasan ekonomi yang kuat.
Mereka ini berasal dari keluarga ekonomi lemah dan masih mempunyai orang
tua lengkap. Anak jalan yang termasuk tipe ini adalah tukang semir sepatu,
pedagang koran, pedagang rokok/permen, dan pengemis jalanan. Mereka
bekerja purna waktu dan jarang terlibat dalam kegiatan kriminal.
2. Anak jalanan adalah mereka yang melarikan diri dari keluarga yang kurang
bahagia atau bermasalah, yang bekerja beberapa jam per hari. Seperti, tukang
lap mobil dan mereka sering di hukum karena tindakan kriminal.
Leonora S de. Gusman (dalam Helping Street Children) membagi anak jalanan
dalam tiga kategori, yakni;
1. Anak jalanan adalah mereka yang bekerja di jalanan, tapi tidak tinggal/hidup di
jalanan. Mereka mempunyai keluarga yang menunggu kepulangan mereka
setelah bekerja. Kelompok ini adalah mayoritas anak jalanan sekitar 60-65%.
2. Anak jalanan adalah mereka yang tidak hanya bekerja, tapi juga hidup di
jalanan. Mereka lari dari rumah, keluarga karena alasan tertentu. Mereka
biasanya menyembunyikan informasi mengenai keluarga mereka karena takut
dikembalikan. Sedikitnya mereka berjumlah 30 % dari anak jalanan.
3. Anak-anak terlantar yang berada di jalanan dalam waktu yang cukup lama tanpa
mengetahui dimana keluarganya dan bahakan mungkin tidak mengingat
mereka. Jumlah mereka sekitar 5 – 10% dari keseluruhan jumlah anak jalanan.
Parsudi Suparlan (1996:9) membagi anak jalanan menjadi dua kategori, yaitu;
1. Mereka yang masih hidup dengan orang tua atau keluarga. Sebagaian besar
masih bersekolah (dari SD kelas IV sampai SMP kelas II).
2. Mereka yang hidup mandiri. Biasanya hidup jauh dari keluarga/orang tua.
Sering kali orang tua menganggap mereka telah mati. Mereka hidup dalam
kelompok-kelompok pertemanan yang terwujud karena solidaritas asal atau
rasa senasib sepenanggungan. Mereka tinggal dengan menumpang pada anak
jalanan yang sudah dewasa atau secara bersama-sama mengontrak kamar atau
rumah petak di daerah kumuh.
Landasan Teori
30
40. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi mengklasifikasikan anak jalanan dalam dua
kelompok( dalam sanituti&Bagong.H (ed),1999:9), yakni;
1. Anak jalanan yang masih terikat.
a. Mereka berada dijalanan karena terdorong oleh keinginan mendapatkan
uang sendiri dan membantu orang tua.
b. Mereka masih sering pulang sehingga keterikatan dengan orang tua
maupun lingkungan yang hidup dan wajar masih kuat.
c. Mereka masih memegang norma atau nilai yagn dianut komunitasnya.
Beroperasi di sekitar atau didekat dengan tempat tinggal dan masih terikat
waktu dan tempat.
2. Anak jalanan yang bebas
a. Banyak dari keluarga atau komunitas jalanan.
b. Sudah lama menjadi anak jalanan atau sudah masuk dalam komunitas
jalanan yang solid.
c. Anak yang sudah lepas dari keluarga, baik karena adanya konflik maupun
ketidak harmonisan keluarga.
d. Tidak terikat waktu dan tempat.
e. Cendrung mengabaikan norma-norma kemasyarakatan dan mudah
terjerumus pada hal-hal yang negatif, seperti mengambil barang orang,
seks dan lain-lain.
Menurut Nani Sumarni S., Kepala Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga
dan Lanjut Usia Departemen Sosial mengungkap klasifikasi anak jalanan mengutip dari
hasil penelitian Jasper Morok menjadi tiga , yakni;
1. Anak yang berada dan bekerja dijalanan, masih punya rumah dan orang tua dan
berkomunikasi dengan orang tua.
2. Mereka yang berada, bekerja dan bermain dijalan, jarang pulang ke rumah dan
jarang pula berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga. Kebanyakan mereka
berasal dari keluarga miskin, tetapi ada pula dari keluarga yang mampu yang
termasuk kategori ini, terutama mereka terpental dari rumah yang meresahkan
mereka.
3. Anak-anak yang sama sekali tidak punya tempat pulang, tidak melakukan
kontak dengan keluarga. Mereka mungkin yatim piatu, dibuang atau
disingkirkan dari keluarga,atau sengaja melarikan diri jauh dari rumah untuk
menghindar keruwetan di rumah.
Selanjutnya masih mengenai karakteristik anak jalanan. Bambang Wijarnako
membagi anak jalanan menjadi dua kategori (dalam Suara Karya, 15 Juli 1991) sebagai
berikut;
1. Anak-anak yang bekerja di jalanan, yakni anak-anak yang menghabiskan waktu
di jalan atau tempat-tempat umum lainnya untuk bekerja dan penghasilan
mereka unutk membantu kehidupan keluarganya.
Landasan Teori
31
41. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
2. Anak-anak yang hidup di jalan yang menghabiskan sebagian besar waktu
mereka di jalan atau tempat-tempat umum lainnya, tetapi hanya sedikit waktu
yang dihabiskan untuk bekerja.
Adapun Tata Sudrajat (dalam Mulandar (ed),1996:151) yang senada dengan Sri
Sanituti dan Bagong (1996:16) dan yang kemudian dipakai dalam mengkategorikan anak
jalan oleh Departemen Sosial (1998:2) membagi menjadi 3 bagian, yakni;
1. Children of the Street (anak-anak yang tumbuh dari jalanan), Seluruh waktunya
di habiskan di jalanan.
Adapun ciri dari anak-anak ini biasanya tinggal dan bekerja di jalanan
(living and working on the Street), tidak mempunyai rumah (homeless) dan
jarang atau bahkan tidak pernah kontak dengan keluarga. Mereka umumnya
berasal dari kelurga yang berkonflik. Mereka lebih mobile, karena tidak
mempunyai tempat tinggal tidak tetap.
2. Children on the Street (Anak-anak yang berada di jalanan), yakni anak-anak
yang hanya berada sesaat di jalanan.
Didalam kelompok ini terdapat dua kelompok. Pertama, anak dari luar
kota dan anak yang tinggal bersama dengan orang tuanya. Anak-anak dari luar
kota, mereka biasanya mengontrak rumah secara bersama-sama di satu
lingkungan tertentu dan penghuninya adalah teman atau orang yang lebih
dewasa. Kontak dengan orang tua lebih sering dibandingkan dengan kelompok
children of the street, bahkan lebih teratur. Motivasi mereka adalah ekonomi,
jarang yang sifatnya konflik.
Kelompok kedua adalah Vulnerable to be street children ( anak-anak yang
sesaat di jalan), yaitu mereka yang tinggal bersama orang tuanya. Sebagian
besar anak-anak ini masih bersekolah, namun di luar waktu sekolah, mereka ke
jalan untuk berjualan. Tetapi karena kemudahan memperoleh uang dan hal-hal
menarik lainnya, lambat laun mereka meninggalkan rumah dan sekolah,
sehingga secara tidak sadar mereka menjadi children of street.
3. Children from Families of Street (anak-anak yang berasal dari keluarga yang
hidup di jalanan). Mereka memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup kuat
tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan
segala resikonya. Mereka terlahir dan berkembang di jalan bersama orang
tuanya. Keluarga mereka dapat ditemui di kolong jembatan atau gubuk-gubuk
liar di sepanjang rel atau sungai.
Dari hasil penelitian oleh Lembaga Kreativitas Anak Pekerja Indonesia
(L’Krapin), seperti dituturkan Satya Riga Sukman dalam diskusi Forum Kolumnis Stikom
Bandung (FKSB) berdasarkan pengungaan waktu, kegiatan dan kondisi yang melatar
belakangi anak jalanan diperoleh dua kategori anak jalanan, yaitu;
Landasan Teori
32
42. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
1. Anak yang bekerja di jalanan, mereka ini tumbuh karena dorongan lingkungan,
keluarga dan ajakan teman-temannya. Keluarga mereka sendiri merupakan
masyarakat pinggiran yang tersisih dari tata pembangunan kota dan
perkembangna ekonomi makro. Sehingga mau tidak mau untuk menutupi
kebutuhan sehari-hari mereka harus rela mengorbankan anak-anaknya guna
menapaki jalanan sebagai tempat bekerja.
2. Anak-anak yang hidup di jalanan atau anak-anak gelandangan8
, yakni anak-
anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hidup di jalanan atau
tempat-tempat umum lain. Mereka pun tidak memiliki lagi dengan orang
tuanya. Mereka hanya memiliki waktu untuk digunakan bekerja sebagian besar
dari mereka tidak mempunyai rumah tinggal, hidup disebarang tempat seperti
gerbiong kereta api, gorong-gorong jembatan di taman-tama kota/alun-alun dan
tempat lain yang dipandang aman.
Berdasarkan intensitas hubungan dengan orang tua/keluarga, mengacu hasil dari
konfresi internsional dan lokakarya nasional anak jalanan di kategorikan ke dalam
beberapa kelompok sebagai berikut;
1. Mereka yang karena sebab-sebab tertentu menjadi terpisah secara permanen
dari orang tua/keluarganya dan hidup dan bekerja di jalanan.
2. Mereka yang karena seseba-sebab tertentu harus bekerja di jalanan dan
terpisah dengan secara temporer dari orang tua/keluarga tetapi secara periodik
masih menjalani hubungan dengan orang tua/keluarganya.
3. Mereka yang karena sebab-sebab tertentu. Harus bekerja di jalanan tetapi
setiap hari ia pulang dan tinggal bersama orang tua/keluarganya.
4. Anak-anak yang secara bersama-sama orang tua/keluarga hidup dan bekerja di
jalanan.
Departemen Sosial (1998) : mengkategorikan anak jalanan menjadi empat
kategori, yaitu:
1. Anak Jalanan yang tidak mempunyai hubungan dengan keluarganya lagi.
2. Anak jalanan yang masih mempunyaui hubungan dengan keluarga.
3. Anak jalanan yang hidup mandiri (sebatang kara) tanpa kerabat.
4. Anak jalanan yang berstatus pendidikan atau tidak, yang masih berhubungan
dengan keluarga atau tidak.
8
Secara konseptual gelandangan adalah lapisan sosial ekonomi dan budaya yang paling bawah (the grass-roots). Ciri
dasar yang melekat pada kelompok masyarkat yang dikategorikan sebagai gelandangan ialah mempunyai lingkungan
pergaulan, norma, prilaku dan aturan sendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat lainnya: tidak memiliki sub
struktur khas yang mengikat masyarat tersebut (Widyanto, 1986:59-60) Menurut Mutalib dan Sujarwo, mereka
mendefnisikan gelandangan dalam tiga gambaran umum; Pertama, gelandangan menggandung pengertian sekelompok
orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat. Kedua, gelandangan ialah orang yang disingkirkan dari kehidupan
Landasan Teori
33
43. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Kemudian Kategori anak jalanan berdasarkan status tempat tinggal dibagi oleh
Depsos dibagi menjadi;
1. Anak jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal.
2. Anak jalanan yang mempunyai tempat tinggal, tetapi tidak dengan orang tua
mereka.
3. Anak jalanan yang mempunyai tempat tinggal tetap bersama dengan orang tua
atau kerabatnya.
2.1.5. Kegiatan Anak Jalanan
2.1.5.1. Kegiatan Ekonomi Anak Jalanan.
Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan
dengan memproduksi barang atau jasa. Sedangkan menurut Soedijar kegiatan ekonomi
adalah kegiatan yang dilakuakn oleh anak jalanan yang bersifat memperoleh uang.
Kegiatan ekonomi anak jalanan menurut Sarah Whitemore (dalam Mulandar
(ed),1996: 132) adalah mengasong, menjajakan, menjadi joki three in one, mulung barang
bekas untuk daur ulang, menemani hidung belang yang ingin mendapatkan pasangan seks
anak jalanan, mengojek payung kala hujan, pengemis, pengumpul serpihan beras,
menampung limpahan penggakut BBM, dsb.
Menurut Soedijar dari hasil penelitiannya melihat aktifitas ekonomi anak jalanan
seperti; jualan koran, menyemir sepatu, pedagang asongan, pengamen, pengelap mobil
dan penjual kantong plastik (Soedijar, 1989:23).
Menurut Sri Sanituti dan Bagong bahawa aktifitas ekonomi yang dilakukan anak
jalanan untuk dapat bertahan hidup ditengah kehidupan kota yang keras, biasanya mereka
melakukan pekerjaan informal, baik yang legal maupun illegal di mata hukum. Ada yang
bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota menjajakan Koran,
menyemir sepatu, pemulung, pengamen di perempatan jalan, tukang lap mobil, dan tidak
jarang anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan yang berbau kriminal:
Mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok (ibid: 17).
2.1.5.2. Pengunaan penghasilan
Penghasilan yang digunakan anak jalanan memurut penelitian yang dilakukan
Yayasan Kesejateraan Anak Indonesia adalah untuk makan, pakaian, menabung,
memberikan kepada orang tua dan meberikan setoran kepada boss (YKAI, 1989:31)
khalayak ramai. Ketiga, gelandangan merupakan pola hidup atau cara hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan
dan penderitaan (Widyanto,1986:18).
Landasan Teori
34
44. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Menurut Romo Gani, penangung jawab Yayasan Merah Merdeka, penghasilan
mereka rata-rata satu hari antara Rp 10.000,- hingga Rp.30.000,-. Ada pula dari beberapa
anak jalanan disisihkan untuk di tabung untuk diserahkan sebagian untuk membantu
kebutuhan ekonomi orang tua atau membeli kebutuhan akan makan dan pakaian. Namun
sebagian besar anak jalan tmenggunakan penghasilannya sebagai modal judi, mabuk dan
porstitusi. Hal ini dilakukan karena sebagai konpensasi psikologis dari kerasnya
kehidupan di jalan, stigma sosial oleh masyarakat, rawannya tingkat pencurian diantara
anak jalanan 9
dan tuntutan agar dapat diterima dan diakui di kebudayaan anak jalanan.
2.1.6. Permasalahan dan Ancaman yang Dihadapi Anak Jalanan
Keberadaan seorang anak yang secara fisik dan pikologis sedang dalam proses
pencarian dan pembentukan jati dirinya, Proses tersebut menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan perkembangan psikologis dan sosialnya pada perkembangan usia anak pada
umumnya. Mereka dituntut untuk melakukan sesuatu atau prilaku yang dilakukan seperti
layaknya orang dewasa. Pengkodisian ini kemudian dibayangi oleh dengan budaya
kekerasan, kebebasan, dan kriminalitas yang ada di dunia jalanan. Akibatnya pribadi yang
awalnya polos, lugu, tidak berdaya, dan lemah ini mengalami perubahan atau pergeseran
prilaku dan cara pandang mengikuti pengaruh yang dialami dan diterima di jalanan.
Kondisi ini membuat keberadaan mereka terancam dari bentuk-bentuk kekerasan,
penindasan dan eksploitasi secara fisik, psikis dan seksual dari pihak-pihak yang
memanfaatkan mereka.
Dampaknya kemudian, terjadi konflik antara norma-norma dan nilai-nilai sosial
yang berlaku di masyarakat umum dengan aturan, tradisi, hukum, dan way of life yang
tumbuh dan berlaku di anak jalanan itu sendiri10
.Gesekan-gesekan sosial ini membuat
mereka semakin terpinggirkan dan terasing dari perhatian dan tata sosial masyarakat.
Posisi ini menjadi rawan terhadap segala bentuk ancaman, pengaruh dan permasalahan
sosial.
2.1.6.1. Pandangan Negatif Masyarakat.
9
“Daripada duite dicolongin arek-arek, trus mau nyimpen ora ono enggone uwes tak habisin ngango main
(Judi) opo ngombe (minuman keras) karo mbalon (poritusi) , meneh iso ngolek maneh“, “ujar Gus dur”
(anjal binaan YMM)
10
Dalam Rm.Gani Soekarsono, Artikel: Potret Kecil di Pinggiran jalan: Anak-anak Jalanan mengais Hak-
hak mereka.
Landasan Teori
35
45. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Menurut Tjuk Kasturi Sukiadi (dalam Sri Sanituti dan Bagong,1999:1-12) ada
beberapa hal yang menjadi pandangan negatif terhadap keberadaan anak jalanan, yakni;
1. Komunitas yang keberadaanya menganggu komunitas lainnya. Tindakan
mereka yang cendrung ke arah kriminal. Walaupun ada pula dari mereka yang
masih memegang norma agama dan kemasyarkatan dan murni turun ke jalan
hanya untuk mencari nafkah, khususnya mereka yang berusia belasan
tahun.Keberadaan mereka dianggap menganggu ketertiban dan keindahan kota.
2. Anak Jalanan adalah komunitas yang cendrung berprilaku menyimpang
sehingga menganggu masa depannya.
Menurut Mohamad Farid (1998:18) tantangan kehidupan mereka hadapi pada
umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam
banyak kasus, sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap
sebagai penggangu ketertiban. Prilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis
dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak
kepada mereka, dan justru prilaku mereka seenaknya mencermikan cara masyarkat
memperlakukan mereka, serta harapan masyarakat terhadap prilaku mereka.
Menurut Neni Utami. A, (dalam kompas, 9/10/98), kehadiran anak jalanan
mengentalkan rasa tidak nyaman dan rasa aman. Sudah menjadi rahasia umum mereka
dapat bertindak jahat, mulai dari memaksa meminta dari sebagai upah atas jasa yang
tidak dikehendaki (lap kaca, nyanyi ala kadarnya), mengores cat mobil, memasang paku,
sampai merampok.
Selanjutnya Abdul Lathif (dalam kompas, 29/7/00:23), memperihatinkan kondisi
anak jalanan kerap kali menerima stigma sosial sebagai anak liar dan tak beretika- tak
sepenuhnya benar. Sebab mereka keberadaan mereka bukan karena niat mereka,
melainkan karena keterpaksaan dan ketidakberuntungan.
M. Herimanto (dalam Hati baru, Febuari 1999:25) menurutnya, “ mereka (anjal)
tidak mau hidup susah dengan bekerja keras (mentalitas cari gampang) atau ingin
memanfaatkan situasi untuk aksi kekerasan atau kejahatan.”
2.1.6.2. Kriminalitas
Untuk dapat bertahan hidup ditengah kehidupan kota yang keras, biasanya mereka
melakukan pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun illegal di mata hukum.
Ada yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota menjajakan
Koran, menyemir sepatu, pemulung, pengamen di perempatan jalan, tukang lap mobil,
dan tidak jarang anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan yang berbau
Landasan Teori
36
46. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
kriminal: Mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok. (Tjuk
Kasturi Sukiadi, dalam Sri Sanituti dan Bagong (ed),1999:1-12)
Tindakan kriminalitas yang merekal lakukan tidak jarang membawa mereka
berurusan dengan aparat kepolisian dan pihak pengadilan. Hal ini diungkapkan Mayjen
Polisi Drs. Moch. Dayat, SH, MBA,MM (dalam sanituti.S dan Bagong. (ed), 1999: 29),
bahwa secara garis besar motif yang mendorong anak jalanan melakukan tindakan
pelanggaran hukum adalah;
1. Motif ekonomi, yaitu bagaimana mendapatkan penghasilan berupa uang untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Motif iri kepada orang lain atau masyarakat di lingkungannya, sehingga sering
terjadi perlakuan sadis dan brutal yang dilakukan oleh anak jalanan.
3. Pengondisian struktural sosial telah membentuk solidaritas sesama golongan
lemah, sehingga mereka memiliki kebangaan bila mempunyai daerah
kekuasaan atau kawasan tertentu dan seolah-olah keberadaan mereka diakui
oleh kelompok lain. Apalagi tingginya reputasi berurusan dengan aparat
kepolisian dan pengadilan, hingga seringkali masuk-keluar penjara menjadikan
mereka memiliki pengakuan khusus di antara kelompok anak jalanan.
4. Modus operasi telah mengarah kejahatan yang terorganisir oleh sindikat
tertentu dimana terdapat kedekatan atau ikatan dengan anak jalanan.
5. Tindakakan kriminil selalu dipengaruhi atau disertai minuman keras atau obat
terlarang untuk menumbuhkan keberanian mereka.
2.1.6.3. Eksploitasi Berlapis.
Terjadinya konflik dengan banyak pihak diberbagai tempat menjadikan konflik
dan eksploitasi yang berlapis dan tak terelakan. Konflik, eksploitasi dan penindasan yang
dialami ana jalanan lebih sifat terbuka. Posisi mereka ada dalam posisi paling bawah
dalam jaringan konflik, eksploitasi dan penindasan tersebut. Mereka adalah korbannya
korban. (Mulandar (ed),1996:117).
Menurut J. Didi Primadi (dalam Gatra, 27 Juli 1996), ia mencatat 10 ribu anak-
anak gelandangan ibu kota bergulat melawan kekerasan, kaum homo seksual11
, dan
petugas keamanan12
.
Pemerintah mensinyalir keberadan dan perambahan anak jalanan adalah hasil
kerja para sindikat yang bermaksud memanfaatkan anak-anak itu untuk mencari uang
11
Anak jalanan mmpunyai potensi menjadi sasaran kejahatan, termasuk kejahatan seks, paedofilia
(pelecehan seksual seorang dewasa terhadap anak dibawah umur). Misal, kasus Paedofilia yang dilakukan
oleh Robot Gedek.
12
Hasil penelitian yang dilakukan ISJ, kerap kali petugas keamanan mengambil barang dagangan mereka
tanpa dikembalikan, Mereka disiksa entah disiksa, digunduli, bahkan terjadi pelecehan seksual (sodomi).
(dalam Mulandar (ed), 1996:85)
Landasan Teori
37
47. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
uang. Apa yang dilakukan organisasi sindikat itu merupakan kejahatan atau eksploitasi.
(kompas, 9/10/1998:18). Kekerasan dan Eksploitasi menjadi dua ancaman umumnya akan
dialami dan dirasakan oleh anak Bahkan 50 persen dari jumlah anak jalanan ada dalam
penguasaan hidup anak-anak jalanan (Kompas, 10/10/1998). Anak jalan tersebut harus
meyetorkan hasilnya kepada kelompok preman tertentu, dan ada juga yang meyetor
kepada orang tuanya sendiri.
Sedihnya seringkali para anak jalanan tersebut tidak merasa kalau mereka telah
dieksploitasi serta mendapat kekerasan baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Mereka
justru menganggap jalanan sebagai “lahan bermain” yang menyenangkan dan tidak
banyak aturan. (Neni Utami. A, YKAI,21/11/02:1)
2.1.6.4. Ganguan Kesehatan
Cecep Junaedi mengungkapkan bahwa kedekatan mereka terhadap prilaku seksual
yang tidak sehat (seks bebas, portitusi, seks tanpa pengaman, dll), beresiko tinggi
mendapat ancaman penyakit kelamin ataupun HIV/AIDS. (dalam Mulandar (ed)1996:98)
Menurut Neni Utami, selain ancaman penyakit seksual, anak jalanan juga
melakukan penyalahgunaan zat berupa Narkoba (Psychotropic) maupun zat (volatile
subtancemisucel “ Lem “). Menurut Darmono (Psikiater), 65% melakukannya, bahkan
menurut survei Pusat Penelitian Atmajaya mencapai 69%. Prilaku ini akan berdampak
pada gangguan pada fungsi otak dan penurunan metabolisme tubuh yang dapat
meyebabkan kematian. Bedasarkan penelitian yang dilakukan Irwanto terhadap jenis zat
yang dipakai anak jalanan diperoleh bahan yang paling sering mereka gunakan adalah
tembakau, analgesic, alkohol dan solvant/lem. (1995:94-95).
Irwanto meneliti resiko kerja dan dampak pada kesehatan (irwanto, 1995) Kondisi
tingginya tingkat polusi di jalanan, dimana tempat mereka bekerja, mengandung unsur-
unsur atau zat-zat yang dapat menimbulkan ganguan pada sistem pernafasan13
. Seperti
infeksi paru-paru, ganguan kulit, iritasi pada mata, dan sakit kepala.(ibid:88). Pola makan
yang tidak teratur dan memenuhi kriteria kebersihan dan gizi, membuat standar dalam
taraf yang memperihatinkan. Dampaknya, mereka kerap kali merasakan sakit perut, mual-
mual, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan (ibid:92-93).
13
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang banyak diderita oleh anak
jalanan. Hal ini disebabkan karena menurut WHO pencemaran udara (polusi) di Ibukota di atas ambag batas
toleransi 6 mg/M3 idealnya 1 mg.M3. (Surabaya Post, Anak Jalanan Bekerja di Udara penuh Polusi, 28
November 1998)
Landasan Teori
38
48. Anak Jalanan d an Up ay a Pe nang ulang an
Pe rm asalahan anak Jalanan
Kecelakaan yang dialami seperti terjatuh, tertabrak oleh kendaraan, dan patah
tulang/terkilir (Irwanto,1995:89). Resiko-resiko tersebut dapat saja terjadi pada anak-anak
jalanan mempunyai kebiasaan “numpang” atau gandol kendaraan bak terbuka atau Kereta
api dalam kondisi sedang berjalan. Dalam beroperasi di lampu lalu lintas, mereka tidak
segan-segan untuk turun ke tengah-tengah jalur jalan dalam kondisi lalu-lalang
kendaranan yang ramai. Kadangkala, usaha untuk menghindar dari tangkapan polisi
pamong praja mereka melakukan apa saja, seperti meyeberang jalan seenaknya, memanjat
tembok atau pagar, dan lain sebagainya.
Bagong, melihat penyimpangan gaya hidup dan prilaku anak jalanan diacapkali
membahayakan dan mengancam keselamatan dirinya sendiri adalah prilaku seks bebas
memberikan resiko kehamilan; Merokok / minum keras / ngelem anacaman pada
kesehatan; perjudian atau bentuk kerumunan dapat menyebabkan perkelahian disertai
dengan senjata tajam (1999:81)
2.1.6.5. legalitas.
Anak jalanan termasuk komunitas T4 (Tempat Tinggal Tidak Tetap) alias
gelandangan. Hal itu membuat status kewarganegaraan illegal, karena tidak memiliki akte
kelahiran, KTP dan indentitas diri lainnya maka tidak memiliki hak fundamental sebagai
manusia hidup dan dijauhkan dari tata kehidupan sosial di negrinya sendiri.
Ketidakjelasan status sosial, berdampak mereka menjadi sulit mendapatkan pelayanan
kesehatan, pernikahan, bahkan penguburan (Kompas, 10 Desember 2002:14).
Sri sanituti dan Bagong (1999:20) mengutip Hadi Utomo (1997). Lebih
menyederhanakan permasalahan dan ancaman yang diterima dan dialami anak jalanan
dalam bentuk tabel yang tertera di bawah ini,
Tabel II.1.6
Permasalahan yang Dihadapi Anak Jalanan
Aspek Permasalahan yang Dihadapi
Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena waktunya habis di
jalan
Intimidasi Sasaran tindakan kekerasan sesama anak jalanan yang
lebih dewasa, kelompok lain, petugas dan razia.
Penyalahgunaan Obat dan Zat
adiktif
Ngelem, minuman keras, gotres (ngepil), ganja, dan
sejenisnya
Kesehatan Rentan penyakit kulit, kelamin, paru-paru basah,
ganguan pernapasan
Landasan Teori
39