2. Halaman 2
Pembahasan Pancasila secara Ilmiah
Pambahasan Pancasila termasuk filsafat
Pancasila, sebagai suatu kajian ilmiah, harus
memiliki syarat ilmiah sebagai dikemukakan
oleh I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘Tahu
dan Pengetahuan’ yang merinci syarat-syarat
ilmiah sebagai berikut:
Berobjek
Bermetode
Bersistem
Bersifat Universal
3. Halaman 3
Berobjek
Syarat pertama bagi suatu pengetahuan
yang memenuhi syarat ilmiah adalah
bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus
memiliki objek. Oleh karena itu
pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu
pengetahuan dibedakan atas dua macam
yaitu ‘objek forma’ dan ‘objek materia’.
4. Halaman 4
Objek forma Pancasial adalah suatu sudut
pandang tertentu dalam pembahasan
Pancasila, atau dari pandang apa Pancasila
itu dibahas. Pada hakekatnya Pancasila
dapat dibahas dari berbagai sudut pandang,
yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka
terdapat bidang pembahasan ‘moral
Pancasila’, dari sudut pandang ‘ekonomi’
maka terdapat bidang pembahasan
‘ekonomi Pancasila’, dari sudut pandang
‘pers’ maka terdapat ‘pers Pancasila’ dsb
5. Halaman 5
‘Objek materia’ Pancasila adalah
suatu objek yang merupakan sasaran
pembahasan dan pengkajian Pancasila
baik bersifat emperis maupun non-emperis.
Pancasila adalah merupakan
hasil budaya bangsa Indonesia, bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis
Pancasila, atau sebagai asal mula nilai-nilai
Pancasila.
6. Halaman 6
Oleh karena itu objek
material pembahasan
Pancasila adalah bangsa
Indonesia dengan segala
aspek kebudayaanya, dalam
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
7. Halaman 7
Objek meteria pembahasan Pancasila dapat
berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang
berupa lembaran sejarah, bukti-bukti
sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda
budaya, lembaran Negara, lembaran
hukum maupun naskah-naskah kenegraan
lainnya, maupun adat istiadat bangsa
Indonesia sendiri.
8. Halaman 8
Adapun objek yang besifat non-emperis
antara lain meliputi nilai-nilai
budaya, nilai-nilai moral, serta nilai-nilai
relegius yang tercermin dalam
kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola
budaya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
9. Halaman 9
Bermetode
Setiap pengetahuan ilmiah harus
memiliki metode yaitu seperangkat cara
atau system pendekatan dalam rangka
pembahasan Pancasila untuk mendapat-kan
suatu kebenaran yang bersifat
objektif. Metode dalam pembahasan
Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik objek forma maupun objek
material.
10. Halaman 10
Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila
adalah metode ‘analitico syntetik’ yaitu perpaduan
metode analisis dan sistesis. Oleh karena objek
Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil
budaya dan objek sejarah, maka lazim digunakan
metode ‘hermeneutika’ ,metode ‘koherensi historis,
serta metode ‘pemaha-man’, penafsiran dan
interpretasi, dan metode-metode tersebut
senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika
dalam suatu penarikan kesimpulan.
11. Halaman 11
Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus
merupakan suatu yang bulat dan utuh.
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah
itu harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian itu saling
berhubungan, baik berupa hubungan
interelasi (saling hubungan), maupun
interdependensi (saling ketergantu-ngan).
12. Halaman 12
Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
bahkan Pancasila itu sendiri dalam dirinya
sendiri merupakan suatu kesatuan dan
keutuhan ‘majemuk tunggal’ yaitu kelima
sila itu baik rumusannya, inti dan isi dari
sila-sila Pancasila itu merupakan suatu
kesatuan dan kebulatan.
13. Halaman 13
Bersifat Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus
bersifat universal, artinya kebenarannya tidak
terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi,
kondisi, maupun jumlah tertentu. Dalam
kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat
ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat
universal, atau dengan kata lain intisari, essensi
atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila
pada hakekatnya adalah bersifat universal
14. Halaman 14
Dalam kaitannya dengan kajian
Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai
Pancasila adalah bersifat
universal, atau dengan kata lain
intisari, essensi atau makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila
pada hakekatnya adalah bersifat
universal
15. Halaman 15
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Untuk mengetahui lingkup kajian
Pancasila serta kompetensi
pengetahuan dalam membahas
Pancasila secara ilmiah, maka perlu
diketahui tingkatan pengetahuan
ilmiah sebagaimana halnya pada
pengkajian pengetahuan-pengetahuan
lainnya.
16. Halaman 16
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam
masalah ini bukan berarti tingkatan
dalam hal kebenarannya namun lebih
menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing.
Tingkatan pengetahuan ilmiah
tersebut sangat ditentukan oleh
macam pertanyaan ilmiah sebagai
berikut:
17. Halaman 17
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam
masalah ini bukan berarti tingkatan
dalam hal kebenarannya namun lebih
menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing. Tingkatan
pengetahuan ilmiah tersebut sangat
ditentukan oleh macam pertanyaan
ilmiah sebagai berikut:
19. Halaman 19
1. Pengetahuan Deskriptif
Dengan menjawab suatu pertanyaan
ilmiah ‘bagaimana’ maka akan diperoleh
suatu pengetahuan olmiah yang bersifat
deskriptif. Pengatehuan macam ini adalah
suatu jenis pengetahuan yang memberikan
suatu keterangan, penjelasan secara
objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas.
20. Halaman 20
Dalam mengkaji Pancasila secara
objektif kita harus menerangkan,
menjelaskan, serta menguraikan
Pancasila secara objektif sesuai
dengan kenyataan Pancasila itu
sendiri sebagai hasil budaya bangsa
Indonesia.
21. Halaman 21
Kajian Pancasila secara deskriptif ini antara
lain berkaitan dengan kajian sejarah
perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila,
serta kajian tentang kedudukan dan fungsi
Pancasila, misalnya Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai
kepribadian bangsa, Pancasila sebagai dasar
Negara republik Indonesia, Pancasila sebagai
ideology bangsa dan Negara Indonesia dan lain
sebagainya.
22. Halaman 22
2. Pengetahuan Kausal
Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk
memberikan suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah
.mengapa’ maka akan diperoleh suatu jenis
pengetahuan ‘kausal’ yaitu suatu pengetahuan yang
memberikan jawaban tentang sebab dan akibat. Dalam
kaitannya dengan kajian Pancasila maka tingkatan
pengetahuan sebab-akibat berkaitan dengan kajian
proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi
empat kausa yaitu:
23. Halaman 23
Dalam kaitannya dengan kajian
Pancasila maka tingkatan
pengetahuan sebab-akibat
berkaitan dengan kajian proses
kausalitas terjadinya Pancasila
yang meliputi empat kausa yaitu:
24. Halaman 24
kausa materialis, kausa formalis,
kausa effisien dan kausa finalis. Selain
itu juga keterkaitan dengan Pancasila
sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila
sebagai sumber segala norma dalam
Negara, sehingga konsekwewinsinya
dalam segala realisasi dan
penjabarannya senantiasa berkaitan
dengan hukum kausalitas.
25. Halaman 25
Pengetahuan tentang sebab
musabab atau pengetahuan kausal
ini menurut Aristoteles seorang
ahli pikir Yunani (384 – 322 SM)
membedakan atas empat macam
sebab atau kausa.
26. Halaman 16
1. Kausa Materialis.
Kausa materialis ialah asal-mula berupa
bahan, dari apa hal sesuatu itu diadakan.
Misal, sebab terwujudnya suatu bangunan,
harus ada bahan-bahan untuk
mewujudkan bangunan itu, bangunan
gedung misalnya harus ada semen, besi
tulang, batu-bata, kayu dan sebagainya,
yang akan diolah sesuai dengan
kebutuhannya.
27. Halaman 27
2. Kausa Finalis.
Kausa Finalis ialah asal mula berupa
tujuan, untuk apa hal sesuatu itu
diadakan, contoh di atas, tentang
bangunan gedung, untuk apa gedung yang
akan dibangun itu, untuk sekolah ?,
hotel ?, toko ?, atau untuk tujuan yang
lain. Untuk tujuan yang berbeda-beda
mempengaruhi bentuk banguanan yang
berbeda pula, sebagai sebab ketiganya.
28. Halaman 27
3. Kausa Formalis.
Kausa formalis ialah asal mula berupa bentuk,
bangaimana wujud dan bangun sesuatu hal itu
diadakan. Dimisalkan sesuatu itu bangunan
gedung, maka sebelum dibuat gedung secara
nyata, harus ada gambaran tentang
bentuknya, atau sudah terbayang dalam akal
pikiran bagaimana bentuk gedung yang akan
dibangun itu, hal ini disesuaikan dengan
tujuan yang yang sebagai sebab kedua.
29. Halaman 29
4. Kausa Efisien.
Kausa efisien ialah asal mula berupa karya,
yaitu suatu proses untuk mewujudkan hal
sesuatu itu menjadi ada. Setelah ada
bahan, ada tujuan, ada bentuk, maka
untuk mewujudkan secara nyata sesuatu
yang dimaksudkan itu harus ada proses
pembuatan, tanpa ada proses ini tidak
akan ada hal sesuatu itu terwujud secara
nyata.
30. Halaman 30
3. Pengetahuan Normatif
Tingkatan pengetahuan ‘normatif’
adalah sebagai hasil dari
pertanyaan ilmiah ‘kemana’.
Pengetahuan normatif senantiasa
berkaitan dengan suatu ukuran,
parameter, serta norma-norma.
31. Halaman 31
Dalam membahas Pancasila tidak cukup hanya
berupa hasil deskripsi atau hasil kausalitas
belaka, melainkan perlu untuk dikaji norma-normanya,
karena Pancasila itu untuk
diamalkan, direalisasikan serta dikonkritkan.
Untuk itu harus memiliki norma norma yang
jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma
hukumkenegaraan serta norma-norma moral.
32. Halaman 32
Dengan kajian normatif ini maka kita
dapat membedakan secara normative
realisasi atau pengamalan Pancasila yang
seharusnya dilakukan atau ‘das sollen’ dari
Pancasil, dan realisasi Pancasila dalam
kenyataan faktualnya atau ‘das sein’ dari
Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan
dinamika kehidupan serta perkembangan
zaman.
33. Halaman 33
4. Pengetahuan Essensial
Dalam ilmu pengetahuan upaya untuk
memberikan suatu jawaban atas pertanyaan
‘apa’ maka akan diperoleh suatu tingkatan
pengetahuan yang ‘essensial’. Pengetahuan
essensial adalah tingkatan pengetahuan untuk
menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu
suatu pertanyaan tentang hakekat segala
sesuatu, dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu
filsafat.
34. Halaman 34
Oleh karena itu kajian Pancasila
secara essensial pada hakekatnya
untuk mendapatkan suatu
pengetahuan tentang inti sari atau
makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila, atau secara ilmiah filosofis
untuk mengkaji hakekat sila-sila
Pancasila.