SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Falsafah kesatuan ilmu (Unity of science)
Wanda Hamidah
Program studi manajemen
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
2205056051@student.walisongo.com
Abstrak
Falsafah kesatuan ilmu pengetahuan merupakan pengembangan dari konsep kesatuan ilmu yang telah
dikembangkan dalam filsafat dan keilmuan Islam sejak era Klasik. Konsep dasar kesatuan ilmu ini terus
diformulasikan, dikembangkan, dikritik, bahkan gaungnya sempat tenggelam oleh dinamika keilmuan yang terus
bergerak dan berubah. Dalam upaya peningkatan kualitas iman dan keilmuan islam, juga untuk menjadikan
perkembangan ilmu keislaman dan pengetahuan secara keseluruhan, maka digagaslah suatu cara pandang yang
dapat mendorong pengembangan ilmu agama dan ilmu umum sekaligus. Falsafah Kesatuan Ilmu ini dibuat untuk
memperkenalkan cara pandang kesatuan ilmu pengetahuan tersebut agar dapat menghayati cara pandang kesatuan
ilmu, baik dalam tataran historis dan filosofis, dan lebih jauh dalam tataran aplikatif. Secara konsep, artikel ilmiah
ini terbagi atas dua bagian; bagian pertama menguraikan tentang dasar-dasar ilmu yang biasa dipelajari dalam
pembelajaran studi Islam sebagai pengantar dan pondasi sebelum memasuki konsep dasar kesatuan ilmu
pengetahuan; sedangkan bagian kedua merupakan uraian mengenai cara pandang kesatuan ilmu, baik dalam tataran
historis, filosofis, konseptual, maupun Pengaplikasiannya.
Kata kunci: pengetahuan, filsafat, ilmu
Pendahuluan
Pembahasan mengenai falsafah kesatuan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari pembahasan filsafat
secara umum. Istilah falsafah atau filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philo yang berarti cinta, dan sophia
yang berarti kebijaksanaan, sehingga philo sophia berarti cinta akan kebijaksanaan. Dalam istilah Yunani,
shopia memiliki makna yang sangat luas, yaitu bukan sekadar kebijaksanaan pikiran atau intelegensi,
melainkan juga kebijaksanaan yang bersifat praktis dan dapat dimaknai sebagai: kebajikan, pengetahuan,
kebenaran, kerajinan, akal sehat, intelektualitas, dan kearifan (Pasmore dalam Edwards, 1972: 216). Orang
pertama yang menggunakan istilah philosophia adalah Phytagoras (572-497 SM), yang dalam sebuah
pengakuannya ia menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Phylosophos, pecinta kebijaksanaan. Penggunaan
istilah filosof atau filsuf sebagai orang yang berfilsafat berangkat dari pernyataan Phytagoras tersebut
(Cottingham, 1996: 12).
pembahasan
1. Makna dan Ruang Lingkup Filsafat
Istilah falsafah dimasukkan ke dalam bahasa Arab sekitar abad 8-9 M. Istilah lain yang memiliki
makna yang sama dengan falsafah adalah hikmah. Seorang ahli filsafat islam Al kindi (803-873 M)
mendefinisikan bahwa falsafah dalam bahasa Arab sebagai hubb al hikmah yang berarti cinta akan
kebijaksanaan dan pengetahuan tentang realitas atau hakikat segala tentang sesuatu. Metode yang
digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektik, dan
presentasi sistemati. Kata hikmah sering disamakan dengan falsafah, misalnya penggunaan istilah al-
hikmah alisyraqiyah oleh Suhrawardi yang memiliki arti filsafat iluminasi. Suhrawardi tidak
menggunakan istilah al-falsafah alisyraqiyah melainkan al-hikmah al-isyraqiyah. Maka untuk konsistensi
bahasa dalam pembahasan-pembahasan dalam artikel ini, selanjutnya akan menggunakan istilah filsafat
sebagai istilah yang lebih umum dari pada falsafah.
Filsafat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Cabang-cabang
filsafat lainnya yang kita kenal hari ini, misalnya filsafat alam, logika, etika, estetika, dll. Yang
merupakan cabang turunan dari ketiga cabang pokok filsafat tersebut. Aksiologi atau filsafat nilai,
misalnya, memiliki cabang turunan etika (filsafat moral) dan estetika. Jika diturunkan lebih jauh dan lebih
spesifik lagi, kita akan memperoleh cabang-cabang filsafat yang lebih khusus, misalnya filsafat seni
sebagai cabang dari estetika, dan seterusnya.
a. Pengertian ontologi
Ontologi merupakan istilah dari bahasa Yunani yang berasal dari kata ontos dan logos. Ontos
berarti wujud atau yang ada, sedangkan logos berarti ilmu, sehingga ontologi dapat didefinisikan sebagai
ilmu tentang segala yang wujud atau yang ada. Ontologi disebut sebagai filsafat pertama sebab
pertanyaan awal yang dikemukakan oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno adalah mengenai hakikat dari segala
yang ada . Secara terminologis, ontologi berarti cabang filsafat yang mempelajari dan menelusuri hakikat
segala yang ada, baik yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada di dalam
kemungkinan.
b. Pengertian epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan,
dan logos berarti teori. Epistemologi berarti teori mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari tentang bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu atau ada yang
membahas mengenai hakikat ilmu pengetahuan. Bahasan-bahasan dalam epistemologi meliputi: objek
pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, kebenaran pengetahuan atau parameter kebenaran, tujuan
pengetahuan (Edwards, 1972).
c. Pengertian aksiologi
Aksiologi merupakan filsafat tentang nilai, aksiologi dapat disamakan dengan istilah value dan
valuation. Aksiologi berasal dari bahasa Yunani: axia yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu. Nilai
dalam aksiologi diukur beradasarkan manfaat (utility), kepentingan (importance), kebutuhan (need), dan
penghargaan (estimation).
Melalui tiga cabangnya tersebut, filsafat memang diarahkan untuk memecahkan dan mencari
jawaban tentang hakikat segala sesuatu. Selain tugas tersebut, filsafat juga memiliki tugas-tugas praktis.
Stephen Palmquist (2002: 8-9) menjabarkan tiga arah pemahanan berkaitan dengan tugas filsafat, yaitu
filsafat sebagai penjernihan konsep, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai penjernihan
konsep sekaligus jalan hidup.
2. Wahdatul ‘Ulum dan Usaha-usaha Penyatuan Ilmu
wahdatul 'ulum, secara etimologi berasal dari kata wahdat yang berarti satu dan 'ulum (jamak
dari kata 'ilm) yang berarti ilmu-ilmu. Konteks wahdatul 'ulum atau kesatuan ilmu-ilmu lahir dari
fenomena pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Dalam ranah akademik maupun dalam
pandangan sebagian besar masyarakat Islam, ilmu agama dan ilmu umum dianggap memiliki entitas
berbeda dan wilayah berbeda baik dari segi objek formal dan objek materialnya, sehingga keduanya sulit
untuk dibandingkan dalam membahas mengenai kebenaran. Dikotomi semacam itu semakin meruncing
ketika sebagian ahli sains, ilmu agama dianggap bukan sebagai ilmu karena dibangun berdasarkan
keyakinan alih-alih dengan pembuktian. Gejala dikotomis antar ilmu tersebut sebenarnya sudah terjadi
di masa-masa awal kemunculan filsafat, yaitu terkait dengan perbedaan pandangan mengenai alat dan
sumber pengetahuan (epistemologi).
Ilmu sains dan ilmu agama bisa menjadi dua mitra dalam menafsirkan semesta dengan berbagai
metodenya yang saling melengkapi. Dalam hubungan dialogis antara keduanya, ilmu agama dapat
mendukung semua kegiatan ilmiah, sebaliknya sains bisa memperbaiki pemahaman relireligiousi ldemi
kesejahteraan umat manusia. Terdapat dua tradisi epistemologi di dalam filsafat Yunani Kuno yang
masing-masing diusung oleh Plato dan Aristoteles. Perbedaan epistemologi antara keduanya kemudian
melahirkan dua jenis ilmu, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan observasi dan ilmu yang diperoleh
melalui kehadiran ilham/ ilmu ilahi.
3. Penyatuan ilmu melalui paradigma islam
Paradigma merupakan cara pandang terhadap suatu objek permasalahan yang sangat fundamental
untuk menuntun dan mengarahkan seseorang untuk berpikir dan melakukan tindakan dalam kehidupan
sehari-hari. Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution (1962) mendefinisikan paradigma
sebagai gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai, tata cara, teknik, yang
digunakan secara bersama dalam suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu untuk menentukan
keabsahan siatu objek permasalahan serta jalan keluarnya. Paradigma dalam konteks keilmuan merupakan
hasil konsensus dari anggota komunitas, dalam hal ini komunitas keilmuan agar produk pikir yang
mereka hasilkan dapat berbeda dan memiliki ciri khas dengan komunitas keilmuan lainnya. Dengan
paradigma, anggota komunitas keilmuan dapat memiliki pandangan atau dasar-dasar yang menjadi
pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan, dikaji, dan didalami terkait dengan objek pengetahuan.
Penyatuan ilmu atau integrasi keilmuan (dengan beragam istilah yang ditawarkannya, mulai dari wahdatul
ulum hingga Islamisasi ilmu) merupakan paradigma yang ditawarkan oleh sejumlah ilmuwan dan pemikir
Muslim modern untuk menjawab tantangan zaman dan dilatarbelakangi oleh fakta bahwa saat ini kondisi
keilmuan Islam telah jauh tertinggal dibandingkan dengan entitas keilmuan lainnya. Integrasi keilmuan
diharapkan akan terus memberikan spirit religiusitas dan keberadaan Yang bermanfaat dalam setiap ilmu
pengetahuan yang dikembangkan. Sebab, sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah bergerak ke
arah yang cenderung lebih maju.
a. Konsep ilmu dalam islam
Sebelum lebih jauh membahas mengenai keilmuan Islam, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu
ilmu dalam perspektif Islam. Kata 'ilm dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata 'alima ('alima-
ya'lamu-'ilman). 'Alima berarti mengetahui, sedangkan 'ilman berarti pengetahuan (al-ma'rifah). Istilah
'ilm inilah yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu (lihat Munawwir, 1984: 1037).
Istilah yang berkaitan dengan ilmu berulang kali muncul di dalam Al-Qur'an. Jumlah kata atau stilah yang
berkaitan dengan ilmu di dalam Al-Qur'an menempati posisi kedua di bawah kata tauhid. Ahmad Fuad
Abd al-Baqi dalam al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur'an al-Karim (t.th: 356-609) menyebutkan
bahwa kata ilmu dengan berbagai bentuknya (jadiannya) disebut sebanyak 854 kali dalam AlQur'an.
Sementara Mehdi Goslani dalam The Holy Qur'an and Science of Nature (1984: 4) menyebutkan bahwa
kata al-'ilmu dan derivasinya muncul sebanyak lebih dari 780 kali. Di dalam Al-Qur'an, penjelasan
mengenai konsep ilmu terdiri dari dua macam, yaitu ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia atau yang
disebut juga sebagai ilmu laduni (QS. al-Kahfi ayat 65), dan ilmu yang diperoleh melalui usaha manusia
atau yang disebut dengan ilmu kasbi.
b. Klasifikasi Ilmu dalam Islam
Berkembangnya keilmuan Islam dan berbagai dinamika yang terjadi di dalam masyarakat
membawa implikasi pada munculnya klasifikasi ilmu dalam Islam sesuatu yang tidak ditemukan ketika
Rasulullah Saw masih hidup. Semasa Rasulullah Saw, ajaran-ajaran ilmu keislaman berpatok pada hal-hal
yang berkaitan dengan tauhid, yang meliputi aqidah dan muamalah, dan belum ada penamaan dan
klasifikasi khusus pada ilmu-ilmu tersebut. Ketika keilmuan Islam semakin berkembang dan muncul
ilmu-ilmu baru, muncullah klasifikasi terhadap keilmuan Islam tersebut. Munculnya ilmu-ilmu baru di
dalam Islam pada mulanya dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami ajaran-ajaran Islam.
Faktor utama lahirnya ilmuilmu baru dalam Islam dipicu oleh usaha untuk memahami Al-Qur'an,
sehingga lahirlah ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu kalam, ilmu fiqih, dll. Terkait dengan keindahan dalam
pembacaan Al-Qur‘an agar tetap terjaga maknanya, muncullah ilmu tajwid dan ilmu qiraah. Ilmu-ilmu
yang muncul pada awal-awal penyebaran Islam tersebut kemudian dikategorikan sebagai ilmu tradisional
Islam.
c. Sumber-sumber Ilmu dalam Islam
Ketika Rasulullah Saw masih hidup, umat Islam memperoleh ilmu-ilmu keislaman melalui beliau
langsung. Hal-hal yang menjadi pertanyaan di benak para sahabat langsung ditanyakan kepada Rasulullah
Saw. dan mendapatkan jawaban dari beliau. Jawaban-jawaban yangdisampaikan oleh Rasulullah Saw.
terkait pertanyaan maupun kebingungan dari para sahabat bersumber dari Allah, baik secara langsung
atau melalui malaikat Jibril, baik itu berupa ayat-ayat al-Qur‘an ataupun hadits qudsi. Maka pada
masamasa awal keislaman, sumber ilmu bagi umat Islam adalah Al-Qur‘an (baik yang tekstual maupun
penjelasan dan penjabaran Nabi Muhammad Saw. mengenai ayat-ayat AlQur‘an).
Para ilmuan Muslim menerima secara mutlak bahwa sifat dasar pengetahuan Islam berasal dari
Allah. Bahwa Allah berkuasa atas segala hal, termasuk pengetahuan. Segala sesuatu yang berada di alam
semesta ini berasal dari satusatunya sumber, yaitu Allah. Oleh karena sumber pengetahuan itu berasal dari
Allah. Dalam teologi Islam, Allah memiliki sifat al-Haqq, sehingga seluruh kebenaran bersumber dari
Allah. Sumber ilmu berarti muasal atau alat dari mana manusia dapat memperoleh pengetahuan. Sumber
ilmu, pada ranah praktis berkaitan dengan validitas pengetahuan, yaitu diterima atau ditolaknya suatu
pengetahuan. Tidak heran jika diskusi mengenai sumber ilmu berujung pada perbebatan yang panjang.
Misalnya terkait sumber ilmu yang paling kuat: apakah akal atau pengamatan?; Jika pengamatan
bertentangan dangan akal sehat, yang manakah yang harus diterima?; Karena pengamatan manusia
terbatas, bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan yang tidak tampak?; Dan bagaimana posisi
hati nurani terkait keabsahan suatu keilmuan? Perdebatan mengenai sumber ilmu tersebut menyebabkan
munculnya berbagai aliran-aliran dalam ranah Filsafat.
d. Hubungan antara Islam dan Ilmu Pengetahuan
Hubungan antara Islam dan Ilmu PengetahuanAgama Islam mendorong umatnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan agar bermanfaat dalam menyelesaikan urusan-urusan di dunia dan
sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Dorongan Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
didasarkan pada empat faktor sebagai berikut:
• Islam merupakan agama yang menghormati akal dan menyuruh umat manusia mempergunakan akalnya
untuk memikirkan alam semesta.
•Islam mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat.
•Islam melarang umatnya untuk taklid buta, yaitu menerima begitu saja tanpa diperiksa dan diteliti.Islam
sangat menganjurkan agar umat dapat melakukan penelusuran yang lebih jauh terhadap berita dan fakta-
fakta.
e. Islam dan perkembangan ilmu-ilmu sains
Islam dan Perkembangan Ilmu-ilmu Sains Pengaruh peradaban Islam terhadap dunia bukan
hanya dalam bidang filsafat, melainkan dalam bisang sains. Pada abad ke-11 dan ke-12, Andalusia
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Eropa. Pada masa itulah peradaban Islam di
Andalusia memperoleh puncak kejayaannya. Proses transfer keilmuan tidak hanya dipusatkan di lembaga-
lembaga pendidikan, melainkan juga di masjid, di istana khalifah, rumah pribadi, bahkan di kedaikedai
dan pasar buku. Semaraknya perkembangan keilmuan di Andalusia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
peralihan pusat peradaban filsafat dari Baghdad ke Cordova, melainkan juga atas usaha-usaha dan
langkah strategis yang dilakukan oleh para penguasa Andalusia pada masa itu. Misalnya, kebijakan yang
ditempuh oleh Abdurrahman al-Aushat sebagai Amir yang berkuasa di Cordova. Ia dikenal sebagai
pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Chair, Badrul. (2020). Falsafah kesatuan ilmu Semarang: SeAP (Southeast Asian Publishing).
Abdullah, M. Amin. 1995. Falsafah Kalam di Era Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, M. Amin. 2010. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonekif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, M. Yatimun. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Penerbit Amzah.
Abidin, Zainal, dkk. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasidan Aksi. Yogyakarta: Mizan Baru
Utama.
Akkach, Samer. 2019. 'Ilm: Science, Religion and Art in Islam. Adelaide: University of Adelaide Press.
Bagir, Haidar. 2002. Etika “Barat”, Etika Islam, pengantar dalam M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali
dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan.
Bagir, Haidar. 2006. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Bakar, Osman. 1998. Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, terj, Purwanto. Bandung:
Mizan.
Djiwarpradja, Dodong (pen). 1984. Islam, Filsafat, dan Ilmu. Jakarta: Pustaka Jaya.
Edwards, Paul (ed.). 1972. The Encyclopedia of Philosophy. New York: MacMillan Publishing.
Fanani, Muhyar. 2015. Paradigma Kesatuan Ilmu Pengetahuan.Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Fakhry, Majid. 1987. A History of Islamic Philosophy. New York: Columbia University.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, terj. Zaimul Am. Bandung: Mizan.
Goslani, Mehdi. 1984. The Holy Qur'an and Science of Nature.
Teheran: Islamic Propogation Organization.
artikel ilmiah falsafah kesatuan ilmu Wanda Hamidah (5).docx

More Related Content

Similar to artikel ilmiah falsafah kesatuan ilmu Wanda Hamidah (5).docx

PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxfebry66
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxPenjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxRahmandaArif
 
Hakikat fi ls_afat_ilmu
Hakikat fi ls_afat_ilmuHakikat fi ls_afat_ilmu
Hakikat fi ls_afat_ilmuIkramComputer
 
Konsep pendidikan islam
Konsep pendidikan islamKonsep pendidikan islam
Konsep pendidikan islamASIMAH SAAT
 
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptxM. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptxabuzaf
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcAyuRia4
 
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islam
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islamTema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islam
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islamMunaa
 
Bahan ajar dr valen lumowa
Bahan ajar dr valen lumowaBahan ajar dr valen lumowa
Bahan ajar dr valen lumowaRain Sualang
 
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islam
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islamPengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islam
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islamAfazatulAbuaini
 
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdfFKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdfWahyuThoha
 

Similar to artikel ilmiah falsafah kesatuan ilmu Wanda Hamidah (5).docx (20)

Filsafat Pendidikan
Filsafat PendidikanFilsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan
 
Science and Knowledge
Science and KnowledgeScience and Knowledge
Science and Knowledge
 
FKI M.GANDI F.docx
FKI M.GANDI F.docxFKI M.GANDI F.docx
FKI M.GANDI F.docx
 
Tema 1
Tema 1Tema 1
Tema 1
 
Tema 1
Tema 1Tema 1
Tema 1
 
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxPenjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
 
Hakikat fi ls_afat_ilmu
Hakikat fi ls_afat_ilmuHakikat fi ls_afat_ilmu
Hakikat fi ls_afat_ilmu
 
P
PP
P
 
Konsep pendidikan islam
Konsep pendidikan islamKonsep pendidikan islam
Konsep pendidikan islam
 
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptxM. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
 
36413-99553-1-PB.pdf
36413-99553-1-PB.pdf36413-99553-1-PB.pdf
36413-99553-1-PB.pdf
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
 
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islam
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islamTema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islam
Tema 1 Pengertian Filsafat, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan islam
 
Bahan ajar dr valen lumowa
Bahan ajar dr valen lumowaBahan ajar dr valen lumowa
Bahan ajar dr valen lumowa
 
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islam
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islamPengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islam
Pengertian,tujuan,ruang lingkup filsafat pendidikan islam
 
Filsafat islam
Filsafat islamFilsafat islam
Filsafat islam
 
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdfFKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
 

artikel ilmiah falsafah kesatuan ilmu Wanda Hamidah (5).docx

  • 1. Falsafah kesatuan ilmu (Unity of science) Wanda Hamidah Program studi manajemen Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2205056051@student.walisongo.com Abstrak Falsafah kesatuan ilmu pengetahuan merupakan pengembangan dari konsep kesatuan ilmu yang telah dikembangkan dalam filsafat dan keilmuan Islam sejak era Klasik. Konsep dasar kesatuan ilmu ini terus diformulasikan, dikembangkan, dikritik, bahkan gaungnya sempat tenggelam oleh dinamika keilmuan yang terus bergerak dan berubah. Dalam upaya peningkatan kualitas iman dan keilmuan islam, juga untuk menjadikan perkembangan ilmu keislaman dan pengetahuan secara keseluruhan, maka digagaslah suatu cara pandang yang dapat mendorong pengembangan ilmu agama dan ilmu umum sekaligus. Falsafah Kesatuan Ilmu ini dibuat untuk memperkenalkan cara pandang kesatuan ilmu pengetahuan tersebut agar dapat menghayati cara pandang kesatuan ilmu, baik dalam tataran historis dan filosofis, dan lebih jauh dalam tataran aplikatif. Secara konsep, artikel ilmiah ini terbagi atas dua bagian; bagian pertama menguraikan tentang dasar-dasar ilmu yang biasa dipelajari dalam pembelajaran studi Islam sebagai pengantar dan pondasi sebelum memasuki konsep dasar kesatuan ilmu pengetahuan; sedangkan bagian kedua merupakan uraian mengenai cara pandang kesatuan ilmu, baik dalam tataran historis, filosofis, konseptual, maupun Pengaplikasiannya. Kata kunci: pengetahuan, filsafat, ilmu Pendahuluan Pembahasan mengenai falsafah kesatuan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari pembahasan filsafat secara umum. Istilah falsafah atau filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philo yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan, sehingga philo sophia berarti cinta akan kebijaksanaan. Dalam istilah Yunani, shopia memiliki makna yang sangat luas, yaitu bukan sekadar kebijaksanaan pikiran atau intelegensi, melainkan juga kebijaksanaan yang bersifat praktis dan dapat dimaknai sebagai: kebajikan, pengetahuan, kebenaran, kerajinan, akal sehat, intelektualitas, dan kearifan (Pasmore dalam Edwards, 1972: 216). Orang pertama yang menggunakan istilah philosophia adalah Phytagoras (572-497 SM), yang dalam sebuah pengakuannya ia menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Phylosophos, pecinta kebijaksanaan. Penggunaan istilah filosof atau filsuf sebagai orang yang berfilsafat berangkat dari pernyataan Phytagoras tersebut (Cottingham, 1996: 12). pembahasan 1. Makna dan Ruang Lingkup Filsafat Istilah falsafah dimasukkan ke dalam bahasa Arab sekitar abad 8-9 M. Istilah lain yang memiliki makna yang sama dengan falsafah adalah hikmah. Seorang ahli filsafat islam Al kindi (803-873 M)
  • 2. mendefinisikan bahwa falsafah dalam bahasa Arab sebagai hubb al hikmah yang berarti cinta akan kebijaksanaan dan pengetahuan tentang realitas atau hakikat segala tentang sesuatu. Metode yang digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektik, dan presentasi sistemati. Kata hikmah sering disamakan dengan falsafah, misalnya penggunaan istilah al- hikmah alisyraqiyah oleh Suhrawardi yang memiliki arti filsafat iluminasi. Suhrawardi tidak menggunakan istilah al-falsafah alisyraqiyah melainkan al-hikmah al-isyraqiyah. Maka untuk konsistensi bahasa dalam pembahasan-pembahasan dalam artikel ini, selanjutnya akan menggunakan istilah filsafat sebagai istilah yang lebih umum dari pada falsafah. Filsafat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Cabang-cabang filsafat lainnya yang kita kenal hari ini, misalnya filsafat alam, logika, etika, estetika, dll. Yang merupakan cabang turunan dari ketiga cabang pokok filsafat tersebut. Aksiologi atau filsafat nilai, misalnya, memiliki cabang turunan etika (filsafat moral) dan estetika. Jika diturunkan lebih jauh dan lebih spesifik lagi, kita akan memperoleh cabang-cabang filsafat yang lebih khusus, misalnya filsafat seni sebagai cabang dari estetika, dan seterusnya. a. Pengertian ontologi Ontologi merupakan istilah dari bahasa Yunani yang berasal dari kata ontos dan logos. Ontos berarti wujud atau yang ada, sedangkan logos berarti ilmu, sehingga ontologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang segala yang wujud atau yang ada. Ontologi disebut sebagai filsafat pertama sebab pertanyaan awal yang dikemukakan oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno adalah mengenai hakikat dari segala yang ada . Secara terminologis, ontologi berarti cabang filsafat yang mempelajari dan menelusuri hakikat segala yang ada, baik yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada di dalam kemungkinan. b. Pengertian epistemologi Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi berarti teori mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu atau ada yang membahas mengenai hakikat ilmu pengetahuan. Bahasan-bahasan dalam epistemologi meliputi: objek pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, kebenaran pengetahuan atau parameter kebenaran, tujuan pengetahuan (Edwards, 1972). c. Pengertian aksiologi Aksiologi merupakan filsafat tentang nilai, aksiologi dapat disamakan dengan istilah value dan valuation. Aksiologi berasal dari bahasa Yunani: axia yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu. Nilai dalam aksiologi diukur beradasarkan manfaat (utility), kepentingan (importance), kebutuhan (need), dan penghargaan (estimation). Melalui tiga cabangnya tersebut, filsafat memang diarahkan untuk memecahkan dan mencari jawaban tentang hakikat segala sesuatu. Selain tugas tersebut, filsafat juga memiliki tugas-tugas praktis. Stephen Palmquist (2002: 8-9) menjabarkan tiga arah pemahanan berkaitan dengan tugas filsafat, yaitu filsafat sebagai penjernihan konsep, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai penjernihan konsep sekaligus jalan hidup.
  • 3. 2. Wahdatul ‘Ulum dan Usaha-usaha Penyatuan Ilmu wahdatul 'ulum, secara etimologi berasal dari kata wahdat yang berarti satu dan 'ulum (jamak dari kata 'ilm) yang berarti ilmu-ilmu. Konteks wahdatul 'ulum atau kesatuan ilmu-ilmu lahir dari fenomena pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Dalam ranah akademik maupun dalam pandangan sebagian besar masyarakat Islam, ilmu agama dan ilmu umum dianggap memiliki entitas berbeda dan wilayah berbeda baik dari segi objek formal dan objek materialnya, sehingga keduanya sulit untuk dibandingkan dalam membahas mengenai kebenaran. Dikotomi semacam itu semakin meruncing ketika sebagian ahli sains, ilmu agama dianggap bukan sebagai ilmu karena dibangun berdasarkan keyakinan alih-alih dengan pembuktian. Gejala dikotomis antar ilmu tersebut sebenarnya sudah terjadi di masa-masa awal kemunculan filsafat, yaitu terkait dengan perbedaan pandangan mengenai alat dan sumber pengetahuan (epistemologi). Ilmu sains dan ilmu agama bisa menjadi dua mitra dalam menafsirkan semesta dengan berbagai metodenya yang saling melengkapi. Dalam hubungan dialogis antara keduanya, ilmu agama dapat mendukung semua kegiatan ilmiah, sebaliknya sains bisa memperbaiki pemahaman relireligiousi ldemi kesejahteraan umat manusia. Terdapat dua tradisi epistemologi di dalam filsafat Yunani Kuno yang masing-masing diusung oleh Plato dan Aristoteles. Perbedaan epistemologi antara keduanya kemudian melahirkan dua jenis ilmu, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan observasi dan ilmu yang diperoleh melalui kehadiran ilham/ ilmu ilahi. 3. Penyatuan ilmu melalui paradigma islam Paradigma merupakan cara pandang terhadap suatu objek permasalahan yang sangat fundamental untuk menuntun dan mengarahkan seseorang untuk berpikir dan melakukan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution (1962) mendefinisikan paradigma sebagai gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai, tata cara, teknik, yang digunakan secara bersama dalam suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu untuk menentukan keabsahan siatu objek permasalahan serta jalan keluarnya. Paradigma dalam konteks keilmuan merupakan hasil konsensus dari anggota komunitas, dalam hal ini komunitas keilmuan agar produk pikir yang mereka hasilkan dapat berbeda dan memiliki ciri khas dengan komunitas keilmuan lainnya. Dengan paradigma, anggota komunitas keilmuan dapat memiliki pandangan atau dasar-dasar yang menjadi pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan, dikaji, dan didalami terkait dengan objek pengetahuan. Penyatuan ilmu atau integrasi keilmuan (dengan beragam istilah yang ditawarkannya, mulai dari wahdatul ulum hingga Islamisasi ilmu) merupakan paradigma yang ditawarkan oleh sejumlah ilmuwan dan pemikir Muslim modern untuk menjawab tantangan zaman dan dilatarbelakangi oleh fakta bahwa saat ini kondisi keilmuan Islam telah jauh tertinggal dibandingkan dengan entitas keilmuan lainnya. Integrasi keilmuan diharapkan akan terus memberikan spirit religiusitas dan keberadaan Yang bermanfaat dalam setiap ilmu
  • 4. pengetahuan yang dikembangkan. Sebab, sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah bergerak ke arah yang cenderung lebih maju. a. Konsep ilmu dalam islam Sebelum lebih jauh membahas mengenai keilmuan Islam, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu ilmu dalam perspektif Islam. Kata 'ilm dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata 'alima ('alima- ya'lamu-'ilman). 'Alima berarti mengetahui, sedangkan 'ilman berarti pengetahuan (al-ma'rifah). Istilah 'ilm inilah yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu (lihat Munawwir, 1984: 1037). Istilah yang berkaitan dengan ilmu berulang kali muncul di dalam Al-Qur'an. Jumlah kata atau stilah yang berkaitan dengan ilmu di dalam Al-Qur'an menempati posisi kedua di bawah kata tauhid. Ahmad Fuad Abd al-Baqi dalam al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur'an al-Karim (t.th: 356-609) menyebutkan bahwa kata ilmu dengan berbagai bentuknya (jadiannya) disebut sebanyak 854 kali dalam AlQur'an. Sementara Mehdi Goslani dalam The Holy Qur'an and Science of Nature (1984: 4) menyebutkan bahwa kata al-'ilmu dan derivasinya muncul sebanyak lebih dari 780 kali. Di dalam Al-Qur'an, penjelasan mengenai konsep ilmu terdiri dari dua macam, yaitu ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia atau yang disebut juga sebagai ilmu laduni (QS. al-Kahfi ayat 65), dan ilmu yang diperoleh melalui usaha manusia atau yang disebut dengan ilmu kasbi. b. Klasifikasi Ilmu dalam Islam Berkembangnya keilmuan Islam dan berbagai dinamika yang terjadi di dalam masyarakat membawa implikasi pada munculnya klasifikasi ilmu dalam Islam sesuatu yang tidak ditemukan ketika Rasulullah Saw masih hidup. Semasa Rasulullah Saw, ajaran-ajaran ilmu keislaman berpatok pada hal-hal yang berkaitan dengan tauhid, yang meliputi aqidah dan muamalah, dan belum ada penamaan dan klasifikasi khusus pada ilmu-ilmu tersebut. Ketika keilmuan Islam semakin berkembang dan muncul ilmu-ilmu baru, muncullah klasifikasi terhadap keilmuan Islam tersebut. Munculnya ilmu-ilmu baru di dalam Islam pada mulanya dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Faktor utama lahirnya ilmuilmu baru dalam Islam dipicu oleh usaha untuk memahami Al-Qur'an, sehingga lahirlah ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu kalam, ilmu fiqih, dll. Terkait dengan keindahan dalam pembacaan Al-Qur‘an agar tetap terjaga maknanya, muncullah ilmu tajwid dan ilmu qiraah. Ilmu-ilmu yang muncul pada awal-awal penyebaran Islam tersebut kemudian dikategorikan sebagai ilmu tradisional Islam. c. Sumber-sumber Ilmu dalam Islam Ketika Rasulullah Saw masih hidup, umat Islam memperoleh ilmu-ilmu keislaman melalui beliau langsung. Hal-hal yang menjadi pertanyaan di benak para sahabat langsung ditanyakan kepada Rasulullah Saw. dan mendapatkan jawaban dari beliau. Jawaban-jawaban yangdisampaikan oleh Rasulullah Saw. terkait pertanyaan maupun kebingungan dari para sahabat bersumber dari Allah, baik secara langsung atau melalui malaikat Jibril, baik itu berupa ayat-ayat al-Qur‘an ataupun hadits qudsi. Maka pada masamasa awal keislaman, sumber ilmu bagi umat Islam adalah Al-Qur‘an (baik yang tekstual maupun penjelasan dan penjabaran Nabi Muhammad Saw. mengenai ayat-ayat AlQur‘an). Para ilmuan Muslim menerima secara mutlak bahwa sifat dasar pengetahuan Islam berasal dari Allah. Bahwa Allah berkuasa atas segala hal, termasuk pengetahuan. Segala sesuatu yang berada di alam
  • 5. semesta ini berasal dari satusatunya sumber, yaitu Allah. Oleh karena sumber pengetahuan itu berasal dari Allah. Dalam teologi Islam, Allah memiliki sifat al-Haqq, sehingga seluruh kebenaran bersumber dari Allah. Sumber ilmu berarti muasal atau alat dari mana manusia dapat memperoleh pengetahuan. Sumber ilmu, pada ranah praktis berkaitan dengan validitas pengetahuan, yaitu diterima atau ditolaknya suatu pengetahuan. Tidak heran jika diskusi mengenai sumber ilmu berujung pada perbebatan yang panjang. Misalnya terkait sumber ilmu yang paling kuat: apakah akal atau pengamatan?; Jika pengamatan bertentangan dangan akal sehat, yang manakah yang harus diterima?; Karena pengamatan manusia terbatas, bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan yang tidak tampak?; Dan bagaimana posisi hati nurani terkait keabsahan suatu keilmuan? Perdebatan mengenai sumber ilmu tersebut menyebabkan munculnya berbagai aliran-aliran dalam ranah Filsafat. d. Hubungan antara Islam dan Ilmu Pengetahuan Hubungan antara Islam dan Ilmu PengetahuanAgama Islam mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan agar bermanfaat dalam menyelesaikan urusan-urusan di dunia dan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Dorongan Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan didasarkan pada empat faktor sebagai berikut: • Islam merupakan agama yang menghormati akal dan menyuruh umat manusia mempergunakan akalnya untuk memikirkan alam semesta. •Islam mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat. •Islam melarang umatnya untuk taklid buta, yaitu menerima begitu saja tanpa diperiksa dan diteliti.Islam sangat menganjurkan agar umat dapat melakukan penelusuran yang lebih jauh terhadap berita dan fakta- fakta. e. Islam dan perkembangan ilmu-ilmu sains Islam dan Perkembangan Ilmu-ilmu Sains Pengaruh peradaban Islam terhadap dunia bukan hanya dalam bidang filsafat, melainkan dalam bisang sains. Pada abad ke-11 dan ke-12, Andalusia menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Eropa. Pada masa itulah peradaban Islam di Andalusia memperoleh puncak kejayaannya. Proses transfer keilmuan tidak hanya dipusatkan di lembaga- lembaga pendidikan, melainkan juga di masjid, di istana khalifah, rumah pribadi, bahkan di kedaikedai dan pasar buku. Semaraknya perkembangan keilmuan di Andalusia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor peralihan pusat peradaban filsafat dari Baghdad ke Cordova, melainkan juga atas usaha-usaha dan langkah strategis yang dilakukan oleh para penguasa Andalusia pada masa itu. Misalnya, kebijakan yang ditempuh oleh Abdurrahman al-Aushat sebagai Amir yang berkuasa di Cordova. Ia dikenal sebagai pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.
  • 6. Daftar Pustaka Chair, Badrul. (2020). Falsafah kesatuan ilmu Semarang: SeAP (Southeast Asian Publishing). Abdullah, M. Amin. 1995. Falsafah Kalam di Era Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abdullah, M. Amin. 2010. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonekif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abdullah, M. Yatimun. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Penerbit Amzah. Abidin, Zainal, dkk. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasidan Aksi. Yogyakarta: Mizan Baru Utama. Akkach, Samer. 2019. 'Ilm: Science, Religion and Art in Islam. Adelaide: University of Adelaide Press. Bagir, Haidar. 2002. Etika “Barat”, Etika Islam, pengantar dalam M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan. Bagir, Haidar. 2006. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan. Bakar, Osman. 1998. Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, terj, Purwanto. Bandung: Mizan. Djiwarpradja, Dodong (pen). 1984. Islam, Filsafat, dan Ilmu. Jakarta: Pustaka Jaya. Edwards, Paul (ed.). 1972. The Encyclopedia of Philosophy. New York: MacMillan Publishing. Fanani, Muhyar. 2015. Paradigma Kesatuan Ilmu Pengetahuan.Semarang: CV. Karya Abadi Jaya. Fakhry, Majid. 1987. A History of Islamic Philosophy. New York: Columbia University. Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, terj. Zaimul Am. Bandung: Mizan. Goslani, Mehdi. 1984. The Holy Qur'an and Science of Nature. Teheran: Islamic Propogation Organization.