1. SITA GANDES PINASTI
10/301075/TK/36795
Teknik Fisika / Fakultas Teknik
#Review film Cheng-Cheng Po
Ketika Perbedaan Melebur dalam Persatuan
Film Cheng-Cheng Po merupakan film dokumenter garapan sutradara B.W.
Purbanegara, produser Bernadheta Rismisari, dan ide cerita oleh Yosep Anggie Noen. Dengan
mengambil lokasi di sekitar Yogyakarta, lebih tepatnya di daerah Malioboro, film ini
menceritakan tentang kehidupan anak-anak setempat yang rukun dalam perbedaan. Ada 4
tokoh utama dalam film ini. yakni Markus berkulit hitam beragama kristian, Tohir berkulit sawo
matang, Han berkulit putih keturunan Cina, Tiara berkulit putih keturunan Jawa beragama
Islam. Dalam film ini, konsep persatuan dalam multikulturalisme yang diangkat sebagai tema
utama. Film diawali dengan intro berupa pagelaran seni Barongsai di depan kompleks
pertokoan Malioboro. Set ini menunjukkan sisi eksistensi etnis Tionghoa di lingkungan kota
Yogyakarta, yang nyatanya sudah berbaur dengan masyarakat setempat dengan baik, terbukti
dengan banyaknya warga yang antusias menonton pagelaran Barongsai tersebut.
Alur cerita yang selanjutnya adalah ketika jam sekolah berakhir, sebelum berdoa
sebelum pulang Han dipesan gurunya untuk menghadap beliau setelah jam sekolah berakhir.
Serasa malapetaka bagi Han, ternyata Bapak Guru mengingatkannya untuk segera melunasi
uang SPPnya, karena kalau tidak ia terancam tidak dapat mengikuti ujian semester. Han yang
lesu dan muram kemudian menghampiri kawan-kawannya yang ketika itu sedang asyik bermain
wayang. Suasana jadi berubah. Setiap orang jadi saling pandang dan ikut berwajah muram
seperti halnya Han, mereka kebingungan. Salah seorang kemudian menanyai Han, dia kenapa.
Lalu Han menjawab dengan singkat, “SPP.” Kemudian han menjelaskan dari hasil tadi setelah
menemui bapak Guru. Tiara tidak tinggal diam dan dia pun menawarkan bantuan, bahwa dia
dan teman-teman yang lain akan membantunya. Tohir pun menambahkan, kalau masing-
masing dari mereka minta orang tua kan pasti cukup untuk bayar SPP. Han masih belum yakin.
Selanjutnya tiara lebih meyakinkan Han karena sama teman harus saling membantu.
Ternyata banyak kendala yang muncul dengan solusi meminta kepada orangtua mereka
masing-masing. Orangtua Tiara walaupun kaya tidak mau membantu Han karena Han adalah
etnis Cina, dekil, dan kotor. Di sini terdapat pencontohan beberapa masyarakat yang masih
kolot dan antipati terhadap etnis lain, kurang toleransi terhadap etnis lain. Orangtua Markus
yang seorang montir tidak mempunyai cukup uang untuk membantu Han, walaupun memang
sudah niat membantu. Tinggalah Markus mempertimbangkan tabungannya yang semula
direncanakan untuk membeli handbody supaya kulitnya menjadi cerah (dia mungkin tidak
percaya diri karena diejek teman-teman yang lain dengan kulit hitamnya). Ada stratifikasi sosial
2. SITA GANDES PINASTI
10/301075/TK/36795
Teknik Fisika / Fakultas Teknik
dalam kehidupan bersosial dimana berdasarkan ras markus termasuk ras negroit dalam
pandangan masyarakat orang dengan berkulit hitam di anggap lebih rendah tingkatannya
disbanding dengan orang yang berkulit putih, disini dalam diri markus timbul sebuah konflik
internal yang dia harus berfikir bagaimana dia bisa memutihkan kulit tubuhnya. Dua teman
Han, Tiara dan Markus sedang mengalami kegalauan karena tidak berhasil mewujudkan
rencana semula. Sedangkan Tohir bahkan belum sampai berhasil mengutarakan keinginannya
karena orangtuanya tidak tanggap dengan apa yang dia sampaikan.
Ketiga anak ini kebingungan mencari cara untuk mengumpulkan uang, hingga pada
akhirnya Tohir memunculkan ide untuk menampilkan Barongsai di jalanan dengan
memanfaatkan barang-barang seadanya : jarik, sangkar burung, dan cat yang diambil Markus
dari bengkel ayahnya.
Begitulah, sampai usaha yang dilakukan anak-anak tersebut membuahkan hasil yang
diharapkan. Mereka mendapatkan uang yang cukup untuk membayar SPP Han.
Dari cerita di atas, dapat disimpulkan ahwa anak-anak tersebut tiak mempermasalahkan
perbedaan suku, agama, warna kulit, tingkat ekonomi dsbg, itu semua sama sekali bukan
penghalang bagi mereka untuk menyatukan perbedaan dan berusaha bersatu untuk
membuahkan keberhasilan.
Mungkin tujuan yang hendak dicapai oleh para penggarap film ini adalah untuk
membangun konsep/pendidikan multikulturalisme pada anak-anak sedari masa sekolah dasar.
Sesuai dengan semboyan Negara kita “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda namun
tetap satu. Dengan terbentuknya persatuan antar warga Indonesia, maka akan tercipta Negara
yang aman dan sejahtera, penuh toleransi :)