Beberapa faktor mempengaruhi penafsiran Alkitab seperti prasangka, budaya, pengalaman, dan dosa. Penafsiran yang benar memerlukan pemahaman konteks budaya dan sejarah serta bimbingan Roh Kudus. Terjemahan juga dapat mempengaruhi pengertian karena keterbatasan bahasa. Oleh karena itu penting membaca beberapa terjemahan dan menganalisis ayat dalam konteks Alkitab secara keseluruhan.
2. Apa yang dapat mempengaruhi penafsiran kita?
Praduga
Terjemahan-terjemahan
Pengalaman budaya
Dosa
Mengapa penafsiran itu penting?
Membaca sebuah cerita berbeda dengan membaca sebuah dokumen hukum. Cara
seorang anak membaca tidaklah sama dengan orang dewasa. Pemahaman seorang
pengacara pada teks yang sama boleh jadi berbeda dengan seorang teologia.
Membaca dalam bahasa aslinya tidaklah sama dengan membaca terjemahan.
Semua itu — dan bahkan lebih banyak lagi — ada banyak faktor yang mempengaruhi
penafsiran untuk suatu teks. Hal ini juga dapat diterapkan pada Alkitab. Tidak ada
yang dapat membaca Alkitab dengan cara yang benar-benar murni. Lalu, bagaimana
kita dapat menafsirkan Alkitab dengan benar?
3. Selama tiga setengah tahun, para pengikut Yesus percaya bahwa
Dia adalah Mesias (Matius 16: 15-16). Namun, mereka
memahami konsep tentang Mesias dengan cara yang
menyimpang, karena mereka menyangka pekerjaan-Nya adalah
untuk membebaskan mereka dari Roma.
Prasangka ini mencegah mereka untuk mengenali Yesus tepat
setelah Ia dibangkitkan (Lukas 24: 36-45). Roh Kudus harus
bekerja dalam pikiran mereka untuk menunjukkan kepada
mereka misi Yesus yang sebenarnya dalam terang Alkitab.
Kita mungkin juga
dipengaruhi oleh
pengalaman, pengetahuan,
dan prasangka kita ketika
menafsirkan Alkitab.
Roh Kudus akan menolong kita memahami Alkitab dengan benar
jika kita membuka pikiran kita kepada-Nya dengan hati yang jujur.
4. Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram,
dan Yunani. Jika kita tidak dapat membaca
bahasa-bahasa itu dengan lancar, maka kita
memerlukan terjemahan.
Terjemahan melibatkan dua masalah
utama: kata-kata aslinya mungkin tidak
memiliki terjemahan yang tepat atau persis
ke dalam bahasa kita, dan penerjemah
mungkin dipengaruhi oleh gagasan yang
sudah terbentuk sebelumnya.
IBRANI ARAM YUNANI
Karena keterbatasan-keterbatasan itu,
sangat disarankan membaca
terjemahan yang berbeda, sehingga
kita dapat memahami arti dari teks asli
dengan lebih baik.
Apa pun terjemahan yang kita baca,
kebenaran pokok dari Kitab Suci selalu
mudah dimengerti.
5. Ada tiga jenis terjemahan Alkitab:
Formal
• Sesuai
dengan
aslinya.
Terjemahan
yang
hampir
literal.
Dinamis
• Menekankan
maknanya.
Terjemahan
idiomatik
atau
ungkapan.
Tafsiran
• Mengekspres
ikan ide
dengan
bahasa
sehari-hari.
Lebih kepada
penafsiran
bukan literal.
Dua jenis terjemahan terakhir lebih menyenangkan ketika membacanya dan ketika
mencoba memahami bagian-bagian yang mudah. Namun, jenis terjemahan itu
dipengaruhi oleh prasangka, sehingga tidak baik untuk pembelajaran doktrinal.
Disarankan untuk menggunakan terjemahan yang lebih formal.
6. “… yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan
yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,” (Keluaran 20:5)
Para penulis Alkitab terbenam dalam beragam
budaya: Ibrani, Kasdim, Yunani, Romawi. Oleh
karena itu, tulisan mereka lebih baik dipahami
ketika mempertimbangkan konteks budaya mereka.
Meskipun demikian, bahkan jika kita tidak tahu
tentang budaya-budaya itu secara terperinci,
Alkitab masih penuh dengan makna bagi kita.
Alkitab menjelaskan topik-topik yang melampaui
budaya apa pun, seperti ciptaan Allah, dosa dan
mengapa kita memerlukan Keselamatan.
Misalnya, dalam budaya Ibrani, seseorang bertanggung
jawab atas tindakan yang tidak dilakukannya, tetapi
membiarkan hal itu terjadi. Itulah sebabnya kadang-
kadang mereka menghubungkan tindakan kepada Allah
yang sebenarnya tidak Dia lakukan, seperti membiarkan
anak-anak menderita karena dosa orang tua mereka,
atau mengeraskan hati Firaun.
7. “Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu
buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu
berkata: Kami melihat, maka tetaplah
dosamu.’” (Yohanes 9:41)
Dosa adalah penghalang antara pembaca dan Alkitab. Dosa mengubah cara kita
menafsirkan dan menerima Alkitab.
Kita mungkin salah memahami Alkitab karena kesombongan, khayalan diri
sendiri, keraguan, ketidaktaatan, mencintai pendapat kita sendiri, dan banyak
halangan lainnya.
Jadi kita harus membaca Alkitab
dengan iman dan penyerahan. Kita
harus rela membiarkan Alkitab
mengubah kita dan membentuk
karakter kita.
Roh Kudus bertindak di dalam diri
kita jika kita membiarkan Dia
bekerja. Terlepas dari dosa kita, Dia
akan menuntun kita “ke dalam
seluruh kebenaran.” (Yohanes 16:13)
8. “Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab
Suci.” (Lukas 24:45)
Jika kita mendekati dan menafsirkan Alkitab
dengan keliru, kita mungkin akan sampai pada
kesimpulan yang salah, tidak hanya dalam
pengertian keselamatan tetapi dalam segala
hal lain yang diajarkan Alkitab.
Penafsiran Alkitab yang benar menghasilkan:
Kesatuan dalam doktrin
Kesatuan dalam pengajaran
Kesatuan dalam Gereja
Kesatuan dalam misi
Kita perlu belajar Alkitab dengan tepat
(hermeneutika). Kita harus menganalisa setiap
perikop dalam konteksnya secara spesifik, dan
sehubungan dengan apa yang diajarkan bagian
Alkitab lainnya tentang topik yang dibahas. Dengan
cara ini kita akan lebih memahami pekabaran yang
diberikan Allah kepada kita melalui Alkitab.
9. “Apakah engkau bertanya, apakah yang aku perbuat
supaya selamat? Engkau harus menyerahkan pendapat-
pendapat yang telah ditetapkan terlebih dulu, ide-ide
turunanmu serta yang sudah ditanamkan, pada pintu
penyelidikan. Jika engkau menyelidik Kitab Suci untuk
menunjukkan pendapat- pendapatmu sendiri, engkau
tidak akan pernah menjangkau kebenaran. Selidiklah
untuk memahami apa yang dikatakan Tuhan. Jika
keyakinan datang, waktu engkau menyelidik, jika engkau
melihat bahwa pendapat-pendapatmu yang disenangi
tidak sesuai dengan kebenaran, jangan salah tafsirkan
kebenaran itu untuk dicocokkan dengan kepercayaanmu
sendiri, tetapi terimalah terang yang telah diberikan.
Bukalah pikiran dan hati, agar engkau dapat memandang
perkara-perkara yang ajaib dari firman Allah.”
E.G.W. (Christ's Object Lessons, cp. 8, p. 112)