2. KOMPONEN PERTANIAN ORGANIK
Komponen Pertanian organik adalah sistem pendukung dalam
produksi tanaman, ternak dan ikan, agar tingkat produksi yang
dicapai tetap memuaskan, walau tanpa menggunakan bahan
kimia sintetis.
Komponen tersebut, adalah :
A. Lahan
B. Benih
C. Pengelolaan Kesuburan Tanah
D. Pengendalian Hama Tanaman
E. Pengendalian Penyakit dan Gulma
F. Pasca Panen
3.
4. 1. LAHAN
Produk organik dapat dikumpulkan dari alam, tetapi harus ada jaminan tidak
mempengaruhi stabilitas habitat alami dan tidak berakibat terjadinya kepunahan
spesies
Semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang ideal lahan pertanian
yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan
pestisida)
Lahan terpisah dari lahan konvensional, khususnya sistem pengairannya (jika
menggunakan irigasi)
Jika lahan bekas budidaya pertanian konvensional perlu masa konversi oragnik.
Tujuan untuk meminimalkan sisa-sisa bahan kimia dan memulihkan unsur
fauna dan mikroorganisme tanah.
Lama konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis
tanaman sebelumnya (sayuran, padi atau tanaman keras), berkisar 1-2 tahun
Bila masa konversi belum habis, maka produknya disebut produk konversi
menuju organik.
5. MASA KONVERSI
Masa konversi dimulai saat aplikasi ke lembaga sertifikasi atau saat
terakhir pemberian bahan yang dilarang dalam budidaya secara
organik dan selanjutnya budidaya organik dilakukan secara penuh.
Lamanya masa konversi beragam tergantung jenis tanaman yang
dibudidayakan.
Masa konversi untuk tanaman semusim adalah selama dua tahun dan
untuk tanaman tahunan selama tiga tahun.
Menurut standar IFOAM, masa konversi tanaman semusim adalah 12
bulan sebelum memulai siklus produksi tanaman organik.
Tanaman tahunan dapat disertifikasi sebagai produk organik setelah
18 bulan dibudidayakan secara organik.
6. 2. BENIH
Benih yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih yang
tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika (Genetically
modified organisms, GMO). Termasuk yang tidak boleh
adalah benih tranasgenik
• Teknik rekayasa genetika termasuk, tetapi tidak terbatas
untuk: rekombinasi DNA, fusi sel, injeksi mikro dan makro,
enkapsulasi, penghilangan dan penggandaan gen. Organisme
hasil rekayasa genetika tidak termasuk organisme yang
dihasilkan dari teknik-teknik seperti konjugasi, transduksi dan
hibridisasi
7. 2. BENIH
Benih harus diproduksi tanpa bahan kimia
Praktisi sebaiknya menggunakan benih lokal, atau benih
hibrida yang telah beradaptasi dengan alam sekitar
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah
memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa
membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal
usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar.
Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung
pada pihak luar.
8. 3. PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH
# Semua bahan penyubur tanah harus berupa bahan
organik yang bebas bahan kimia sintesis
# Dalam aturan produk pertanian organik secara
internasional, pupuk kandang yang diperbolehkan
berasal dari hewan yang tidak diberi bahan kimia
sintesis, termasuk kotoran hewan yang menggunakan
hormon tumbuh dianggap bukan produk organik.
Namun di Indonesia, belum seketat itu
# Beberapa jenis pupuk yang dipergunakan adalah
Pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, dan produk
yang telah disyahkan sebagai produk organik
(misalnya: EM 4, dll)
9. 4. PENANGGUNANGAN HPT DAN GULMA
# PO berbasis pada keseimbangan ekosistem
# Pengendalian HPT dan gulma dilaksanakan dengan prinsip
HPT tersebut tidak berada dalam jumlah berlebihan
# Metode penanggulangan HPT yang direkomendasikan adalah :
Pola tumpangsari, pergiliran tanaman, pemulsaan, rekayasa
teknik menanam, dan manajemen kebun
# Penggunaan pestisida alami diperlukan jika di lahan PO
sedang terjadi ketidakseimbangan, yang terlihat pada
munculnya gangguan hama/penyakit. Kadar pemakaiannya
juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada
10. 5. PENANGANAN PASCA PANEN
• Dalam PO, kegiatan pasca panen menghindari pemakaian
bahan pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan
seminimal mungkin melakukan proses pengolahan.
• Dalam PO yang berisi prinsip-prinsip mendasar PO dan hal-hal
umum yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani
organik.
– Sebagai contoh, pemerintah telah menerbitkan SNI
(Standar Nasional Indonesia ) 01-6729-2002 tentang
Sistem Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi
para pelaku terkait pengembangan PO.
– Standar ini mengacu pada standar internasional yakni
Codex CAC/GL 32/1999, dan cukup selaras dengan standar
dasar IFOAM