Dokumen tersebut membahas mengenai dasar hukum keuangan daerah, pengertian keuangan daerah, APBD, pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Terdapat beberapa ketidakjelasan dalam undang-undang terkait pengertian dan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah.
"Bawal99: Menikmati Sensasi Taruhan Olahraga Online dengan Aman dan Nyaman"
Keuangan daerah
1. KEUANGAN DAERAH
Dasar hukum
1. UU RI No. 17 Tahun. 2003 Tentang Keuangan Negara;
2. UU RI No. 1 Tahun. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU RI No. 15 Tahun. 2004 Tentang. pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara;
4. UU RI No. 32 Tahun. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU RI No. 33 Tahun.2004 Tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, dan a.l.;
6. PP RI No. 56 Tahun. 2005 Tentang. sistem informasi keuangan daerah;
7. PP RI No. 58 Tahun. 2005 Tentang. pengelolaan keuangan daerah.
Salah satu maksud dari diterbitkannya pengaturan keuangan negara ini adalah
menyatukan sistem keuangan negara yang dikelola pemerintah pusat dengan sistem
keuangan daerah yang dikelola pemerintah daerah. karena itu, dalam UU RI No. 17
Tahun. 2003 sebenarnya sudah dimuat materi-materi keuangan daerah, seperti
tentang APBD, penerimaan, pengeluaran, pendapatan, dan belanja daerah, termasuk
adanya istilah keuangan daerah.
Namun mengenai pengertian dan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah
yang termuat dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003 dan UU RI No. 1 Tahun. 2004,
ternyata menimbulkan beberapa hal yang menjadi ketidakjelasan atau bahkan
menjadi kabur.
Pengertian Keuangan daerah
1. Dalam penjelasan atas UU RI No. 17 Tahun. 2003 tidak dimuat uraian mengenai
dasar pemikiran, ruang lingkup maupun kekuasaan atas pengelolaan keuangan
daerah dalam kaitannya dengan upaya penyatuan peraturannya. tetapi yang
dimuat hanya menyangkut sebagian dari keuangan daerah yakni tentang
penyusunan dan penetapan APBD;
2. Penggunaan istilah keuangan daerah tidak konsisten, Contoh, UU RI No. 17
Tahun. 2003 dalam bab satu, ketentuan umum, sama sekali tidak dimuat
pengertian dan istilah keuangan daerah. tetapi dalam bab-bab dan pasal-pasal
berikutnya, istilah keuangan daerah digunakan juga, lihat pasal 6 ayat (2) huruf
c; dalam pasal 10 bahkan ada istilah pejabat pengelola keuangan daerah;
2. 3. Anehnya istilah dan pengertian keuangan daerah baru diatur dalam PP RI No. 58
Tahun. 2005, bukan diatur dalam UU.
Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Akibatnya, istilah dan pengertian keuangan daerah tidak dimuat dalam UU ini,
maka terkait dengan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah, juga tidak
dimuat dalam bab sendiri, tapi yang ada hanya bab tentang kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara saja;
2. Bagaimana makna, status dan hubungan keuangan negara yang kewenangan
pengelolaan diserahkan pada gubernur, bupati dan walikota lalu statusnya
berubah menjadi lingkup pengelolaan keuangan daerah;
3. Dalam UU RI No. 1 Tahun. 2004 pejabat pengelola keuangan daerah hanya
berfungsi sebagai pelaksana pengelolaan APBD, sementara gubernur, bupati dan
walikota tidak dinyatakan sebagai pejabat penanggung jawab atas pengelolaan
keuangan daerah (pasal 1 angka 19 dan 21 UU RI No. 1 Tahun. 2004). jadi dalam
pelaksanaannya wajar jika ada anggapan bahwa pengelolaan keuangan daerah
bukan wewenang kepala daerah (lihat kompas, 14 april 2009, korupsi APBD
Manado).
4. Tentang kepala daerah ditetapkan selaku pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah, sayang baru diatur dalam UU RI No. 32 Tahun. 2004 (Dengan
Bab Tersendiri), lebih tepat kalau dimuat di dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003.
Hubungan Keuangan Negara Dengan Keuangan Daerah
Karena tidak ada pengertian keuangan daerah, maka status dan substansi dari
keuangan daerah dalam hubungannya dengan keuangan negara, menjadi tidak
jelas. misalnya, apakah keuangan daerah merupakan bagian atau tidak dari pada
keuangan negara.
Kalau statusnya bukan bagian atau subsistem keuangan negara, (lihat UU RI No.
17 Tahun. 2003 Pasal 6 Ayat (2) huruf c) maka hubungannya dengan
kewenangan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah oleh BAPAK
menjadi kabur. misalnya apakah BAPAK atau badan pemeriksaan lainnya
berwenang melakukan pemeriksaan atas keuangan daerahnya.
Selanjutnya, angka 2 di atas bila dikaitkan dengan bunyi UU RI No. 17 Tahun.
2003 Pasal 16 ayat (1) sebenarnya sudah tegas dan sejalan. dimana APBD selain
3. sebagai salah satu komponen dari keuangan daerah, juga sebagai wujud
pengelolaan dari keuangan daerah.
Pengaturan hubungan antara keuangan daerah yang dikelola oleh pemerintah
daerah provinsi dengan yang dikelola oleh kabupaten/kota juga tidak dimuat,
baik dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003; UU RI No. 1 Tahun. 2004 maupun UU RI
No. 32 dan 33 Tahun. 2004, tidak ada pengaturannya. Apakah perlu ada
pengaturannya di dalam satu UU?.
Tahun Anggaran
1. Salah satu kendala keterlambatan dalam pelaksanaan APBD maupun
penyusunan perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah adalah tidak
sinkronnya waktu dari tahun anggaran. jika penyusunan anggaran pemerintah
pusat adalah pada triwulan ke-empat tahun anggaran berjalan tapi penyusunan
anggaran pemerintah daerah barulah bisa dilakukan pada triwulan ke-satunya,
masuk diawal tahun anggaran barunya.
2. Otomatis pemerintah daerah dihadapkan pada dua tugas besar, yakni
penyusunan perencanaan anggaran tahun yang akan datang, di sisi lain
pentuntasan pelaksanaan anggaran akhir tahun dari APBD. ditambah lagi
pencairan dana apbn untuk APBD, umumnya baru direalisasikan sekitar akhir
bulan pada triwulan ke-empat. bagaimana pemerintah daerah mengoptimalkan
realisasi atau daya serap anggarannya?. jadi wajar jika pada pemerintah daerah
terjadi pengendapan dana yang relatif besar karena tidak bisa dicairkan.
3. Dalam hal penyusunan perencanaan anggaran daerah, pemerintah daerah
‘sangat’ terkait dengan perolehan ‘kepastian’ besaran alokasi dana apbn.
kepastian dana alokasi ini umumnya baru dapat diketahuinya pada bulan
terakhir dari tahun anggaran berjalan, yakni sekitar bulan desember. setelah itu,
pemerintah daerah baru dapat memulai penyusunannya, selesainya kira-kira
satu triwulan atau sekitar bulan maret-april.
4. Lalu rancangan anggaran daerah yang telah mendapat persetujuan dprd, masih
harus melalui proses evaluasi oleh menteri dalam negeri untuk RAPBD
pemerintahan provinsi atau gubernur untuk RAPBD pemerintahan
kabupaten/kota (pp ri no. 58 Tahun. 2005 pasal 47 ayat (1) dan pasal 48 ayat (1).
hal ini, membuat semakin lambatnya pemerintah daerah melaksanakan
anggarannya.
4. 5. Atas dasar angka 1-4 di atas, maka salah satu solusi pemecahan masalah ini,
yakni tahun anggaran daerah masa lakunya dimundurkan menjadi sejak tanggal
1 april tahun berikutnya, sehingga tahun anggarannya tidak sama dengan tahun
anggaran negara.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah UU RI No. 15
Tahun. 2004 merupakan dasar hukum bagi BAPAK dalam melakukan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, lalu bagaimana dengan
kewenangan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah (UU RI No. 15 Tahun.
2004 pasal 2 ayat (1) dan pasal 17 ayat (2) karena dalam UU ini tidak ada sama sekali
menyebut istilah keuangan daerah, hanya menggunakan istilah keuangan
pemerintah daerah).
1. Karena lingkup pemeriksaan keuangan negara maupun keuangan daerah sangat
besar, maka BAPAK jelas tidaklah sanggup dan mampu melaksanakannya.
sebaiknya UU ini direvisi dengan memuat juga peran dari aparat-aparat
pengawasan intern pemerintah pusat dan pemerintah daerah (tersirat pada UU
RI No. 15 Tahun. 2004 pasal 9 ayat (1)). sehingga BAPAK dapat menjalin sistem
koordinasi dan pendistribusian kewenangan tugas pemeriksaan dengan aparat-
aparat pengawas dan pemeriksa ini.
2. Wujud laporan keuangan negara/keuangan daerah yang dibuat dan disampaikan
oleh presiden, gubernur, bupati dan walikota kepada dpr/dprd, apakah
laporannya ini perlu terlebih dahulu diperiksa oleh BAPAK?. dalam UUd Tahun.
1945 pasal 23 dan pasal 23e, masalah ini tidak diatur.
3. Bahkan UUD 1945 menegaskan bahwa hasil pemeriksaan BAPAK (perlu)
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan sesuai dengan UU. tapi dalam UU
sekarang tidak diatur penegasan semacam ini. terkesan BAPAK tugasnya adalah
membantu tugas dari lembaga perwakilan tersebut.
4. Dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003 materi pasal 27 pasal 28 tidak jelas dan tidak
sesuai dengan judul Bab. apakah bentuk laporan realisasi masuk laporan
pertanggung jawaban
5. Dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003 pasal 35 ayat (2), bahwa para pejabat
bendahara diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
BAPAK, adalah kurang tepat. karena bendahara sekarang ini sudah bersifat
‘kasir’.
Pengertian APBD
5. Menurut UU No 17 tahun 2003,Pasal 1 ayat 8 :
“Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daaerah yang di setujui oleh DPRD”.
Menurut peraturan pemeruntah No 58 Tahun 2005,Pasal 1 ayat 7 :
”Anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disingkat APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah”
Menurut undang-undangNo 23 Tahun 2003 Pasal 1Ayat 4
“Anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya di sebut APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD”.
Pengertian Pendapatan Daerah
Menurut UU No 17 tahun 2003,Pasal 1 ayat 15 :
“Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih”.
Menurut peraturan pemerintah No.58 tahun 2005 pasal 1 ayat 26 :
“pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang di akui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih”.
Pengertian Belanja Daerah
Menurut Undang-undang No 17 tahun 2003,Pasal 1 ayat 16 :
“Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih”.
Menurut peraturan pemerintah No 58 tahun 2005,pasal 1 ayat 27 :
“belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang di akui sebagai
pengurangan hasil kekayaan bersih”.
6. Pengertian Pembiayaan Daerah
Menurut Undang – undang No 17 Tahun 2003:
“Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya”.
Menurut peraturan pemerintah 58 tahun 2005 pasal 1 ayat 30 :
“pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu di bayar kembali dan
atau pengeluaran yang akan di terima kembali, baik pada tahun anggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya”.
Fungsi APBD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003, pasal 66, APBD memiliki
fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi berarti APBD menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2) Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan berarti APBD menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3) Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan berarti APBD menjadi pedoman untuk menilai (mengawasi)
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
4) Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi berarti APBD dalam pembagiannya harus diarahkan dengan tujuan
untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.
7. 5) Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi berarti APBD dalam pendistribusiannya harus memerhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Pendapatan Daerah
Pasal 21
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri
atas :
Pendapatan Asli Daerah
Dana perimbangan, dan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Pasal 22
Pendapatan asli daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a terdiri atas :
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Lain-lain PAD yang sah
Lain-lain PADyang h sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup :
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Jasa giro
Pendapatan bunga
Tuntutan ganti rugi
Keuntungan selisih nili tukar rupiah terhadap mata uang asing , dan
Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Pasa 23
8. Pendapatan dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf b
meliputui :
Dana Bagi Hasil
Dana Alokai Umum, dan
Dana Alokasi Khusus.
Pasal 24
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain
PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
Pasal 25
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan bantuan berupa uang,
barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan
usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Belanja Daerah
Pasal 26
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan
wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-
undangan.
Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam
bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan
9. minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diklasifikasikan
menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.
Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari :
klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan
provinsi dan kabupatetn/kota.
Klasifikasi belanja menurut fungsil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan
keuangan negara terdiri dari :
Pelynan umum
Ketertiban dan keamanan
Ekonomi
Lingkungan hidup
Perumahan dan fasilitas umum
Kesehatan
Pariwisata dan budaya
Agama
Pendidikan
Perlindungan sosial
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah.
Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
Belanja pegawai
Belanja barang dan jasa
Belanja modal;
10. Bunga
Subsidi
Hibah
Bantuan sosial
Belnja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan
Belanja tidak terduga
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk
kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja
Pemerintah Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus.
Pembiayaan Daerah
Pasal 28
Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
Silpa tahun anggaran sebelumnya
Pencairan dana cadangan
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
Penerimaan pinjaman, dan
Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
Pembentukan dana cadangan
Penyertaan modal pemerintah daerah
Pembayaran pokok utang,dan
Pemberian pinjaman
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan.
11. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Undang-undang no 32 tahun 2004 :
Pasal 157
Sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :
Hasil pajak daerah
Hasil retribusi daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
b. Dana perimbangan
c. Lain-lain pendaptan daerah yang sah
Pasal 158
1. Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang
pelaksanaannya didaerah di atur lebih lanjut dengan perda.
2. Perda dilarang melakukan pungutan / dengan sebutan izin diluar yang lebih
ditetapkan undang-undang.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 157 huruf a angka 4 ditetapkan dengan perda
berpedoman pada peraturan pedundang-undangan.
Pengertian pajak daerah
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi/badan
kepada daerah,tanpa imbalan langsung yang seimbang,dapat dipisahkan
berdasarkan perundang-undangan dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Pengelompokan jenis pajak daerah dan tarif maksimal
12. Pajak profinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor (1%-2%),bea balik nama
kendaraan bermotor (20%),pajak bahan bakar kendaraan bermotor (10%),pajak air
permukaan (10%) dan pajak rokok (10%).
Pajak kabupaten/kota terdiri dari :
Pajak hotel (10%)
Pajak restoran (10%)
Pajak hiburan (75%)
Pajak reklame (25%)
Pejak penerangan jalan(10%)
Oajak parkir (30%)
Pajak mineral bukan logam dan batuan (25%)
Pajak air tanah (20%)
Pajak sarang burung walet (10%)
PBB perdesaan perkotaan (0,3%)
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (5%)
Pengertian retribusi daerah
Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Penggolangan jenis retribusi daerah
1. Retrtribusi jasa umum terdiri dari :
Retribusi pelayanan kesehatan
Retribusi persampahan atau kebersihan
Retribusi KTP, AKT CAPIL
Retribusi pemakaman atau pengabuan mayat
Retribusi parkir di tepi jalan
Retribusi pelayanan pasar
Retribusi penggusuran kendaraanbermotor
Retribusi pemeriksaan alat
2. Retribusi jasa usaha terdiri dari :
Retribusi pemakaian kekayaan daerah
Retribusi pasar grosir/ pertokoan
Retribusi tempat pelelangan
Retribusi terminal
13. Retribusi tempat khusu parkir
Retribusi tempat penginapanpersinggahan Vila
Retribusi rumah potong hewan
3. Retribusi perizinan tertentu terdiri dari :
Izin tempat penjualan minuman beralkohol
Retribusi izin mendirikan bangunan
Retribusi izin gangguan
Retribusi izin trayek
Retribusi izin usaha perikanan
Retribusi perpanjangan IMTA
Pengertian Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (LPADS)
LPADS merupakan pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dari pendapatan yang
secara keseluruhan masuk dalam pendapatan daerah.
Jenis dan sumber LPADS :
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Jasa giro dan pendapatan bungan
Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain, sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
Pendapatan denda pajak dan pendapatan denda retribusi
Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
Pendapatan dari penegmbalian
Fasilitas sosial dan fasilitas umum
Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Pendapatan dari angsuran atau cicilan penjualan
Hasil pengelolaan dana bergulir
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
14. Bagian dari PAD yang pengeloaannya dipisahkan secara keseluruhan masuk dalam
pendapata daerah.
Contoh : Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PDAM.
Pendapatan dari PDAM tersebutlah yang akan dibagi untuk Pendapatan Asli Daerah.
Dana Perimbangan
Dana perimbangan yang diatur oleh UU 33 Tahun 2004 terdiri dari :
Dana bagi hasil (DBH)
Dana alokasi umum (DAU)
Dana alokasi khusu (DAK)
Pengertian dana bagi hasil (DBH)
DBH merupakan pendapatan pemerintahan yang dibagi hasilkan dengan daerah
atau wilayah diman lokasi pendapatan itu dihasilkan sesuai dengan proporsi tertentu
atas dana yang sudah dikumpulkan.
Porsi bagi hasil antara pemerintahan pusat dan daerah berdasarkan jenis DBH dan
peratuterkait (UU 33 tahun 2004)
Bagi hasil pajak
PPH individu (pusat 80%, daerah 20%)
PBB P3 (pusat 10%, daerah 90%)
CHT (pusat 98%,daerah 2%)
Bagi hasil SDA :
Minyak bumi (pusat 85% ,daerah 15%)
Gas (pusat 70% , daerah 30%)
Pertambangan umum (pusat 20% , daerah 80%)
Kehutanan (pusat 20%, daerah 80%)
Perikanan (pusat 20%, daerah 80%)
Geuthermal (pusat 20%, daerah 80%)
15. Pengertian dana alokasi umum (DAU)
DAU adalah dana yg bersumber dari pendapatan APBN yg dialokasi dgn tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah utk mendanai kebutuhan daerah
dlm rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut UU 33 tahun 2004, DAU merupakan instrumen transfer yg ditujukan utk
meminimalkan ketimpangan fiskal antar daerah.
Variabel DAU:
Variabel alokasi dasar adalah belanja pegawai yg dicerminkan oleh jumlah gaji
pegawai negeri sipil daerah (PNSD).
Variabel kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah darat dan
perairan, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konduksi dan
produk domstik regional bruto (PDRB) perkapita (sesuai UU No33 Tahun 2004)
Fariabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah berasal dari
pendapatan asli daerah (PAD) dan DBH Pajak DBH SDA.
Pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK adalah jumlah yang akan diterima oleh daerah untuk satu tahun anggaran
sudah ditentukan dari satu tahun anggaran.
Defenisi DAK menurut UU 32 Tahun 2004 pasal 162 :
DAK dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan
pelaksanaan desentralisasi untuk :
Mendanai kegiatan khusu yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas
nasional.
Mendanai kegiatan khusu yang diusulkan daerah tertentu.
Penyusunan kegiatan khusu ditentukan oleh pemerintah dikoordinasikan oleh
gubernur.
Penyusunan kegiatan khusus diusulkan daerah tertentu dilakukan setelah
dikoornasikan oleh daerah yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah.
16. Lain-lin Pendapatan Daerah yang Sah (LPADS)
LPADS merupakan pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dari pendapatan yang
secaara keseluruhan dalam pendapatan pemerintah/ daerah
LPADS memiliki jenisnya antara lain :
Pendapatan Hibah
DBH provinsi dan Pemda lainnya
Bantuan keuangan dari provinsi/pemda lainnya
Dana penyesuaian dan otonomi khusus
Dana darurat
Lainnya
Belanja Daerah
Menurut UU No 32 Tahun 2004 :
pasal 167
Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah sebagimana
dimaksud dalam pasal 122.
Pelindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
daerah, pendidikan, penyediaan fasilitas umum yang layak,serta
mengembangkan sistem jaminan sosial.
Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan
analisis standar belanja,standar harga, total ukuran kinerja,dan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perunang-
undangan.
Pasal 168
Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam perda yang
berpedoman pada PP (Peraturan Pemerintah).
17. Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam perda yang berpedoman pada
(Perturan Pemerintah).
Pembiayaan Daerah
Menurut UU No 32 Tahun 2004 :
pasal 169
Untu membiayai penyelenggaraan pemda, pemda dapat melakukan pinjaman
yang bersumber dari pemerintah-pemerintah daerah lain, lembaga keuangan
bank,lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat.
Pemda dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untyk
membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.
pasal 170
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan
pinjaman hutang luar negeridari Menteri Keuangan atas nama Pernerintah
setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
antara Menteri Keuangan dan kepala daerah.
pasal 171
Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
18. Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
mengatur tentang:
persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman
penganggaran kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam APBD.
pengenaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban
membayar pinjaman kepada Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga
perbankan,serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat.
tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman,
setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok
obligasi.
pengelolaan obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan
dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD.
Pasal 172
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai
kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun
anggaran.
Pengahiran tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mengatur persyaratan pembentukan dana cadangan, serta pengelolaan dan
pertanggungjawabannya.