Kisah Ayub menceritakan tokoh Ayub yang sangat kaya dan saleh namun mengalami berbagai musibah seperti kehilangan harta, anak-anak, dan kesehatan. Meskipun demikian, Ayub tetap setia kepada Allah dan tidak mengutuk-Nya. Ia memahami bahwa Allah berhak memberi dan mengambil semuanya. Kisah ini memberikan pelajaran bahwa kekayaan sejati bukanlah materi melainkan karakter yang saleh di hadapan
2. Latar Belakang
• Kisah Ayub merupakan kisah
legendaris (bukan legenda)
dari seorang manusia yang
bertahan menghadapi badai
kehidupan yang dahsyat.
Sumber pembelajaran yang
sangat berharga tentang
realita kehidupan yang
komprehensif, karena bukan
saja memunculkan sudut
pandang manusia tetapi juga
perspektif surga yang ternyata
tidak pernah kehilangan
kontrol atas peristiwa-
peristiwa dalam dunia ini
3. Latar belakang Ayub
KEGIATAN EKONOMI ZAMAN AYUB
Kisah Ayub terjadi pada zaman leluhur Israel iaitu kekayaan diukur dengan banyaknya domba
dan ternak yang dimilikinya. Maka dapat simpulkan bahawa kegiatan ekonomi utama pada
zaman itu adalah pertanian dan penternakan [Ayub 1:3, 24:6]
SISTEM KEPERCAYAAN ZAMAN AYUB
Teman-teman Ayub menjelaskan penderitaan Ayub itu menurut ajaran agama yang
tradisional dan teman-teman Ayub tidak mempercayai dirinya [Ayub 19:19]. Teman-teman
Ayub berprasangka bahawa Ayub masih menyembah dewa-dewa oleh kerana penyakit yang
dihadapi diri Ayub lalu tidak sembuh. Pada sangka mereka, Allah selalu mengganjar orang
yang baik dan menghukum orang yang jahat. Jadi, penderitaan Ayub hanya dapat berarti
bahwa ia telah berbuat dosa.
Tetapi bagi Ayub pendapat itu terlalu dangkal; tidak sepantasnya ia mendapat hukuman yang
sekejam itu, sebab ia seorang yang sangat baik dan jujur. Ia tidak dapat mengerti mengapa
Allah membiarkan orang seperti dirinya mengalami begitu banyak bencana, dan dengan
berani ia menantang Allah. Ayub tidak kehilangan kepercayaannya kepada Allah, tetapi ia
sungguh-sungguh ingin supaya dibenarkan oleh Allah dan supaya mendapat kembali
kehormatannya sebagai orang yang baik.
4. Ayub dan Harta Kekayaannya
Narator (penulis kitab ini) memperkenalkan
tokoh utama kitab ini sebagai seorang
yang berasal dari kota Uz dan ia bernama
Ayub. Letak persisnya kota Uz tidak dapat
diketahui dengan jelas. Kemungkinan
nama tersebut adalah nama umum untuk
menyebutkan daerah Near East (Timur
Dekat, daerah ini mencakup daerah Timur
Tengah Kuno pada masa-masa bapa-bapa
patriakal). Sementara itu, nama Ayub
sendiri tidak memiliki arti yang khusus
atau memiliki arti yang tidak jelas. Jadi
kedua keterangan awal dari narasi ini
bukanlah keterangan yang penting tentang
tokoh tersebut (Job is of uncertain
meaning, Uz of uncertain location).
Namun keterangan yang penting dan
dicatat berulang-ulang mengenai tokoh ini
adalah karakter moralnya.
Ia adalah seorang yang “saleh dan jujur; ia
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”
Kalimat ini dituliskan sebanyak 3 kali; 1x
disebutkan oleh narator, 2x diucapkan
oleh Tuhan. Jadi karakter Ayub tersebut
merupakan suatu penekanan, karakter
yang dinilai sangat baik oleh Tuhan,
sehingga ia dibanggakan oleh Allah
dihadapan Iblis. Tidak ada tokoh Alkitab
yang lain yang dibangga-banggakan oleh
Tuhan di hadapan iblis, selain dari pada
Ayub. Kualitas-kualitas inilah yang
digunakan oleh narator untuk
menjelaskan karakter moral Ayub yang
sebenarnya. Harta kekayaan Ayub yang
paling utama bukanlah materi yang
berada di luar dirinya, tetapi apa yang ada
di dalam dirinya.
5. Ayub dan Harta Kekayaannya
Selain catatan karakter yang luar biasa,
terdapat beberapa catatan lagi
mengenai apa yang dimiliki oleh
Ayub. Ia mendapatkan 7 orang anak
laki-laki dan 3 orang anak
perempuan. Selain itu ia juga
mempunyai banyak harta kekayaan,
di antaranya: 7000 kambing domba,
3000 unta, 500 pasang lembu, 500
keledai betina dan banyak budak-
budak. Oleh karena banyaknya harta
Ayub, maka ia menjadi orang yang
terkaya di daerah Timur. Ayub
digambarkan sebagai orang yang
sangat kaya dan tidak ada yang lebih
kaya dari pada Ayub. Jadi besar
kemungkinan Ayub juga sangat
terkenal di seluruh daerah Timur.
Ayub 1:10 menerangkan bahwa baik
anak-anak maupun harta beda dan
segala miliknya berasal dari Allah.
Namun isteri Ayub tidak termasuk di
dalamnya. Satu-satunya catatan
tentang isteri Ayub adalah pada
waktu Ayub terkena barah busuk dan
telah kehilangan semua harta yang
dicatat pada bagian pertama ini. Pada
saat itu isteri Ayub bukannya
mendukung justru sebaliknya
menyuruhnya menghujat Allah dan
mati (Ayub 2:9).
6. Ayub dan Anak-anaknya(1:14-15)
Selain keterangan mengenai diri Ayub, kitab ini juga mengisahkan
anak-anak laki-laki Ayub memiliki kebiasaan berpesta. Mereka suka
berkumpul secara berganti-gantian dan menikmati makan dan
minum bersama-sama dengan mengundang saudari-saudari
mereka. Sebagai orang saleh yang takut akan Tuhan Ayub
“menjaga” anak-anaknya dari kesalahan dengan cara datang kepada
Allah dengan persembahan korban. Ia memohon pengampunan
kepada Tuhan bagi anak-anaknya, jangan-jangananak-anaknya
menghujat Allah ketika mereka sedang berpesta sehingga mereka
tetap dalam anugerah pengampunan Tuhan. Ayub melakukan
semuanya itu secara rutin dan terus menerus. Ia adalah orang tua
yang bertanggung jawab terhadap kehidupan rohani anak-anaknya.
7. Ayub kehilangan harta kekayaannya
(1:13-22)
Ketika mendapatkan ijin untuk menguasai segala harta benda Ayub, iblis segera melaksanakan
rencananya. Tujuan iblis sangat jelas, yaitu membuat Ayub menghujat Allah dan
meninggalkan kesalehan yang dibanggakan Allah kepada iblis. Narator (penulis kitab ini)
mempertegas peristiwa kehilangan Ayub dengan mengisahkan bahwa peristiwa tersebut
terjadi dalam satu hari. Hanya dalam satu hari saja Iblis menghancurkan semua yang dimiliki
oleh Ayub. Narator menggunakan kebiasaan pesta anak-anak Ayub sebagai penunjuk waktu.
Pada waktu itu giliran pesta jatuh kepada anak yang sulung dan seperti biasa seluruh anak-
anak Ayub berkumpul di rumah si sulung untuk mengadakan pesta. Pada hari tersebutlah
Ayub menerima kabar dari berbagai tempat. Lembu sapi dirampas oleh orang-orang Syeba,
kambing domba terbakar oleh api dari langit, unta-unta dirampok orang Kasdim, anak-anak
Ayub mati ditimpa oleh angin ribut. Semua item yang dicatat pada bagian pertama hilang
lenyap dalam sehari.
Narator menuliskan kisah ini secara dramatis dengan menggunakan kalimat “sementara
orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata…” berulang-ulang. Sehingga narasi ini
menggambarkan suatu malapetaka yang bertubi-tubi, yang satu belum selesai yang lain
sudah datang membawa berita petaka yang lain. Di tambah lagi setiap orang datang dan
mengatakan bahwa merekalah satu-satunya yang selamat. Jadi semua apa yang Ayub miliki
sudah hilang lenyap, harta benda yang banyak ludes, anak-anak sudah tidak ada lagi, budak-
budak yang banyak juga lenyap.
8. Ayub Kehilangan Harta Kekayaannya
(1:13-22)
Iblis sangat menanti-nantikan respon Ayub menghadapi krisis ini, itulah
tujuannya berbuat jahat kepada Ayub. Ia memandang rendah kesalehan
Ayub dan menilainya sebagai orang yang tidak berintegritas. Bagaimana
respon Ayub terhadap goncangan yang besar ini? Malapetaka sedahsyat
itu tentu saja akan membuat siapapun juga mengalami duka yang dalam.
Demikian pula Ayub, Ia berduka dengan sangat dalam, ia mengoyakkan
jubanya dan mencukur kepalanya seperti yang biasa dilakukan oleh orang-
orang pada masa ketika berduka. Namun narator mencatat tindakan Ayub
yang lain pada saat kedukaan itu. Ayub bersujud dan menyembah Allah
sambil berkata: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku,
dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang
memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" Pada waktu
itu Iblis bungkam, ia kalah. Ternyata Ayub bukanlah manusia berkualitas
rendah dan Allah bukan Pribadi yang memuji sembarangan orang.
9. Ayub Kehilangan Harta Kekayaannya
(1:13-22)
Harta yang terbesar bukanlah apa yang ada di luar tetapi apa yang ada di dalam diri.
Ayub memang orang terkaya dalam hal harta kekayaan di seluruh daerah Timur,
tetapi ia hidup benar dihadapan Allah bukan karena ia diberkati dengan harta
benda tersebut. Ayub hidup saleh karena karena hatinya sungguh-sungguh terpaut
kepada Allah. Kalimat yang keluar dari mulut Ayub, bukanlah kalimat biasa. Kalimat
tersebut adalah kalimat agung yang hanya dapat diucapkan oleh manusia yang
matang dan sungguh-sungguh mengenal Allah. Ia mengerti apa artinya hidup
sebagai manusia, terlahir tanpa apa-apa dan kembali juga dengan tangan hampa.
Apa yang ia miliki di dalam dunia ini hanyalah sementara, bukan berasal dari
dirinya tetapi pemberian Allah. Ia berhak memberi dan juga berhak mengambilnya
kembali. Ayub memuji Allahnya, karena ia percaya kepada Allah yang berhikmat
sempurna, Allah yang tahu dengan baik waktu segala sesuatu. Narator sekali lagi
menyatakan kekalahan iblis dengan mengatakan “dalam kesemuanya itu Ayub
tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” Ayub
jauh dari menghujat Allah bahkan Ia memuji Allahnya dalam kedukaan dan
ketidakmengertian.
10. Ayub Kehilangan Kesehatannya
(2:7-10)
Ayub tetap tidak tahu menahu tentang dialog antara Allah dan iblis. Ia
tidak tahu apa sebabnya seluruh harta benda hingga anak-anaknya
binasa dan lenyap. Belum lagi selesai duka Ayub menghadapi
kehilangan ini, iblis telah datang dengan malapetaka selanjutnya.
Ayub ditulahi oleh iblis dengan barah yang busuk dari telapak
kakinya sampai ke batu kepalanya. Seluruh tubuhnya penuh dengan
luka. Ayub yang dulu kaya raya dan sehat wal’afiat, kini menjadi
orang yang sangat miskin. Dulu ia menikmati rumahnya yang
nyaman sekarang rumahnya adalah abu dan tanah. Dulu ia dilayani
banyak pelayan sekarang hanya beling yang ada untuk menggaruk
luka. Dulu baunya semerbak sekarang bau busuk luka-luka. Suatu
perubahan yang sangat drastis dan luar biasa.
11. Ayub Kehilangan Kesehatannya
(2:7-10)
Penderitaan Ayub semakin mendalam ketika isterinya turut menghina kesetiaannya
kepada Allah. Wanita yang tidak pernah disebutkan sebagai “milik” Ayub sejak
awal narasi ini berkata: "masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu?
Kutukilah Allahmu dan matilah!" Penyakit yang diderita Ayub sebenarnya
menyerang bagian dalam dan biasanya dikenal sebagai penyakit kutukan dari
dunia supra alamiah, seperti dewa, dsb. Penyakit jenis ini tidak diketahui
penyebabnya. Orang-orang hanya tahu dari gejalanya yang membuat si penderita
tidak berdaya. Karena itulah orang biasa menghubungkan sakit Ayub dengan
dosanya kepada Allah, atau disebabkan karena tangan Allah. Kemungkinan Isteri
Ayub mencela kesetiaan Ayub dan menyuruhnya mengutuki Allah karena penyakit
tersebut. Namun Ayub yang harus menerima pergumulan sakit penyakit yang
parah itu menjaga hati dan mulutnya untuk tidak berdosa kepada Allah. Ia
menyebut isterinya seperti perempuan gila. Baginya, wanita itu tidak mengerti
jalan-jalan Tuhan tetapi dengan lancang menghina Allah dan menyuruh dirinya
mengutuki Allah. Ayub, meskipun bergelimangan harta, tidak pernah melekatkan
hatinya kepada harta. Harta, seberapapun banyaknya, tidak pernah mengambil
bagian di dalam hati Ayub. Kesehatan bagi Ayub juga adalah anugerah Allah
semata yang selama ini ia nikmati karena kebaikan Allah saja.
12. Ayub Kehilangan Kesehatannya
(2:7-10)
Ayub memilih untuk tetap berserah kepada Allah yang tidak ia mengerti. Ia masih menyimpan
iman yang bergantung penuh kepada Allah; apapun yang terjadi Allah adalah baik, apapun
yang terjadi Allah berhikmat sempurna dalam tindakannya, apapun yang terjadi Allah tidak
akan meninggalkan anak-anakNya. Karena itu narator menutup bagian ini dengan suatu
kesimpulan yang mengokohkan kemenangan Ayub atas tantangan setan: “dalam kesemuanya
itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” Iblis kembali kalah dan kemudian lenyap dari
seluruh kisah Ayub. Pergumulan selanjutnya adalah antara Ayub dengan Allah. Ayub dituding
oleh teman-temannya dan Ayub membela diri dihadapan Allah. Kitab yang indah ini
memberikan suatu peneguhan, peringatan dan penghiburan bagi anak-anak kerajaan Allah
untuk tetapi setia kepada Allah dan belajar dari ketekunan dan kesalehan Ayub. Tokoh
Reformator John Calvin, sepanjang pelayanannya paling banyak mengkhotbahkan ayat-ayat
dalam kitab Ayub ini. Bagi Calvin, yang menghadapi banyak tantangan dan perjuangan dalam
hidupnya, kitab Ayub memberikan kekuatan dan penghiburan yang luar biasa bagi orang
percaya ketika menghadapi pergumulan mengenal Allah dalam realita penderitaan manusia.
Apapun yang terjadi kepada anak-anak Allah, seberapa berat dan sulitnya penderitaan itu,
Allah tidak pernah lepas kontrol. Allah selalu memegang kendali, tetapi bukan bertujuan agar
penderitaan itu tidak menghampiri, tetapi dengan iman kita mengerti bahwa Allah ada
bersama-sama dengan kita. Allah menyertai, Allah turut campur, itulah janji yang Allah
berikan kepada anak-anakNya. Allah tidak akan meninggalkan anak-anakNya seorang diri, Ia
ikut duduk bersama-sama dengan mereka dalam penderitaan dan air mata.