Konferensi Meja Bundar tahun 1949 menjadi tonggak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Konferensi ini menghasilkan keputusan untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara bagian, serta penyerahan kedaulatan secara resmi pada 27 Desember 1949 di Amsterdam dan Jakarta.
Menganalisis perkembangan dan tantangan awal kemerdekaan (Sejarah kelas XI)
MAKALAH_SEJARAH.docx
1. MAKALAH
KONFERENSI MEJA BUNDAR SEBAGAI TONGGAK PENGAKUAN BELANDA
TERHADAP KEMERDEKAAN INDONESIA
Disusun oleh :
1. Nur Sani Faridatul Latifah
2. Retno Wulandari Agustina
SEJARAH PEMINATAN
MAN 1 BANYUMAS
2023/2024
2. DAFTAR ISI
Contents
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................1
BAB 2 ISI...............................................................................................................................................2
1. Latar belakang konferensi meja bundar ................................................................................2
a. Agresi Militer Belanda..........................................................................................................2
b. Perundingan-Perundingan Sebelum Konveresi Meja Bundar........................................2
2. Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar .......................................................................................4
3. Pengakuan dan Penyerahan Kedaulatan Indonesia Pasca-KMB ............................................5
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................8
4. 2
BAB 2
ISI
1. Latar belakang konferensi meja bundar
Pelaksanaan konferensi meja bundar (KMB) menjadi tonggak pengakuan Belanda terhadap
kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Momentum tersebut tidak dicapai bangsa Indonesia
dengan mudah. Terdapat beberapa peristiwa penting yang melatarbelakangi pelaksanaan KMB
dan pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
a. Agresi Militer Belanda
Pada 20 juli 1947 Belanda meluncurkan agresi militer untuk menghancurkan eksistensi
Republik Indonesia. Aksi militer Belanda ini kemudian dikenal dengan agresi militer belanda
1. Dalam aksi tersebut tentara Belanda memfokuskan serangannya atas tiga wilayah, yaitu
Sumatra Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Agresi militer Belanda 1 mengalami perlawanan dari pasukan TNI dengan membalas
setiap serangan yang dilancarkan pasukan Belanda. Dalam peristiwa ini pasukan TNI
menggunakan strategi wehrkreise. Strstegi ini mengharuskan TNI membentuk kantong-
kantong perlawanan di daerah yang dikuasai pasukan Belanda.
Agresi militer Belanda 1 mengalami kegagalan setelah para diplomat Indonesia membawa
masalah ini dalam siding Dewan Keamanan PBB pada agustus 1947. Sidang tersebut
menghasilkan resolusi untuk menghentikan Agresi militer Belanda 1 melalui perundingan di
atas kapal USS Renfille pada 8 desember 1947. Dalam perkembangannya, perundingan
tersebut dikenal dengan nama perundingan Renvile. Setelah perundingan tersebut, Republik
Indonesia mempersiapkan diri bergabung dalan Uni Indonesia-Belanda. Akan tetapi, rencana
tersebut tidak berjalan lancar karena belanda menjalankan Agresi Militer Belanda 2.
Agresi Militer Belanda 2 dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948. Melalui agresi ini
Belanda berupaya menghancurkan pemerintah Republik Indonesia dan TNI. Dalam agresi ini,
Belanda menduduki wilayah di Pulau Jawa dan Sumatra yang belum diduduki pada Agresi
Militer Belanda 1. Sementara itu, dalam serangan ke Yogyakarta pasukan Belanda berhasil
menguasai istana kepresidenan. Belanda juga berhasil menangkap dan mengasingkan
Presidedn Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan beberapa pejabat tinggi Republik
Indonesia ke Pulau Bangka. Sebelum di asingkan ke Pulau Bangka, Presiden Soekarno sempat
mengirim telegram kepada Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan
Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat.
b. Perundingan-Perundingan Sebelum Konveresi Meja Bundar
Beberapa perundingan antara Indonesiandan Belanda yang dilaksanakan sebelum
Konferensi Meja Bundar sebagai berikut.
1) Perundingan pendahuluan di Jakarta.
Perundingan pendahuluan di Jakarta diselenggarakan pada 23 oktober 1945.
Perundingan ini dihadiri oleh Gubernur Jendral NICA,H.J. van Mook dan para pemimpin
Republik Indonesia. Dalam perundingan ini, van Mook mengusulkan status Indonesia sebagai
‘negara dominion’ dalam persemakmuran Belanda. Akan tetapi, usulan tersebut ditolak oleh
5. 3
Agus Salim dan para pemimpin Republik Indonesia yang hadir dalam perundingan tersebut.
Pemerintah Republik Indonesia menginginkan pengakuan kedaulatan Indonesia secara penuh
2) Perundingan Hoge Valuwe
Perundingan ini diselenggarakan untuk menuntaskan pembicaraan pendahuluan yang
sebelumnya dilakukan di Jakarta. Dalam perundingan ini Sekutu (Inggris) mengirim
diplomatnya, Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah perundingan lanjutan antara
Indonesia dan Belanda. Sutan Sjahrir mengirim tiga orang delegasi ke negeri Belanda yaitu Mr.
W. Soewandi, Soedarsono, dan A.K. Pringgodigdo. Sementara itu, delegasi Belanda terdiri atas
lima orang yaitu H.J. van Mook, J.H. van Royen, JH. Logeman, Willem Drees, dan Dr.
Schermerhorn.Suasana Perundingan Hoge Valuwe di Belanda pada 1046
Perundingan Hoge Valuwe membicarakan beberapa Sumber: Indonesia dalam Arus Serah
Perang dan hal yang dinamakan "Draft Jakarta". Beberapa unsur pokok dalam Draf Jakarta
sebagai berikut.
a. Pengakuan de facto pemerintahan Republik Indonesia atas jawa dan Sumatra.
b. Kedua belah pihak sepakat memandang tiap-tiap pihak sebagai "mitra sejajar" dalam
perundingan- perundingan selanjutnya.
c. Struktur federal pada masa yang akan datang
d. Adanya masa peralihan.
Unsur pokok dalam Draf jakarta tidak sepenuhnya diterima oleh Belanda. Belanda hanya
mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, tetapi tidak atas Sumatra. Belanda tidak
mengakui Sumatra karena Belanda belum siap mengakui kemerdekaan Indonesia. Oleh karena
itu, pemerintah Belanda menolak hasil Perundingan Hoge Valuwe sebagai perjanjian
internasional antara kedua negara. Unsur pokok kedua berkaitan dengan kesejajaran hubungan
Republik Indonesia-Belanda. Menerima delegasi Indonesia sebagai mitra sejajar berarti
menganggap negara bekas jajahannya mempunyaikedudukan sama dengan Belanda di dunia
internasional. Unsur tersebut tidak sesuai pandangan Belandamasih menganggap dirinya
sebagai pemegang kekuasaan atas Indonesia. Berbagai penolakan Belandatersebut
menyebabkan Draf Jakarta tidak disetujui secara resmi dan tidak terjadi
penandatanganan.Dengan demikian, perundingan Hoge Valuwe belum mampu menyelesaikan
konflik Indonesia-Belanda.
3) Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggajati dilaksanakan di Kuningan, Jawa Barat pada 10 November 1946.
Pihak Indonesia yang hadir antara lain Sutan Sjahrir, Moh. Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan
A.K. Gani. Sementara itu, pihak Belanda diwakili oleh Schermerhorn dan H.J. van Mook.
Keputusan yang dihasilkan dalam perundingan ini, yaitu Belanda mengakui kedaulatan
Republik Indonesia secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra; Republik Indonesia dan
Belanda akan bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS); RIS dan Belanda
akan membentuk Uni Indonesia-Belanda.
6. 4
Perundingan Renville diselenggarakan pada 8 Desember 1947. Perundingan yang digagas
oleh KTN ini berlangsung di kapal USS Renville milik Amerika Serikat yang sedang berlabuh
di Teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi
Belanda. dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo. Keputusan yang dihasilkan dalam
perundingan ini antara lain persetujuan gencatan senjata antara pasukan Indonesia dan Belanda,
pembentukan garis demarkasi van Mook, serta kesediaan Indonesia dan Belanda untuk
menyelesaikan konflik secara damal Kapal USS Renville milk Amerika Sarkat Sumber: 30
Tahun March 1945-1948 Cbs Lamtors Bung
5) Perundingan Roem-Royen
Perundingan Roem-Royen diselenggarakan di Jakarta pada 14 April 1949. Delegasi
Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda
dipimpin oleh Herman van Royen. Sejumlah keputusan yang disepakati dalam perundingan ini
antara lain penghentian tembak-menembak antara pasukan Indonesia dan Belanda,
pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta, pembebasan para pemimpin
Republik Indonesia yang ditahan Belanda, serta perencanaan Konferensi Meja Bundar (KMB).
6) Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter-Indonesia diadakan dalam dua tahap. Konferensi tahap pertama diadakan
pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta. Konferensi ini menghasilkan beberapa kesepakatan
mengenal bentuk negara dan ketatanegaraan Republik Indonesia Serikat. Kesepakatan dalam
Konferensi Inter-Indonesia pertama sebagai berikut.
a. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme.
b. RIS dipimpin seorang presiden konstitusional dibantu menteri yang bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
c. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Negara Bagian (senat).
Konferensi inter-indonesia pertama di Yogyakarta Gumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
1945-1949 Cars Lamon Gung Konferensi Inter-Indonesia dilanjutkan di jakarta pada 30 Juli-2
Agustus 1949. Konferensi Inter- Indonesia di Jakarta membahas pelaksanaan pokok-pokok
kesepakatan yang dihasilkan pada saat Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta. Pihak
Republik Indonesia dan BFO menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Nasional yang
bertugas menyelenggarakan ketertiban sebelum dan sesudah pelaksanaan Konferensi Meja
Bundar (KMB)
2. Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) berlangsung pada 23 Agustus hingga 2 November 1949
di Kota Den Haag, Belanda. Sesuai namanya, konferensi ini digelar di gedung Ridderzaal
dengan meja perundingan berbentuk bundar (oval). Konferensi Meja Bundar dihadiri oleh tiga
pihak, yaitu pihak Republik Indonesia yang diwakili oleh Mohammad Hatta, kelompok negara
federal (BFO) yang diwakili oleh Sultan Hamid II, dan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr.
van Marseveen. Selain itu, Konferensi Meja Bundar dihadiri perwakilan UNCI. Keputusan
yang dihasilkan dalam Konferensi Meja Bundar sebagai berikut.
7. 5
a. Belanda mengakui keberadaan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka
dan berdaulat. RIS terdiri atas Republik Indonesia dan lima belas negara bagian yang dibentuk
Belanda
.b. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia.
c. Corak pemerintahan RIS akan diatur oleh konstitusi yang dibuat oleh delegasi Republik
Indonesia dan Bijeenkomst vor Federal Overleg (BFO) selama KMB berlangsung.
d. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang bersifat lebih longgar, berdasarkan kerja sama
sukarela, dan sederajat.
Selain keputusan tersebut, Republik Indonesia dan Belanda membahas sejumlah
masalah domestik seperti tetap diakuinya De Javasche Bank sebagai bank sentral serta
pengintegrasian KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
Setelah keputusan KMB disepakati, Belanda berencana akan menyerahkan kedaulatan kepada
Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949. Penyerahan kedaulatan direncanakan
akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu Amsterdam dan Jakarta.
3. Pengakuan dan Penyerahan Kedaulatan Indonesia Pasca-KMB
Pada 27 Desember 1949 Belanda memenuhi janji untuk mengakui kemerdekaan
Indonesia melalui upacara penyerahan kedaulatan. Upacara penyerahan kedaulatan di Belanda
diselenggarakan di Istana Op de Ham, Amsterdam. Sejumlah tokoh yang hadir dalam upacara
tersebut antara lain Perdana Menteri Belanda (Willem Drees), Menteri Kehakiman Indonesia
(Dr. Soepomo), dan mantan Menteri Luar Negeri Belanda (Herman van Royen). Upacara
dimulai dengan pembacaan Protokol Amsterdam oleh Sekretaris Negara Belanda, Mr. Prinsen.
Setelah pembacaan protokol tersebut, perwakilan Indonesia dan Belanda menandatangani tiga
dokumen yang menjadi pelengkap akta penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana kepada
Mohammad Hatta. Tiga dokumen pelengkap tersebut sebagai berikut
a. Dokumen Protokol Amsterdam, yang memuat persetujuan pihak Belanda dan Indonesia
terkait kesimpulan dan kesepakatan yang dihasilkan dalam Konferensi Meja Bundar. Dokumen
ini ditandatangani oleh Willem Drees dan Mohammad Hatta.
b. Piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan.
C. Piagam tertib hukum baru yang ditandatangani Ratu Juliana dan sejumlah menteri Belanda.
Piagam ini mengukuhkan tertib hukum baru di Indonesia.
Upacara pengakuan kedaulatan di Jakarta dilakukan pada hari yang sama dengan
upacara pengakuan kedaulatan di Belanda, yaitu pada 27 Desember 1949. Dalam upacara yang
berlangsung di Istana Koningsplein (sekarang Istana Merdeka) tersebut, diperdengarkan pidato
Ratu Juliana dan Mohammad Hatta di Amsterdam yang disiarkan langsung melalui radio.
Selanjutnya, dilaksanakan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Pelaksanaan upacara
penyerahan kedaulatan di Jakarta diakhiri dengan pengumandangan lagu kebangsaan
"Wilhelminus" dan penurunan bendera Belanda yang dilanjutkan dengan pengibaran bendera
Merah Putih serta pengumandangan lagu "Indonesia Raya".
8. 6
Perundingan yang diikuti Indonesia pada masa awal kemerdekaan bertujuan mencegah
upaya pihak asing yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Melalui strategi perundingan
tersebut, rakyat dan pemimpin Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan dan
menegakkan kedaulatan bangsa. Dari pembahasan tersebut kita dapat mengetahui pada masa
awal kemerdekaan Indonesia, segenap rakyat serta tokoh-tokoh bangsa menunjukkan sikap
kerja sama, tanggung jawab, kerja keras, dan pantang menyerah. Sebagai generasi penerus,
sudah selayaknya kita meneladan sikap-sikap tersebut sebagai salah satu partisipasi untuk
menyelesaikan permasalahan bangsa.