1. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa golongan steroid dari daun adam hawa dan menguji potensinya sebagai tabir surya.
2. Ekstraksi daun adam hawa menggunakan metanol menghasilkan ekstrak metanol dan tiga fraksi yaitu fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, dan fraksi metanol.
3. Isolasi menggunakan kromatografi kolom vakum dan gravitasi menghasilkan senyawa isolat BF2 yang ke
2. 62
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan tanin [3]. Senyawa golongan steroid dalam
daun adam hawa belum diketahui kadarnya kecuali senyawa golongan flavonoid sebanyak 60-
70% [4]. Sepanjang penelusuran literatur, belum ditemukan penelitian tentang senyawa
golongan steroid dari daun adam hawa yang berasal dari Jawai, Kalimantan Barat dan pengujian
potensinya sebagai tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi senyawa
golongan steroid dari daun adam hawa dan melakukan uji potensinya sebagai tabir surya
dengan mengukur nilai Sun Protection Factor (SPF). Nilai SPF menyatakan seberapa lama suatu
bahan tabir surya dapat melindungi kulit dari paparan sinar matahari [7].
2. Metode
2.1. Alat dan Bahan
Alat : alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, blender, botol vial, bulb, rotary
evaporator (HaHN SHIN HS-2005V-N), kromatografi kolom vakum dan gravitasi, lampu UV (λ=
254 dan 366 nm), neraca analitik (Sitorius-Entris24-1S), spektrofotometer H-NMR (ITB, 1H-NMR
JNMECS 500 MHz) dan Uv-Vis (Dinas Kelautan dan Perikanan, Aquarius Double Beam Buck
Scientific CE 9200 Double Beam UV/Vis), plat KLT.
Bahan : daun Adam Hawa yang berasal dari Jawai Kalimantan Barat, akuades (H2O), asam
asetat (CH3COOH), asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), besi klorida (FeCl3), daun adam
hawa, diklorometana (CH2Cl2), etil asetat (C2H5COOH), kloroform (CH3Cl), metanol (CH3OH),
natrium hidroksida (NaOH), n-heksana (C6H14), pereaksi Dragendorff, serbuk Mg dan silika (70-
230 mesh dan 230-430 mesh).
2.2 Prosedur kerja
2.2.1 Ekstraksi dan Partisi
Daun adam hawa yang telah dihaluskan sebanyak 635 gram diekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan pelarut metanol. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam. Ekstrak metanol
yang diperoleh kemudian disaring dan filtrat dipekatkan menggunakan rotary evaporator.
Ekstrak kental metanol yang diperoleh kemudian dipartisi dengan pelarut n-heksana dan
diklorometana. Setelah masing-masing fraksi didapat, selanjutnya dilakukan pemekatan dengan
menggunakan rotary evaporator dan ditimbang untuk mengetahui berat fraksi masing-masing.
2.2.2 Uji Fitokimia
Uji yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid dan uji fenolik [8].
2.2.3 Isolasi Daun Adam Hawa
Fraksi diklorometana dilanjutkan ke tahap kromatografi vakum cair (KVC). Sampel
diimpregnasi terlebih dahulu dengan menggunakan silika gel dengan ukuran 70–230 mesh dan
diaduk hingga merata sebelum dimasukkan kedalam kolom. Fase diam yang digunakan adalah
silika gel G60 ukuran 230-430 mesh. Pemilihan eluen berdasarkan nilai Rf yang terbaik hasil
KLT dan elusi dilakukan secara bergradien berdasarkan tingkat kepolaran. Fraksi yang
diperoleh dari elusi dilakukan KLT kembali, fraksi dengan spot noda yang mirip digabungkan
dan ditimbang beratnya.
Senyawa hasil KVC dimurnikan menggunakan kromatografi kolom gravitasi (KKG). Sebelum
dilakukan KKG dilakukan KLT kembali untuk mencari eluen yang terbaik dengan cara seperti
pada KVC. Fraksi yang diperoleh yang mempunyai spot noda yang sama digabung dan ditimbang
beratnya. Terhadap spot noda yang positip steroid dilakukan KLT preparatif dan setiap isolat
diuji KLT kembali. Isolat yang relatif murni dilakukan KLT 2 dimensi dengan 2 perbandingan
eluen dan disemprot dengan reagen serium sulfat. Senyawa isolat dengan kode BF2 dilanjutkan
untuk dilakukan analisis strukturnya menggunakan spektrofotometer 1H-NMR.
3. 63
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
3 Uji Potensi Senyawa Isolat sebagai Tabir Surya
Uji in vitro tabir surya dilakukan secara spektrofotometri [9,10].Isolat BF2 ditimbang
sebanyak 5 mh lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan pelarut
diklorometana hingga tanda batas. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap ekstrak kental
metanol sebanyak 7 mg. Larutan induk yang diperoleh masing-masing memiliki konsentrasi 500
µg/mL dan 700 µg/mL. Masing-masing larutan induk tersebut diencerkan dengan pelarut
diklorometana hingga diperoleh larutan uji dengan konsentrasi 120, 140, 160 dan 180 µg/mL.
Larutan uji diukur pada panjang gelombang 200-400 nm menggunakan spektrofotometer UV-
Vis dengan kuvet quartz 1 cm. Blanko yang digunakan adalah pelarut diklorometana. Nilai SPF
diukur berdasarkan nilai serapan senyawa [11].
SPF = ∑ 𝑬𝝀. 𝑺𝝀 / ∑ 𝑬𝝀. 𝑺𝝀. 𝑻𝝀
𝟒𝟎𝟎
𝟐𝟗𝟎
𝟒𝟎𝟎
𝟐𝟗𝟎
Nilai irradiansi cahaya matahari dibagi menjadi 3 kategori:
S λ210 ≤ λ ≤ 270 nm = 0,0959 270-λ
S λ270 ≤ λ ≤ 300 nm = 1 – 0,36 ×
20
270
64
,
1
nm
S 400
300
=
)
300
(
376
,
0
03
,
0
+ )
0163
,
0
2
(
10
3. Hasil dan pembahasan
3.1.Hasil Ekstraksi
Ekstraksi daun Adam menghasilkan ekstrak metanol dan masing-masing fraksi n-heksana,
fraksi diklorometana dan fraksi metanol dicantumkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Ekstraksi daun Adam Hawa
No. Hasil Ekstraksi Berat (g) Rendemen (%)
1. Ekstrak metanol 18,144 2,857
2. fraksi n-heksana 4,714 25,981
3. fraksi diklorometana 13,113 72,272
4. fraksi metanol 0,317 1,747
Masing-masing fraksi kemudian dilanjutkan dengan pengujian fitokimia.
3.2 Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia pada ekstrak metanol dan masing-masing fraksi dicantumkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia pada Ekstrak Metanol dan Masing-Masing Fraksi Hasil Partisi
Golongan senyawa Ekstrak Metanol F-n-Heksana F-DCM F-Metanol
Alkaloid + - ++ -
Steroid + + + -
Flavonoid + - ++ +
Fenolik + - + ++
Keterangan : (+) = terjadi reaksi dengan pereaksi; (-) = tidak terjadi reaksi dengan pereaksi;
(++)= terjadi reaksi dengan pereaksi dan terdapat endapan
3.3 Isolasi Daun Adam Hawa
Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan beberapa metode kromatografi yaitu
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi vakum cair (KVC), kromatografi kolom gravitasi
(KKG), KLT preparatif dan KLT 2 dimensi. Tahap pemisahan menggunakan KVC dilakukan pada
4. 64
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
fraksi diklorometana karena berdasarkan uji fitokimia pada Tabel 2, fraksi tersebut
mengandung steroid dengan berat fraksi yang cukup banyak (Tabel 1).
Hasil KVC diperoleh 27 fraksi kemudian dilakukan penggabungan fraksi diperoleh
sebanyak 8 fraksi gabungan, yang tercantum pada Tabel 3. Fraksi gabungan 4 dan 5 dengan
kode E4 berdasarkan uji fitokimia mengandung senyawa steroid. Fraksi E4 dilanjutkan dengan
KKG
Tabel 3. Hasil Fraksi Gabungan KVC
No Fraksi Gabungan Eluen Massa (mg) Kode
2 dan 3 n-heksana 100 % 18 E3
4 dan 5 n-heksana:etil asetat (9:1) 53* E4
6 dan 7 n-heksana:etil asetat (8:2) 68 E6
8 dan 9 n-heksana:etil asetat (7:3) 35 E8
10-15 n-heksana:etil asetat (6:4; 1:1; 4:6) 127 E10
16-24 n-heksana:etil asetat (3:7; 2:8; 1:9; 0:10) 97 E18
25-27 Metanol 100% 1381 Em
Keterangan: *fraksi gabungan yang dilanjutkan ke tahap pemurnian
Hasil KKG diperoleh 193 fraksi, penggabungan fraksi diperoleh sebanyak 11 fraksi
gabungan yang tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Fraksi Gabungan KKG
No Fraksi gabungan Eluen
Massa
(mg)
Kode
1-10 n-heksana 100% 0 EA1
11-19 n-heksana 100% 1 EA11
20 n-heksana:diklorometana (9:1) 17 EA20
21-22 n-heksana:diklorometana (9:1) 25* EA22*
23-40 n-heksana:d diklorometana (9:1 dan 8:2) 4 EA23
41-90 n-heksana: diklorometana (8:2; 7:3 dan 1:1) 9 EA59
91-122 n-heksana: diklorometana (1:1; 4:6 dan 3:7) 8 EA118
123-142 n-heksana: diklorometana (3:7 dan 2:8) 4 EA123
143-173 n-heksana: diklorometana (2:8; 1;9 dan dcm
100%)
3 EA160
174-181 (dcm 100%) 6 EA178
182-193 Metanol 100% 8 EA183
Ket: * fraksi gabungan yang dilanjutkan ke tahap selanjutnya
Pemisahan dilanjutkan dengan KLT preparatif terhadap fraksi EA22. Hasil KLT preparatif
menunjukan adanya 8 spot noda berdasarkan pengamatan dari lampu UV λ=366 nm dengan
kode BF1, BF2, BF3, BF4, BF5, BF6, BF7, dan BF8. Terhadap isolat BF2 dilakukan uji fitokimia
hasilnya menunjukkan positif mengandung steroid. Hasil KLT dua dimensi terhadap isolat BF2
menggunakan pelarut n-heksana : etil asetat (1:9 dan 9:1) menunjukan terdapat 1 spot noda
berwarna ungu sehingga isolat BF2 relatif murni.
3.4 Hasil Karakterisasi Senyawa Dengan Spektrometer 1H-NMR Pada Isolat BF2
Spektrum hasil analisis 1H-NMR isolat BF2 yang relatif murni dibandingkan dengan
spektrum ergosterol [11] dan spektrum ergosterol peroksida (Ergosterol 5α, 8α-Peroksida atau
5,8-Epidioxy-5α,8α-Ergosta-6,22E-Dien-3β-Ol) [12] berdasarkan senyawa satu famili commeliania.
5. 65
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
Hasil ringkasan perbandingan pergeseran kimia proton antara BF2 dengan Ergosterol dan
Ergosterol Peroksida (Ergosterol 5α,8α-Peroksida atau 5,8-Epidioxy-5α,8α-Ergosta-6,22E-Dien-
3β-Ol) tercantum pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, isolat BF2 diprediksi merupakan senyawa ergosterol peroksida, yang
ditunjukkan dengan terdapatnya lima sinyal kelompok metil, dengan dua sinyal singlet pada δH
ppm 0,84 dan 0,86 serta tiga doublet pada δH ppm 0,81, 0,84 (d, J=5,2 Hz), dan 0,93 (d, J=6,2).
Multiplet pada δH ppm 3,51 (1H, m) merupakan karakteristik sinyal steroid gugus oksimetin
yang terletak pada di C-3. Terdapat juga 1 ikatan rangkap pada C-22/C-23 dengan δH ppm 5,35
(1H, d, J=5,15 Hz) dan salah satu karbon terdapat gugus OH. Terdapat ikatan rangkap pada
cincin siklis enam sebanyak 1 ikatan pada δH ppm 7,53 (d, J=5,4 Hz) dan 7,72 (d, J=5.7 Hz).
Pelarut yang digunakan adalah CDCl3 yang bersifat semi polar sehingga tidak dapat melarutkan
gugus OH yang bersifat polar, maka gugus OH tidak terdeteksi oleh 1H-NMR.
Tabel 5. Perbandingan Pergeseran kimia Proton Isolat BF2 dengan Ergosterol dan Ergosterol
Peroksida
Posisi
H
Senyawa Ergosterol
(600 MHz) [12]
Senyawa ergosterol peroksida
(500 MHz) [13]
Isolat BF2
(500 MHz)
1. - 1,73, (1H, dd, J=13.8, 3.4 Hz) 1,69 (3H, m)
2. - - -
3. 3,68 (1H, m) 3,98 (1H, m) 3,51 (1H, m)
4. - - -
5. - - -
6. 5,39 (1H, dd, J=2,4, 6,0 Hz) 6,25 (1H, d, J=8.5Hz) 7,53 (1H , d, J=5,4 Hz)
7. 5,22 (1H, dd, J=2.4, 5.4 Hz) 6,52 (1H, J=8.6 Hz) 7,72 (1H, d, J=5,7 Hz)
8. - - -
9. - - -
10. - - -
11. - 1,23; 1,55 (2H, m) 1,23; 1,57 (2H, m)
12. - 1.27; 1,98 (2H, m) 1,28; 2,01 (2H, m)
13. - - -
14. - 1,59 (1H, m) 1,49 (1H, m)
15. - 1,42; 1,66 (2H, m) 1,44; 1,66 (2H,m)
16. - 1.33; 1,81 (2H, m) 1,33 (m); 1,84 (2H, d, J=
10,75)
17. - 1,25 (H, m) 1,25 (H, m)
18. 0,63 (3H, s) 0,83 (3H, s) 0,84 (3H, s)
19. 0,95 (3H, s) 0.89 (3H, s) 0,86 (3H, s)
20. 2,05 (1H, m) 2.04 (3H, m)
21. 1.03 (3H, d, J=6,8 Hz) 1,00 (3H, d, J=6,7 Hz) 1,01 (2H, t)
22. 5,22 (1H, dd, J=15,2, 8,0 Hz) 5,16 (1H, dd, J=7,5, 15,3 Hz) 5,35 (1H, d, J=5,15 Hz)
23. 5,18 (1H, dd, J=15,2, 8,0 Hz) 5,14 (1H, dd, J=8,0 , 15,3 Hz) -
24. - 1.86 (1H, m) 1,84 (2H, d, J=10,75 Hz)
25. - 1,6 (1H, m) 1,50 (1H, m)
26. 0,82 (3H, d, J=6,2 Hz) 0,82 (3H, d, J=6,8 Hz) 0,81 (3H, m)
27. 0,84 (3H, d, J=6,4) 0.83 (3H, d, J=6,6 Hz) 0,84 (3H, d, J=5,2 Hz)
28. 0,92 (3H, d, J=6,8 Hz) 0,91 (3H, d, J=6,8 Hz) 0,93 (3H, d, J=6,2 Hz)
6. 66
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
3
5
6
7
8
19
18
20
21
22
23
24
28
25 26
27
O
H
O
O
HO
3
5
6
7
8
19
18
20
21
22
23
24
28
25 26
27
(a) (b)
Gambar 1. Kerangka Struktur (a) Ergosterol peroksida [13] dan (b) Ergosterol [12]
Isolat BF2 tersebut menunjukan lebih mirip ke ergosterol peroksida, karena mengandung
gugus fungsi peroksida pada C-5/C-8 yang merupakan senyawa ergosterol peroksida dengan
geseran kimia yang lebih mirip. Berdasarkan data titik leleh pada senyawa ergosterol [15] dan
senyawa ergosterol peroksida [16], masing-masing memiliki titik leleh sebesar 156-158°C dan
176-198°C, sedangkan pada isolat BF2 memiliki titik leleh 158-170°C menunjukan isolat belum
murni.
Berdasarkan hasil analisis spektrum 1H-NMR dan data titik leleh diprediksikan isolat BF2
berupa senyawa ergosterol peroksida (5,8-Epidioxy-5α,8α-Ergosta-6,22E-Dien-3β-Ol) atau
ergosterol dengan struktur yang ditunjukan pada Gambar 1.
3.5 Uji Potensi Senyawa Isolat Sebagai Tabir Surya
Hasil nilai SPF pada isolat BF2 dan ekstrak kental metanol daun adam hawa disajikan pada Tabel
6.
Tabel 6. Hasil Nilai SPF Pada Isolat BF2
Sampel Konsentrasi (ppm) Nilai SPF
Isolat BF2 120 1,913
140 1,684
160 2,254
180 2,483
Berdasarkan literatur semakin besar konsentrasi maka nilai SPF nya juga semakin tinggi [17].
Aktivitas suatu sediaan elmusi kosmetik dikelompokkan berdasarkan nilai SPF, yaitu jika bukan
tabir surya (SPF < 2), proteksi minimal (SPF 2-11), proteksi sedang (SPF 12-30) dan proteksi
tinggi (SPF ≥ 30) [17,18]. Isolat BF2 pada konsentrasi 120 dan 140 ppm tidak termasuk dalam
kriteria tabir surya sehingga tidak efektif. Isolat BF2 pada konsentrasi 160 dan 180 ppm
termasuk kategori proteksi minimal dengan tingkat perlindungan rendah sebagai tabir surya.
Hasil spektrum UV pada isolat BF2 tercantum pada Gambar 2.
7. 67
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
Gambar 2. Spektrum UV pada isolat BF2
Isolat BF2 menghasilkan perlindungan rendah sebagai tabir surya kemungkinan disebabkan
karena ikatan rangkap terkonjugasi yang pendek pada cincin siklik enam. Senyawa yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi pada cincin siklik enam yang lebih banyak menyebabkan
spektrum serapan yang dihasilkan intensitasnya tinggi. Isolat BF2 memberikan serapan tinggi
pada UV C dan serapan yang rendah pada UV B.
4. Kesimpulan
Isolat BF2 diprediksi merupakan senyawa golongan steroid yaitu kerangka senyawa
ergosterol peroksida (5,8-Epidioxy-5α,8α-Ergosta-6,22E-Dien-3β-Ol). Isolat BF2 memiliki nilai
SPF <3 sehingga termasuk kategori proteksi minimal dengan tingkat perlindungan rendah
sebagai tabir surya.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih tak terhingga kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu sehingga
penelitian ini dapat selesai dengan lancar dan baik.
Daftar Pustaka
[1] Dalimartha S., (2003) Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta, Puspa Swara.
[2] Gonzalez-Avila, M., Arriaga-Alba, M., De la Garza, M., Pretelín, M. D. C. H. , Domínguez-
Ortiz, M A, Fattel-Fazenda, S., and Villa-Treviro, S., (2003), Antigenotoxic, Anrimutagenic
and ROS Scavenging Activities Of A Rhoeo Discolor Etanolic Crude Extract, Toxicologi In
Vitro, 17(1): 77-83. https://doi.org/10.1016/s0887-2333(02)00120-0
[3] Pratiwi R., Harlia, Wibowo M.A., (2017), Aktivitas Antiinflamasi dan Toksisitas Dari
Ekstrak Daun Nanas Kerang (Rhoeo Discolor), Jurnal Kimia Khatulistiwa, 6(2):29-36.
[4] Sitorus, R.M.H., Wullur, A., Yamlean, P., (2012), Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid
Pada Daun Adam Hawa (Rhoeo Discolor), Pharmacon, 1(1):53-57.
https://doi.org/10.35799/pha.1.2012.446
[5] Esviyani, V., Purwanti, L., dan Sadiyah, E.S., (2019) Potensi Antioksidan dan Tabir Surya
Terhadap Daun Mawar (Rosa sp L.), Prosiding Farmasi, 5(2):170-176.
[6] Putri, Y., Kartamihardja, H., & Lisna, I. (2019). Formulasi dan Evaluasi Losion Tabir Surya
Ekstrak Daun Stevia ( Stevia rebaudiana Bertoni M ). Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(1),
32–36
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
226 246 266 286 306 326 346 366 386
Absorbansi
Panjang Gelombang
180 160 140 120
120 µg/mL (SPF=1,913)
140 µg/mL (SPF= 1,684)
160 µg/mL (SPF= 2,254)
180 µg/mL (SPF= 2,483)
8. 68
Anggelita, et. al. / Indo. J. Pure App. Chem. 4 (2), pp. 61-68, 2021
[7] Schalka, S. and Reis V. M. S., (2011), Sun Protection Factor: Meaning and Controversies,
Review An Bras Dermatol, 86(3):507-515.
[8] Harborne, J.B., (1987) Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Bandung, ITB.
[9] Walters, C., Keeney, A., Wigal, C.T., Johnston, C.R. and Cornelius, R.D., (1997), Spectroscopy
Analysis and Modelling of Sunscreens, J. Chem. Educ, 74(1):99.
https://doi.org/10.1021/ed074p99
[10] Dutra, E.A., Oliveira, D.A.G. da C., KedorHackmann, E.R.M. and Santoro, M.I.R.M., (2004)
Determination of Sun Protection Factor (SPF) of Sunscreen by Ultraviolet
Spectrophotometry, Journal od Pharmaceutical Sciences, 40(2):381-385.
[11] Qian, Y., Qiu, X.Q., and Zhu, S.P., (2015), Lignin: A Nature-Inspired Sun Blocker For Broad-
Spectrum Sunscreen, Green Chemistry, 17(1):320-324.
https://doi.org/10.1039/c4gc01333f
[12] Wang, Y., Xu, L., Ren, W., Zhao, D., Zhu, Y, and Wu, X., (2012), Bioactive Metabolites From
Cheatomium Globosum L18, an Endophytic Fungus In The Medicinal Plant Curcuma
Wenyujin, Phytomedicine, 19:364-368. https://10.1016/j.phymed.2011.10.011
[13] Nowak, R., Drozd, M., Mendyk, E., Lemieszek, M., Krakowiak, O., Kisiel, O., Rzeski, W., and
Szewczyk, K. (2016), A New Method For The Isolation Of Ergosterol And Peroxyergosterol
As Active Compounds Of Hygrophoropsis aurantiaca and In Vitro Antiploliferative Activity
Of Isolated Ergosterol Peroxide, Molecules, 21(946):1-10.
https://10.3390/molecules21070946
[14] Anonim, (2018), Ergosterol, www.fisherci.com, 23 Januari 2018.
[15] Anonim, (2020) Ergosterol Peroxide, www.caymanchem.com, 9 November 2020.
[16] Damogalad, V., Edy, H.E., dan Supriati, H.S., (2013), Formulasi Krim Tabir Surya Ekstrak
Kulit Nanas (Ananas Comosus L Merr) Dan Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF),
Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 2(2):39-43. https://doi.org/10.35799/pha.2.2013.1577
[17] Food and Drug Administration (FDA), (2003) Guidance for Industry Photosafety Testing,
Pharmacology Toxycology Coordinating Committee in the Centre for Drug Evaluation and
Research (CDER) at the FDA, USA.
[18] Miller, T.F., (2003), US FDA Protocol for Determining Sun Protection Factor, in: Nadim A.
Shaath, Sunscreens, Regulation and Commercial Development (3rd Edition), New York,
Taylor dan Francis Group. https://doi.org/10.1201/b14170