SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
MATERI KULIAH
BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN
DAN PARIWISATA
OLEH:
PETERS O. BAKO
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
Pada dasarnya perguruan tinggi menempati posisi sebagai pusat keunggulan
(center of excellence) dalam kehidupan masyarakat.
Perguruan Tinggi
merupakan pusat
pengembangan
sumberdaya manusia
terdidik dan
berkeahlian
Perguruan Tinggi
merupakan pusat
pengembangan ilmu,
teknologi, dan
kesenian
Perguruan Tinggi
merupakan pusat
pengembangan
masyarakat.
Pusat Keunggulan itu tidak akan dapat diraih secara menyeluruh dan simultan
apabila tidak didukung oleh potensi yang dimiliki serta
skala prioritas dalam pengembangan.
Penataan Pola Ilmiah Pokok (PIP) sebagai wujud keunggulan yang
diprioritaskan, memerlukan pengerahan potensi yang tersedia yang
didukung oleh kelihaian dalam pengelolaannya (manajerial).
Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang kemudian membentuk jati diri sebuah Perguruan
Tinggi dan menjadi warna yang muncul dan tercermin dalam keseluruhan
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi
Yang dikelola ialah sejumlah ilmuwan dengan ragam keahlian yang
menyertainya, yang bertolak dari basis keilmuan yang berbeda menuju ke
arah yang sama.
UNDANA menetapan PENGELOLAAN KAWASAN SEMIRINGKAI KEPULAUAN
DAN PARIWISATA sebagai Pola Ilmiah Pokok.
PIP yang pada mulanya ditetapkan adalah PERTANIAN LAHAN KERING.
Penetapan PIP Pertanian Lahan Kering dilakukan seiring dengan pendirian
Fakultas Pertanian pada awal 1980-an.
Mengingat Undana terdiri atas banyak fakultas, PIP Pertanian Lahan Kering
tersebut banyak menghadapi penolakan dari kalangan di luar Fakultas
Pertanian. Menyadari kenyataan tersebut, PIP kemudian diubah menjadi
PENGEMBANGAN LAHAN KERING. Namun lahan kering sebenarnya
terdapat bukan hanya di wilayah Nusa Tenggara Timur, tetapi juga di
sebagian besar wilayah Indonesia.
Atas dasar itu kemudian PIP diubah menjadi PENGELOLAAN KAWASAN
SEMIRINGKAI KEPULAUAN. Dalam beberapa waktu terakhir ditambahkan
KEPARIWISATAAN, untuk menangkap peluang pada sektor kepariwisataan.
Dengan demikian, PIP Undana saat ini adalah PENGELOLAAN KAWASAN
SEMIRINGKAI KEPULAUAN PLUS KEPARIWISATAAN atau sering disingkat
menjadi SEMIRINGKAI KEPULAUAN PLUS.
Kata semiringkai terdiri atas kata dasar 'ringkai' yang memperoleh awalan
'semi-'. Menurut KBBI dalam jaringan (online), kata dasar ringkai berarti
kering sekali.
Kata dasar 'ringkai' ini digunakan sebagai terjemahan kata dasar 'arid'
dalam bahasa Inggris. Kata dasar 'arid' dalam bahasa Inggris mempunyai
dua makna:
(1) berkaitan dengan lahan dan iklim berarti mendapat hujan sangat sedikit,
terlalu kering untuk mendukung pertumbuhan vegetasi, dan
(2) berkaitan dengan perilaku dan penampilan berarti kurang mempunyai daya
tarik, kegairahan, atau makna.
Awalan 'semi-' merupakan awalan bahasa Inggris yang bermakna sebagian,
setengah, atau mendekati.
Berkaitan dengan Pola Ilmiah Pokok Undana, kata 'semiringkai' berarti secara
harfiah keadaan lahan atau iklim yang mendekati sangat kering sehingga agak
kurang dapat mendukung pertumbuhan vegetasi.
Pertanyaan selanjutnya adalah keadaan lahan atau iklim yang mendekati kering
itu sebenarnya seperti apa? Kurang dapat mendukung pertumbuhan vegetasi
itu sebenarnya maksudnya apa?
Istilah 'semiringkai' sebagai pola ilmiah pokok Undana sebenarnya berkaitan
dengan LINGKUNGAN HIDUP. Mengingat lingkungan hidup mencakup DIMENSI
FISIK-KIMIA, HAYATI, SOSIAL-EKONOMI-POLITIK, SOSIAL-BUDAYA,
DAN KESEHATAN MASYARAKAT maka mendefinisikan apa itU sebenarnya
lingkungan semiringkai merupakan tugas yang tidak sederhana.
Sebagai dasar, FAO (1989) menggunakan dimensi fisik sebagai indikator utama,
yaitu keringkaian (aridity).
Secara fisik, keringkaian didefinisikan sebagai nisbah (ratio) antara presipitasi
(hujan maupun salju, dilambangkan P) dan evapotranspirasi potensial (ETP) yang
diukur dengan menggunakan metode Penman dengan memperhatikan kelembaban
udara, radiasi matahari, dan angin.
Nisbah P/ETP = 0-0,03 dikategorikan sebagai superringkai,
Nisbah P/ETP = 0,03-0,20 dikategorikan ringkai atau gurun, dan
Nisbah P/ETP = 0,20-0,50 dikategorikan semiringkai.
Tapi keringkaian hanyalah sebuah indeks, masih terdapat banyak aspek lain
yang menentukan apakah suatu kawasan merupakan kawasan semiringkai atau
bukan, antara lain tipe vegetasi savana, sistem budidaya pertanian tebas-
bakar, sistem pemeliharaan ternak dengan cara lepas, dan sebagainya.
Lalu mengapa Undana menetapkan semiringkai kepulauan sebagai pola ilmiah
pokok? Kawasan semiringkai dunia sebagian besar berada di wilayah kontinental.
Kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan merupakan satu-satunya
kawasan semiringkai yang merupakan kepulauan.
Kondisi semiringkai kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan
dimungkinkan karena:
(1) Berada dekat dengan benua Australia yang kering yang menjadi asal angin
tenggara yang kering pada bulan-bulan Mei-Oktober. Kedekatan dengan
benua tersebut menyebabkan kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian
Selatan mendapat pengaruh yang paling kuat dari kekeringan benua
Australia.
(2) Kawasan Nusa Tenggara dan Maluku merupakan kepulauan dengan deretan
pulau-pulau yang membentang dari Barat ke Timur sehingga pulau-pulau di
sebelah Timur menerima bayang-bayang hujan dari pulau di sebelah Barat.
Namun demikian, kedua kondisi di atas tidak berlaku sama terhadap semua
wilayah Nusa Tenggara dan Maluku Selatan. Bagian-bagian tertentu dari pulau-
pulau tertentu memperoleh curah hujan cukup tinggi karena tidak berada pada
bayang-bayang hujan atau memperoleh hujan dari angin Tenggara. Misalnya
Sumba bagian Selatan yang tidak berada dalam bayang-bayang hujan
memperoleh hujan tinggi selama musim hujan, sedangkan wilayah pesisir Selatan
Pulau Flores bagian Barat memperoleh hujan pada musim kemarau.
MATERI I
BUDAYA MASYARAKAT LAHAN KERING
PENGERTIAN BUDAYA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari kata dasar
budaya (bhudaya-Sensekerta) terdiri
dari perpaduan dua kata, yakni budi
(budhi) dan daya (kekuatan).
Budi (budhi) artinya potensi jiwa
manusia, yang terdiri dari 3 unsur, yakni
(1) cipta; (2) karsa; dan (3) rasa
Daya artinya kekuatan.
Cipta menggambarkan kekuatan manusia
untuk mencipta berbagai hal yang
dibutuhkan dalam hidup baik yang berupa
material maupun nonmaterial.
karsa menggambarkan kekuatan kehendak
manusia untuk melakukan berbagai karya.
rasa kekuatan pada manusia melahirkan
karya-karya seni. Keindahan, kebaikan,
dan kepantasan adalah kekuatan dari
hasil rasanya manusia.
Budaya artinya
kekuatan budhinya
manusia
Kebudayaan berasal dari kata dasar
budaya (bhudaya-Sensekerta) terdiri
dari perpaduan dua kata, yakni budi
(budhi) dan daya (kekuatan).
Budi (budhi) artinya potensi jiwa manusia,
yang terdiri dari 3 unsur, yakni (1) cipta;
(2) karsa; dan (3) rasa
Daya artinya kekuatan.
Cipta menggambarkan kekuatan manusia
untuk mencipta berbagai hal yang
dibutuhkan dalam hidup baik yang berupa
material maupun nonmaterial.
karsa menggambarkan kekuatan kehendak
manusia untuk melakukan berbagai karya.
rasa kekuatan pada manusia melahirkan
karya-karya seni. Keindahan, kebaikan,
dan kepantasan adalah kekuatan dari hasil
rasanya manusia.
Kebudayaan itu sebenarnya adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia.
Proses pendidikan yang dilalui oleh seseorang pada dasarnya adalah
pengembangan potensi cipta, karsa dan rasa.
Melalui pendidikan, ketiga potensi jiwa inilah yang dilatih dan dirangsang agar
kekuatan-kekuatan jiwa yang bersifat potensial ini berkembang menjadi
kekuatan yang bersifat manifest atau real.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri dengan cara belajar.
Melville J. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi, yang disebut superorganik.
Krober dan Kluckhohn (dalam Soekanto, 1990) melakukan pengamatan
terhadap defenisi kebudayaan yang digunakan oleh para antropolog,
sosiolog, psikolog dan ahli ilmu sosial yang lain. Antara tahun 1871-1952,
terdapat tidak kurang dari 166 buah definisi tentang kebudayaan. Tapi
dari semua definisi yang banyak ini kita bisa mengatakan kebudayaan
adalah hasil ciptaan manusia. Semua hasil ciptaan manusia adalah
kebudayaan.
Dari semua definisi yang amat banyak ini berdasarkan hasil
analisis dari Kluckhohn dapat diinventarisasi tujuh unsur
kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudyaan sedunia
(cultural universal). Ketujuh unsur tersebut meliputi (Soekanto,
1990):
(1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia;
(2) Mata pencaharian hidup dan system ekonomi;
(3) Sistem-sistem kemasyarakatan;
(4) Bahasa;
(5) Kesenian;
(6) Sistem pengetahuan;
(7) Religi.
Dari ketujuh unsur yang merupakan unsur kebudayaan global,
unsur ketujuh, yakni religi, masih diperdebatkan oleh para ahli.
ASPEK DAN WUJUD KEBUDAYAAN
Aspek kebudayaan itu terdiri dari aspek kebudayaan material dan aspek
kebudayaan non material. Kursi, bangku, meja, gedung, pesawat terbang dan
lain-lain buatan manusia berupa benda adalah aspek kebudayaan material
sedang, ilmu pengetahuan, bahasa dan berbagai karya kesenian serta berbagai
ciptaan manusia non benda adalah aspek non material dari kebudayaan.
Berdasarkan aspek kebudayaan ini, maka wujud budaya dapat berupa:
- Wujud abstrak, berupa sistem gagasan.
Budaya dalam bentuk ini bersifat abstrak, artinya tidak dapat diraba
karena ada dalam pikiran tiap anggota masyarakat penganut budaya yang
bersangkutan. Gagasan itulah yang akhirnya menghasilkan berbagai karya
manusia berdasarkan nilai-nilai dan cara berfikir serta perilaku mereka.
- Bentuk tindakan.
Budaya dalam bentuk tindakan bersifat kongkret yang dapat dilihat.
Contoh: cara petani mengolah lahan ladang dan sawah, cara beternak.
- Bentuk hasil karya.
Budaya dalam bentuk hasil karya bersifat kongkret sehingga bisa dilihat
dan diraba. Contoh: pengrajin tenun ikat menghasilkan kain dengan berbagai
motif (flora, fauna dan manusia), berbagai peralatan seperi peralatan dapur
dan peralatan untuk bertani, beternak, berburu, menangkap ikan dan lain
sebagainya.
FUNGSI KEBUDAYAAN
Fungsi kebudayaan itu ada dua; yakni:
(1) kebudayaan memberi identitas bagi suatu kelompok masyarakat atau
menjadi ciri khas dari suatu masyarakat, dan
(2) kebudayaan berfungsi memberi makna.
Contoh (1) : Kalau kita mengatakan gula lempeng maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah
orang Rote. Kalau kita mengatakan kenari jagung titi maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah
orang Alor. Gula lempeng merupakan identitas orang Rote, kenari-jagung titi merupakan identitas
orang Alor.
Contoh (2) Kalau sekarang ini ada Tarzan masuk kota dan dia pergi ke sebuah tokoh swalayan dia akan
heran melihat perilaku manusia-manusia kota. Dia akan heran melihat orang-orang di toko swalayan
tersebut menukar buah-buahan dengan lembaran-lembaran kertas. Tarzan pasti tidak tahu bahwa
perilaku orang-orang kota di toko swalayan tersebut oleh kebudayaan diberi makna transaksi jual-beli
dan obyek-obyek yang dipertukarkan (buah-buahan dan kertas) oleh kebudayaan diberi makna barang
dagangan dan uang.
Contoh (1) kalung salib yang dipakai seorang mahasiswi tandanya dia orang Kristen. Gadis berjilbab
tandanya dia seorang muslimah.
Contoh lain, mengapa anda menyebut pakaian yang anda pakai di bahagian atas namanya baju dan yang
di bahagian bawah namanya celana? Karena kebudayaan memberi makna seperti itu dan kita hanya
tinggal mengikuti saja. Sekiranya kebudayaan memberi makna yang di atas namanya celana dan di
bawah namanya baju pasti juga kita akan menyebut seperti itu tanpa kritik. Kita semua menerima
warisan kebudayaan leluhur kadang tanpa daya kritis. Melville J Herkovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang disebut superorganik.
CAKUPAN BUDAYA
Cakupan budaya meliputi, budaya lokal, budaya nasional, dan budaya global:
Budaya lokal, adalah suatu budaya yang perkembangannya terjadi di daerah-
daerah dan merupakan milik suku bangsa. Bangsa Indonesia dikenal sebagai
bangsa yang multikultural dalam suku bangsa dan budaya.
Budaya nasional yaitu suatu kebudayaan yang terbentuk dari keseluruhan
budaya lokal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan
merupakan hasil serapan dari unsur-unsur budaya asing atau global. Kebudayaan
nasional berfungsi sebagai kontinuitas sejak zaman kejayaan bangsa Indonesia
pada masa lampau sampai kebudayaan nasional masa kini.
Budaya global ditandai oleh gaya dan pola hidup yang seragam untuk seluruh
dunia. Pengaruh budaya global (globalisasi) membuat seolah-olah dunia tanpa
batas (borderless). Gaya hidup yang dipertontonkan lewat TV pada hari ini di
London, besok anda sudah bisa saksikan gaya hidup yang sama di Kupang.
Teknologi informasi berkembang demikian pesatnya sehingga anda bisa
menyaksikan terpaan budaya global itu sampai ke kamar tidur anda.
Kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan manusia dapat digolongkan ke dalam
kompleks pengetahuan yang khusus yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan tertentu
dalam kehidupan manusia sebagai pendukung suatu kebudayaan tertentu.
Pengetahuan yang kompleks bagi kegiatan tertentu tersebut dikenal dengan “pranata-
pranata kebudayaan”.
Secara operasional, pranata-pranata kebudayaan terwujud sebagai seperangkat aturan-
aturan yang mengatur kedudukan-kedudukan, peranan-peranan, hak-hak dan kewajiban-
kewajiban masyarakat yang terwujud dalam bentuk lembaga-lembaga dan organisasi sosial
sebagi wadah bagi kegiatanarga masyarakat bersangkutan.
Misalnya lembaga Subak di Bali yang mengatur pembagian air untuk sistem pengairan
sawah, dan lembaga .....di Rote Ndao.
Sebagai suatu sistem pengetahuan, pola dan corak suatu kebudayaan ditentukan oleh: (1)
Keadaan lingkungan, dan (2) Kebutuhan dasar utama dari para pendukung kebudayaan
tersebut. Dengan demikian, setiap masyarakat akan memiliki kebudayaannya sendiri-
sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan hidup sebagai tempat mereka bermukim dan
bertempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Suatu kebudayaan dengan semua pranatanya dapat saja berubah bahkan selalu berubah
secara dinamis karena tidak ada kebudayaan yang sifatnya statis dan tertutup.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena faktor internal dan external.
CORAK LAHAN KERING WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DAN
PENGARUHNYA TERHADAP BUDAYA LAHAN KERING
Istilah lahan kering
secara umum selalu
dikaitkan dengan lahan
tanpa pengairan.
Lahan kering beriklim kering (LKIK) adalah ekosistem yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani, 2005), dan berada pada wilayah dengan
total hujan tahunan <2.000 mm th-1, dengan rata-rata bulan basah hanya 3-5
bulan (BBSDLP, 2012). Dengan faktor pembatas utama ketersediaan air, LKIK
Di Indonesia terdapat area lahan kering yang luas
baik di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Suawesi,
Maluku dan Papua. Namun lahan kering dalam
pengertian tersebut secara klimatologis berada di
zone agroklimat basah.
Batasan lahan kering pada materi kuliah ini adalah
lahan tanpa pengairan di area yang tidak pernah
jenuh oleh air secara permanen sepanjang musim
(Widyatmika, 1987). Daerah demikian pada
umumnya terdapat pada daerah yang curah
hujannya relatif rendah. Daerah dengan curah
hujan relatif rendah pada umumnya merupakan
daerah yang secara klimatologis termasuk daerah
Arid dan Semi Arid (Ringkai atau semiringkai).
Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 75,0% laut dan
sisanya daratan. Wilayah NTT seluas 47.349,90 km2, terdiri dari 566 buah
pulau besar dan kecil, dan hanya 42 pulau yang berpenghuni.
Secara morfologis topografis, 73,13 % wilayah daratan bergunung dan
berbukit, yang dengan kemiringan 15 %-40 % seluas 38,07 % dan dengan
kemiringan > 40 % seluas 35,46 %; dengan variasi ketinggian tempat antara
100-1.000 m di atas permukaan laut.
Menurut laporan CIDA (1976) dari total luas wilayah NTT, ada 66,4 %
(3.227.660 ha) yang memiliki kemiringan tajam sehingga tidak cocok diusahakan
sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 1.637.000 ha (34 % dari
luas wilayah), 92 %nya adalah lahan kering.
SEBAGIAN BESAR WILAYAH NTT ADALAH DIDOMINASI OLEH
LAHAN KERING BERIKLIM KERING.
LAHAN KERING DI NTT TERSEBAR DI
TIMOR BARAT, SUMBA, ALOR, SABU DAN FLORES.
Kondisi iklim yang relatif kering (semi ringkai) pada sebagian besar wilayah di
NTT menentukan keadaan vegetasi suatu wilayah dan juga jenis tanaman yang
dapat dibudidayakan tanpa bergantung pada irigasi.
Pada umumnya, vegetasi di wilayah kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku bagian
Selatan merupakan vegetasi hutan kering dataran rendah maupun dataran
tinggi, kecuali di bagian-bagian yang menerima curah hujan lebih tinggi atau di
wilayah pegunungan.
Vegetasi di wilayah Nusa Tenggara Timur didominasi oleh savana dengan jenis-
jenis pohon gugur daun tumbuh jarang atau mengelompok pada titik-titik
tertentu.
Budidaya tanaman semusim pada umumnya hanya dapat dilakukan selama musim
hujan dan budidaya tanaman tahunan dilakukan dengan menggunakan jenis-jenis
tanaman yang tahan kekeringan. Budidaya tanaman semusim pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan sistem perladangan, sedangkan budidaya tanaman
tahunan dengan sistem perkebunan rakyat.
Sementara itu, peternakan rakyat dilakukan dengan pola peternakan lepas
sehingga untuk mencegah ternak merusakkan tanaman maka kawasan budidaya
pertanian perlu dipagari keliling.
Sistem pertanian yang berbasis pada sistem perladangan dan perkebunan rakyat
serta peternakan lepas pada gilirannya akan menentukan budaya masyarakat.
Budaya tolong menolong sangat kuat karena sangat diperlukan untuk menghadapi
ancaman kekeringan yang sering melanda kawasan. Budaya tolong menolong
tersebut pada gilirannya terinstitusionalisasi dalam berbagai ritual adat.
Selain itu, ancaman kondisi lingkungan yang keras mendorong terbangunnya
ikatan kekerabatan yang sangat kuat.
Pola hubungan sosial cenderung lebih didominasi oleh bonding ties dalam kerabat
atau kelompok dan linking ties dengan para pemuka adat, daripada oleh bridging
ties dengan masyarakat luar.
Namun demikian bukan berarti bahwa masyarakat tertutup terhadap pengaruh
dari luar. Melainkan, mereka pada umumnya terbuka. Hanya saja, pihak luar
diterima sebatas sebagai outsiders sampai dapat memenuhi sejumlah ketentuan
adat yang memungkinkan mereka menjadi orang dalam.
Menurut Hidayat (1984), secara budaya Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri
dari banyak suku, seperti: Suku Sabu (di Pulau Sabu), Suku Helong (di Pulau
Semau dan di Kabupaten Kupang bagian barat daya), Suku Dawan/Atoni (di
Kabuapten Kupang, Timor Tengah Selatan dan sebagian Timor Tengah Utara),
Suku Tetun (di Kabupaten Belu dan sebagian Kabupaten Timor Tengah Utara),
Suku Bunak (di wilayah Kabupaten Belu), Suku Kemak (di wilayah Kabuoaten
Belu), Suku Kisar (di Pulau Kisar), Suku Alor (di Kepulauan Alor), Suku
Manggarai, Ngada, Ende, Nge Reo, Lio, Sikka, Larantuka (di Pulau Flores),
Suku Solor (di Kepulauan Solor) dan Suku Sumba (di Pulau Sumba).
Suku-suku tersebut umumnya memiliki budaya dan bahasa yang acapkali
berbeda satu dengan lainnya. Kondisi sosial-budaya seperti di atas juga terlihat
di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.
Wilayah Kabupaten Kupang sendiri sebagian besar besar dihuni oleh Suku Dawan
(atau disebut pula Suku Atoni), yang menempati sebagian besar wilayah di Pulau
Timor Bagian Barat. Selain Suku Dawan, terdapat pula Suku Helong yang
menempati wilayah-wilayah yang berbatasan dengan bagian Barat Daya Kota
Kupang.
Selain kedua suku tersebut, di Kabupaten Kupang terdapat suku Sabu di Pulau
Sabu dan beberapa suku kecil di Pulau Rote dan Ndao yang memiliki bahasa dan
budaya yang saling berbeda pula. Di Pulau Rote dan Ndao terdapat 18 suku
atau kerajaan kecil (Nusak menurut istilah setempat) yang memiliki budaya dan
Sebagian besar suku di Kabupaten Kupang ini (bahkan juga di Propinsi Nusa
Tenggara) umumnya menganut genealogis teritorial. Mereka percaya bahwa
seluruh warga suku sebenarnya merupakan satu asal keturunan, yang memiliki
budaya, bahasa dan wilayah adat tertentu.
Pengelolaan wilayah adat ini menjadi wewenang para pemuka adatnya, mulai dari
Sonbay (gelar raja untuk Suku Dawan), fetor (setara dengan bupati saat ini)
hingga temukung (setara dengan kepala desa). Hubungan antara sonbay dengan
para fetor dan temukung-nya sebenarnya relatif longgar (semacam kerajaan
paguyuban).
Tiap fetor dan temukung dapat dikatakan memiliki kewenangan semi-otonom
dalam mengelola lahan adatnya. Dengan demikian, lahan-lahan adat yang ada di
Kabupaten Kupang sebenarnya dikuasai oleh para fetor dan temukung.
Tanah suku yang tidak digarap oleh raja dan fetor dibagikan kepada warga
sukunya untuk dijadikan lahan garapan dengan hak pakai (bukan hak milik). Hak
pakai inilah yang selanjutnya diwarisi dari orangtua ke anaknya.
Jadi secara budaya sebenarnya di Kabupaten Kupang tidak ada kepemilikan
lahan secara pribadi. Setiap warga adat berhak menggarap lahan milik sukunya
asalnya meminta ijin terlebih dahulu kepada para pemuka adatnya (temukung
atau fetor).
Para temukung ini menjadi patron bagi para warga adatnya. Selanjutnya para
fetor menjadi patron bagi para temukung yang ada di wilayah kekuasaan
adatnya (beserta dengan para warga adatnya).
Jadi dalam kehidupan sehari-hari, para fetor ini dapat dikatakan merupakan
raja-raja kecil yang berkuasa atas lahan-lahan adatnya.
Kekuasaan sonbay umumnya baru nampak pada saat ada upacara perkawinan dan
kematian. Bila ada keluarga sonbay yang menikah atau meninggal, seluruh warga
suku berkewajiban memberi sapi, kerbau, kuda dan kebutuhan pesta lainnya.
Ikatan sosial dalam suatu kefetoran (sub suku) sangat kuat. Fetor (termasuk
pula para temukung-nya) berkewajiban membagi secara adil semua kekayaan
adatnya, mulai dari tanah hingga ternak kepada para warga adatnya. Mereka
mempunyai kewajiban menjaga agar para warga adatnya hidup sejahtera.
Kelaparan yang menimpa warga adatnya dianggap merupakan tamparan yang
memalukan bagi si fetor.
Pola hubungan patron-client semacam ini sebenarnya dapat dikatakan merupakan
jaring pengaman sosial (traditionally social safety net). Dan ini dapat
dikategorikan sebagai modal sosial.
Kuatnya peranan para pemuka adat dan tidak adanya kepemilikan lahan
menyebabkan banyak aturan-aturan adat yang harus dilalui oleh seorang warga
adat bila ingin menggarap lahan adatnya.
Sebagai contoh bila sebuah keluarga besar (kanaf) ingin membuka lahan mereka
terlebih dahulu harus bertanya kepada seorang dukun (mnane). Setelah
memperoleh petunjuk tentang lokasi lahan yang akan digarap, mereka
selanjutnya meminta ijin kepada tobe selaku wakil sonbay (dalam hal ini juga
wakil fetor) yang memiliki kewenangan mengelola lahan adat.
Selanjutnya mereka diharuskan melaksanakan upacara adat yang secara simbolis
memberikan persembahan kepada Dewa Langit (Uis Neno).
Dalam upacara adat tersebut secara simbolis mereka juga meminta ijin kepada
sonbay yang dianggapnya sebagai pemilik bibit tanaman. Setelah panen,
penggarap tanah diwajibkan memberi bunga tanah (pak su fan) sebagai ucapan
terima kasih kepada sonbay dan fetor melalui tobe.
Kuatnya ikatan sosial dalam satu kefetoran, terlebih dalam keluarga besar
(kanaf) terlihat hingga sekarang. Salah satu cermin dari kuatnya ikatan sosial
ini terlihat saat upacara perkawinan. Bila seorang pria akan menikah, biasanya
melakukan kumpul keluarga. Dalam kumpul keluarga tersebut setiap anggota
keluarga pria berkewajiban ikut menanggung belis (mahar) yang besarnya
ditentukan keluarga wanita.
Ikatan sosial kefetoran yang kuat ini semakin diperkuat dengan adanya
persaingan antar kefetoran. Persaingan ini (dahulu bahkan seringkali menjurus
ke perang suku) umumnya memperebutkan lahan dan ternak. Adanya persaingan
ini di satu sisi memperkuat kerekatan sosial dalam satu kefetoran (modal sosial)
tetapi di lain pihak menumbuhkan situasi saling mencurigai antar kefetoran
(kerugian sosial).
Situasi saling mencurigai antar kefetoran ini masih tampak bekasnya hingga
sekarang. Salah satunya terlihat dari pola pemukiman mereka. Pemukiman asli
mereka umumnya terletak di lereng-lereng bukit yang secara geografis
seringkali sulit dijangkau guna mencegah serangan dari pihak lawan.
Jarang sekali terdapat pemukiman asli mereka yang terletak di dataran rendah
atau pesisir pantai. Latar belakang ini dapat menjadi penjelasan mengapa
mereka tidak memiliki tradisi sebagai nelayan sekalipun pesisir pantai di
Kabupaten Kupang relatif luas.
Adanya penerapan Undang-Undang Pokok Agraria yang mengakui kepemilikan
pribadi terhadap lahan menyebabkan terjadinya pergerseran pola kepemilikan
lahan. Secara peralahan-lahan status tanah adat beralih menjadi tanah pribadi.
Adanya peralihan status kepemilikan lahan ini mengarah ke kondisi dimana
penguasaan tanah cenderung terpusat ke para pemuka adat (sonbay, fetor dan
temukung).
Para pemuka adat inilah yang umumnya memiliki lahan yang jauh lebih luas
dibandingkan warga adat biasa. Mereka umumnya juga memiliki ternak dalam
jumlah yang sangat banyak karena lahan yang dimilikinya memungkinkan untuk
melakukan penggembalaan.
Pergeseran ini menyebabkan warga adat biasa umumnya hanyalah menjadi
penggembala ternak milik para pemuka adatnya (dengan sistem paron).
Pergeseran kepemilikan lahan ini diduga menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk kemiskinan yaitu dari kemiskinan alamiah ke kemiskinan struktural.
Kemiskinan alamiah yang semula dihadapi oleh sebagian besar penduduk di
Kabupaten Kupang karena kondisi lingkungan fisiknya yang kurang bersahabat
diduga mulai bergeser ke kemiskinan struktural yang terlihat dari mulai adanya
gap kepemilikan lahan dan ternak antara para pemuka adatnya dengan warga
biasa. Hanya sayang perubahan ini sulit dibuktikan karena keterbatasan data
tentang kepemilikan lahan dan ternak.
POB_PPT_BUDAYALAHANKERINGKEPULAUAN_MATERI 1.ppt

More Related Content

What's hot

Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Purwandaru Widyasunu
 
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan KlimatologiLaporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologiasriantiputrilestari5
 
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi PertanianHubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi PertanianYahya M Aji
 
Agroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan KeringAgroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan Keringptkartika
 
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
Laporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasiLaporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasiTidar University
 
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca NaibahoShinta R Naibaho
 
Persemaian tanaman
Persemaian tanamanPersemaian tanaman
Persemaian tanamanAli Babang
 
05 hubungan air, tanah dan tanaman
05   hubungan air, tanah dan tanaman05   hubungan air, tanah dan tanaman
05 hubungan air, tanah dan tanamanKharistya Amaru
 
Acara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanAcara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanperdos5 cuy
 
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.Rahmadani Dani
 
Lahan pasang surut
Lahan pasang surutLahan pasang surut
Lahan pasang surutsobarputra
 
Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveEkosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveamalia
 

What's hot (20)

Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
 
ekosistem air tawar
ekosistem air tawarekosistem air tawar
ekosistem air tawar
 
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan KlimatologiLaporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
 
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi PertanianHubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
 
Udara Tanah
Udara TanahUdara Tanah
Udara Tanah
 
Agroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan KeringAgroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan Kering
 
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
Pengelolaan das
Pengelolaan dasPengelolaan das
Pengelolaan das
 
Laporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasiLaporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasi
 
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 8&9 Shinta Rebecca Naibaho
 
Persemaian tanaman
Persemaian tanamanPersemaian tanaman
Persemaian tanaman
 
05 hubungan air, tanah dan tanaman
05   hubungan air, tanah dan tanaman05   hubungan air, tanah dan tanaman
05 hubungan air, tanah dan tanaman
 
Sifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPTSifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPT
 
Laporan hidrologi
Laporan hidrologiLaporan hidrologi
Laporan hidrologi
 
SDA (Air) Presentasi
SDA (Air) PresentasiSDA (Air) Presentasi
SDA (Air) Presentasi
 
Acara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanAcara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanaman
 
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.Bahan biologi perikanan bpk  ir, syachradjad frans m.p.
Bahan biologi perikanan bpk ir, syachradjad frans m.p.
 
Makalah Bawang Merah
Makalah Bawang MerahMakalah Bawang Merah
Makalah Bawang Merah
 
Lahan pasang surut
Lahan pasang surutLahan pasang surut
Lahan pasang surut
 
Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveEkosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangrove
 

Similar to POB_PPT_BUDAYALAHANKERINGKEPULAUAN_MATERI 1.ppt

Makalah jadi bu al
Makalah jadi bu alMakalah jadi bu al
Makalah jadi bu alIman Tani
 
Makalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya DasarMakalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya Dasarmithasuciana
 
Masyarakat dan kesadaran budaya
Masyarakat dan kesadaran budayaMasyarakat dan kesadaran budaya
Masyarakat dan kesadaran budayaUnnes
 
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya
 
Makalah ilmu sosial dan budaya dasar
Makalah ilmu sosial dan budaya dasarMakalah ilmu sosial dan budaya dasar
Makalah ilmu sosial dan budaya dasarErvina Cranberry's
 
Makalah diferensiasi budaya
Makalah diferensiasi budayaMakalah diferensiasi budaya
Makalah diferensiasi budayaNafeeza Alya
 
Ppt refisi filsafat
Ppt refisi filsafatPpt refisi filsafat
Ppt refisi filsafatTati-Haryati
 
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Haidar Bashofi
 
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Haidar Bashofi
 
Tugas makalah antropologi kebudayaan
Tugas makalah antropologi kebudayaanTugas makalah antropologi kebudayaan
Tugas makalah antropologi kebudayaanarifdefri
 
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfMakalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfZukét Printing
 
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxZukét Printing
 
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial Rasmitadila Mita
 
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Khairunnisa Nazhifah
 
Makalah kebudayaan
Makalah kebudayaanMakalah kebudayaan
Makalah kebudayaanPastime.net
 
Makalah ibd
Makalah ibdMakalah ibd
Makalah ibdnewskiem
 
Makalah sosiontropologi kebudayaan
Makalah sosiontropologi kebudayaanMakalah sosiontropologi kebudayaan
Makalah sosiontropologi kebudayaanYadhi Muqsith
 
Ppt sosiologi antropologi
Ppt sosiologi antropologiPpt sosiologi antropologi
Ppt sosiologi antropologiDewi_Sejarah
 

Similar to POB_PPT_BUDAYALAHANKERINGKEPULAUAN_MATERI 1.ppt (20)

Makalah jadi bu al
Makalah jadi bu alMakalah jadi bu al
Makalah jadi bu al
 
Makalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya DasarMakalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya Dasar
 
Masyarakat dan kesadaran budaya
Masyarakat dan kesadaran budayaMasyarakat dan kesadaran budaya
Masyarakat dan kesadaran budaya
 
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Makalah ilmu sosial dan budaya dasar
Makalah ilmu sosial dan budaya dasarMakalah ilmu sosial dan budaya dasar
Makalah ilmu sosial dan budaya dasar
 
Makalah diferensiasi budaya
Makalah diferensiasi budayaMakalah diferensiasi budaya
Makalah diferensiasi budaya
 
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaanHubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
 
Ppt refisi filsafat
Ppt refisi filsafatPpt refisi filsafat
Ppt refisi filsafat
 
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
 
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
Sej peradaban-islamislam-dan-peradaban1
 
Tugas makalah antropologi kebudayaan
Tugas makalah antropologi kebudayaanTugas makalah antropologi kebudayaan
Tugas makalah antropologi kebudayaan
 
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfMakalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
 
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Kebudayaan UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
 
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial
Orientasi baru pendidikan terhadap perubahan sosial
 
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
 
Makalah kebudayaan
Makalah kebudayaanMakalah kebudayaan
Makalah kebudayaan
 
Manusia dan kebudayaan ISBD
Manusia dan kebudayaan ISBDManusia dan kebudayaan ISBD
Manusia dan kebudayaan ISBD
 
Makalah ibd
Makalah ibdMakalah ibd
Makalah ibd
 
Makalah sosiontropologi kebudayaan
Makalah sosiontropologi kebudayaanMakalah sosiontropologi kebudayaan
Makalah sosiontropologi kebudayaan
 
Ppt sosiologi antropologi
Ppt sosiologi antropologiPpt sosiologi antropologi
Ppt sosiologi antropologi
 

POB_PPT_BUDAYALAHANKERINGKEPULAUAN_MATERI 1.ppt

  • 1. MATERI KULIAH BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN PARIWISATA OLEH: PETERS O. BAKO UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2016
  • 2. Pada dasarnya perguruan tinggi menempati posisi sebagai pusat keunggulan (center of excellence) dalam kehidupan masyarakat. Perguruan Tinggi merupakan pusat pengembangan sumberdaya manusia terdidik dan berkeahlian Perguruan Tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan kesenian Perguruan Tinggi merupakan pusat pengembangan masyarakat. Pusat Keunggulan itu tidak akan dapat diraih secara menyeluruh dan simultan apabila tidak didukung oleh potensi yang dimiliki serta skala prioritas dalam pengembangan. Penataan Pola Ilmiah Pokok (PIP) sebagai wujud keunggulan yang diprioritaskan, memerlukan pengerahan potensi yang tersedia yang didukung oleh kelihaian dalam pengelolaannya (manajerial).
  • 3. Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang kemudian membentuk jati diri sebuah Perguruan Tinggi dan menjadi warna yang muncul dan tercermin dalam keseluruhan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi Yang dikelola ialah sejumlah ilmuwan dengan ragam keahlian yang menyertainya, yang bertolak dari basis keilmuan yang berbeda menuju ke arah yang sama. UNDANA menetapan PENGELOLAAN KAWASAN SEMIRINGKAI KEPULAUAN DAN PARIWISATA sebagai Pola Ilmiah Pokok.
  • 4. PIP yang pada mulanya ditetapkan adalah PERTANIAN LAHAN KERING. Penetapan PIP Pertanian Lahan Kering dilakukan seiring dengan pendirian Fakultas Pertanian pada awal 1980-an. Mengingat Undana terdiri atas banyak fakultas, PIP Pertanian Lahan Kering tersebut banyak menghadapi penolakan dari kalangan di luar Fakultas Pertanian. Menyadari kenyataan tersebut, PIP kemudian diubah menjadi PENGEMBANGAN LAHAN KERING. Namun lahan kering sebenarnya terdapat bukan hanya di wilayah Nusa Tenggara Timur, tetapi juga di sebagian besar wilayah Indonesia. Atas dasar itu kemudian PIP diubah menjadi PENGELOLAAN KAWASAN SEMIRINGKAI KEPULAUAN. Dalam beberapa waktu terakhir ditambahkan KEPARIWISATAAN, untuk menangkap peluang pada sektor kepariwisataan. Dengan demikian, PIP Undana saat ini adalah PENGELOLAAN KAWASAN SEMIRINGKAI KEPULAUAN PLUS KEPARIWISATAAN atau sering disingkat menjadi SEMIRINGKAI KEPULAUAN PLUS.
  • 5. Kata semiringkai terdiri atas kata dasar 'ringkai' yang memperoleh awalan 'semi-'. Menurut KBBI dalam jaringan (online), kata dasar ringkai berarti kering sekali. Kata dasar 'ringkai' ini digunakan sebagai terjemahan kata dasar 'arid' dalam bahasa Inggris. Kata dasar 'arid' dalam bahasa Inggris mempunyai dua makna: (1) berkaitan dengan lahan dan iklim berarti mendapat hujan sangat sedikit, terlalu kering untuk mendukung pertumbuhan vegetasi, dan (2) berkaitan dengan perilaku dan penampilan berarti kurang mempunyai daya tarik, kegairahan, atau makna. Awalan 'semi-' merupakan awalan bahasa Inggris yang bermakna sebagian, setengah, atau mendekati. Berkaitan dengan Pola Ilmiah Pokok Undana, kata 'semiringkai' berarti secara harfiah keadaan lahan atau iklim yang mendekati sangat kering sehingga agak kurang dapat mendukung pertumbuhan vegetasi. Pertanyaan selanjutnya adalah keadaan lahan atau iklim yang mendekati kering itu sebenarnya seperti apa? Kurang dapat mendukung pertumbuhan vegetasi itu sebenarnya maksudnya apa?
  • 6. Istilah 'semiringkai' sebagai pola ilmiah pokok Undana sebenarnya berkaitan dengan LINGKUNGAN HIDUP. Mengingat lingkungan hidup mencakup DIMENSI FISIK-KIMIA, HAYATI, SOSIAL-EKONOMI-POLITIK, SOSIAL-BUDAYA, DAN KESEHATAN MASYARAKAT maka mendefinisikan apa itU sebenarnya lingkungan semiringkai merupakan tugas yang tidak sederhana. Sebagai dasar, FAO (1989) menggunakan dimensi fisik sebagai indikator utama, yaitu keringkaian (aridity). Secara fisik, keringkaian didefinisikan sebagai nisbah (ratio) antara presipitasi (hujan maupun salju, dilambangkan P) dan evapotranspirasi potensial (ETP) yang diukur dengan menggunakan metode Penman dengan memperhatikan kelembaban udara, radiasi matahari, dan angin. Nisbah P/ETP = 0-0,03 dikategorikan sebagai superringkai, Nisbah P/ETP = 0,03-0,20 dikategorikan ringkai atau gurun, dan Nisbah P/ETP = 0,20-0,50 dikategorikan semiringkai. Tapi keringkaian hanyalah sebuah indeks, masih terdapat banyak aspek lain yang menentukan apakah suatu kawasan merupakan kawasan semiringkai atau bukan, antara lain tipe vegetasi savana, sistem budidaya pertanian tebas- bakar, sistem pemeliharaan ternak dengan cara lepas, dan sebagainya.
  • 7. Lalu mengapa Undana menetapkan semiringkai kepulauan sebagai pola ilmiah pokok? Kawasan semiringkai dunia sebagian besar berada di wilayah kontinental. Kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan merupakan satu-satunya kawasan semiringkai yang merupakan kepulauan. Kondisi semiringkai kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan dimungkinkan karena: (1) Berada dekat dengan benua Australia yang kering yang menjadi asal angin tenggara yang kering pada bulan-bulan Mei-Oktober. Kedekatan dengan benua tersebut menyebabkan kawasan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan mendapat pengaruh yang paling kuat dari kekeringan benua Australia. (2) Kawasan Nusa Tenggara dan Maluku merupakan kepulauan dengan deretan pulau-pulau yang membentang dari Barat ke Timur sehingga pulau-pulau di sebelah Timur menerima bayang-bayang hujan dari pulau di sebelah Barat. Namun demikian, kedua kondisi di atas tidak berlaku sama terhadap semua wilayah Nusa Tenggara dan Maluku Selatan. Bagian-bagian tertentu dari pulau- pulau tertentu memperoleh curah hujan cukup tinggi karena tidak berada pada bayang-bayang hujan atau memperoleh hujan dari angin Tenggara. Misalnya Sumba bagian Selatan yang tidak berada dalam bayang-bayang hujan memperoleh hujan tinggi selama musim hujan, sedangkan wilayah pesisir Selatan Pulau Flores bagian Barat memperoleh hujan pada musim kemarau.
  • 9. PENGERTIAN BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Kebudayaan berasal dari kata dasar budaya (bhudaya-Sensekerta) terdiri dari perpaduan dua kata, yakni budi (budhi) dan daya (kekuatan). Budi (budhi) artinya potensi jiwa manusia, yang terdiri dari 3 unsur, yakni (1) cipta; (2) karsa; dan (3) rasa Daya artinya kekuatan. Cipta menggambarkan kekuatan manusia untuk mencipta berbagai hal yang dibutuhkan dalam hidup baik yang berupa material maupun nonmaterial. karsa menggambarkan kekuatan kehendak manusia untuk melakukan berbagai karya. rasa kekuatan pada manusia melahirkan karya-karya seni. Keindahan, kebaikan, dan kepantasan adalah kekuatan dari hasil rasanya manusia. Budaya artinya kekuatan budhinya manusia Kebudayaan berasal dari kata dasar budaya (bhudaya-Sensekerta) terdiri dari perpaduan dua kata, yakni budi (budhi) dan daya (kekuatan). Budi (budhi) artinya potensi jiwa manusia, yang terdiri dari 3 unsur, yakni (1) cipta; (2) karsa; dan (3) rasa Daya artinya kekuatan. Cipta menggambarkan kekuatan manusia untuk mencipta berbagai hal yang dibutuhkan dalam hidup baik yang berupa material maupun nonmaterial. karsa menggambarkan kekuatan kehendak manusia untuk melakukan berbagai karya. rasa kekuatan pada manusia melahirkan karya-karya seni. Keindahan, kebaikan, dan kepantasan adalah kekuatan dari hasil rasanya manusia.
  • 10. Kebudayaan itu sebenarnya adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia. Proses pendidikan yang dilalui oleh seseorang pada dasarnya adalah pengembangan potensi cipta, karsa dan rasa. Melalui pendidikan, ketiga potensi jiwa inilah yang dilatih dan dirangsang agar kekuatan-kekuatan jiwa yang bersifat potensial ini berkembang menjadi kekuatan yang bersifat manifest atau real. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri dengan cara belajar. Melville J. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi, yang disebut superorganik.
  • 11. Krober dan Kluckhohn (dalam Soekanto, 1990) melakukan pengamatan terhadap defenisi kebudayaan yang digunakan oleh para antropolog, sosiolog, psikolog dan ahli ilmu sosial yang lain. Antara tahun 1871-1952, terdapat tidak kurang dari 166 buah definisi tentang kebudayaan. Tapi dari semua definisi yang banyak ini kita bisa mengatakan kebudayaan adalah hasil ciptaan manusia. Semua hasil ciptaan manusia adalah kebudayaan. Dari semua definisi yang amat banyak ini berdasarkan hasil analisis dari Kluckhohn dapat diinventarisasi tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudyaan sedunia (cultural universal). Ketujuh unsur tersebut meliputi (Soekanto, 1990): (1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia; (2) Mata pencaharian hidup dan system ekonomi; (3) Sistem-sistem kemasyarakatan; (4) Bahasa; (5) Kesenian; (6) Sistem pengetahuan; (7) Religi. Dari ketujuh unsur yang merupakan unsur kebudayaan global, unsur ketujuh, yakni religi, masih diperdebatkan oleh para ahli.
  • 12. ASPEK DAN WUJUD KEBUDAYAAN Aspek kebudayaan itu terdiri dari aspek kebudayaan material dan aspek kebudayaan non material. Kursi, bangku, meja, gedung, pesawat terbang dan lain-lain buatan manusia berupa benda adalah aspek kebudayaan material sedang, ilmu pengetahuan, bahasa dan berbagai karya kesenian serta berbagai ciptaan manusia non benda adalah aspek non material dari kebudayaan. Berdasarkan aspek kebudayaan ini, maka wujud budaya dapat berupa: - Wujud abstrak, berupa sistem gagasan. Budaya dalam bentuk ini bersifat abstrak, artinya tidak dapat diraba karena ada dalam pikiran tiap anggota masyarakat penganut budaya yang bersangkutan. Gagasan itulah yang akhirnya menghasilkan berbagai karya manusia berdasarkan nilai-nilai dan cara berfikir serta perilaku mereka. - Bentuk tindakan. Budaya dalam bentuk tindakan bersifat kongkret yang dapat dilihat. Contoh: cara petani mengolah lahan ladang dan sawah, cara beternak. - Bentuk hasil karya. Budaya dalam bentuk hasil karya bersifat kongkret sehingga bisa dilihat dan diraba. Contoh: pengrajin tenun ikat menghasilkan kain dengan berbagai motif (flora, fauna dan manusia), berbagai peralatan seperi peralatan dapur dan peralatan untuk bertani, beternak, berburu, menangkap ikan dan lain sebagainya.
  • 13. FUNGSI KEBUDAYAAN Fungsi kebudayaan itu ada dua; yakni: (1) kebudayaan memberi identitas bagi suatu kelompok masyarakat atau menjadi ciri khas dari suatu masyarakat, dan (2) kebudayaan berfungsi memberi makna. Contoh (1) : Kalau kita mengatakan gula lempeng maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah orang Rote. Kalau kita mengatakan kenari jagung titi maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah orang Alor. Gula lempeng merupakan identitas orang Rote, kenari-jagung titi merupakan identitas orang Alor. Contoh (2) Kalau sekarang ini ada Tarzan masuk kota dan dia pergi ke sebuah tokoh swalayan dia akan heran melihat perilaku manusia-manusia kota. Dia akan heran melihat orang-orang di toko swalayan tersebut menukar buah-buahan dengan lembaran-lembaran kertas. Tarzan pasti tidak tahu bahwa perilaku orang-orang kota di toko swalayan tersebut oleh kebudayaan diberi makna transaksi jual-beli dan obyek-obyek yang dipertukarkan (buah-buahan dan kertas) oleh kebudayaan diberi makna barang dagangan dan uang. Contoh (1) kalung salib yang dipakai seorang mahasiswi tandanya dia orang Kristen. Gadis berjilbab tandanya dia seorang muslimah. Contoh lain, mengapa anda menyebut pakaian yang anda pakai di bahagian atas namanya baju dan yang di bahagian bawah namanya celana? Karena kebudayaan memberi makna seperti itu dan kita hanya tinggal mengikuti saja. Sekiranya kebudayaan memberi makna yang di atas namanya celana dan di bawah namanya baju pasti juga kita akan menyebut seperti itu tanpa kritik. Kita semua menerima warisan kebudayaan leluhur kadang tanpa daya kritis. Melville J Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang disebut superorganik.
  • 14. CAKUPAN BUDAYA Cakupan budaya meliputi, budaya lokal, budaya nasional, dan budaya global: Budaya lokal, adalah suatu budaya yang perkembangannya terjadi di daerah- daerah dan merupakan milik suku bangsa. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultural dalam suku bangsa dan budaya. Budaya nasional yaitu suatu kebudayaan yang terbentuk dari keseluruhan budaya lokal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan hasil serapan dari unsur-unsur budaya asing atau global. Kebudayaan nasional berfungsi sebagai kontinuitas sejak zaman kejayaan bangsa Indonesia pada masa lampau sampai kebudayaan nasional masa kini. Budaya global ditandai oleh gaya dan pola hidup yang seragam untuk seluruh dunia. Pengaruh budaya global (globalisasi) membuat seolah-olah dunia tanpa batas (borderless). Gaya hidup yang dipertontonkan lewat TV pada hari ini di London, besok anda sudah bisa saksikan gaya hidup yang sama di Kupang. Teknologi informasi berkembang demikian pesatnya sehingga anda bisa menyaksikan terpaan budaya global itu sampai ke kamar tidur anda.
  • 15. Kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan manusia dapat digolongkan ke dalam kompleks pengetahuan yang khusus yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan manusia sebagai pendukung suatu kebudayaan tertentu. Pengetahuan yang kompleks bagi kegiatan tertentu tersebut dikenal dengan “pranata- pranata kebudayaan”. Secara operasional, pranata-pranata kebudayaan terwujud sebagai seperangkat aturan- aturan yang mengatur kedudukan-kedudukan, peranan-peranan, hak-hak dan kewajiban- kewajiban masyarakat yang terwujud dalam bentuk lembaga-lembaga dan organisasi sosial sebagi wadah bagi kegiatanarga masyarakat bersangkutan. Misalnya lembaga Subak di Bali yang mengatur pembagian air untuk sistem pengairan sawah, dan lembaga .....di Rote Ndao. Sebagai suatu sistem pengetahuan, pola dan corak suatu kebudayaan ditentukan oleh: (1) Keadaan lingkungan, dan (2) Kebutuhan dasar utama dari para pendukung kebudayaan tersebut. Dengan demikian, setiap masyarakat akan memiliki kebudayaannya sendiri- sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan hidup sebagai tempat mereka bermukim dan bertempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan dasar. Suatu kebudayaan dengan semua pranatanya dapat saja berubah bahkan selalu berubah secara dinamis karena tidak ada kebudayaan yang sifatnya statis dan tertutup. Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena faktor internal dan external.
  • 16. CORAK LAHAN KERING WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP BUDAYA LAHAN KERING Istilah lahan kering secara umum selalu dikaitkan dengan lahan tanpa pengairan. Lahan kering beriklim kering (LKIK) adalah ekosistem yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani, 2005), dan berada pada wilayah dengan total hujan tahunan <2.000 mm th-1, dengan rata-rata bulan basah hanya 3-5 bulan (BBSDLP, 2012). Dengan faktor pembatas utama ketersediaan air, LKIK Di Indonesia terdapat area lahan kering yang luas baik di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Suawesi, Maluku dan Papua. Namun lahan kering dalam pengertian tersebut secara klimatologis berada di zone agroklimat basah. Batasan lahan kering pada materi kuliah ini adalah lahan tanpa pengairan di area yang tidak pernah jenuh oleh air secara permanen sepanjang musim (Widyatmika, 1987). Daerah demikian pada umumnya terdapat pada daerah yang curah hujannya relatif rendah. Daerah dengan curah hujan relatif rendah pada umumnya merupakan daerah yang secara klimatologis termasuk daerah Arid dan Semi Arid (Ringkai atau semiringkai).
  • 17. Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 75,0% laut dan sisanya daratan. Wilayah NTT seluas 47.349,90 km2, terdiri dari 566 buah pulau besar dan kecil, dan hanya 42 pulau yang berpenghuni. Secara morfologis topografis, 73,13 % wilayah daratan bergunung dan berbukit, yang dengan kemiringan 15 %-40 % seluas 38,07 % dan dengan kemiringan > 40 % seluas 35,46 %; dengan variasi ketinggian tempat antara 100-1.000 m di atas permukaan laut. Menurut laporan CIDA (1976) dari total luas wilayah NTT, ada 66,4 % (3.227.660 ha) yang memiliki kemiringan tajam sehingga tidak cocok diusahakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 1.637.000 ha (34 % dari luas wilayah), 92 %nya adalah lahan kering. SEBAGIAN BESAR WILAYAH NTT ADALAH DIDOMINASI OLEH LAHAN KERING BERIKLIM KERING. LAHAN KERING DI NTT TERSEBAR DI TIMOR BARAT, SUMBA, ALOR, SABU DAN FLORES.
  • 18. Kondisi iklim yang relatif kering (semi ringkai) pada sebagian besar wilayah di NTT menentukan keadaan vegetasi suatu wilayah dan juga jenis tanaman yang dapat dibudidayakan tanpa bergantung pada irigasi. Pada umumnya, vegetasi di wilayah kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan merupakan vegetasi hutan kering dataran rendah maupun dataran tinggi, kecuali di bagian-bagian yang menerima curah hujan lebih tinggi atau di wilayah pegunungan. Vegetasi di wilayah Nusa Tenggara Timur didominasi oleh savana dengan jenis- jenis pohon gugur daun tumbuh jarang atau mengelompok pada titik-titik tertentu. Budidaya tanaman semusim pada umumnya hanya dapat dilakukan selama musim hujan dan budidaya tanaman tahunan dilakukan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang tahan kekeringan. Budidaya tanaman semusim pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem perladangan, sedangkan budidaya tanaman tahunan dengan sistem perkebunan rakyat. Sementara itu, peternakan rakyat dilakukan dengan pola peternakan lepas sehingga untuk mencegah ternak merusakkan tanaman maka kawasan budidaya pertanian perlu dipagari keliling.
  • 19. Sistem pertanian yang berbasis pada sistem perladangan dan perkebunan rakyat serta peternakan lepas pada gilirannya akan menentukan budaya masyarakat. Budaya tolong menolong sangat kuat karena sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman kekeringan yang sering melanda kawasan. Budaya tolong menolong tersebut pada gilirannya terinstitusionalisasi dalam berbagai ritual adat. Selain itu, ancaman kondisi lingkungan yang keras mendorong terbangunnya ikatan kekerabatan yang sangat kuat. Pola hubungan sosial cenderung lebih didominasi oleh bonding ties dalam kerabat atau kelompok dan linking ties dengan para pemuka adat, daripada oleh bridging ties dengan masyarakat luar. Namun demikian bukan berarti bahwa masyarakat tertutup terhadap pengaruh dari luar. Melainkan, mereka pada umumnya terbuka. Hanya saja, pihak luar diterima sebatas sebagai outsiders sampai dapat memenuhi sejumlah ketentuan adat yang memungkinkan mereka menjadi orang dalam.
  • 20. Menurut Hidayat (1984), secara budaya Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari banyak suku, seperti: Suku Sabu (di Pulau Sabu), Suku Helong (di Pulau Semau dan di Kabupaten Kupang bagian barat daya), Suku Dawan/Atoni (di Kabuapten Kupang, Timor Tengah Selatan dan sebagian Timor Tengah Utara), Suku Tetun (di Kabupaten Belu dan sebagian Kabupaten Timor Tengah Utara), Suku Bunak (di wilayah Kabupaten Belu), Suku Kemak (di wilayah Kabuoaten Belu), Suku Kisar (di Pulau Kisar), Suku Alor (di Kepulauan Alor), Suku Manggarai, Ngada, Ende, Nge Reo, Lio, Sikka, Larantuka (di Pulau Flores), Suku Solor (di Kepulauan Solor) dan Suku Sumba (di Pulau Sumba). Suku-suku tersebut umumnya memiliki budaya dan bahasa yang acapkali berbeda satu dengan lainnya. Kondisi sosial-budaya seperti di atas juga terlihat di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Wilayah Kabupaten Kupang sendiri sebagian besar besar dihuni oleh Suku Dawan (atau disebut pula Suku Atoni), yang menempati sebagian besar wilayah di Pulau Timor Bagian Barat. Selain Suku Dawan, terdapat pula Suku Helong yang menempati wilayah-wilayah yang berbatasan dengan bagian Barat Daya Kota Kupang. Selain kedua suku tersebut, di Kabupaten Kupang terdapat suku Sabu di Pulau Sabu dan beberapa suku kecil di Pulau Rote dan Ndao yang memiliki bahasa dan budaya yang saling berbeda pula. Di Pulau Rote dan Ndao terdapat 18 suku atau kerajaan kecil (Nusak menurut istilah setempat) yang memiliki budaya dan
  • 21. Sebagian besar suku di Kabupaten Kupang ini (bahkan juga di Propinsi Nusa Tenggara) umumnya menganut genealogis teritorial. Mereka percaya bahwa seluruh warga suku sebenarnya merupakan satu asal keturunan, yang memiliki budaya, bahasa dan wilayah adat tertentu. Pengelolaan wilayah adat ini menjadi wewenang para pemuka adatnya, mulai dari Sonbay (gelar raja untuk Suku Dawan), fetor (setara dengan bupati saat ini) hingga temukung (setara dengan kepala desa). Hubungan antara sonbay dengan para fetor dan temukung-nya sebenarnya relatif longgar (semacam kerajaan paguyuban). Tiap fetor dan temukung dapat dikatakan memiliki kewenangan semi-otonom dalam mengelola lahan adatnya. Dengan demikian, lahan-lahan adat yang ada di Kabupaten Kupang sebenarnya dikuasai oleh para fetor dan temukung. Tanah suku yang tidak digarap oleh raja dan fetor dibagikan kepada warga sukunya untuk dijadikan lahan garapan dengan hak pakai (bukan hak milik). Hak pakai inilah yang selanjutnya diwarisi dari orangtua ke anaknya. Jadi secara budaya sebenarnya di Kabupaten Kupang tidak ada kepemilikan lahan secara pribadi. Setiap warga adat berhak menggarap lahan milik sukunya asalnya meminta ijin terlebih dahulu kepada para pemuka adatnya (temukung atau fetor).
  • 22. Para temukung ini menjadi patron bagi para warga adatnya. Selanjutnya para fetor menjadi patron bagi para temukung yang ada di wilayah kekuasaan adatnya (beserta dengan para warga adatnya). Jadi dalam kehidupan sehari-hari, para fetor ini dapat dikatakan merupakan raja-raja kecil yang berkuasa atas lahan-lahan adatnya. Kekuasaan sonbay umumnya baru nampak pada saat ada upacara perkawinan dan kematian. Bila ada keluarga sonbay yang menikah atau meninggal, seluruh warga suku berkewajiban memberi sapi, kerbau, kuda dan kebutuhan pesta lainnya. Ikatan sosial dalam suatu kefetoran (sub suku) sangat kuat. Fetor (termasuk pula para temukung-nya) berkewajiban membagi secara adil semua kekayaan adatnya, mulai dari tanah hingga ternak kepada para warga adatnya. Mereka mempunyai kewajiban menjaga agar para warga adatnya hidup sejahtera. Kelaparan yang menimpa warga adatnya dianggap merupakan tamparan yang memalukan bagi si fetor. Pola hubungan patron-client semacam ini sebenarnya dapat dikatakan merupakan jaring pengaman sosial (traditionally social safety net). Dan ini dapat dikategorikan sebagai modal sosial.
  • 23. Kuatnya peranan para pemuka adat dan tidak adanya kepemilikan lahan menyebabkan banyak aturan-aturan adat yang harus dilalui oleh seorang warga adat bila ingin menggarap lahan adatnya. Sebagai contoh bila sebuah keluarga besar (kanaf) ingin membuka lahan mereka terlebih dahulu harus bertanya kepada seorang dukun (mnane). Setelah memperoleh petunjuk tentang lokasi lahan yang akan digarap, mereka selanjutnya meminta ijin kepada tobe selaku wakil sonbay (dalam hal ini juga wakil fetor) yang memiliki kewenangan mengelola lahan adat. Selanjutnya mereka diharuskan melaksanakan upacara adat yang secara simbolis memberikan persembahan kepada Dewa Langit (Uis Neno). Dalam upacara adat tersebut secara simbolis mereka juga meminta ijin kepada sonbay yang dianggapnya sebagai pemilik bibit tanaman. Setelah panen, penggarap tanah diwajibkan memberi bunga tanah (pak su fan) sebagai ucapan terima kasih kepada sonbay dan fetor melalui tobe.
  • 24. Kuatnya ikatan sosial dalam satu kefetoran, terlebih dalam keluarga besar (kanaf) terlihat hingga sekarang. Salah satu cermin dari kuatnya ikatan sosial ini terlihat saat upacara perkawinan. Bila seorang pria akan menikah, biasanya melakukan kumpul keluarga. Dalam kumpul keluarga tersebut setiap anggota keluarga pria berkewajiban ikut menanggung belis (mahar) yang besarnya ditentukan keluarga wanita. Ikatan sosial kefetoran yang kuat ini semakin diperkuat dengan adanya persaingan antar kefetoran. Persaingan ini (dahulu bahkan seringkali menjurus ke perang suku) umumnya memperebutkan lahan dan ternak. Adanya persaingan ini di satu sisi memperkuat kerekatan sosial dalam satu kefetoran (modal sosial) tetapi di lain pihak menumbuhkan situasi saling mencurigai antar kefetoran (kerugian sosial). Situasi saling mencurigai antar kefetoran ini masih tampak bekasnya hingga sekarang. Salah satunya terlihat dari pola pemukiman mereka. Pemukiman asli mereka umumnya terletak di lereng-lereng bukit yang secara geografis seringkali sulit dijangkau guna mencegah serangan dari pihak lawan. Jarang sekali terdapat pemukiman asli mereka yang terletak di dataran rendah atau pesisir pantai. Latar belakang ini dapat menjadi penjelasan mengapa mereka tidak memiliki tradisi sebagai nelayan sekalipun pesisir pantai di Kabupaten Kupang relatif luas.
  • 25. Adanya penerapan Undang-Undang Pokok Agraria yang mengakui kepemilikan pribadi terhadap lahan menyebabkan terjadinya pergerseran pola kepemilikan lahan. Secara peralahan-lahan status tanah adat beralih menjadi tanah pribadi. Adanya peralihan status kepemilikan lahan ini mengarah ke kondisi dimana penguasaan tanah cenderung terpusat ke para pemuka adat (sonbay, fetor dan temukung). Para pemuka adat inilah yang umumnya memiliki lahan yang jauh lebih luas dibandingkan warga adat biasa. Mereka umumnya juga memiliki ternak dalam jumlah yang sangat banyak karena lahan yang dimilikinya memungkinkan untuk melakukan penggembalaan. Pergeseran ini menyebabkan warga adat biasa umumnya hanyalah menjadi penggembala ternak milik para pemuka adatnya (dengan sistem paron). Pergeseran kepemilikan lahan ini diduga menyebabkan terjadinya perubahan bentuk kemiskinan yaitu dari kemiskinan alamiah ke kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah yang semula dihadapi oleh sebagian besar penduduk di Kabupaten Kupang karena kondisi lingkungan fisiknya yang kurang bersahabat diduga mulai bergeser ke kemiskinan struktural yang terlihat dari mulai adanya gap kepemilikan lahan dan ternak antara para pemuka adatnya dengan warga biasa. Hanya sayang perubahan ini sulit dibuktikan karena keterbatasan data tentang kepemilikan lahan dan ternak.