1. Penyebaran Agama Islam di Jawa melalui Wali Songo
The spread of Islam in Java through Wali Songo
Muhammad Fadel Akbar Maulana. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Islam Indonesia.
16522051@students.uii.ac.id
Pendahuluan
Sebelumnya apakah kalian tau bagaimana agama Islam bisa berkembang pesat di
Indonesia ini khususnya di pulau Jawa? Ya artikel ini akan membahas bagaimana Islam
berkembang pesat di negara Indonesia ini. Yang pertama melalui perdagangan pada abad ke
7,pada saat itu diyakini bahwa wilayah yang pertama kali menjadi pintu untuk menyebarkan
agama Islam berada di pantai sumatera utara atau wilayah samuderai pasai.Pedagang dari
negara India,Persia dan Arab (Bob Susanto,2015). Saat proses bertransaksi tentu terjadi
komunikasi antar keduanya kemudian sebagai seorang muslim pedagang dari luar tersebut
mempunyai kewajiban untuk berdakwah dan menyampaikan ajaran dan kebudayaan
Islam.Maka pada saat itu banyak pedagang dI Indonesia memeluk agama Islam.
Yang kedua melalui perkawinan ,yakni banyak pedagang dari luar negeri terutama dari timur
tengah yang menetap di Indonesia.Kemudian pedagang-pedagang tersebut banyak yang
menikah dengan warga pribumi bahkan dengan keturunan kerajaan atau putri .Sebelum
menikah tentu putri bangsawan masuk agama Islam terlebih dahulu dengan mengucap dua
kalimat syahadat (Ziaul Muhammad,2013).Karena pedagang-pedagang dari luar banyak yang
menikah dengan putri bangsawan tentu rakyatnya juga banyak yang kemudian masuk ke
agama Islam.Sehingga banyak warga pribumi yang masuk agama Islam karena pada dahulu
kaum bangsawan adalah kaum yang sangat dihormati dan dicontoh oleh warga pribumi.
Kemudian melalui pendidikan,pada saat itu islam sudah mulai dikenal dan banyak yang
memeluk agama Islam.Dan pada saat itu banyak kyai di Indonesia yang mendirikan pondok
pesantren.Yakni tempat menuntut ilmu yang dalam proses pembelajarannya dibekali dengan
ilmu agama dan biasanya para kyai juga menjadi penasihat kerajaan sehingga para kyai
mudah untuk mengajarkan agama Islam.Tetapi pada saat itu juga masih banyak penduduk
yang menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme (Isna Fauziah,2015).Kepercayaan ini
mengajarkan kepada penduduk agar menyembah nenek moyangnya yang mereka percaya
mendiami atau tinggal di suatu benda atau tempat, tentu kepercayaan ini merupakan
kepercayaan yang salah.Kepercayaan ini banyak yang menganut khususnya di pulau Jawa
yang pada dahulu masih banyak kerajaan-kerajaan yang menganut kepercayaan tersebut.
Setelah itu muncul Wali Songo yakni sebutan bagi 9 sunan yang berkontribusi besar
dengan pikiran dan tindakannya untuk menyebarkan agama Islam dan Wali Songo ini terdiri
dari Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan
Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Mereka dengan gencar
2. menyebarkan agama Islam walaupun saat itu masyarakat jawa tidak menerima dengan begitu
saja ajaran agama Islam tetapi lewat cara-cara cerdas para Wali Songo, agama Islam bisa
diterima dan berkembang pesat di Indonesia khususnya di pulau Jawa.
Sebenarnya kata ‘Wali’ berasal dari bahasa Arab wala, atau waliya yang berarti qaraba yaitu
dekat. Dalam Al-Quran istilah ini dipakai dengan pengertian kerabat, teman, atau pelindung
sebagaimana kita temui dalam beberapa ayat.
Ingatlah sesungguhnya wali-wali (awliya) Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS 10:62)
Selanjutnya, kata ‘Songo’ adalah nama angka hitungan Jawa yang berarti sembilan. Namun
begitu, meski perkataan Walisongo sudah lazim disebut orang, tetapi sesungguhnya kalau
dihitung satu persatu keseluruhan mereka yang digolongkan ke dalam julukan Walisongo
tersebut bukan berjumlah sembilan, tetapi berlebih atau berkurang.
Terhadap sebutan songo dan jumlah wali yang tidak tepat itu, muncul beberapa komentar.
Prof. K.H.R Moh. Adnan berpendapat bahwa kata songo merupakan perubahan atau
kerancuan dari pengucapan kata sana. Kata itu dipungut dari bahasa Arab tsana’ (mulia) yang
sama artinya dengan mahmud (terpuji), sehingga pengucapan yang betul adalah WaliSana
yang berarti Wali-wali Terpuji. Pendapat Prof. Adnan ini diperkuat oleh R. Tanojo. Hanya
saja antara kedua ilmuwan ini memiliki sikap yang berbeda dalam mengartikan kata ‘sana’.
Tetapi berasal dari Jawa Kuno, dana yang berarti tempat,daerah, atau wilayah. Dengan
interpretasi ini Wali Sana berarti wali bagi suatu tempat, penguasa daerah, atau penguasa
wilayah (Widji,1995:18).
Kemudian ada yang mengatakan bahwa Sunan Tembayat, Sunan Prowoto, Sunan Ngudung,
Sunan Geseng, Sunan Benang, Sunan Mojoagung, Syekh Siti Jenar, Syekh Subakhir,
Maulana Ishak dll, itu termasuk anggota dari kesembilan wali di Jawa.Akan tetapi yang
dikenal oleh umum adalah wali yang telah disebutkan sebelumya.
Mengenai jumlah nama-nama dari anggota Wali songo ini sebenarnya para ahli masih
berselisih paham, dan belum ada kesatuan pendapat. Terlepas dari itu semua paper ini
bertujuan untuk supaya kita lebih mengenal setiap walisongo dan apa saja yang telah mereka
perbuat atau mereka perjuangkan untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa ini. Berikut
merupakan hal apa saja yang telah diperjuangkan dari kesembilan wali yang kita kenal dan
kita mulai dari :
Isi
A. Maulana Malik Ibrahim
Biografi
3. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim lahir pada tahun 1419 M atau 882 H, dan
mempunyai ayah yang bernama Jamaluddin Akbar al-Husaini dan belum diketahui nama
ibunya. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik
Ibrahim meskipun telah disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli.Maulana Malik
Ibrahim adalah ulama dari tanah Arab keturunan Rasulullah dari cicit beliau Zaynal ‘Abidin
bin Hasan bin ‘Ali. Dari anak cucu beliaulah lahir wali-wali di Jawa, yaitu Sunan Ampel,
sedangkan Sunan Majagung ialah keponakan iparnya. Adapun Sunan Bonang dan Sunan
Drajat adalah cucu-cucu dari Sunan Ampel. Sunan Kalijaga pun bisa menjadi wali adalah
berkat didikan dan asuhan dari cucu beiau yang bergelar Sunan Bonang. Diberitakan bahwa
nama Maulana Malik Ibrahim adalah Makdum Ibrahim Asmara, sehingga mungkin yang
disebutkan beliau berasal dari Arabia itu sesungguhnya berasal dari Samarkand.
Kemungkinan besar, sebutan Asmara merupakan kependekan dari kata Asmarakandi. Ini
merupakan kekeliruan dalam mengucapkan lafal Samarkand, yaitu nama sebuah kita di
Republik Uzbekistan (Widji Saksono,1995:24). Kemungkinan yang disebut terakhir ini
sepertinya perkiraan yang paling mendekati kebenaran daripada kemungkinan bahwa beliau
berasal dari Arab itu.
Perjuangan
Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa ialah didaerah
Jawa Timur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untuk
mengembangkan agama Islam. Adapun caranya yang pertama-tama ialah dengan mendekati
pergaulan dengan anak negeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian
akhlak, sebagaimana diajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya di dalam
pergaulan sehari-hari. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontan terhadap adat
istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masih memeluk agama Hindu dan
Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkan keindahan dan ketinggian ajaran-ajaran
dan didikan pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak anak negeri yang tertarik masuk
ke dalam agama Islam.
Beliau dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi. Meskipun beliau bukan
asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepada Masyarakat. Karena beliaulah yang mula
pertama memasukkan Islam ke tanah Jawa. Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk
pulau Jawa yang masih kebanyakan beragama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai
banyak yang memeluk agama agama Islam. Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya
dari kasta-kasta Waisya dan Syudra yang dapat diajak untuk memeluk agama Islam.
Sedangkan dari kasta Brahmana dan Ksatria pada umumnya tidak suka memeluk agama
Islam, bahkan tidak sedikit dari kalangan Brahmana yang lari sampai ke pulau Bali, serta
menetap disana. Akhirnya mempertahankan diri hingga sekarang, dan agama mereka
kemudian dikenal dengan sebutan Agama Hindu Bali. Apabila dikalangan kaum Brahmana
dan Ksatria tidak suka masuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti, karena bagi merekan
tentunya berat untuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra, yang
selama ini mereka hina.
4. Untuk mempersiapkan kader umat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan guna
menegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren
yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta melatih keras para siswa sebagai
calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam,
bertambah berat pula tuga dan pekerjaan beliau. Tentu saja orang-orang itu tidak dibiarkan
begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangan secukupnya sehingga keimanannya
menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh. Dalam sejarah, beliau dianggap sebagai
pejuang utama serta pelopor dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan besar pula
jassa beliau terhadap agama dan masyarakat (Solichin Salam,1979:24).
B. Sunan Ampel
Biografi
Raden Rahmat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel terkenal sebagai
salah seorang wali yang telah ikut menegakkan agama Islam. Beliau merupakan putra dari
Maulana Malik Ibrahim, ibunya adalah putri kedua Baginda Kiyan. Adapun kakak sulung
ibunya adalah Dewi Sasmitaouri permaisuri Prabu Kertawijaya atau Brawijaya I (1447-
1451), Baginda Majapahit. Kapan sunan Ampel dilahirkan, belum diperoleh buktinya. Hanya
tahun wafat pamannya, yang menurut perhitungan tahun pada makamnya ditulis 370 H, yaitu
1448/1449 M. Karena Sunan Ampel wafat sembilan belas tahun kemudian dari wafat
pamannya, berarti beliau wafat pada 1467 M (Widji Saksono,1995:27). Namun ada pula yang
mengatakan bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel ini dilahirkan kira-kira dalam tahun
1401 M, di Champa, sebgai putera raja Champa. Mengenai nama Champa ini berselisih
paham para ahli sejarah. Kalau menurut Encyclopaedia Van Nederlandesh Indie, Champa ini
suatu negeri kecil yang terletak di Kamboja (Indo Cina). Akan tetapu Raffles,mengatakan
bahwa Champa itu bukan di Kamboja , tetapi terletak di Aceh (Sumatera) yang sekarang
bernama : Jeumpa.
Perjuangan
Untuk memulai usahanya, maka Raden Rahmat membuka pondok pesantren Di
Ampeldenta dekat Surabaya. Ditempat inilah hendak dididiknya para pemuda-pemuda Islam
sebagai kader yang terdidik, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat diseluruh pulau
Jawa. Seperti yang kita ketahui, Raden Paku yang kemudian menjadi Sultan pertama dari
kerajaan Islam di Bintoro Demak, Raden Makdum Ibrahim (puteranya sendiri) yang
kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Bonang, Syarifuddin (puternya sendiri) yang
kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Drajat, Maulana Ishak yan pernah diutus ke daerah
Blambangan untuk mengIslamkan rakyat disana dan lain-lain pejuang Islam adalah bekas
murid Sunan Ampel.
Dan bukan menjadi rahasia lagi, bahwa Sunan Ampel lah yang menjadi perencana dari
kerajaan Islam pertama di Jawa yang beribu kota di Bintoro Demak, dengan mengangkat
Raden patah sebaga Sultannya yang pertama dengan gelar Sultan Alam Ali Fatah. Kerajaan
5. ini berkedudukan di Desa Glagah Wangi yang kemudian bertukar nama menjadi Bintoro
Demak, lota Demak sendiro terletak di sebelah kota Kudus.
Inilah jasa beliau yang besar. Semasa hidupnya beliau lah yang mendirikan masjid Agung
yang dibangun kira-kira pada tahun Saka 1401 atau kira-kira bertepatan dengan tahun masehi
1479. Akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa berdirinya masjid Demak adalah
berdasarkan candrasengkala yang berbunyi :
“KORI TRUS GUNANING JANMI” yang artinya ialah tahun Saka 1399 atau
bertepatan dengan tahun 1477 M.
Adapun berdirinya kerajaan Bintoro Demak bersengkala “GENI MATI SINIRAM
JANMI”, yang artinya api mati disiram orang (Solichin Salam,1979:28).
Dalam menyampaikan dakwahnya, awalnya adalah melakukan pembauran dengan
masyarakat akar rumput yang merupakan ttik sentral sasaran dakwahnya. Saat itulah
kecendikiaan dan intelektualitasnya benar-bentar teruji. Tentu bukn hal yang mudah bagi
seorang pendatang yang garus beradaptasi dengan kultur sosial di tempat yang sangat asing
dan tidak dikenal sebelumnya.
Namun dengan diplomasinya yang gemilang, Sunan Ampel berhasil mensejajarkan kaum
Muslimin dengan kalangan “elite” dalam kasta-kasta masyarakat dan pemerintahan
Majapahit. Pemerintah Majapahit pun sangat menghormati dan menghargai hak-hak dan
kewajiban orang Islam, bankan tidak sedikit dari punggawa kerajaan yang akhirnya memeluk
agama Islam (Anonim,2017).
Dan yang pertama beliau tidak langsung melarang mereka, melainkan memberikan
pengertian sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran ketauhidan, terutama terhadap
masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama. Apabila mereka sudah
mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam yaitu Allah SWT. , maka
dengan sendirinya mereka akan meninggalkan apa yang menjadi kepercayaan mereke
sebelumnya. Dakwah menarik yang pernah dilakukan Sunan Ampel adalah membagikan
dengan gratis kepada masyarakat kerajinan kipas yang dibuat dari akar tumbuh-tumbuhan
dan anyaman rotan. Mereka hanya menukarnya dengan dua kalimat syahadat.
Falsafah Moh Limo merupakan ajaran terkenal yang disampaikan Sunan Ampel, yaitu
menjauhi lima perkara yang tercela, di antaranya (Anonim,2016):
a) Moh Main, artinya tidak mau berjudi.
b) Moh Ngombe, artinya tidak mau mabuk-mabukkan.
c) Moh Maling, artinya tidak mau mencuri.
d) Moh Madat, artinya tidak mau menghisap ganja dan lain sebagainya yang sejenis.
e) Moh Madon, artinya tidak mau zina.
C. Sunan Bonang
Biografi
6. Raden Maulana Makdum Ibrahim, atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan
Bonang, adalah seorang putra dari Sunan Ampel. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel
dalam perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, seorang putri dari Arya Teja, salah
seorang Tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Menurut dugaan
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 M, serta wafat pada tahun 1525 M
(Solichin,1979:31). Berbicara tentang Sunan Bonang yang namanya didepannya, tercantum
kata-kata Maulana Makdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita di dalam Sejarah
Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah melayupun dahulu ada pula tersebut tentang
cendekiawan Islam yang memakai gear Makhdum, yaitu gelar yang lazim dipakai di India.
Kata atau gelar Makhdum ini, merupakan sinonim kata Maula atau Malauy gelar kepada
orang besar agama berasal dari kata Khodama Yakhdumu artinya orang yang harus
dikhidmati atau dihormati karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan di waktu
itu.
Perjuangan
Maulana Makdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan giat sekali menyebarkan agama
Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. Sebagaimana halnya
ayahnya, maka Sunan Bonangpun mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban untuk
mendidik serta melatih keras kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam
keseluruh tanah Jawa. Kono beliaulah yang menciptakan gending Dharma serta berusaha
mengganti nama-nama hari nahas/sial menurut kepercayaan Hindu, dan nama-nama dewa
Hindu diganti dengan nama-nama Malaikat serta Nabi-nabi. Hal ini dimaksudkan untuk lbih
mendekati hati rakyat guna diajak masuk agama Islam. Di masa hidupnya, beliau juga
termasuk penyokong dari kerajaan Islam Demak, serta ikut pula membantu mendirikan
masjid agung di kota Bintoro Demak. Sunan Bonang adalah wali yang amat berjasa
mengubah jalan hidup Raden Syahid dari lingkaran kehidupan yang sesat kepada jalan yang
benar. Beliau pulalah yang membimbing ningrat itu dalam keagamaan sehingga Raden
Syahid yang semula dikabarkan sebagai penjahat besar, dinobatkan menjadi sorang wali yang
taat lagi mahsyur yaitu Sunan Kalijaga (Widji,1995:30).
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk
menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang
adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul
dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau
adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau
bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya. Setiap Raden Makdum Ibrahim
membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak
sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-
tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang
dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan
saja ajaran agama Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum
Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk
7. sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan. Murid-murid
Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean,
Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam
berdak Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya
sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh keindahan
dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan
Universitas Leiden, Belanda.
Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf) atau
tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar
atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa
disebut wirid (Anonim,2012), maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
Pada masa hidupnya dikatakan, bahwa Sunan Bonang itu pernah belajar ke Pasai.
Sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan
bangsawan dari kraton Majapahit, serta mempergunakan Demak sebagai tempat berkumpul
bagi para murid-muridnya. Sunan Bonang perjuangannya diarahkan kepada menanamkan
pengaruh kedalam. Siasat dari Sunan bonang ialah memberi didikan Islam kepada R. Patah
putera dari Brawijaya V, dari kerajaan Majapahit, dan menyediakan Demak sebagai tempat
untuk mendirikan negara Islam, adalah tampak bersifat politis dan Sunan Bonang rupanya
berhasil mewujudkan cita-citanya mendirikan kerajaan Islam di Demak. Hanya sayang sekali
harapan beliau agar supaya Demak dapat menjadi pusat agama Islam untuk selama-lamanya
kiranya tidak berhasil.
D. Sunan Giri
Biografi
Dikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul
Yaqin dan Joko Samudra adalah nama salah seorang Wali Songo yang berkedudukan di desa
Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun Saka
Candra Sengkala “Jalmo orek werdaning ratu” (1365 Saka). dan wafat pada tahun Saka
Candra Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” (1428 Saka) di desa Giri, Kebomas, Gresik
(Anonim,2010).
Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari
Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah
Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahiran Sunan Giri ini dianggap
rakyat Blambangan sebagai pembawa kutukan berupa wabah penyakit di kerajaan
Blambangan. Kelahiran Sunan Giri disambut Prabu Menak Sembuyu dengan membuatkan
peti terbuat dari besi untuk tempat bayi dan memerintahkan kepada para pengawal kerajaan
untuk menghanyutkannya ke laut.
Berita itupun tak lama terdengar oleh Dewi Sekardaru. Dewi Sekardadu berlari mengejar bayi
yang barusaja dilahirkannya. Siang dan malam menyusuri pantai dengan tidak memikirkan
lagi akan nasib dirinya. Dewi Sekardadupun meninggal dalam pencariannya.
8. Peti besi berisi bayi itu terombang-ambing ombak laut terbawa hinga ke tengah laut. Peti itu
bercahaya berkilauan laksana kapal kecil di tengah laut. Tak ayal cahaya itu terlihat oleh
sekelompok awak kapal (pelaut) yang hendak berdagang ke pulau Bali. Awak kapal itu
kemudian menghampiri, mengambil dan membukanya peti yang bersinar itu. Awak kapal
terkejut setelah tahu bahwa isi dari peti itu adalah bayi laki-laki yang molek dan bercahaya.
Awak kapalpun memutar haluan, kembali pulang ke Gresik untuk memberikan temuannya itu
kepada Nyai Gede Pinatih seorang saudagar perempuan di Gresik sebagai pemilik kapal.
Nyai Gede Pinatih keheranan dan sangat menyukai bayi itu dan mengangkanya sebagai anak
dengan memberikan nama Joko Samudra.
Saat mulai remaja diusianya yang 12 tahun, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk
berguru ilmu agama kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) atas permintaannya sendiri. Tak
berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid
kesayangannya itu. Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang),
untuk mendalami ajaran Islam di Pasai sebelum menunaikan keinginannya untuk
melaksanakan ibadah Haji. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah
ayahnya sendiri. Di sinilah, Joko Samudra mengetahui cerita mengenai jalan hidup masa
kecilnya.
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden
'Ainul Yaqin diperintahkan gurunya yang tak lain adalah ayahnya sendiri itu untuk kembali
ke Jawa untuk mengembangkan ajaran islam di tanah Jawa. Dengan berbekal segumpal tanah
yang diberikan oleh ayahandanya sebagai contoh tempat yang diinginkannya, Raden ‘Ainul
Yaqin berkelana untuk mencari dimana letak tanah yang sama dengan tanah yang diberikan
oleh ayahanya. Dengan bertafakkur dan meminta pertolongan serta petunjuk dari Allah SWT.
maka petunjuk itupun datang dengan adanya bukit yang bercahaya. Maka didatangilah bukit
itu dan di lihat kesamaanya dan ternyata memang benar-benar sama dengan tanah yang
diberikan oleh ayahnya. Perbukitan itulah yang kemudian ditempati untuk mendirikan sebuah
pesantren Giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas, Gresik pada tahun Saka
nuju tahun Jawi Sinong milir (1403 Saka). Pesantren ini merupakan pondok pesantren
pertama yang ada di kota Gresik. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia
dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
Perjuangan
Sekembalinya Sunan giri ke tanah Jawa seusai menunaikan ibadah haji, beliau
mengajarkan agama Islam menurut bakatnya, Sunan Giri mengadakan tempat berkumpul
yang disebut pondok pesantrennya ialah di Giri, dimana murid-muridnya terdiri dari orang-
orang kecil (rakyat jelata). Sungguh amat besar jasa Sunan Giri semasa hidupnya, karena
beliaulah yang mengirim utusan keluar Jawa. Mereka terdiri dari pelajar, saudagar, dan
nelayan. Mereka dikirim oleh Sunan Giri ke pulau Madura, juga ke Bawean, dan Kangean,
bahkan sampai ke Ternate, dan Haruku di kepulauan Maluku. Amat besar pengaruh Sunan
Giri terhadap jalannya roda pemerintahan di kerajaan Islam Demak. Sehingga sesuatu soal
penting senantiasa menantikan sikap dan keputusan yang diambil oleh Sunan Giri. Oleh para
wali lainnya, beliau dihormati serta disegani.
9. Pada waktu dahulu Giri adalah sumber ilmu keagamaan, dan termahsyur diseluruh tanah
Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru, baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah
banyak yang pergi untuk berguru kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang menciptakan
gending Asmaradana dan Pucung. Daerah penyiarannya sampai ke Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara dan Madura, menurut setengah riwayat, bahwa Sunan Giri yang menghukum Syekh
Siti Jenar, karena mengajarkan ilmu yang berbahaya pada rakyat. Sunan Giri adalah terhitung
seorang ahli pendidik yang berjiwa demokratis. Beliau mendidik anak-anak dengan jalan
membuat bermacam-macam permainan yang berjiwa agama. Seperti misalnya: Jelungan,
Jamuran, Gendi Gerit, Jor, Gula Ganti, Cublak-cublak Suweng, Ilir-ilir dan sebagainya. Akan
tetapi menginga bahwa diantara wali sanga, Sunan Giri yang terkena sebagai seorang
pendidik yang gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan bahwa lagu
tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti ialah bahwa tembang tersebut
adalah ciptaan pada jaman wali (Solichin Salam,1979:37).
Sesudah beliau wafat, kemudian dimakamkan diatas bukit Giri (Gresik). Setelah Sunan Giri
meninggal dunia, berturut-turut digantikan oleh Sunan Delem, Sunan Sedam Margi, Sunan
Prapen. Saat Sunan Prapen pada tahun 1597 M, wafat beliau digantikan Sunan Kawis Guwa,
kemudian setelah Sunan Kawis Guwa wafat diganti oleh Panembahan Agung. Pada tahun
1638 M, Panembahan Agung diganti oleh Panembahan Mas Witana Sideng Rana. Beliau
wafat pada tahun 1660 M. Kemudian atas perintah Sunan Amangkurat I, Pangeran Puspa Ira
(Singonegoro) ditempatkan di Giri. Mulai saat Sunan Amangkurat II memegang kendali
pemerintahan, Giri dan Gresik mengalami perubahan yang tidak sedikit. Akibat daripada
serangan Amangkurat II yang dibantu oleh kompeni akhirnya 27 April 1680 jatuhlah
kekuasaan Pangeran Giri ke tangan Amangkurat II. Semenjak itu Giri cahayanya mulai
pudar, hanya tinggal kenangan-kenangan dalam sejarah kebangunan Islam di tanah Jawa.
E. Sunan Drajat
Biografi
Sunan Drajat adalah salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di pulau
Jawa, ia menyebarkan Agama Islam di wilayah Jwa bagian timur. Sunan Drajat diperkirakan
lahir pada tahun 1470 Masehi. Nama "Drajat" diambil dari nama desa Drajat di Kabupaten
Lamongan tempat beliau berdakwah. Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian
mendapat gelar Raden Syarifudin.
Sunan Drajat atau raden Qosim adalah putra Sunan Ampel yang terkenal dengan
kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama Islam di desa
Drajat sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan
Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520
masehi. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad
XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai
otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.
10. Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperhatikan
nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru
memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja
keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk
mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi. Sebagai penghargaan atas keberhasilannya
menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan
kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari
Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Perjuangan
Pada suatu ketika, ayah dari Raden Qasim menyuruh putranya untuk berdakwah
seperti kakaknya. Namun Raden Qasim tidak langsung menerima perintah ayahnya karena
Qasim hanya ingin membantu kakaknya. Kemudian ayah mencari cara agar putranya Qasim
berani berdakwah sendiri. Ayah menyarankan Qasim untuk berdakwah di Jawa bagian timur.
Tapi Qasim menolaknya karena Qasim merasa berat jika ke daerah timur yang masih kental
akan ajaran Hindu. Kemudian ayah memberi Qasim hak untuk memilih tempat dimana dia
ingin berdakwah selain membantu kakaknya. Setelah berfikir panjang, Qasim memutuskan
ingin berdakwah di daerah Surabaya, khususnya di Tuban. Namun sekali lagi ayah
menyarankan Qasim untuk berdakwah di sekitar pesisir utara Gresik dan Tuban. Akhirnya
Qasim menerima perintah ayahnya untuk berdakwah di tempat yang telah disetujui.
Kemudian Raden Qasim bersama para santri menuju ke Gresik untuk melaksanakan
tugasnya. Sebelum sampai di Gresik, Sunan Drajat bersilahturahmi kepada Sunan Giri. Dia
memberitahu kepada Sunan Giri bahwa dia diutus ayahnya untuk berdakwah di daerah pesisir
utara. Sunan Giri sangat senang mendengar bahwa Raden Qasim diutus untuk berdakwah ke
pesisir utara. Kemudian Sunan Giri memberikan beberapa nasehat agar kedatangannya dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat pesisir utara.
Sunan Drajat kemudian melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa hari akhirnya Sunan
Drajat sampai di pesisir pantai dan bertemu dengan nelayan yang sedang melaut. Sunan
Drajat menjelaskan berbagai macam jenis ikan yang bisa dimakan dan ikan yang berbahaya
jika dimakan. Setelah mendengar penjelasan dari Sunan Drajat, para nelayan akhirnya
mengerti dan percaya apa yang dikatakan oleh Sunan Drajat. Disinilah Sunan Drajat mulai
percaya diri untuk berdakwah di Gresik yang masih kental dengan agama Hindu.
Setelah melakukan perjalanan jauh, akhirnya Raden Qasim sampai di sebuah desa yang
bernama desa Drajat. Raden Qasim kemudian menjadikan pusat dakwahnya di daerah ini.Di
desa Drajat banyak kegiatan-kegiatan islami yang membuat masyarakat Hindu penasaran dan
ingin tahu apa yang dilakukan Sunan Drajat bersama santri-santrinya. Sehingga dengan
kecerdasan Sunan Drajat masyarakat Hindu mempu tertarik dengan metode dakwah Sunan
Drajat yang memakai tembang Pangkur sebagai andalannya.
11. Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke
tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap
tangga tersebut sebagai berikut ( Anonim1 ):
Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang lain)
Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan
waspada)
Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk
mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem-peroleh keheningan dan
dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat
lima waktu)
Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé,
Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan
(Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya-rakat yang
miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang
yang menderita)
Sunan Drajat meninggal tahun 1522 Masehi. Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad,
kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah
dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya
peninggalan beliau di bidang kesenian.
F. Sunan Kalijaga
Biografi
R.M. Syahid atau yang kemudian bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga dilahirkan
sekitar tahun 1450 M adalah putera Ki Tumenggung Wilatikta (Arya Wilatikta), bupati
Tuban. Ada pula yang megatakan, bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah R. Sahur
Tumenggung Wilatikta, dikatakan dalam riwayat, bahwa dalam perkawinannya dengan Dewi
Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang anak yakni R. Umar Said (
Sunan Muria), Dewi Rukayah, Dewi Sofiah ( Solichin Salam,1979:42 ).
Ayah Raden Syahid adalah Arya Wilatikta. Ayah Raden adalah salah satu keturunan dari
pemberontak Majapahit dan Ronggolawe. Adipati Arya Wilatikta sudah masuk Islam
sebelum Raden dilahirkan. Meskipun beragama Islam, Arya masih saja bertindak kejam
dan sangat arogan kepada pemerintahan Majapahit yang masih menganut kepercayaan
Hindu. Ia juga menerapkan pajak yang tinggi kepada masyarakat. Karena tingkah ayahnya
seperti itu, Raden Said selalu melawan kebijakan-kebijakan ayahnya. Perlawanan Raden
12. Syahid sampai-sampai membuat ayahnya marah. Raden Syahid membongkar lumbung padi
yang digelapkan ayahnya dan membagi-bagikan padi kepada masyarakat.
Ayah Raden kemudian menggelar sidang untuk mengadili Raden. Berbagai macam
pertanyaan dilontarkan kepada Raden Syahid. Raden Syahid sangat senang sekali karena
ditanya mengapa Raden melakukan perbuatan seperti itu. Ini menjadi kesempatan Raden
untuk meluruskan kelakuan ayahnya. Raden mengatakan bahwa perlakuan ayah terhadap
masyarakat sangat menentang ajaran Islam. Karena ayah menyimpan lumbung padi sangat
banyak sementara itu rakyat disini sedang mengalami kelaparan. Arya tidak menerima
alasan anaknya karena menganggap Raden meggurui ayahnya sendiri. Oleh karena itu,
Raden kemudian diusir dari istana Kadipaten dan memberi tantangan kepada anaknya.
Raden boleh pulang jika dia mampu mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada seluruh rakyat
Tuban.
Setelah diusir dari istana, Raden Syahid ternyata berubah haluan menjadi seorang
perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan timur. Walau seorang perampok, Raden
masih memilih korban yang tergolong kaya dan tidak mau mengeluarkan zakat dan tidak
mau bersedekah kepada sesama ( Anonim2 ).
Diantara para wali sembilan, beliau terkenal wali yang berjiwa besar. Seorang pemimpn
pejuang, mubaligh, pujangga dan filosuf. Daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena beliau
adalah terhitung seorang “Reizende Muballigh” (Mubalik Keliling). Jika beliau bertabligh,
senantiasa diikuti para kaum ningrat dan sarjana.
Perjuangannya
Pada saat giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka
Sunan Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan
syiar dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa. Beliau termasuk kalangan mereka
para wali yang masih muda, tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan
dan ilmu-ilmu yang dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila
dibandingkan dengan yang lainnya.
Ternyata Sunan Kalijaga di dalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus
dan bimbingan yang diberikan oleh para sesepuh Walisongo, misalnya bimbingan yang
diberikan oleh Sunan Ampel dan Sunan Bonang disamping dari pihak kesultanan Patah di
daerah-daerah yang rawan tata krama, rawan tata susila dan masih kuat dipengaruhi oleh
kepercayaan-kepercayaan agama Hindu dan Budha serta masih melakukan kebiasaan-
kebiasaan warisan nenek moyang mereka. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar
membanting tulang tidak hanya melakukan dakwah di suatu daerah saja, melainkan hilir
mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam terus melakukan tugas itu. Beliau
terus keliling dari daerah satu ke daerah yang lainnya, sehingga terkenal sebagai “muballigh
keliling” ( Imron,1992:13) atau Da’i keliling, ulama besar, seorang wali yang memiliki
karisma tersendiri diantara wali-wali yang lain, paling terkenal di berbagai lapisan
masyarakat apalagi kalangan bawah. Ia di sebagian tempat juga dikenal bernama “Syeh
Malaya”.
Ia dapat dikatakan sebagai ahli budaya, misalnya : pengenalan agama secara luwes tanpa
menghilangkan adat-istiadat / kesenian daerah (adat lama yang ia beri warna Islami),
13. menciptakan baju taqwa (lalu disempurnakan oleh Sultan Agung dengan Dandanggulo dan
Dandanggula Semarangan, menciptakan lagu lir-ilir yang sampai saat ini masih akrab di
kalangan sebagian besar orang Jawa, pencipta seni ukir bermotif daun-daunan,
memerintahkan sang murid bernama Sunan Bayat untuk membuat bedug di masjid guna
mengerjakan shalat berjamaah, acara ritual berupa gerebeg Maulud yang asalnya dari tabligh
atau pengajian akbar yang diselenggarakan di Masjid Demak untuk memperingati Maulud
Nabi, menciptakan Gong sekaten bernama asli Gang Syahadatain (dua kalimah syahadat)
yang jika dipukul akan berbunyi dan bermakna bahwa “mumpung masih hidup agar
berkumpul masuk agama Islam”, pencipta wayang kulit di atas kulit kambing, sebagai dalang
(dari kata dalla’ yang berarti menunjukkan jalan yang benar), wayang kulit dengan beberapa
cerita yang ia senangi yaitu antara lain jimat kalimasada dan dewa ruci serta petruk jadi raja
dan wahyu widayat, serta sebagai ahli kata-kata seperti misalnya pengaturan istana atau
kabupaten dengan alun-alun serta pohon beringin dan masjid.
Diantara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar,
seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi, daerah operasinya tidak terbatas, oleh
karena itu beliau adalah terhitung seorang mubaligh keliling (“reizendle mubaligh”). Jikalau
beliau bertabligh, senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana.
Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau. Karena caranya beliau
menyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan aliran zaman Sunan Kalijaga adalah
seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan berpandangan jauh serta
berperasaan dalam semasa hidupnya, Sunan Kalijaga terhitung seorang wali yang ternama
serta disegani, beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-
cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan.
Dalam cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an, hal ini
dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal
kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau tegasnya Syiwa Budha, atau
dengan kata lain, masyarakat masih memegang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.
Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan dan beberapa
cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga sebagai salah
seorang mubaligh memeras otak, mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat
istiadat lama dengan ajaran-ajaran Islam asimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana adalah
berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam mengembangkan agama Islam
disini.
Sedang menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudah konferensi besar para wali, di
serambi masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana
(bahasa Jawa : terbangan) menurut seni arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak
disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat Jawa. Maka
gamelan yang telah dipesan itupun ditempatkan di atas pagengan yaitu sebuah tarub yang
tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasi beraneka macam bunga-bungaan
14. yang indah, gapura masjid pun dihiasi pula, sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk
berkunjung di sana.
Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para wali
memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya, uraian-uraiannya diberikan
dengan gaya bahasa yang menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertarik untuk
masuk ke dalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang di tabuh, artinya dibunyikan
itu dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid. Akan tetapi terlebih dahulu harus
mengambil air wudlu di kolam masjid melalui pintu gapura. Upacara yang demikian ini
mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang siapa yang telah mengucapkan dua
kalimat syahadat kemudian masuk ke dalam masjid melalui gapura (dari bahasa Arab
Ghapura), maka berarti bahwa segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan
Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik” berbasis salaf bukan sufi panteistik
(pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan
menjauh jika di serang pendiriannya. Maka harus didekati secara bertahap; mengikuti sambil
mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya
kebiasaan lama akan hilang.
G. Sunan Kudus
Biografi
Ja’far Sodiq, atau yang lebih deikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putera dari R.
Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipangpanolan, ada yang
mengatakan letaknya disebelah utara kota Blora ( Solichin, 1979:47 ). Lahir pada 9
September 1400M/ 808 H. Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama
Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga
ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima
Perang.
Menurut cerita rakyat Sunan Kudus adalah cucu Sunan Ampel. Ada yang mengatakan bahwa
beliau keturunan orang Persia ,tetapi ada juga yang menyatakan beliau itu orang Jawa asli.
Jika mengingat pengaruhnya yang sampai sekarang masih besar di kalangan masyarakat
Kudus, yaitu mempunyai jiwa dagang, maka menurut dugaan Sunan Kudus itu adalah
keturunan Persia atau setidak –tidaknya dari Pasai.
Sunan Kudus memiliki sifat gagah berani sebagai seorang panglima perang, beliaulah yang
menggatikan ayahnya memimpin ekpedisi ke Jawa Timur ,setelah ayahnya gugur di medan
pertempuran. Sunan Kudus adalah ulama fiqih yang sangat ketat memegangi syariat dalam
cara berfikirnya dan tegas dalam bertindak menghadapi penyelewengan .
Diriwayatkan, beliaulah yang banyak mengambil peranan dalam bidang para wali yang
dikuasakan oleh Sultan Demak mengadili Syaiq Siti Jenar. Memang Siti Jenar sebagai
seorang sufi dan Sunan Kudus terkenal oleh faqih (ahli fiqif ) yang kuat syairatnya , sudah
15. barang tentu memiliki pandangan hidup dan tinjauan terhadap berbagai persoalan yang sangat
jauh berbeda .
Sunan Kudus menyiarkan agama islam seperti para wali yang lain yaitu dengan
kebijaksanaan, tidak memakai kekerasan atau paksaan. Dintaranya caranya dapat disebutkan
misalnya; melarang untuk memotong binatang yang dianggap suci bagi agama Hindu,
menggunakan elemen–elemnen bangunan candi Hindu untuk bangunan masjid makam,
menciptakan gending Maskumambang dan Mijil. Dengan cara demikian Sunan Kudus
mengajarkan agama islam kepada mereka dan lambat laun dengan kemauanya sendiri para
penganut agama Hindu ini kemudian masuk islam ( Solichin Salam, 1960:13 ).
Perjuangan
a. Kondisi masyarakat Jawa pada masa Walisanga
Situasi masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam termasuk di daerah Kudus,
kehidupannya banyak dipengaruhi oleh system kasta atau perbedaan golongan kelas,
sehingga kehidupan masyarakatnya terpecah-pecah. Maka setelah Islam datang ke tanah
Jawa, secara bertahap perbedaan kasta itu mulai terkikis dan hak asasi manusia mulai
mendapat tempat secara lebih layak, meski harus melalui proses yang panjang sehinga harkat
dan martabat umat semakin terangkat ( Nur Said, 2010:54-57 ).
Dalam sejarahnya, kehadiran Islam di Jawa tidak lepas dari peran sejumlah wali yang
dikenal dengan Walisanga. Walisanga merupakan pelopor dan pemimpin dakwah Islam di
Nusantara atau khusunya di Jawa. Perintis pertama adalah Syaikh Maulana Malk Ibrahim.
Walisanga telah berhasil merekrut dan mengkader murid-muridnya untuk menjalankan
dakwah Islam di Nusantara sejak abad 15. Walisanga terdiri dari Sembilan wali yaitu ;
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Drajad, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.
Hanya sembilan wali yang sampai sekarang banyak dikenal masyarakat, hal itu
dikarenakan hanya sembilan wali yang benar-benar sebagai pelopor dakwah Islam di
daerahnya masing-masing dan paling mendapat pengakuan dari masyarakat. Hal tersebut
ditunjukkan antara lain dengan berbagai peninggalan benda cagar budaya, seperti masjid,
menara, makam kramat, dan benda-benda lain yang bernafaskan Islam seperti Tasbih, bedug,
surban dan sebagainya.
Secara garis besar dalam menjalankan dakwahnya walisanga melalui jalan damai
dengan strategi rekonsiliasi dengan nilai, kebiasaan dan budaya lokal. Walisanga telah
mendudukkan posisinya sebagai agen unik di Jawa yang mampu mengkombinasikan aspek
spiritual yang sacral dengan aspek secular yang profane dalam menyiarkan Islam sehingga
mengkonstitusi dalam bentuk Islam yang sufisme. Sufisme yang begitu toleran terhadap
tradisi Jawa serta memodifikasinya di bawah bendera Islam, kenyataannya diikuti oleh para
tokoh di masyarakat pesisir utara Jawa, termasuk Sunan Kudus. Apalagi di Kudus yang
secara nyata merupakan daerah yang menjadi pusat dakwah dua wali sekaligus yaitu Sunan
16. Kudus dan Sunan Muria. Oleh karena itu konstruksi islam di Kudus dalam perjalanannya
tidak lepas dari peran tokoh Sunan Kudus itu sendiri ( Nur Said, 2010:54-5 ).
b. Strategi dakwah Sunan Kudus
Secara umum metode dakwah walisanga dikenal dengan pendekatan kultural sehingga
memberikan watak islam yang ramah, damai, dan toleran, namun masing-masing wali
memiliki keunikan tersendiri sejalan dengan watak sosial dan budaya daerah yang disinggahi
oleh para wali. Mengenai strategi dakwah Sunan Kudus, akan dijelaskan sebagai berikut ;
1. Pendekatan struktural dakwah Sunan Kudus
Dalam struktur “Dewan Wali” menurut kitab walisanga karangan Sunan Giri, Sunan Kudus
dipercaya sebagai Panglima perang di Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus juga dikenal
sebagai “eksekutor” ketika terjadi ketetapan hokum atas sebuah masalah yang diputuskan
oleh Dewan Walisanga. Hal itu terjadi ketika Syaikh Siti Jenar karena dianggap menyimpang
atau membelot dari ajaran walisanga, sehingga dianggap akan menyesatkan umat yang baru
saja memeluk Islam. Maka Syeikh Siti Jenar mendapatkan putusan hukuman mati. Eksekutor
dalam hukuman ini diserahkan kepada Sunan Kudus. Meskipun pada akhirnya Syaikh Siti
Jenar memilih sendiri caranya untuk mati ( Nur Said, 2010:58 )
Strategi dakwah Sunan Kudus yang menggunakan pendekatan struktural yaitu dengan
cara mengislamkan penguasa atau ikut terlibat dalam pendirian kekuasan baru, seperti
kesultanan Demak dan Cirebon. Sunan Kudus turut terlibat sebagai senopati di Kasultanan
Demak.
2. Pendekatan kultural dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus sejak memulai dakwahnya di Kudus enam abad yang lalu melalui jalur
pendekatan kultural. Beberapa model dakwah Sunan Kudus yang mengedepankan
pendekatan cultural akan dijelaskan sebagai berikut ;
Menciptakan ruang budaya
Langkah pertama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus ketika memulai gerakannya
adalah membangun masjid. Meskipun pada awalnya dalam bentuk yang sederhana, dalam
perspektif budaya Sunan Kudus sebenarnya sudah sadar akan pentingnya ruang budaya
dalam melakukan transformasi sosial. Masjid dalam hal ini menjadi semacam nilai simbolik
babak baru dalam melakukan transmisi nilai, meski dari segi struktur bentuk masjid masih
tetap memperhatikan budaya lokal yang mirip bangunan pura, tempat ibadah bagi umat
Hindu.
Akulturasi
Pola akulturasi sangat kental dalam strategi dakwah Sunan Kudus, beliau mencoba membawa
unsur-unsur budaya baru yang sarat dengan muatan islami, namun tetap mempertahankan
unsur-unsur budaya lama yang melekat dalam masyarakat Kudus saat itu (Nur Said,
2010:68).
17. Jauh sebelum kehadiran islam yang dibawa oleh sunan kudus kebanyakan masyarakat
memiliki kepercayaan yang cenderung bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat
dibangun denganm system kasta atau perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan
masyarakat cenderung diskriminatis, tidak adil pada saatt itu. Manifestasi yang suci
diwujutkan dalam bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang dianggap memiliki
nilai sakral. Yang menonjol aalah mempercayai adanya banyak tuhan (politeisme).
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan agama islam yang menekankan
aspek tauhid (monoteisme), jelas sangat bertolak belakang dengan ajaran masayarakat
setempat. Ini merupakan tantangan berat bagi sunan kudus. Maka denganm penuh bijaksana
sunan kudus tidak secara frontal menyampaikan ajaran islam tersebut kepada mereka.
Akulturasi islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang ditawarkan oleh sunan
kudus.
H. Sunan Muria
Biografi
Raden Umar Said atau Raden Said yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria
adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Dalam riwayat
dikatakan, bahwa beliau adalah putera dari Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah R.
Prawoto. Dalam perkawinannya, dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung, jadi kakak
dari Sunan Kudus, Sunan Muria memperoleh seorang putra yang diberi nama Pangeran Santri
dan kemudian mendapat julukan dengan Sunan Ngadilangu (Solichin Salam, 1979:54)
Satu versi menyebutkan, Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Ahli sejarah A.M.
Noertjahjo (1974) dan Solihin Salam (1964, 1974) yakin dengan versi ini. Berdasarkan
penelusuran mereka, pernikahan Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Is-haq
memperoleh tiga anak, yakni Sunan Muria, Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah. Versi lain
memaparkan, Sunan Muria adalah putra Raden Usman Haji alias Sunan Ngudung. Karya R.
Darmowasito, Pustoko Darah Agung, yang berisi sejarah dan silsilah wali dan raja-raja Jawa,
menyebutkan Sunan Muria sebagai putra Raden Usman Haji. Bahkan ada juga yang
menyebutnya keturunan Tionghoa.
Dalam bukunya, Runtuhnya Kerajaan Hindhu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara (1968), Prof. Dr. Slamet Muljana menyebutkan ayah Sunan Muria, Sunan
Kalijaga, tak lain seorang kapitan Tionghoa bernama Gan Sie Cang. Sunan Muria disebut
''tak pandai berbahasa Tionghoa karena berbaur dengan suku Jawa''. Slamet mengacu pada
naskah kuno yang ditemukan di Klenteng Sam Po Kong, Semarang, pada 1928. Pemerintahan
Orde Baru ketika itu khawatir penemuan Slamet ini mengundang perhatian. Akibatnya, karya
Slamet itu masuk dalam daftar buku yang dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Sayang
sekali, belum ada telah mendalam mengenai berbagai versi itu.
Perjuangannya
Sunan Muria juga terhitung salah seorang penyokong dari kerajaan Bintoro yang setia,
disamping ikut pula mendirikan masjid Demak. Semasa hidupnya dalam menjalankan
18. dakwah keislaman, yang menjadi daerah operasinya terutama adalah di desa-desa yang jauh
dari kota pusat keramaian. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa,
bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat
jelata tentang agama Islam disepanjang lereng gunung Muria yang terletak 18 km, jauhnya
sebelah utara kota Kudus sekarang (Solichin Salam, 1979:54).
Dari berbagai versi itu, tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah.
Gayanya ''moderat'', mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi
kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota
keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya. Hanya, tradisi berbau
klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau
salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta
macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang
sampai sekarang masih lestari. Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya
mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat
jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai
lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara.
Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka
berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Sasaran
dakwah dari Sunan Muria adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia adalah
satu-atunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat
dakwah untuk menyampaikan islam. Keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang
dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah
dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang
mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria
berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil
dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua meliputi
Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria
karena tinggal di gunung Muria. Sampai kini, kompleks makam Sunan Muria, yang terletak
di Desa Colo, tak pernah sepi dari penziarah. Dalam seharinya tempat tersebut dikunjungi tak
kurang dari 15.000 penziarah (Muhammad Nurdin, 2014).
I. Sunan Gunung Jati
Biografi
Hingga kini, tokoh Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung
Jati dianggap debagai tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat dan penegak kekuasaan
Islam pertama di Cirebon. Dialah tokoh suci dan panutan umat Islam yang diakui telah
menurunkan para sultan Cirebon. Citranya sebagai sultan yang menurunkan para sultan
Cirebon dan juga para sultan Banten serta sebagai penyebar agama Islam di Jawa Barat yang
19. layak dihormati dan pantas diteladani terlihat dari penghormatan para peziarah yang hampir
setiap hari mengunjungi makamnya (Dadan Wildan, 2003:1)
Semasa muda, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan Baghdad untuk menuntut ilmu. Di
Makkah ia belajar selama empat tahun, dan berguru kepada Syekh Tajudin al-Kubri serta
Syekh Ataullahi Sadzili. Sementara di Baghdad ia belajar tasawuf . Ketika Syarif
Hidayatullah berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 TU, ia kembali ke tanah Jawa dan
bermukim di Caruban dekat Cirebon. Di Cirebon, Syarif Hidayatullah kemudian menikah
dengan Nyi Ratu Pakungwati puteri dari Pangeran Cakrabuana, penguasa Cirebon. Setelah
Pangeran Cakrabuana berusia lanjut, kekuasaan atas negeri Cirebon diserahkan kepada
menantunya, yaitu Syarif Hidayatullah dan diberi gelar Susuhunan atau Sunan
Menurut keterangan beberapa ahli, beliau berasal dari Pasei, seneleah utara Aceh. Akan tetapi
ada juga yang mengatakan, bahwa beliau berasal serta mempunyai darah keturunan Persia.
Masa kelahirannya belum diketahui pasti. Hanya yang jelas, beliau dilahirkan di Pasei. Ada
yang mengatakan juga, beliau itu putera dari raja Mekkah (Arab) yang kawin dengan puteri
Pejajaran (Sunda). Mengenai namanya pun terdapat kesatuan pendapat dinatara para ahli
sejarah. Sunan Gunung Jati namanya banyak, diantaranya ialah :
“Muhammad Nuruddin, Syekh Nurullah, Sayyid Kamil, Bulqiyyah, Syekh
Madzkurullah, Syarif Hidayatullah, Makhdum Jati”
Sedangkan menurut babad-babad, namanya Sunan Gunung Jati sngat panjang. Yaitu Syekh
Nuruddin Ibrahim Ibnu Israil, Said Kamil, Maulana Syekh Makhdun Rahmatullah, dan
kemudian itu digelarkan dengan sebutan Sunan Gunung Jati (Solichin Salam, 1979:56).
Perjuangannya
Pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk
mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tapi
tidak mau. Mesti Prabu Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya
menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan
perjalanan ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya
saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu.
Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh adipati Banten. Bahkan Syarif
Hidayatullah dijodohkan dengan putri Adipati Banten yang bernama Nyi Kawungten. Dari
perkawinan inilah kemudian Syarif Hidayatullah di karuniai seorang orang putra
yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking. Dalam menyebarkan agama Islam di
Tanah Jawa, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati tidak bekerja sendirian, beliau
sering ikut bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan
disebutkan beliau juga membantu berdirinya Masjid Demak. Dari pergaulannya dengan
Sultan Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan
Pakungwati dan ia memproklamirkan diri sebagai Raja yang pertama dengan gelar Sultan.
20. Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran
yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini dianggap sebagai
pembangkangan oleh Raja Pajajaran. Raja Pajajaran tak peduli siapa yang berdiri di balik
Kesultanan Cirebon itu maka dikirimkannya pasukan prajurit pilihan yang dipimpin oleh Ki
Jagabaya. Tugas mereka adalah menangkap Syarif Hidayatullah yang dianggap lancang
mengangkat diri sebagai raja tandingan Pajajaran. Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya
dan anak buahnya malah tidak kembali ke Pajajaran, mereka masuk Islam dan menjadi
pengikut Syarif Hidayayullah.
Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besar
pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti; Surantaka, Japura, Wana Giri,
Telaga dan lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Kasultanan Cirebon. Lebih-lebih
dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah pengaruh Kasultanan
Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan.
Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan
Pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara
Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Djati pernah diundang ke negeri Cina dan menikah dengan putri
Kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien. Kaisar Cina yang pada saat itu dari dinasti Ming
juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik
antara Cirebon dan negeri Cina, hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk
dimanfaatkan dalam dunia perdagangan (Risqa Fuji, 2015).
Adapun peranan Sunan Gunung Djati sama seperti para Wali Songo yang lainnya, yaitu:
Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum banyak
mengenal ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama Islam
di masa hidupnya.
Sebagai orang yang ahli di bidang agama Islam.
Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah
kepada-Nya sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
Sebagai pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing, yang
mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat Islam.
Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para
muridnya.
Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.
21. Kesimpulan
Dari hasil dakwah Walisongo, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka telah berhasil
mengakhiri zaman Syiwa-Buddha untuk menggantikannya dengan zaman Islam. Syiwa-
Buddha yang selama lima belas abad memegang peranan penting diatas panggung sejarah
dan kebudayaan Indonesia dapat digantikan oleh peranan Islam. Lakon Hindu-Buddha telah
dibuat tamat riwayatnya untuk diganti dengan lakon baru yang dibawakan oleh Walisongo
dengan mengambil cerita dari Al Quran dan Hadits.
Sukses dakwah dan perjuangan Walisongo terjadi lantaran faktor kepribadian mereka,
disamping karena factor Islam sebagai agama yang telah membuktikan dirinya penuh gaya
difusi yang keras, vitalitas yang ulet, dan penuh dengan semangat dan kegembiraan, serta
kesupelan dan kefleksibelan yang tinggi. Penyebab lainnya dalah sisi kebudayaan Islam
secara kebetulan banyak memiliki persamaan dan persesuaian dengan unsur-unsur Indonesia
asli yang belum tercampuri oleh Hindu-Buddha.
Demikianlah maka sesungguhnya yang menjadi dasar dan pokok kebudayaan
Indonesia zaman madya adalah kebudayaan purba (Indonesia asli), tetapi yang telah
diislamkan. Demikianlah sejak itu semakin banyak pulalah corak-corak Islam dalam
kebudayaan Indonesia, sehingga dalam masa terakhir zaman madya , Islamlah yang memberi
dan menjadi ciri dari kebudayaan bangsa kita. Betapapun juga banyak perbedaan corak dan
ragamnya yang disebabkan unsur-unsur kedaerahan yang disekitar tahun 1900 M dihadapkan
kepada dunia modern (R Soekmono, 1959:110).
Walisongo dan Islam di Indonesia itu pertama telah memberikan agama, lain dari
agama Hindu dan Buddha yang membawakan kebudayaan. Memang dalam penyebaran
Islam, para wali itu lebih menitikberatkan kepada syariat dan ibadah sebagai pokoknya,
sehingga bidang-bidang lain dari hasrat dan usaha manusia kurang mendapat perhatian
(dibandiangkan dengan agama Hindu-Buddha). Hal ini disebabkan karena Islam memang
sangat luas atau lapang sehingga hal berbeda dan selagi tidak bertentangan itu diterima
dengan baik.
22. Daftar Pustaka
Saksono,Widji. 1995. Mengislamkan Tanah Jawa. Bandung: Mizan
Salam,Solichin. 1979. Sekitar Walisanga. Jakarta: Menara Kudus
Abu Amar, H. Imron. 1992. Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. Kudus: Menara Kudus
Salam,Solichin. 1960. Sekitar Walisanga. Kudus: Menara Kudus
Said,Nur. 2010. Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa.
Bandung: Brilian Media Utama
Muljana,Slamet.1968.Runtuhnya Kerajaan Hindhu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara
Islam di Nusantara. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta
Wildan,Dadan.2003. Sunan Gunung Jati (Antara Fiksi dan Fakta): Pembumian Islam dengan
Pendekatan Struktural dan Kultural. Bandung: Humaniora Utama Press(HUP)
Soekmono, R.1959.Pengantar Sejarah Kebudayaan Nasional Jilid III. Jakarta: Nasional
Trikarya
Ardiansyah,Rahmad.2017. http://www.idsejarah.net/2017/04/biografi-sunan-gresik.html
Muhammad,Ziaul.2013.http://ziaulmuhammad.blogspot.co.id/2013/02/cara-masuk-islam-ke-
indonesia.html
Susanto,Bob.2015.http://www.spengetahuan.com/2015/10/cara-cara-masuknya-islam-ke-
indonesia-dan-penjelasannya.html
Fauziah,Isna.2015.http://saniziah.blogspot.co.id/2015/04/kepercayaan-masyarakat-jawa-pra-
islam_70.html
Nurdin,Muhammad.2014.https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/10/sunan-drajat-
raden-qasim.html
Anonim.2016.http://rpail.blogspot.co.id/2016/12/biografi-dan-perjuangan-sunan-ampel.html
Anonim.2017.http://www.wocoan.com/2017/05/sunan-ampel.html
Anonim.2012.http://kisah-kisahwalisongo.blogspot.co.id/2012/01/sunan-bonang.html
Anonim.2010.http://www.biografiku.com/2010/04/biografi-sunan-giri.html
Anonim1. https://www.walisembilan.com/sunan-drajat-raden-qasim/
Anonim2. https://www.walisembilan.com/sunan-kalijaga/
Fathurrohman,Nurdin.2014. https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/11/sunan-muria-
raden-umar-said.html