Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Peradangan sistemik dapat berdampak serius pada sistem pernapasan dengan meningkatkan kebutuhan energi dan konsumsi oksigen.
2. Mediator inflamasi seperti nitrit oksida dan TNF-α dikaitkan dengan melemahnya otot pernapasan yang berperan pada kegagalan pernapasan akibat sepsis berat.
3. Pengaturan ventilasi dapat merusak otot pernapasan seperti diafragma dan berk
1. Peradangan Sistemik
Peradangan sistemik, baik dalam keadaan preoperative, trauma, maupun dalam pembedahan,
bisa memiliki dampak yang serius pada system pernapasan. Secara tradisional, inflamasi
berhubungan dengan peningkatan usaha ventilasi yang dikarenakan peningkatan metabolisme,
dan efek sitotoksik langsung pada system pernapasan.
Ketidakseimbangan antara Kebutuhan Energi dan Konsumsi Oksigen. Inflamasi sistemik
menempatkan pasien dalam keadaan katabolic dan diperlukan keadaan metabolic yang
meningkat, sehingga memberikan pengaruh terhadap pertukaran udara pada proses pernapasan,
meningkatkan kerja pompa pernapasan, dan meningkatkan penggunaan oksigen. Pada model
binatang dan penelitian observasional, keduanya telah menunjukan bahwa inflamasi sistemik
yang berat dapat berpengaruh pada oksigen yang diperlukan tubuh dimana melebihi dari oksigen
yang tersimpan dan menyebabkan penurunan kerja otot pemompa pernapasan dan kegagalan
pernapasan. Meskipun hasil asidosis laktat dapat juga secara langsung mempengaruhi
kontraktilitas diafragma.
Efek Sitotoksik mediator inflamasi. Pada pengaturan inflamasi sistemik, mediator inflamasi
seperti Nitrit Oksida dan TNF – α dikaitkan dengan kelemahan otot pernapasan, yang berperan
pada sepsis berat yang berhubungan dengan kegagalan pernapasan.
Mekanisme Ventilasi
Sekitar 20 – 30 % pasien memiliki masalah berhentinya mekanisme ventilasi yang
berkepanjangan dan keadaan ini meningkatkan biaya kesehatan. Kegagalan otot pernapasan
memompa berhubungan dengan factor penghentian penundaan. Meskipun pengaturan
mekanisme ventilasi melumpuhkan diafragma dan secara langsung merusak fungsi diafragma,
kegagalan fungsi diafragma menyebabkan induksi ventilator dan keadaan bertambah menjadi
kegagalan pernapasan.
Pengaturan ventilasi berhubugan dengan serangan preteolisis yang cepat dalam
diafragma, menyebabkan atrofi dan disfungsi diafragma pada studi praklinis dan klinis. Hanya
18 jam pengaturan hasil ventilasi pada atrofi diafragma dan disfungsi kontraksi pada studi
2. laboratorium binatang dan manusia. Selain itu jangka waktu pada pengaturan ventilasi
berkolerasi positif dengan menipisnya diafragma seperti pada luka dan atrofi. Pengaturan
ventilasi tampaknya menjadi ukuran penentu kontribusi pada kegagalan pompa otot pernapasan
dan mungkin dapat p bertanggung jawab terhadap penundaan penghentian mekanisme ventilasi.
Pada penambahan NMBA untuk mengontrol ventilasi,dalam upaya untuk mengurangi
kerja pernapasan dan tekanan transpulmonari (PL), dan meningkatkan sinkronisasi ventilasi,
selanjutnya dapat merusak otot pernapasan membuat resiko-manfaat keadaan kritis sebelum
menentukan NMBA dalam pengaturan sindrom akut kegagalan pernapasan. Penggunaan NMBA
memiliki hubungan dengan unit perawatan intensif yang mendapat keadaan lemah yang
berhubungan dengan penghentian penundaan mekanisme ventilasi. Efek paralitik NMBA
bertahan lama setelah dosis terahir, dengan paralisi berlanjut dari 6 jam sampai 7 hari dalam 44
% dari kelompok kritis pasien yang diterapi dengan vecuronium. Selain itu, NMBA dapat
memperparah kerusakan diafragma melalui mekanisme ventilasi; pada Tiku, rocuronium dengan
pengaturan ventilasi dikaitkan dengan disfungsi diafragma yang lebih besar daripada mekanisme
ventilasi dengan placebo.
Pada Ahirnya, NMBA memblok fungsi dan motilitas otot. Secara historis mobilisasi fisik
mempunyai kaitan dengan peningkatan fungsi pernapasan. Pada studi terbaru yang berfokus pada
mobilisasi dini yang berhubungan dengan sedikitnya ventilator per hari dan masa di unit
perawatan yang singkat dan lamanya menginap di rumah sakit. Selain itu, rehabilitasi
komprehensif paru yang terdiri dari pelatihan otot inspirasi yang dikombinasikan dengan
mobilisasi dini dengan jarak berjalan 6 menit, tindakan dasar rehabilitasi. Mobilisasi dini dan
rehabilitasi paru cenderung efektif untuk meningkatkan hasil ahir pernapasan. Data terahir
menunjukkan bahwa data yang diperoleh unit perawatan intensif medis diterjemahkan juga untuk
pasien perioperatif.