Pesta Adat Belian Paser Nondoi merupakan ritual adat tahunan suku Paser di Penajam Paser Utara yang meliputi ritual Belian dan Larung Jakit serta kegiatan budaya seperti parade, festival, lomba, dan pertunjukan musik dan tari. Ritual Belian dipimpin oleh Mulang menggunakan taring dan gelang kuningan sambil memanjatkan doa Besoyong.
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
Pesta adat nondoi
1. Prodi : S3-Ilmu Lingkungan
TUGAS FILSAFAT ILMU
PROF.SIGIT SANTOSO
MENYELAMI MAKNA PESTA ADAT BELIAN PASER NONDOI
DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR
Disusun oleh:
Eni Muryani
(NIM: T741908002)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan hasil perkembangan wilayah dari
Kabupaten Pasir yang letaknya mendekati daerah paling selatan dari Provinsi Kalimantan
Timur. Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser (perubahan sekarang), dua
kabupaten tersebutlah yang memiliki penduduk dinamakan Suku Paser. Suku Paser
sebelum mengenal adanya agama, merupakan penganut kepercayaan nenek moyang kuno
seperti animisme, syamanisme dan ilmu – ilmu gaib. Agama Islam mulai masuk berawal
perkawinan dari Raja Paser, Putri Petong (1516 -1567 M) dengan Abu Mansyur Indra Jaya
dan adanya jalur perdagangan Sungai Kandilo yang mempertemukan warga dengan
pedagang Arab (Yusuf, 2004). Sejak saat itu, masyarakat suku Paser mulai memeluk
agama Islam dan hampir seluruh tatanan masyarakat juga menyesuaikan dengan syariat
Islam sampai saat ini, walaupun begitu agama Kristen dan yang lainnya juga sudah masuk
dan dianut sebagian dari warga suku Paser (Kristanti, 2018).
Masyarakat suku Paser juga terbuka dan toleran bahkan dalam kesenian budaya dan
adat yang ada. Keyakinan yang dianut tidak menghalangi masyarakat untuk tetap
melaksanakan ritual atau upacara adat yang diwariskan oleh nenek moyang. Masyarakat
Paser yang hidup berkumpul dalam satu wilayah masih menyanyikan mantra atau
besoyong dalam kegiatan bersama sehari – hari dan saat ini dilakukan dalam Pesta Adat
Belian Paser Nondoi, mulai tahun 2014 lalu, melalui Lembaga Adat Paser (Kristanti,
2018).
Beberapa waktu lalu Penajam Paser Utara ditetapkan sebagai ibukota baru
Indonesia. Presiden Jokowi menjelaskan empat alasan utama terpilihnya Penajam Paser
Utara sebagai ibu kota baru Indonesia. Menurut hasil kajian, risiko bencananya minimal,
baik berupa gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, longsor dan gunung berapi. Lokasinya
strategis, karena berada di tengah-tengah Indonesia. Spesialnya lagi, Penajam berdekatan
dengan kota berkembang di Kalimantan, yakni Balikpapan dan Samarinda.Tak kalah
penting, infrastrukturnya sudah cukup lengkap. Jika mau dikembangkan, sudah tersedia
158 ribu hektare lahan pemerintah yang siap dibangun (Iqbal, 2019).
3. 2
Sebelum berdiri sendiri, Penajam Paser Utara masih menjadi satu kesatuan
Kabupaten Pasir. Kabupaten ini baru terbentuk setelah adanya Undang-undang Nomor 7
Tahun 2002. Setelah itu, Kabupaten Pasir berganti nama menjadi Paser dengan
menggabungkan empat kecamatan. Di antaranya Kecamatan Penajam, Waru, Babulu dan
Sepaku. Penajam Paser Utara merupakan Kabupaten ke-13 di Kalimantan Timur.
Kabupaten termuda ke-2 ini memiliki jumlah penduduk sekitar 166 ribu jiwa. Ada 24
kelurahan dari empat kecamatan. Berpusat di Penajam sebagai ibu kota, kawasan ini
berbatasan dengan Kutai Kartanegara di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan
Selat Makassar, dan Kabupaten Paser di selatan, serta Kabupaten Kutai Barat di bagian
barat (Iqbal, 2019).
Gambar 1. Gambaran Daerah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur
(Sumber: Iqbal, 2019).
Penajam Paser Utara punya semboyan "Benuo Taka" yang selalu tertera pada
lambang daerahnya. Diambil dari bahasa Suku Paser, semboyan tersebut bermakna
Penajam Paser Utara terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan budaya, tapi tetap
merupakan satu kesatuan ikatan kekeluargaan. Sama halnya dengan wilayah Kalimantan
lain, Penajam Paser Utara juga ditinggali Suku Dayak Paser. Sayangnya, mereka termasuk
minoritas, karena bermukim di pelosok atau pedalaman. Total Suku Dayak Paser di
Kalimantan Timur berjumlah sekitar 155 ribu jiwa. Sebagian besar Suku Paser beragam
Islam dan Kristen (Iqbal, 2019).
Gambar 2. Suku Dayak Paser, Suku Asli Penajam Paser Utara (Sumber: Iqbal, 2019)
4. 3
Perekonomian Penajam Paser Utara sudah dinilai cukup baik. Mereka punya
sumber daya alam yang melimpah, khususnya di sektor perkebunan, pertanian, perikanan,
peternakan, dan pertambangan. Dengan adanya program pemindahan ibu kota Indonesia,
tentunya akan semakin banyak investor yang melirik kawasan ini. Selain masih terjaganya
Suku Dayak Paser, Penajam Paser Utara juga punya wisata seni dan budaya yang menarik.
Beberapa di antaranya seperti Pesta Adat Nondoi, Pesta Pantai Sipakario, dan Pesta Pantai
Lango. Suku Dayak menggelar Pesta Adat Nondoi sebagai bentuk rasa syukur terhadap
hasil panen. Acara ini dilakukan setiap tahun. Lokasi yang strategis sebagai lalu lintas
perdagangan antarprovinsi sangat menguntungkan di sektor pariwisata. Contoh potensi
wisata di Kabupaten Paser antara lain: Pantai Tanjung Jumlai, Pantai Sipakario, dan Pulau
Gusung (Iqbal, 2019).
Mulai tahun 2014 lalu, suku Paser melalui Lembaga Adat Paser dan Lembaga
Swadaya Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara dan beberapa kabupaten sekitar
mengumpulkan niat mengadakan event masyarakat yang mengangkat belian nondoi. Pesta
Adat Belian Paser Nondoi di Kabupaten Penajam Paser Utara sendiri menjadi salah satu
ikon untuk mempersatukan masyarakat dalam mengenal suku Paser. Pelaksanaan Pesta
Adat tersebut telah dilindungi Pemerintah dalam Peraturan Daerah Kabupaten Penajam
Paser Utara No 2 tahun 2017. Peraturan Daerah berisi mengenai Pelestarian dan
Perlindungan Adat Paser yang khususnya tercantum dalam Bab II pasal 4 ayat 2d yang
berbunyi “Penyelenggaraan kegiatan tahunan adat Paser Nondoi”. Keinginan masyarakat
suku Paser di Kabupaten Penajam Paser Utara untuk mengangkat kebudayaan Paser bagi
khalayak umum terwujud. Suku Paser menikmati keindahan budayanya dan suku-suku
pendatang juga dapat menyaksikan segala aspek dari suku Paser melalui Pesta Adat ini.
Aneka makanan dan minuman hingga pakaian dan buah-buahan berjejeran disalah satu tepi
jalan masuk menuju Lapangan Pasar Induk Penajam Km 04, Kelurahan Nenang,
Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Panggung hiburan, display pameran
oleh-oleh tradisi Kalimantan dan kuta (rumah/ tempat ritual adat berlangsung) khusus
menempati lapangan besar yang disediakan (Kristanti, 2018).
5. 4
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang, beberapa permasalahan yang akan diulas
dalam tulisan ini yaitu:
1. Apa itu pesta adat Belian Paser Nondoi di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur?
2. Apa saja filosofi yang terkandung dalam pesta adat Belian Paser Nondoi di Penajam
Paser Utara Kalimantan Timur?
3. Apa saja dampak rencana pemindahan ibukota ke Penajam Paser Utara Kalimantan
Timur terhadap Pesta Adat Belian Paser Nondoi dan masyarakat sekitar?
6. 5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pesta Adat Belian Paser Nondoi di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur
Nondoi adalah ritual adat tertua suku Paser. Setiap tahun digelar, sudah jadi acara
tahunan. Dilihat dari sisi sejarah, upacara Nondoi pertama kali dilaksanakan oleh Nalau
Raja Tondoi, salah satu raja di Kesultanan Paser tempo dulu. Dalam acara Nondoi akan
ada ritual yang disebut Belian. Belian itu sendiri berasal dari kata Beli artinya dalam
bahasa Paser itu taring. Kemudian kosa kata kedua itu Kelian. Kelian itu artinya untuk
sembuh, mampu bangkit. Jika diterjemahkan, Beli dan Kelian jadi Belian artinya Taring
yang bisa menyembuhkan. Ritual Belian dipimpin oleh Mulang alias dukun adat (Widodo,
2019).
Dalam rangkaian prosesi Belian, sang Mulung (Dukun Belian) akan mengenakan
taring, sabang sambit namanya. Selain taring, Mulung juga mengenakan gelang kuningan
bernama gitang. Gitang kuningan ini berat sekali, lebih dari 2 kg per gelangnya. Masing-
masing di tangan Mulang, ada 2 gelang kuningan tadi. Gelang ini harus masuk seluruhnya
ke tangan Mulang, jika tidak masuk maka ritual tersebut tidak direstui oleh leluhur.
Mulang akan memanjatkan doa-doa kepada leluhur yang disebut “Besoyong”. Besoyong
merupakan mantra yang diucapkan oleh mulung dalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi
(Kristanti,, 2018). Iringan musik Petep, sejenis gamelan, mengalun bertalu-talu sepanjang
ritual ini dilaksanakan. Ritual bisa berlangsung semalam suntuk, biasanya selesai pada
pukul 04.00 pagi. Ritual Nondoi dan Belian ini dilaksanakan untuk berbagai tujuan. Bisa
untuk ritual bersih-bersih kampung dari hal-hal yang tidak diinginkan, bisa untuk
pengobatan, hingga pembangunan rumah adat. Semua tergantung kepada yang mempunyai
hajat. Nantinya setelah ritual selesai diadakan, ditutup dengan acara makan bersama oleh
semua yang hadir di acara tersebut. Acara Nondoi ini bisa juga dilihat oleh wisatawan
(Ilmi, 2019).
7. 6
Gambar 3. Ritual Belian yang dipimpin oleh Mulang (Sumber: Widodo, 2019)
Gambar 4. Iringan Musik Petep dalam Ritual Belian (Sumber: Widodo, 2019)
Selain kegiatan Ritual Belian Adat Paser dan Ritual Larung Jakit yang merupakan
acara inti, Pesta Adat Belian Nondoi diisi juga dengan beberapa kegiatan seperti Parade
Budaya, Festival Seni dan Budaya, Festival Usaha Kecil Menengah (UKM), Festival
Kuliner, Lomba Senam Ronggeng, Lomba Menggambar, Lomba Mewarnai dan Lomba
Pidato Berbahasa Paser. Parade Budaya melibatkan sekolah-sekolah, seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah, Organisasi Kemasyarakatan, Komunitas-komunitas, Paguyuban Suku
yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara untuk ambil bagian pada kegiatan ini
(Matsuki, 2018).
Kesenian disajikan melalui panggung hiburan, mulai dari tari-tarian daerah,
seniman gambus, lomba betore /pantun daerah, bekuntau/ seni bela diri Paser, dan lainnya.
Saat malam hari baru diadakan ritual adat belian nondoi, besoyong, dan ansambel
musik petep yang dimulai pukul 9 malam hingga subuh. Ritual adat Paser diadakan
terbuka namun prosesnya tetap sarat dengan suasana sakral. Besoyong awalnya hanya
disajikan di tempat-tempat tertutup, kali ini dapat dikenal oleh masyarakat luas melalui
Pesta Adat Belian Paser Nondoi di Kabupaten Penajam Paser Utara. Kehadiran ansambel
8. 7
musik petep dan nyanyian soyong dilantunkan setiap malam atau ketika belian itu
berlangsung hingga menuju hari penutupan acara (Matsuki, 2018).
Adapun penyajian ansambel tung petep dalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi
yang dimainkan tanpa besoyong atau mantra dari mulung dan beberapa bagian besoyong
yang dilantunkan menurut kebutuhan mulung bersama tung petep (Kristanti, 2018).
Berikut ini merupakan jabaran dari instrumen yang digunakan dalan Ritual Adat Belian
Paser Nondoi.
Instrumen menurut sumber bunyinya dapan diklasifikasi menjadi lima golongan
yaitu idiophones, aerophones, membranophones, Chordophones (Hendarto dan Hastanto,
2011). Idiophones adalah instrumen dengan bahan sumber bunyi padat semacam kayu,
logam. Aerophones adalah instrumen bunyi yang berasal dari pergeseran udara.
Membranophones adalah instrumen dengan bahan sumber bunyi yang terbuat dari selaput.
Chodhophones adalah instrumen yang sumber bunyinya berasal dari kawat, senar atau
serat dan tali. Berdasarkan penggolongan tersebut, instrumen musik yang digunakan dalam
Belian Nondoi ini dapat diklasifikasikan menjadi Idiophones dan Membranophones karena
sumber bunyi nya ada yang berasal dari bahan logam dan ada yang berasal dari selaput
membran.
Idiphones dalam instrumen musik yang digunakan dalam acara adat Belian Nondoi
terdiri dari Kelentengan, sedangkan Membranophones yang digunakan terdiri atas Tino,
Penengkah, Lumba-lumba, Tung, dan Gendeng (Kristanti, 2018). Alat musik kelentangen
ini terdiri dari 6 buah pencu yang terbuat dari campuran kuningan dengan tembaga. Wadah
untuk kelentangen sendiri memiliki panjang ± 145 – 150 cm dan didalamnya dipasang tali-
tali untuk memisahkan setiap pencon yang ada. Setiap pencon memiliki diameter ± 18 – 21
cm dan alat untuk membunyikannya yakni memukul kelentangen dengan kayu lutung yang
berdiameter 2- 5 cm dan panjang antara 16 - 18 cm. Kelentangen ini dulunya dipercaya
dibuat oleh para leluhur, namun sekarang masyarakat dapat memesan pembuatannya dari
pulau Jawa.
Alat musik tino adalah instrumen dengan dua membran disisi lingkaran yang
terbuat dari kulit kijang dan ditempel pada kayu oleh rotan. Panjang tino adalah antara 67 –
71 cm dengan diameter membran antara 31 – 33 cm. Tino termasuk dalam ansambel petep
yang dibunyikan bersama instrumen kelentangen, lumba, penengkah, tung dan gendeng
dengan motif tempo tertentu. Pemain tino hanya 1 orang, dan biasa dilakukan oleh orang
yang juga telah terbiasa dengan memainkan ansambel petep di upacara-upacara suku Paser.
9. 8
Penengkah terbuat dari kayu berbentuk bundar yang kira-kira berdiameter 30 cm dengan
ketebalan kayu atau panjang kayu 15 - 20 cm dan diberi membran berupa kulit pada salah
satu sisi bundarnya. Lumba Lumba merupakan instrumen bermembran 1 yang mirip
dengan penengkah, namun ukuran diameter membrannya lebih pendek dari penengkah.
Instrumen Tung Instrumen memiliki bahan yang sama dengan penengkah dan lumba,
namun panjang kayu melebihi kedua instrumen tersebut dan memiliki diameter membran
sekitar 10 – 13 cm yakni lebih pendek dari penengkah dan lumba. Instrumen Gendeng
memiliki bahan yang mirip dengan penengkah, lumba dan tung, namun memiliki panjang
kayu lebih pendek dari ketiga instrumen tersebut. Gendeng ini didapati berjumlah 2 buah
yang digunakan dalam upacara belian nondoi (Kristanti, 2018).
B. Filosofi yang terkandung dalam Pesta adat Belian Paser Nondoi di Penajam Paser
Utara Kalimantan Timur
1. Makna Pesta Adat Belian Paser Nondoi
Kegiatan Pesta Adat Belian Paser Nondoi memadukan unsur budaya lokal dengan
hiburan, yang dikemas sebagai ajang menampilkan beraneka ragam budaya khas. Pesta
Belian Adat Paser Nondoi merupakan upaya untuk pelestarian kekayaan budaya lokal dan
adat istiadat Masyarakat Paser. Budaya Paser telah ditetapkan sebagai Unsur Budaya
Kabupaten Penajam Paser Utara, sehingga kegiatan tersebut dikemas lebih baik lagi sesuai
dengan syariat agama. Budaya adalah identitas sebuah daerah, itu tidak boleh hilang dan
harus tetap dilestarikan selama tidak bertentangan dengan agama dan undang-undang
(Kuddu, 2018).
Pesta Adat Belian Paser Nondoi telah dilakukan masyarakat Paser jauh sebelum
adanya kerajaan, dalam pesta adat tersebut ada prosesi ritual mengobati orang sakit dan
mengusir roh jahat, atau membersihkan kampung yang dilakukan semalaman selama
delapan hari, dengan menggunakan berbagai sesaji dan pernak pernik unik yang dipakai
“pulung” atau dukun. Ritual atau upacara adat bersih kampung memiliki arti dalam
kehidupan masyarakat Paser yakni, menghormati para leluhur dan agar ketika berladang
atau bekerja mendapat hasil melimpah (Anonim, 2019).
Pesta Adat Belian Paser Nondoi itu merupakan kekayaan khasanah budaya
Indonesia yang harus dilestarikan, sehingga pesta adat tersebut dijadikan kegiatan tahunan
sebagai promosi Kabupaten Penajam Paser Utara, menjadi destinasi tujuan wisatawan
10. 9
nasional maupun internasional di wilayah Kalimantan Timur. Penajam Paser Utara adalah
masyarakat yang majemuk. Ada banyak bahasa dan berbagai bentuk kebudayaan, termasuk
seni yang dapat kita jumpai. Keindahan seni dan budaya ini akan menjadi modal sangat
besar bagi pembangunan dan perkembangan masyarakat di Kabupaten Penajam Paser
Utara.
Pesta Belian merupakan ritual bersih kampung masyarakat adat. Kebiasaan ini
sudah berlangsung jauh sebelum adanya kerajaan di daerah tersebut. Pesta Belian menjadi
bagian dari penghormatan masyarakat adat Paser terhadap para leluhur. Mereka percaya
ritual ini bisa membuat ladang atau kerja mereka bisa memperoleh hasil berlimpah.
Lembaga Adat Paser dan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara menjadi
penyelenggara teknis acara. Sementara pemerintah Kabupaten Panajam Paser Utara
memantau dan bertanggungjawab atas pelaksanaan pesta adat yang berlangsung setiap
tahun ini (Anonim, 2019).
Sejak tahun 2017, Pesta Belian Adat Paser Nondoi dirancang dengan memadukan
budaya lokal, hiburan, dan kegiatan lomba. Semuanya bertujuan untuk menampilkan aneka
ragam budaya khas "Benuo Taka" (sebutan Kabupaten Penajam Paser Utara). Kegiatan ini
selain untuk pelestarian budaya juga menjadi upaya pengembangan sektor pembangunan
lainnya, seperti pariwisata dan ekonomi kreatif. Prosesi upacara adat melibatkan „pulung‟
atau dukun. Mereka akan mengobati orang sakit dan mengusir roh jahat atau bersih
kampung (Pruwanto, 2017).
Kekayaan khasanah budaya, adat istiadat dan nilai-nilai karifan lokal sangat
berharga untuk dilestarikan agar tidak hilang seiring perkembangan zaman. Pada tahun
2018, Ritual atau upacara adat bersih-bersih kampung yang dikemas dalam Pesta Belian
Adat Paser Nondoi Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, selama tujuh hari
mulai dilaksanakan sejak 16 November dan berakhir pada 22 November 2018. Pesta
Belian Adat Paser Nondoi yang digelar di halaman Pasar Induk Penajam Kilometer 4
Kelurahan Nenang tersebut resmi dibuka Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud
pada Jumat 16 November 2018. Pembukaan Pesta Belian Adat Paser Nondoi 2018 ditandai
dengan pemberian gelar adat kehormatan Kakah Demong Agong Natanegara 1 Penajam
Paser Utara kepada Bupati Abdul Gafur Mas'ud. Pesta Belian Adat Paser Nondoi
dilaksanakan secara konsisten setiap tahun, karena dapat menjadi wadah melihat kekayaan
budaya lokal dan adat istiadat yang berpotensi menarik wisatawan ke Kabupaten Penajam
Paser Utara (Liputan6.com, 2019).
11. 10
Faktor pendorong hadirnya Pesta Adat Belian Paser Nondoi adalah berasal dari
orang-orang yang terlibat langsung didalamnya yang memiliki maksud - maksud untuk
disampaikan kepada roh - roh leluhur dan Sangiyang melalui mantra Besoyong. Orang –
orang yang terlibat didalamnya ialah seperti mulung, penggading, orang yang ingin diobati
atau ditolong dan suku Paser (Kristanti, 2018). Dalam Kristanti (2018) disebutkan bahwa
Pesta Adat Belian Paser Nondoi bertujuan antara lain:
a. Menghindarkan dari Roh – roh Jahat
Besoyong (mantra) yang hadir didalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi faktanya
memiliki andil dalam memelihara keamanan yang terjadi selama belian nondoi
berlangsung. Maksud memelihara keamanan ini ialah orang – orang yang hadir selama
acara berlangsung dapat dihindarkan dari gangguan roh-roh jahat yang datang saat ritual
dilaksanakan. Tanpa besoyong maksud-maksud mengamankan demi kelancaran
pengunjung yang datang tidak mungkin tersampaikan. Bila terjadi kesurupan karena roh-
roh halus yang tidak perlu bahkan dialami banyak orang, maka orang pasti menjadi takut
untuk datang dan menganggap bahwa pesta Adat ini tidak dapat dihadiri karena
menyebabkan orang kesurupan.
b. Mengenalkan Besoyong sebagai Media Memohon Cuaca agar Tidak Hujan
Selama Acara Pesta Adat yang diadakan lebih dari sehari ini pasti membuat banyak
orang khawatir tentang cuaca apabila terjadi hujan deras maka akan menyurutkan kondisi
tubuh orang-orang yang terlibat dalam melakukan ritual belian nondoi maupun keadaan
tempat dimana Pesta Adat dilaksanakan. Besoyong juga menjadi media dalam
menyampaikan maksud kepada Sangiyang untuk tidak menurunkan hujan selama acara
berlangsung.
c. Mengenalkan Besoyong sebagai Media Pengobatan
Besoyong melantunkan mantra – mantra yang khusus digunakan untuk mengobati
orang yang sakit dan meminta pertolongan untuk sembuh. Selama Pesta Adat Belian Paser
Nondoi berlangsung, ada orang-orang yang datang untuk meminta agar penyakitnya
disembuhkan dan menerima ritual kesembuhan ditubuhnya. Hal ini tentu menarik
perhatian penduduk lokal maupun pengunjung untuk datang dan menerima pengobatan
dengan cara herbal karena menggunakan minyak khusus yang telah dimantrai atau
disoyongi.
12. 11
d. Mengenalkan Besoyong sebagai Media Cari Berkah
Melalui besoyong, maksud-maksud kebaikan dan mulia dimohonkan kepada Sang
Penguasa untuk kesejahteraan penduduk daerah dan para pemimpin daerah yang ada.
Membersihkan wilayah kabupaten Penajam Paser Utara dari hal- hal yang mencelakakan
atau mendatangkan bencana dan memohonkan untuk kesejahteraan mata pencaharian
penduduk kepada Sangiyang Nalau, Tondoi dan Longai. Besoyong menyampaikan
maksud-maksud tersebut untuk kepentingan bersama.
2. Makna “Besoyong” dalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi
Besoyong, nyanyian mantra yang berasal dari suku Paser telah mulai dilantunkan
beberapa tahun terakhir melalui Pesta Adat Belian Paser Nondoi di Kabupaten Penajam
Paser Utara. Menurut asal katanya, besoyong berawal dari kata soyong yang artinya
mantra, sehingga orang yang sedang mengucapkan atau melantunkan mantra disebut
sedang besoyong dalam bahasa Paser. Besoyong biasa dilakukan oleh dukun atau mulung
dalam upacara belian maupun ritual adat suku Paser lainnya, namun tidak semua orang
dapat melantunkan mantra tersebut dengan fasih dan indah didengar. Mereka yang
melakukannya ialah orang yang terbiasa menjadi pemimpin upacara atau ritual adat
(seperti mulung) ataupun orang yang dipilih untuk menjadi mulung atau mantan mulung
(tidak memimpin ritual adat lagi). Suku Paser telah lama bermata pencaharian dalam
bertani. Pembukaan lahan biasanya memiliki ritual dengan berbicara kepada penghuni atau
pemelihara hutan untuk meminta izin bila diperbolehkan membuka lahan tersebut atau
tidak melalui besoyong oleh dukun atau mulung (Yusuf, 2004). Besoyong juga merupakan
nyanyian mantra yang panjang dan dilakukan saat ritual atau upacara belian sehari atau
dua hari bahkan satu minggu yang dilaksanakan khusus oleh keluarga suku Paser namun
terkesan lebih tertutup. Isi nyanyian mantra umumnya dipercaya untuk menyampaikan
maksud dan tujuan atau niat hajat dari warga kepada roh-roh leluhur seperti memohon
keselamatan dan perlindungan dari tempat tinggal mereka di Kabupaten Penajam Paser
Utara (Kristanti, 2018).
Pembahasan mengenai alasan bahwa soyong atau mantra dihadirkan dalam Pesta
Adat Belian Paser Nondoi dianalisis oleh Kristanti (2018) menggunakan teori Alvin
Boskoff mengenai faktor eksternal dan internal dari perubahan yang terjadi, namun dalam
hal ini diaplikasikan menjadi faktor eksternal dan internal pendorong kehadiran besoyong
dalam Pesta Adat Belian Paser Nondo. Faktor eksternal berasal dari kontak antar budaya
13. 12
yang dalam hal ini terdapat kontak antar pengunjung atau wisatawan dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Penajam Paser itu sendiri. Faktor internal ialah yang berasal dari
pemilik kebudayaan itu sendiri yakni suku Paser dan pelaku yang ada didalam Pesta Adat
Belian Paser Nondoi, terutama mulung sebagai pelantun mantra atau soyong (Kristanti,
2018).
Besoyong yang dilakukan oleh mulung memungkinkan kelancaran selama Pesta
Adat Belian Paser Nondoi berlangsung dengan kata-kata permohonan yang ditujukan
kepada roh-roh gaib seperti tidak boleh hujan dan supaya tempat yang digunakan aman
dari kejahatan. Pesta Adat Belian Paser Nondoi menyediakan panggung hiburan, bazar
makanan dan minuman, buah-buahan, stand-stand souvenir dan tentunya belian nondoi.
Besoyong hadir didalamnya dengan tujuan yang utuh untuk pelaksanaan belian nondoi.
Belian nondoi tidak dapat dilaksanakan tanpa kehadiran besoyong yang dilakukan oleh
mulung. Bila hanya terdapat instrumen ansambel tung petep sekalipun, besoyong
merupakan hal yang utama untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada Sang
Penguasa/Sangiyang. Besoyong berisi doa-doa yang panjang dengan bahasa suku Paser
yang tidak dapat dimengerti oleh orang awam begitu saja (Kristanti, 2018).
Berikut adalah salah satu bait soyong yang dilantunkan mulung saat melakukan
tahap ritual belian nondoi dalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi : “Upak nang posit daya
nang rumbed isau nang kuman kayan pea nang pakai tangis Tuo nang kendulu rendong
utok, beleleng nang ngalung wae Jala uran nang bewet , ilat nang ngaro pendat nayu nang
mamorbe”. Kalimat diatas adalah soyong yang berisi permohonan untuk menjaga siapa
saja termasuk masyarakat yang datang dan hadir dalam belian nondoi di Pesta Adat Belian
Paser Nondoi agar tidak terkena bencana atau gangguan yang disebabkan oleh makhluk
gaib yang hadir saat ritual dilaksanakan. Besoyong dalam penerapannya oleh mulung
dilakukan juga dengan hati-hati sehingga maksud-maksud pelaksanaan belian
tersampaikan kepada makhluk makhluk gaib dan tidak menimbulkan hal yang merugikan
siapapun yang datang. Bait-bait yang dikatakan mulung lewat lantunan soyong dipercaya
mempengaruhi apa yang akan terjadi saat itu juga (Kristanti, 2018).
Walaupun Pesta Adat Belian Paser Nondoi ini juga dirancang untuk menarik
wisatawan tetapi pelaksanaannya tetap tidak meninggalkan ciri-ciri ritualnya seperti
memiliki tahap ritual yang sama seperti bila dilakukan dalam masyarakat suku Paser atau
tidak berubah; waktu yang digunakan tidak singkat namun sangatpanjang dan lama;
hampir tidak ada variasi; disajikan dengan cara yang cenderung monoton atau tidak
14. 13
menarik dan memiliki anggaran yang cukup besar ; yang terakhir tidak mudah dimengerti
oleh wisatawan atau orang awam yang datang (Soedarsono, 1999). Contohnya ketika salah
satu pengawal pingsan tidak sadarkan diri saat berada dibelakang sekretaris daerah yang
sedang menyampaikan pidato pembukaan pada hari pertama, setelah itu ia dibawa kepada
mulung untuk dimantrai dan dipercik dengan daun yang diolesi tipong tawar. Merupakan
momen yang mengejutkan pagi para hadirin tamu undangan dan masyarakat sendiri, tetapi
lewat besoyong oleh mulung hal itu dapat dihentikan. Hal-hal demikian tidak mudah
dicerna oleh akal logika manusia namun terjadi. Para pengunjung juga akan menghormati
dan tidak sembarangan bersikap saat Pesta Adat Belian Paser Nondoi itu berlangsung
(Kristanti, 2018).
Besoyong juga menggunakan bahasa Paser yang mengidentifikasikan kekhasan asal
suku Paser. Mantra dilantunkan untuk mencegah penduduk dan wisatawan yang ada agar
tidak diganggu oleh makhluk-makhluk halus selama Pesta Adat Belian Paser Nondoi
berlangsung. Besoyong juga merupakan media yang dilakukan mulung agar tempat selama
diadakan Pesta Adat Belian Paser Nondoi tidak diganggu oleh hujan dan gangguan alam
lainnya. Besoyong melantunkan mantra-mantra khusus sehingga dapat dilakukan ritual
pengobatan bagi pengunjung atau keluarga yang sedang sakit. Ritual belian melalui
besoyong juga membantu permohonan kesejahteraan dan berkah bagi daerah tempat
tinggal dan pemimpin daerah. Besoyong akhirnya memungkinkan terpeliharanya hubungan
antara pengunjung, masyarakat setempat atau penduduk selama Pesta Adat Belian Paser
Nondoi berlangsung. Pengunjung dapat menantikan akan Pesta Adat dilaksanakan
kembali karena lancarnya acara tanpa gangguan-gangguan dari makhluk halus dan lain
sebagainya. Hal yang menguntungkan daerah sebagai sarana kearifan lokal, pertemuan
komunitas, dan masyarakat sebagai pemilik warisan kebudayaan atau pemilik identitas
daerah. Maka dalam pada itu besoyonglah yang memungkinkan terjadinya wisata
kebudayaan, rasa kepemilikan penduduk akan warisan kebudayaan dan menambah pintu
gerbang pasar wisata di Indonesia khususnya Provinsi Kalimantan Timur (Kristanti, 2018)
15. 14
C. Dampak rencana pemindahan ibukota ke Penajam Paser Utara Kalimantan
Timur terhadap Pesta Adat Belian Paser Nondoi dan masyarakat sekitar
Sebagai calon ibu kota baru, Penajam Paser Utara pastinya mau tidak mau akan
terpapar oleh modernitas dan hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Masyarakat Dayak Paser
menyambut positif pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia (NKRI) dari Jakarta
ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Suku asli Benuo Taka (sebutan
Kabupaten Penajam Paser Utara) bahkan berjanji menjaga kebijakan pemerintah pusat.
Bukti dukungan masyarakat Dayak Paser diaktualisasikan dengan menggelar ritual adat
Tambak Pulut dan Tepung Tawar. Selain bentuk dukungan, ritual adat tersebut sebagai
ungkapan rasa syukur atas terpilihnya Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai lokasi ibu
kota negara baru. Ritual adat itu mempunyai makna pendingin. Masyarakat adat Dayak
Paser yang menjunjung tinggi adat istiadat akan menerima keputusan pemerintah
memindahkan ibu kota ke sana. Masyarakat, khususnya suku adat Paser menjaga kebijakan
yang telah ditetapkan pemerintah pusat dan penduduk asli siap menerima lonjakan
pendatang beserta budaya baru. Pemerintah pusat harus tetap mengimplementasikan
Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 2 Tahun 2017. Regulasi tersebut
mengenai pelestarian dan perlindungan adat Paser yang menyebutkan bahasa adat Paser
akan dijadikan mata pelajaran muatan lokal dan acara adat Nondoi dijadikan agenda
tahunan. Acara adat Nondoi akan dijaga kelestariannya sebagai ajang silaturahmi suku-
suku lainnya yang ada dan sudah berbaur di Kabupaten Penajam Paser Utara (Hamdan,
2019).
Gambar 5. Ritual Adat yang digelar dalam rangka sambutan pemindahan ibukota baru di Penajam Paser
Utara (Sumber: Hamdan, 2019)
16. 15
Meski nanti akan jadi ibu kota baru, Penajam Paser Utara masih memegang tradisi
yang diwariskan secara turun temurun. Salah satunya Nondoi yang berbau mistis.
Penajam Paser Utara bersama dengan Kutai Kartanegara sudah ditetapkan oleh Presiden
Jokowi sebagai ibu kota baru menggantikan Jakarta. Nantinya kedua kota ini akan jadi
pusat pemerintahan yang modern. Meski modernitas sebentar lagi akan menghampiri,
Penajam Paser Utara masih melestarikan tradisi yang sudah diwariskan selama turun
temurun. Salah satunya adalah Nondoi, yang setiap tahun sebagai festival adat.
Dengan adanya penetapan Penajam Paser Utara sebagai ibukota baru Negara
Republik Indonesia, maka Pesta Adat Belian Paser Nondoi diharapkan dapat menjadi salah
satu kegiatan untuk peningkatan ekonomi daerah dan wisatawan serta sebagai identitas
daerah (Kristanti, 2018).
a. Peningkatan Ekonomi Daerah dan Wisatawan
Pesta Adat akan dapat terus dilaksanakan tanpa ragu oleh Pemerintah Daerah setiap
tahun seperti Peraturan Daerah Kabupaten PPU no. II tahun 2017 yang telah dikeluarkan
melalui besoyong dan kelancaran yang dihasilkan. Pengunjung yang datang maupun
penduduk lokal hingga antar daerah hingga turis luar negeri tentu akan menambah
pendapatan khusus daerah. Pesta Adat yang dilaksanakan tidak hanya sekedar hiburan
namun tetap tidak meninggalkan warisan nenek moyang yang ada, salah satunya ialah
nyanyian soyong. Pengunjung atau wisatawan juga akan mulai banyak tertarik untuk
mengenal seni dan budaya yang ada di kabupaten Penajam Paser Utara. Publikasi
sederhana dari para wisatawan melalui media sosial tentu mempengaruhi tingkat
pengenalan khalayak terhadap tempat – tempat wisata yang menarik di Kabupaten
Penajam Paser Utara. Melalui Pesta Adat dengan warisan nenek moyang yang teguh dapat
menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.
b. Sebagai Identitas Daerah
Hal yang ditampilkan melalui kesenian yang ada dan belian nondoi itu yang
didalamnya terdapat besoyong mencerminkan suku Paser di kabupaten Penajam Paser
Utara. Kehadiran besoyong yang sarat dengan ritual dan memakai bahasa Paser ini
mencerminkan suku Paser dalam benak siapapun yang datang dalam Pesta Adat Belian
Paser Nondoi. Bentuk penyajian dapat dibagi dua bagian yaitu besoyong secara mandiri
dan ansambel tung petep bersama besoyong.
17. 16
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pesta Adat Belian Paser Nondoi merupakan tradisi khas suku Dayak Paser sebagai suku
asli di Penajam Paser Utara. Pesta adat ini memadukan unsur budaya lokal dengan
hiburan, sebagai upaya untuk pelestarian kekayaan budaya lokal dan adat istiadat
Masyarakat Paser. Tiga kegiatan utama dalam pesta adat ini yaitu: ritual adat belian
nondoi; besoyong; dan ansambel musik petep yang dimulai pukul 9 malam hingga
subuh selama 8 malam.
2. Suku Dayak menggelar Pesta Adat Nondoi sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil
panen. Dalam Pesta Belian Adat Paser Nondoi tersebut ada prosesi ritual mengobati
orang sakit dan mengusir roh jahat, atau membersihkan kampung yang dilakukan
semalaman selama delapan hari, dengan menggunakan berbagai sesaji dan pernak
pernik unik yang dipakai “pulung” atau dukun. Ritual atau upacara adat bersih kampung
memiliki arti dalam kehidupan masyarakat Paser yakni menghormati para leluhur agar
ketika berladang atau bekerja mendapat hasil melimpah.
3. Dengan adanya penetapan Penajam Paser Utara sebagai ibukota baru Negara Republik
Indonesia, maka Pesta Adat Belian Paser Nondoi diharapkan dapat menjadi salah satu
kegiatan untuk peningkatan ekonomi daerah dan wisatawan serta sebagai identitas
daerah. Acara adat Nondoi akan dijaga kelestariannya sebagai ajang silaturahmi suku-
suku lainnya yang ada dan sudah berbaur di Kabupaten Penajam Paser Utara.
18. 17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2019. Kasdim 0931 PPU Menghadiri Pesta Adat Belian Paser Nondoi Tahun
2019 yang dibuka Oleh Bupati Penajam Paser Utara. (https://tni.mil.id/view-
163636-kasdim-0913ppu-menghadiri-pesta-adat-belian-paser-nondoi-tahun-2019-
yang-dibuka-oleh-bupati-penajam-paser-utara.html. diakses tanggal 5 November
2019.
Hamdan, Nuranisa. 2019. Ritual Adat Paser Sambut Pemindahan Ibu Kota.
https://www.tagar.id/ritual-suku-adat-paser-sambut-pemindahan-ibu-kota. diakses
tanggal 5 November 2019.
Hendarto, Sri & Sri Hastanto. 2011. Organologi dan Akustika I & II. CV. Lubuk Agung.
Bandung.
Ilmi, Zainal. 2019. Festival Adat Budaya Belian Paser Nondoi di Penajam Paser Utara.
https://muda.kompas.id/baca/2019/10/09/festival-adat-budaya-belian-paser-nondoi-
di-penajam-paser-utara/. diakses tanggal 5 November 2019.
Iqbal, Reza. 2019. Fakta Unik Penajam Paser Utara.
https://www.idntimes.com/travel/destination/reza-iqbal/fakta-unik-penajam-paser-
utara/full. diakses tanggal 5 November 2019.
Kuddu, M Abduh. 2018. Festival Seni Belian Adat Paser Nondoi Kembali Digelar.
https://kaltim.tribunnews.com/2018/11/14/festival-seni-belian-adat-paser-nondoi-
kembali-digelar. diakses tanggal 5 November 2019.
Kristanti, Retno. 2018. Besoyong Dalam Pesta Adat Belian Paser Nondoi Di Kabupaten
Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Tugas Akhir Program Studi S1
Etnomusikologi, Institur Seni Yogyakarta.
Liputan 6.com. 2019. Mengenal Ritual Belian Adat Paser Nondoi di Penajam Paser Utara.
(https://www.liputan6.com/regional/read/4047159/mengenal-ritual-belian-adat-
paser-nondoi-di-penajam-paser-utara, Mengenal Ritual Belian Adat Paser Nondoi
di Penajam Paser Utara. diakses tanggal 5 November 2019.
Matsuki, Haru. 2018. Pesta Adat Belian Paser Nondoi 2018 sebagi Promosi Destinasi
Wisata. https://harianppu.online/2018/11/15/pesta-adat-belian-paser-nondoi-2018-
sebagai-promosi-destinasi-wisata-ppu. diakses tanggal 5 November 2019.
Soedarsono, R.M. 2001. Metode Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa. Bandung : Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia.
19. 18
Pruwanto. 2017. Warga Paser Utara Gelar Acara Adat Pesta Belian.
https://travel.tempo.co/read/1026052/warga-paser-utara-gelar-acara-adat-pesta-
belian/full&view=ok. diakses tanggal 5 November 2019.
Widodo, Setyo. 2019. Mengenal Nondoi Tradisi Adat Berbalut Mistis di Ibukota Baru.
https://travel.detik.com/travel-news/d-4711673/mengenal-nondoi-tradisi-adat-
berbalut-mistis-di-ibu-kota-baru,Wahyu. diakses tanggal 5 November 2019.
Yusuf, H.M. 2004. Adat dan Budaya Paser. Biro Humas Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur. Samarinda.