1. i
“KACAMATA”
(GERAKAN GEMAR MEMBACA WARGA SMA NEGERI 1 KLATEN
AGAR LITERAT SEBAGAI PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT)
ARTIKEL
Ditulis untuk Mengikuti Kegiatan Simposium GTK 2016
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Oleh
DARU PRAPTI
NIP. 19690514 199103 2 006
Guru Fisika sekaligus Guru Prakarya dan Kewirausahaan
SMA Negeri 1 Klaten
Jalan Merbabu Nomor 13 Telp (0272) 321150 Klaten 57423
2016
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan atas rahmat Alloh SWT, sehingga selesai
artikel ini untuk diikutkan dalam Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan Tahun
2016, dengan topik membangun budaya literasi di satuan pendidikan dan ide atau
gagasan berupa pengalaman membiasakan baca tulis di sekolah.
Dalam kesempatan ini ucapan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya
kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Klaten yang telah memberi dukungan penuh
dalam menyelesaikan artikel ini. Demikian juga ucapan serupa tak lupa disampaikan
atas bimbingan dan dukungan yang tak ternilai dari suami dan anak-anak tercinta.
Selain itu, ucapan terimakasih juga ditujukan kepada rekan guru dan karyawan serta
peserta didik SMA Negeri 1 Klaten yang telah memberi inspirasi dan sangat membantu
atas pelaksanaan penulisan artikel ini.
Selain sumbang ide, gagasan dan upaya dalam pelaksanaan GLS di SMA Negeri
1 Klaten, sedikit sumbangsih dalam mewujudkan keluarga yang literat dengan
terciptanya mini blog untuk ananda yang baru duduk di bangku SD sebagai wahana
untuk berkarya tulis, keteladanan semoga menimbulkan motivasi dan semangat untuk
berkarya kepada ananda yang sudah kuliah, serta semangat gemar membaca semoga
tumbuh dan berkembang dengan terciptanya “gardu baca” di gardu poskamling bagi
warga perumahan di lingkungan tempat tinggal penulis berada.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, terdapat banyak kekurangan dalam artikel
ini sehingga kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi terwujutnya artikel
yang baik dan benar dari segi penulisan maupun isinya. Semoga artikel ini memberi
manfaat bagi semua pihak.
Klaten 17 November 2016
Daru Prapti, S.Pd, M.Pd
3. iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
PENGANTAR................................................................................... 1
MASALAH........................................................................................ 3
PEMBAHASAN DAN SOLUSI......................................................... 7
KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS...................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 16
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................... 17
LAMPIRAN
4. 1
“KACAMATA”
(GERAKAN GEMAR MEMBACA WARGA SMA NEGERI 1 KLATEN
AGAR LITERAT SEBAGAI PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT)
Daru Prapti)1
daru_fismansa@yahoo.com
Abstrak: pengalaman ditulis dari kisah pribadi, hasil membaca, mengamati
dan melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di unit kerja berdasar
panduan dari Kemdikbud. Rumusan masalah bagaimana menerapkan
gerakan literasi sekolah dan apakah kendalanya agar warga SMA Negeri 1
Klaten menjadi literat. Kacamata untuk menutup kekurangan mata saat
membaca,sedangkan “Kacamata” untuk menutup kekurangan bangsa ini
dari hasil PIRLS dikancah internasional yang selalu di rangking
bawah.Penerapan GLS di SMA Negeri 1 Klaten bisa menjadi rujukan bagi
sekolah lain.
Kata Kunci: PIRLS, GLS, sekolah rujukan, SMA Negeri 1 Klaten
Abstact: this experience is written from personal one, the result of reading,
observing and school literary activities (GLS) at school based on
Kemdikbud guidance.The formulation problem is how to apply the school
literary activities and the problem faced so that SMA Negeri 1 Klaten can
be literated. The Glasses is to fulfill the lack of eyes when reading, where
as “Kacamata” to fulfill the lack of this nation is from the result of PIRLS in
the international forum is still in the lowest grade.The application of GLS in
SMA Negeri 1 Klaten can be a guidance of otherschools.
Key words: PIRLS, GLS, pilot schools, SMA Negeri 1 Klaten
PENGANTAR
Teringat dalam benak penulis saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar,
hampir setiap pulang sekolah selalu memiliki kesempatan membaca buku yang
dibawa orang tua dengan profesi guru Sekolah Dasar. Sampai saat ini masih
terbayang gambar beraneka warna dan cerita belum juga hilang. Ada tokoh idola,
ada cerita lucu, bahkan gambar buah-buahan lezat dari negeri dongeng dimana
saat itu belum pernah ada dalam keseharian. Sehingga kini setelah muncul
kehadiran buah naga yang teringat gambaran betapa lezatnya buah dalam cerita
negeri dongeng seperti dahulu pernah dibaca, terasa indahnya masa kecil. Ada juga
kisah Abunawas yang menginspirasi dan cerita Nusantara seperti Malinkundang,
Batu belah dan lain-lain. Rupanya tanpa disadari, kebiasaan yang diupayakan
1
Guru Fisika sekaligus Guru Prakarya dan Kewirausahaan di SMA Negeri 1 Klaten
5. 2
orang tua tersebut mampu membawa pengaruh positif dalam kehidupan penulis
selanjutnya. Terbukti pada saat Kelas VI SD, apapun yang terjadi pada penulis,
tertuang dalam sebuah buku kecil (buku saku), tetapi sayangnya entah dimana
sekarang buku tersebut berada. Pada halaman pertama tertulis: “Anak yang bodoh
tak akan bisa menjadi anak yang sholeh”. Hal ini berarti bahwa sudah ada keinginan
dan usaha untuk menjadi pandai, agar menjadi anak sholeh. Entah dari mana
referensi tulisan tersebut, yang jelas segala pikiran dan perasaan bisa tertuang
dalam buku kecil itu. Kini upaya orang tua yang menyediakan beraneka buku
bacaan saat itu sangat dirasakan oleh penulis, hingga berdampak lebih dari sepuluh
karya tulis baik berupa hasil penelitian maupun artikel bisa dibuat sehingga mampu
mengantarkan penulis menjadi guru berprestasi tingkat Kabupaten. Dari
pengalaman penulis tersebut menunjukkan bahwa membaca dan menulis
merupakan salah satu kunci meraih kesuksesan.
Hampir dua tahun lamanya gerakan literasi sekolah (GLS) berlangsung di
SMA Negeri 1 Klaten. Selama kurun waktu itu, pengaruh GLS bisa dilihat dan
dirasakan bagi peserta didik maupun stakeholder di Sekolah tersebut, meskipun
waktu 1,5 tahun belum cukup lama untuk sebuah pembudayaan. Awalnya gerakan
membaca di SMA Negeri 1 Klaten bisa diibaratkan sebagai pemaksaan, karena
mereka harus berangkat 15 menit lebih pagi sehingga jarang ada peserta didik
terlambat sekolah, hal ini berarti pembudayaan tersebut mampu meningkatkan
kedisiplinan. Selain itu ternyata gerakan literasi di SMA Negeri 1 Klaten bisa
meningkatkan keamanan bagi peserta didik dalam mengurangi resiko kecelakaan
di jalan raya, karena semakin pagi kondisi jalan belum penuh oleh kendaraan. Juga
terdapat hubungan kekeluargaan yang harmonis antara alumni yang sudah puluhan
tahun meninggalkan bangku sekolah dengan pihak sekolah melalui sumbangan
ratusan buku untuk dibaca adik-adiknya. Namun kini paksaan membaca tersebut
sudah menjadi sebuah kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan yang bisa
mengantarkan peserta didik menjadi generasi yang hebat, karena dengan kegiatan
membaca buku mampu melejitkan potensi diri bagi pembacanya. Salah satu
indikator yang diamati adalah sering dijumpai peserta didik mencuri waktu untuk
melanjutkan kegiatan membaca buku yang disukai pada jeda kegiatan
pembelajaran berlangsung.
6. 3
MASALAH
Pada pertengahan 2015 digulirkan penumbuhan budi pekerti yang
dituangkan dalam Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 21/2015 dan
dikembangkan melalui Permendikbud Nomor 23/2015 tentang gerakan membaca-
menulis yang gencar dikumandangkan dalam segala lini mulai dari lingkungan
keluarga, sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
Salah satu contoh gerakan membaca dan menulis yang digiatkan oleh
keluarga Shinta Handini-Muthia Fadhila Khairunnisa seperti yang dilansir dalam
Koran Jawa Pos edisi Rabu 5 Oktober 2016. Keduanya merupakan pasangan ibu-
anak yang secara kompak menjadi penulis produktif sehingga karya-karyanya
banyak tersebar di toko buku dan perpustakaan. Muthia F Khairunnisa telah
menerbitkan 37 buku dalam usianya sekarang 15 tahun, dimana sejak kecil sudah
didekatkan dengan dunia buku oleh ibunya. Sang ibu pun tak kalah hebat,
terinspirasi dan tertantang oleh ketekunan anaknya yang telah menulis dan
menerbitkan buku terlebih dahulu, kini sang ibu malah mampu menerbitkan 41 judul
buku. Tak pelak bermacam kejuaraan dan penghargaan pun layak mereka terima.
Dari pengalaman menulis buku tersebut dia menyebutkan bahwa tak mudah
menulis cerita bertema anak, karena harus menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, kalimatnya tidak panjang tetapi tetap menarik, selain itu menjadi penulis
juga harus memikirkan detail ilustrasi pada tiap halamannya, menurut diahal ini
menjadi mudah jika sudah terbiasa dilaksanakan.
Masih bersumber dari Koran Jawa Pos edisi Selasa 1 November 2016,
contoh budaya baca yang digiatkan oleh masyarakat antara lain dari seorang sopir
angkot di Bandung yang menciptakan perpustakaan berjalan di angkotnya, dia
adalah bapak M. Pian Sophian.Sejak sekitar tiga bulan yang lalu beliau mengisi
mobil penumpangnya dengan berbagai buku bacaan yang dipinjam dari
perpustakaan SDN Cisalak tempat istrinya bekerja dan UPTD Dinas Pendidikan
Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Berbagai jenis bacaan mulai dari
novel, resep masakan untuk ibu-ibu, komik untuk anak-anak hingga buku-buku
politik dan agama tertata rapi dalam rak sederhana yang dibuat dari besi setinggi
15 cm di kaca belakang. Apresiasi terhadap langkah Pian yang inspiratif dan
bermanfaat tersebut menuai pujian antara lain dari netizen akun Facebook istrinya
setelah dia mengunggah di akun pribadinya tersebut hingga banyak kalangan
7. 4
masyarakat yang menyumbang buku untuk perpustakaan berjalannya tersebut.
Selain itu banyak diantara penumpang yang me-request buku untuk dibawa Pian
dalam perjalanan berikutnya, sampai ada penumpang yang ingin membeli koleksi
buku yang diminatinya karena buku-buku tersebut selalu diganti setiap 4 hari sekali.
Tujuan Pian dan istrinya menyediakan buku tersebut agar penumpang tidak merasa
bosan di dalam angkot sekaligus memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi
penumpang dalam perjalanan dan mendukung masyarakat menjadi pembelajar
sepanjang hayat.
Upaya lain untuk memotivasi masyarakat agar giat membaca buku dengan
mendatangkan selebriti seperti tulisan Budi S Tito (2016:4) dalam Jawa Pos edisi
Minggu 23 Oktober 2016 pada acara pembukaan Ngawi Book Fair sekaligus bedah
buku karya artis Ratna Listy, 100 Motivasi Ratna Listy, terjadi di Gedung Eka Kapti
Ngawi pada 6 Oktober 2016. Program gerakan gemar membaca dengan melibatkan
selebriti dianggap sebagai terobosan yang inovatif, karena selebriti sebagai panutan
masyarakat, apa yang dimiliki dan dilakukan oleh selebriti mulai dari gaya busana,
gaya berbicara, kebiasaannya yang suka menulis dan membaca menjadi panutan
bagi remaja dan anak-anak untuk melakukan hal yang sama. Dalam motivasinya
Ratna Listy menulis, “Jangan menunggu terinspirasi baru menulis, tapi menulislah
maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu”. Budi menyatakan hal ini seperti ditulis
Roland Fishman, “If you want write, write and keep writing”.
Dalam tulisan Budi disebutkan bahwa masalah minat baca dan budaya baca
lazimnya domain para guru dan sastrawan. Para sastrawan seperti Taufiq Ismail
dan sejumlah sastrawan lain sudah berkelana di penjuru Nusantara untuk
mengedukasi pelajar di Indonesia agar gemar bersastra termasuk membaca. Di
Sekolah, sejak dari dulu guru sudah menganjurkan para siswanya untuk membaca
buku, memang itu salah satu tugasnya karena buku adalah jendela dunia, namun
dalam kondisi seperti sekarang, yang notabene dunia melesat ke alam virtual,
audiovisual dan multimedia, kondisi yang dikhawatirkan oleh banyak pihak saat
melihat anak muda generasi MTV seakan tak peduli lagi dengan buku. Alih-alih
mampu merayu para siswa untuk gemar membaca, gurunya sendiri tak suka
membaca dan lebih asyik bergawairia.Tak pelak lagi, perkembangan teknologi
informasi yang pesat telah menggeser budaya baca menjadi budaya nonton.
8. 5
Diakui oleh psikolog anak dan remaja, Nurul Annisa dalam Jawa Pos Radar
Solo edisi Senin 24 Oktober 2016, bahwa kecanduan gadget pada anak dapat
memicu kebiasaan buruk, misalnya malas membaca dan menulis, dapat berbuat
curang hingga mempengaruhi kemampuan menganalisis masalah. Dampak lainnya
adalah menurunnya kemampuan bersosialisasi, mempengaruhi pola hidup,
menghambat perkembangan, dan timbul penyakit yang mengganggu
mental.Menurut Nurul, anak-anak juga dapat terstimulus oleh konten di dalam
gadget sehingga mereka kadang agresif atau bahkan sebaliknya lebih pasif. Betapa
tidak, saat ini sudah merupakan hal biasa terjadi pada anak maupun orang dewasa
setiap saat dalam berbagai kondisi gadget tak lepas dari tangan untuk dioperasikan.
Nurul tak memungkiri jika saat ini orang tua juga dilanda demam gadget terutama
pasangan muda, ibaratnya menggendong anak saja orang tua pegang HP,
bagaimana bisa melarang anak bermain HP? Kenyataan miris sering kita baca,
banyak anak kecil terlibat perkosaan, pelecehan seksual, pornografi, tindakan
kriminal yang ditengarai salah satu penyebabnya adalah penggunaan gawai yang
tidak benar. Sebelum dampak negatif penggunaan gawai berkembang lebih lanjut,
sebenarnya bisa dicegah dengan komunikasi yang efektif agar perkembangan
teknologi yang pesat tidak menggeser budaya baca menjadi budaya nonton.
Begitu gencarnya kampanye gemar membaca didengungkan oleh
pemerintah baik lewat mediamassa, melalui dunia pendidikan dan lain sebagainya.
Berdasarkan data PIRLS (Progress in International Reading and Literacy Study) dan
PISA (Programme International Student Assessment) khususnya dalam hal
memahami bacaan menunjukkan kompetensi peserta didik Indonesia tergolong
rendah. Rendahnya keterampilan membaca membuktikan bahwa proses
pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap
pengetahuan dan sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang
menjadikan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat. PIRLS adalah
studi internasional tentang literasi membaca siswa Sekolah Dasar kelas IV yang
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali mulai tahun 2001, sedangkan Indonesia baru
berpartisipasi tahun 2006. Dalam studi ini prosedur operasi standar yang ditetapkan
adalah pelaksanaan ujicoba dan survey, penggunaan tes dan angket, penentuan
populasi dan sampel, pengelolaan analisis dan data, dan pengendalian mutu. Pada
PIRLS tahun 2011 Indonesia berada pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta.
9. 6
Setali tiga uang, hasil uji literasi membaca dalam PISA 2009 Indonesia berada pada
peringkat ke-57 dari 65 negara dengan skor 396 dari rata-rata skor 493, sedangkan
pada PISA 2012 peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65
negara dengan skor 396 dari skor rata-rata 496.Sehingga upaya pemerintah untuk
menyejajarkan posisi Indonesia di mata dunia perlu mendapat dukungan berbagai
pihak. Karena sebagaimana dalam Hernowo (2015:8) yang dicuplik dari Sinar
Harapanyang merujuk pidato Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Mahsun “kegemaran membaca dan menulis mampu memperlihatkan
kesiapan suatu bangsa dalam membangun peradabannya sesuai cita-
cita.”Sehingga tujuan pendidikan nasional yang sarat oleh nilai-nilai luhur dan cita-
cita bangsa ini bisa mudah terlaksana jika warga Indonesia memiliki kegemaran
membaca dan menulis. Sebab melalui kegiatan membaca pengetahuan mudah
didapatkan dan dengan membaca mampu melejitkan potensi masing-masing
pembacanya.
Oleh Jordan E. Ayan dalam Hernowo (2015:37) bahwa membaca
berpengaruh positif terhadap kreativitas karena peristiwa membaca yang terbaik
pada hakekatnya adalah siklus hidup mengalirnya ide pengarang dalam diri kita,
selanjutnya ide kita mengalir ke seluruh dunia dalam bentuk benda yang dihasilkan,
pekerjaan yang dilakukan dan orang-orang yang terkait dengan kita. Agar
keterampilan membaca mampu menghasilkan daya kreativitas, Ayan menganjurkan
4 langkah sebagai berikut, 1) berjanji untuk membaca secara kreatif setiap hari,
dengan membuat kontrak pada diri sendiri misalnya sehari satu lembar, one day
one juz, 2) membaca secara “ngemil” (sedikit demi sedikit), 3) membaca dengan
beragam sumber bacaan, karena membaca materi yang tidak berkaitan dengan
kesenangan/ide kita pun mampu memberi inspirasi dalam langkah kita, 4)
menerapkan apa yang dibaca dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian bagaimana penerapan Gerakan Gemar Membaca Warga SMA
Negeri 1 Klaten agar Literat Sepanjang Hayat (“Kacamata”) dalam Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) seperti pada Panduan GLS di Sekolah Menengah Atas yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016? Apakah
yang menjadi kendala dalam pelaksanaan “Kacamata”?
10. 7
PEMBAHASAN DAN SOLUSI
SMA Negeri 1 Klaten yang memiliki visi terwujudnya lulusan unggul berdaya
saing global dan beretika lingkungan berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa, pada
tahun 2015 melalui Surat Keputusan Direktur Pembinaan SMA Nomor
2326.2/D4/KU/2015 tanggal 1 Juli 2015 ditetapkan sebagai salah satu sekolah
model diantara 300 SMA yang tersebar di 200 kabupaten/kota dan di 34 provinsi
yang menerapkan SNP (Standar Nasional Pendidikan).Secara umum sekolah
model pemenuhan SNP dimaksudkan untuk peningkatan, perluasan dan
percepatan mutu pendidikan di SMA secara merata di seluruh wilayah tanah air
melalui SMA rujukan. Mulai tahun 2016 ini SMA Negeri 1 Klaten menjadi rujukan
bagi sekolah lain dalam pemenuhan SNP dan praktik-praktik baik dalam
pelaksanaan standar isi, standar proses dan standar penilaian dalam mencapai
standar kelulusan serta inovasi pendidikan di SMA Negeri 1 Klaten. Dan sejak
ditetapkan menjadi sekolah model itulah Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMA
Negeri 1 Klaten mulai dikumandangkan.Tepatnya pada pertengahan tahun 2015,
kegiatan GLS mulai disosialisasikan kepada peserta didik dan orang tua /wali murid.
Karena literasi merupakan salah satu program unggulan merupakan praktik baik
yang menjadi bahan rujukan bagi sekolah lain sesuai panduan sekolah model.
Dipilihnya SMA Negeri 1 Klaten sebagai sekolah rujukan diantaranya karena
sekolah ini mampu mengoptimalkan potensi sumber daya sekolah dan
lingkungannya, sehingga terpilih menjadi Sekolah Berintegritas. Hal ini berdasarkan
indeks integritas dalam pelaksanaan UN selama 5 tahun terakhir dari tahun 2010
hingga 2015, diantara 503 sekolah yang berasal dari 123 kabupate/kota di 24
provinsi SMA Negeri 1 Klaten mendapat anugerah sebagai Sekolah Berintegritas,
hingga semangat untuk berintegritas dan berprestasi semakin dikobarkan pada
berbagai lini, termasuk dalam mensukseskan Permendikbud Nomor 23/2015
tentang Gerakan Literasi sekolah (GLS). Praktik baik yang sedang disosialisasikan
kepada seluruh warga SMA Negeri 1 Klaten adalah inovasi dalam hal penilaian
berbasis web yaitu eRaport, harapannya segera disusul juga eLiterasi.
Dalam Panduan GLS disebutkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta
didik, orangtua/wali murid) dan masyarakat sebagai bagian dari ekosistem
pendidikan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang
11. 8
warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi merupakan
kemampuan mengakses, memahami, menggunakan sesuatu secara cerdas melalui
berbagai aktifitas antara lain, membaca, melihat, menyimak, menulis dan/atau
berbicara. Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit
membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai”, kegiatan ini
dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik dan meningkatkan
keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai lebih baik. Adapun materi
baca yang ditentukan dalam panduan GLS yang dikeluarkan Kemdikbud adalah
berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional dan global yang
disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Dalam panduan tersebut
yang menjadi dasar GLS adalah mengembangkan 4 dari 9 agenda prioritas
(Nawacita) yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia,
meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa majudan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,
melakukan revolusi karakter bangsa serta memperteguh kebinekaan dan
memperkuat restorasi sosial Indonesia. Hal tersebut berkaitan erat dengan
komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter serta nasionalis.
Literasi Tahap Pembiasaan
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SMA Negeri 1 Klaten sesuai
panduan GLS dari Kemdikbud melalui 3 tahap, yaitu tahap pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran. Menurut Ferguson dalam Panduan GLS di SMA
oleh Kemdikbud (2016:5) komponen literasi informasi terdiri atas 5 macam yaitu
literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi dan literasi
visual.Pada literasi perpustakaan, yaitu mencari bahan pustaka yang diminati untuk
kegiatan membaca 15 menit, tiap peserta didik diharuskan membawa satu buku
yang disukai (“one person one book”), maka dalam satu kelas yang terdiri atas 30
peserta didik bisa terkumpul 30 buku, dengan program tiap peserta didik dalam satu
tahun diharuskan membaca 3 buku. Buku-buku tersebut diletakkan dalam rak buku
yang dibuatkan oleh sekolah. Pada literasi media yang sering dilaksanakan peserta
didik adalah membaca buku dari media cetak. Pada literasi teknologi yaitu
membaca buku elektronik (misalnya BSE) dilaksanakan saat kegiatan
pembelajaran berlangsung, demikian juga pada literasi visual dalam halmembaca
12. 9
film atau iklan pendek. Secara umum pelaksanaan GLS pada tahap pembiasaan di
SMA Negeri 1 Klaten sudah sesuai dengan panduan GLS di SMA yaitu iklim literasi
yang diarahkan pada pengadaan dan pengembangan fisik antara lain tersedianya
buku-buku nonpelajaran (novel, kumpulan cerpen, buku ilmiah popular, majalah,
komik, dsb), terdapat sudut baca kelas untuk tempat koleksi bahan bacaan dan
poster-poster tentang motivasi pentingnya membaca. Pada tahap pembiasaan yang
dilakukan oleh penulis adalah ikut terlibat sebagai model yang bisa diteladani oleh
peserta didik dalam kegiatan Gerakan Literasi Sekolah dengan membaca buku non
pelajaran 15 menit diawal pelajaran berlangsung, seperti yang terlihat dalam film
pendek di you tube (https://www.youtube.com/watch?v=GIEKC1uNWeA).
Sementara itu, langkah-langkah pelaksanaan GLS tahap pembiasaan di
SMA Negeri 1 Klaten sebagai berikut, 1) setiap hari peserta didik dan guru sebelum
memulai pelajaran melaksanakan kegiatan membaca buku non pelajaran yang
dibawa peserta didik dan disimpan dalam rak buku sudut baca kelas selama 15
menit, 2) kegiatan membaca buku diikuti tugas menuliskan hasil membaca pada
buku report literasi masing-masing peserta didik yang disediakan oleh sekolah.
Mungkin karena literasi belum lama dilaksanakan hingga bagi peserta didik waktu
15 menit terasa pendek jika digunakan untuk kegiatan membaca dan menulis.
Pernah diamati oleh penulis tagihan yang ditulis peserta didik tidak sesuai dengan
kontenyang dibaca, tetapi selama 15 menit peserta didik tetap membaca.Solusi dari
masalah ini yaitu adanya sosialisasi dari guru tentang teknik membaca cepat,
merujuk anjuran pakar Accelerated Learning, Collin Rose dalam Hernowo
(2015:75), dengan memadukan 3 potensi kita yang bersifat to think, to do dan to
act.
Dari hasil quesioner yang berisi 10 indikator literasi tahap pembiasaan seperti
dalam panduan GLS di SMA yang dibagikan kepada 18 peserta didik dan guru
sebagai responden, terdapat 12 indikator dijawab ‘belum’dilaksanakan
olehrespondendari 178 butir indikator (2 indikator tidak dijawab responden),
sehingga disimpulkan oleh penulis bahwa pelaksanaan GLS di SMA Negeri 1 Klaten
tahap pembiasaan sudah dilaksanakan 93,25% dari ketentuan yang dibuat oleh
Kemdikbud.
Literasi Tahap Pengembangan
13. 10
Tahap pengembangan GLS di SMA Negeri 1 Klaten mulai dari literasi dasar,
literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi dan literasi visual melalui
contoh kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Ferguson dalam panduan GLS di
SMA oleh Kemdikbud (2016:5), sesuai pengamatan penulis sudah dilaksanakan
oleh sekolah dan warga SMA Negeri 1 Klaten. Pada dasarnya literasi tahap
pengembangan hampir mirip dengan tahap pembiasaan tetapi pada tahap ini
kegiatan 15menit membaca diikuti oleh kegiatan tindak lanjut yang menunjukkan
keterlibatan pikiran dan emosinya dengan proses membaca produktif secara lisan
maupun tulisan, dan tindak lanjut ini tidak dinilai secara akademik. Setelah peserta
didik mencatat hasil membaca 15 menit dalam buku jurnal report literasi dengan
menyebutkan judul buku, pengarang, jumlah halaman yang dibaca, dan konten
bacaannya, selanjutnya guru memeriksa jurnal tiap peserta didik dengan
membubuhkan tanda tangan dan memberi skor hasil membaca (skor 0 jika tidak
membaca, skor 1 jika membaca kategori baik, dan skor 2 jika membaca kategori
sangat baik). Namun pada pelaksanaannya tidak semua guru memberi skor
penilaian oleh karena waktu yang digunakan untuk menyelesaikan materi pelajaran,
bahkan beberapa guru terlihat tidak sempat memeriksa/menandatangani. Dalam
tahap ini sekolah sudah membentuk TLS (Tim Literasi Sekolah) yang terdiri atas
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru PJP (penanggungjawab pelaksanaan),
guru asuh (semua guru bahasa) dan pustakawan, sekolah sudah mengadakan
seminar literasi, dan sekolah sudah mengadakan berbagai lomba serta pemberian
penghargaan berkaitan dengan kegiatan literasi seperti, lomba pojok baca, lomba
penulisan sinopsis, dan lomba duta baca. Lebih lanjut tahap pengembangan literasi
pada saat pembelajaran.
Pada tahap ini hal yang sudah dilakukan oleh penulis sebagai berikut.
Pengembangan literasi pada pembelajaran Fisika antara lain saat terlihat peserta
didik mengalami jenuh/mengantuk, atau jika pada pembelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan saat peserta didik sudah selesai membuat tugas proyek sementara
waktu yang tersedia masih luang maka waktu tersebut digunakan sebagai penilaian
non akademik dari kegiatan literasi yaitu dengan cara mengambil buku report literasi
dari peserta didik yang menarik perhatian penulis, selanjutnya peserta didik yang
bersangkutan dipersilahkan maju ke depan kelas menceriterakan maksud bacaan
14. 11
yang telah dibaca hari itu seperti yang tertera pada buku report literasi, sedangkan
teman yang lain diminta memberikan komentarnya.
Langkah-langkah pelaksanaan GLS tahap pengembangan di SMA Negeri 1
Klaten adalah sebagai berikut, 1) setiap hari peserta didik dan guru sebelum
memulai pelajaran melaksanakan kegiatan membaca buku non pelajaran yang
dibawa peserta didik dan disimpan dalam rak buku sudut baca kelas selama 15
menit, 2) melaksanakan kegiatan membaca buku diikuti tugas menuliskan hasil
membaca pada buku report literasi masing-masing peserta didik dengan
menyebutkan judul buku, pengarang, jumlah halaman yang dibaca, dan konten
bacaannya, 3) guru memeriksa hasil kegiatan membaca dan menulis peserta didik
dengan membubuhkan tanda tangan dan memberikan skor pada buku jurnal report
literasi peserta didik, 4) melaksanakan kegiatan membaca diikuti oleh tindak lanjut
dalam pembelajaran melalui presentasi singkat atau sederhana, 5) melaksanakan
kegiatan berbagai jenis lomba dan pemberian penghargaan kepada peserta didik
dan mengadakan seminar tentang literasi.
Dari hasil quesioner yang berisi 12 indikator literasi tahap pengembangan
yang disediakan dalam panduan GLS di SMA dan dibagikan kepada
18responden,terdapat beberapa indicator yang tidak dipahami warga SMA Negeri
1 Klaten, seharusnya terkumpul 216 indikator tetapi sebanyak 10 indikator
abstain/tidak dijawab oleh responden. Sehingga dari 206 indikator yang dijawab
terdapat 36 indikator dijawab ‘belum’ oleh responden.Jadi penulis menyimpulkan
bahwa pelaksanaan GLS di SMA Negeri 1 Klaten tahap pengembangansudah
dilaksanakan sebesar 82,52%dari ketentuan yang dibuat oleh Kemdikbud.
Literasi Tahap Pembelajaran
Tahap pembelajaran GLS di SMA Negeri 1 Klaten mulai dari literasi dasar,
literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi dan literasi visual melalui
contoh kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Ferguson dalam panduan GLS di
SMA oleh Kemdikbud (2016:5), sesuai pengamatan penulis sudah dilaksanakan
oleh sekolah dan warga SMA Negeri 1 Klaten. Hal yang membedakan antara tahap
pengembangan dengan tahap pembelajaran adalah tindak lanjut bersifat
akademik (terkait dengan mata pelajaran) dan penilaiannya bersifat akademik dan
non-akademik. Sekolah menyediakan lingkungan fisik, sosial dan afektif, dan
akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital).Namun diamati
15. 12
penulis tersedianya jaringan internet kurang maksimal di beberapa tempat sehingga
mengganggu kegiatan membaca literasi media dan teknologi.Pada tahap
pembelajaran ini hal yang sudah dilakukan oleh penulis sesuai panduan GLS di
SMA antara lain penulisan biografi peserta didik dalam satu kelas sebagai proyek
kelas, namun kegiatan literasi dengan tagihan akademik belum dilaksanakan.
Langkah-langkah pelaksanaan GLS tahap pembelajaran di SMA Negeri 1
Klaten adalah sebagai berikut, 1) melaksanakan kegiatan membaca buku sebelum
jam pelajaran diikuti kegiatan lain dengan tagihan akdemik dan non akademik, 2)
melaksanakan kegiatan literasi pada pembelajaran dengan tagihan akademik,
misalnya menuliskan sumber pustaka pada laporan, 3) menggunakan lingkungan
fisik, sosial dan afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual,
auditori, digital) untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.
Sesuai panduan GLS di SMA, terdapat 15 indikator untuk mengevaluasi
pelaksanaan literasi tahap pembelajaran. Seharusnya terkumpul 270 indikator,
tetapi sebanyak 38 tidak dijawab oleh responden, dan terdapat 46 responden
menjawab ‘belum’ dari 242 indikator. Hal ini berarti setelah dievaluasi pelaksanaan
GLS tahap pembelajaran di SMA Negeri 1 Klaten baru dilaksanakan sebesar
80,99% dari ketentuan yang dibuat oleh Kemdikbud.Banyaknya indikator yang tidak
dijawab respondenmenunjukkan kurangnya sosialisasi dalam hal literasi bagi warga
SMA Negeri 1 Klaten.
KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah yang diupayakan Pemerintah perlu
mendapat dukungan dari berbagai lini, mengingat rendahnya kompetensi membaca
dari peserta didik Indonesia di kancah dunia. Gerakan ini bertujuan
menumbuhkembangkan generasi yang literat sepanjang hayat, dan diupayakan
melalui lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Mulai dari lingkungan
sekolah yang terdiri atas seluruh warga pembelajar berimbas membawa virus
kebaikan kepada keluarga masing-masing warganya sehingga seluruh masyarakat
Indonesia literat sepanjang hayat.
Simpulan
16. 13
Sesuai Panduan Gerakan Literasi Sekolah yang keluarkan oleh Kemdikbud,
sebagai sekolah rujukan SMA Negeri 1 Klaten menerapkan praktik-praktik baik dan
inovasi dalam bidang pendidikan serta selama kurang lebih 1,5 tahun mampu
melaksanakan Gerakan Gemar Membaca Warga SMA Negeri 1 Klaten agar Literat
sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat (“Kacamata”) dengan simpulan sebagai
berikut.
1. Penerapan “Kacamata”dilaksanakan melalui 3 tahap literasi, yaitu literasi
pembiasaan, literasi pengembangan dan literasi pembelajaran. Langkah-
langkah kegiatan pada literasi pembiasaan yaitu peserta didik dan guru
melakukan kegiatan membaca buku non pelajaran dalam hati selama 15 menit,
hasil membaca ditulis dalam buku jurnal report literasi. Langkah-langkah
kegiatan pada literasi pengembangan yaitu sebelum memulai pelajaran kegiatan
membaca buku non pelajaran selama 15 menit, kegiatan membaca buku diikuti
tugas menuliskan hasil membaca pada buku report literasi masing-masing
peserta didik dengan menyebutkan judul buku, pengarang, jumlah halaman
yang dibaca, dan konten bacaannya, setiap hari guru memeriksa hasil kegiatan
membaca dan menulis peserta didik dengan membubuhkan tanda tangan dan
memberikan skor pada buku jurnal report literasi peserta didik, melaksanakan
kegiatan membaca diikuti oleh tindak lanjut dalam pembelajaran melalui
presentasi singkat atau sederhana, melaksanakan kegiatan berbagai jenis
lomba dan pemberian penghargaan kepada peserta didik dan mengadakan
seminar tentang literasi. Langkah-langkah kegiatan pada literasi tahap
pembelajaran yaitu melaksanakan kegiatan membaca buku sebelum jam
pelajaran diikuti kegiatan lain dengan tagihan akdemik dan non akademik,
melaksanakan kegiatan literasi pada pembelajaran dengan tagihan akademik,
misalnya menuliskan sumber pustaka pada laporan, menggunakan lingkungan
fisik, sosial dan afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual,
auditori, digital) untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran. Pada
tahap pembiasaan yang dilakukan penulis dalam kegiatan “Kacamata” adalah
ikut terlibat sebagai model yang bisa diteladani oleh peserta didik dengan
membaca buku non pelajaran 15 menit diawal pelajaran berlangsung. Pada
tahap pengembangan yang dilakukan penulis dalam “Kacamata” adalah
melakukan penilaian non akademik dari kegiatan literasi dengan
17. 14
mengembangkan keterampilan berbicara peserta didik. Pada tahap
pembelajaran yang dilakukan penulis dalam “Kacamata” adalah penulisan
biografi peserta didik dalam satu kelas sebagai proyek kelas. Setelah dievaluasi
melalui pengamatan dan hasil quesioner yang dibagikan kepada 4 guru dan 14
peserta didik kelas XI dan XII, maka pelaksanaan “Kacamata” sebesar 93,25%
pada tahap pembiasaan, dan 82,52% pada tahap pengembangan serta 80,99%
pada tahap pembelajaran sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMA yang dikeluarkan oleh Kemdikbud.
Adapun penerapan “Kacamata” dapat dibuat tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Penerapan “Kacamata”
No Tahap Literasi Langkah-langkah Pengalaman Guru Hasil
1. Pembiasaan - Peserta didik dan guru melakukan kegiatan
membaca buku non pelajaran dalam hati selama
15 menit.
- Hasil membaca ditulis dalam buku jurnal report
literasi
Terlibat sebagai model
yang bisa diteladani
dengan membaca buku
non pelajaran 15 menit
diawal pelajaran
93,25%
Sesuai
panduan
GLS di
SMA
2. Pengembangan - Sebelum memulai pelajaran kegiatan membaca
buku non pelajaran selama 15 menit diikuti tugas
menuliskan hasil membaca pada buku report
literasi.
- Gurumemeriksa hasil kegiatan membaca dan
menulis peserta didik dengan membubuhkan
tanda tangan dan memberikan skor pada buku
jurnal.
- Melaksanakan kegiatan tindak lanjut dalam
pembelajaran melalui presentasi singkat atau
sederhana
- Melaksanakan kegiatan berbagai jenis lomba
dan pemberian penghargaan kepada peserta
didik serta mengadakan seminar tentang literasi.
Melakukan penilaian
non akademik dari
kegiatan literasi dengan
mengembangkan
keterampilan berbicara
peserta didik
82,52%
Sesuai
panduan
GLS di
SMA
3. Pembelajaran - melaksanakan kegiatan membaca buku
sebelum jam pelajaran diikuti kegiatan lain
dengan tagihan akdemik dan non akademik,
- melaksanakan kegiatan literasi pada
pembelajaran dengan tagihan akademik,
misalnya menuliskan sumber pustaka pada
laporan,
- menggunakan lingkungan fisik, sosial dan
afektif, dan akademik disertai beragam bacaan
(cetak, visual, auditori, digital) untuk
memperkaya pengetahuan dalam mata
pelajaran
Penulisan biografi
peserta didik dalam
satu kelas sebagai
proyek kelas yang
merupakan tagihan non
akademik
80,99%
Sesuai
panduan
GLS di
SMA
2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan “Kacamata” antara lain pada tahap
pembiasaan yaitu tagihan/tindak lanjut menulis kedalam buku jurnal report
literasi oleh peserta didik tidak sesuai dengan konten yang dibaca, solusinya
adalah guru meningkatkan sosialisasi tentang teknik membaca cepat yang
memadukan 3 potensi kita yang bersifat to think, to do, to act. Kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan “Kacamata” pada tahap pengembangan yaitu
terdapat guru yang masih enggan melaksanakan kegiatan literasi, memeriksa
18. 15
hasil literasi peserta didik maupun enggan membaca buku non pelajaran.
Solusinya pemeriksaan buku jurnal report literasi bisa dilaksanakan 1-2 minggu
sekali sesuai panduan dari Kemdikbud, sedangkan agar guru gemar membaca
dengan mengadakan lomba/kompetisi berkaitan dengan literasi tidak hanya
dilakukan terhadap peserta didik namun untuk guru. Kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan “Kacamata” pada tahap pembelajaran yaitu kurang
maksimalnya jaringan internet di beberapa titik lokasi, sehingga mengganggu
kegiatan literasi di sembarang tempat. Solusinya dengan membuat nyaman
tempat baca (cetak, visual, auditori, digital) melalui pemasangan jaringan
internet dengan bandwidth besar.
Saran
SMA Negeri 1 Klaten merupakan SMA rujukan yang menjadi contoh bagi
sekolah lain, agar semua sistem mampu sebagai contoh bagi sekolah lain sehingga
faktor guru sangat menentukan keberhasilannya, dalam hal inipenulis berharap
pelatihan yang berkaitan dengan literasi ditingkatkan baik frekuensi maupun jenis
pelatihannya.
SMA Negeri 1 Klaten merupakan sekolah rujukan yang mengunggulkan
praktik-praktik baik seperti penumbuhan budi pekerti melalui kegiatan literasi,
kewirausahaan, adiwiyata, sekolah aman, dan inovasi pendidikan lainnya. SMA
Negeri 1 Klaten sedang meluncurkan program baru yaitu eRaport, dimana segala
bentuk penilaian dan tagihan berbasis web, artinya penilaian bisa diakses melalui
internet dan bersifat cepat dan mudah. Harapan penulis demikian juga untuk semua
kegiatan literasi baik yang dilakukan oleh peserta didik maupun guru juga berbasis
web (eLiterasi), misalnya tagihan atau tindak lanjut dari hasil membaca bisa
diunggah melalui web sekolah, jadi pemeriksaannya atau pemantauannya lebih
mudah, selain itu bagi peserta didik hal itu lebih menyenangkan.
19. 16
DAFTAR PUSTAKA
Budi S Tito. 2016. Selebriti dan Budaya Baca. Koran Harian Jawa Pos. Jakarta.
(Edisi Minggu 23 Oktober 2016 Halaman 4).
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah
Menengah Atas. (eBook).
Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Pelaksanaan
Bansos SMA Model Pemenuhan SNP. (eBook).
Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Panduan Pelaksanaan
Bansos SMA Rujukan.
Hernowo. 2015. Quantum Reading: Cara Cepat Nan Bermanfaat untuk Merangsang
Munculnya Potensi Membaca. Kaifa. Bandung.
(Irw/ves/wa). 2016. Ketika Balita “Akrab” dengan Teknologi. Tidur Pun Anak Keloni
Gadget. Koran Harian Jawa Pos Radar Solo. Surakarta. (Edisi Senin 24
Oktober 2016 Halaman 1).
Mufid S Juneka. 2016. Muthia Fadhila Khairunnisa-Shinta Handini, Anak dan Ibu
yang “Bersaing” Jadi Penulis. Sang Mama Terlecut gara-gara Ditantang
Putrinya. Koran Harian Jawa Pos. Jakarta. (Edisi Rabu 5 Oktober 2016
Halaman 1).
Putra Bayu. 2016. Perpustakaan Berjalan, Cara Sopir Angkot di Bandung
Kampanyekan Budaya Baca. Sediakan Buku agar Penumpang Tak Main
Ponsel. Koran Harian Jawa Pos. Jakarta. (Edisi Selasa 1 November 2016
Halaman 1).
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pirls (5 November
2016)
21. 18
LAMPIRAN 1
BIODATA PENULIS
Nama : Hj.Daru Prapti, S.Pd, M.Pd.
TTL : Klaten, 14 Mei 1969
Agama : Islam
Golongan Darah : B
Status Pernikahan : Kawin
Nama Suami : Drs. H Arif Puji Haryono,SH,M.SI
Nama Anak : Wildan Syauqi Rifanda
Zulfa Majida Rifanda
Adila Hamima Rifanda
Riwayat Pendidikan : MIMSrebegan,Ceper,Klaten(Tahun 1975-1981)
MTs N Mlinjon Filial di Srebegan (Tahun 1982-1984)
SMA Muh 1 Klaten (Tahun 1985-1987)
D3 Pendidikan Fisika UNS (Tahun 1987-1990)
S1 Pendidikan Fisika UNS (Tahun 1995-1997)
S2 Pendidikan Sains UNS (Tahun 2010-2011)
Blog : www.enterpreneuria.blogspot.co.id
Alamat : Perum Cemara Hijau 4/12 Drono,Ngawen,Klaten
Foto :
22. 19
LAMPIRAN 2
Quesioner untuk Mengetahui Persentase Penerapan “Kacamata”
Sesuai Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMA
Contoh Responden 2
27. 24
LAMPIRAN 4
Gambar 1. Pojok Baca
Gambar 2. Poster Kampanye Baca di Dalam Kelas
Gambar 3. Buku Report Literasi Peserta Didik
28. 25
Gambar 4. Poster Pembiasaan Hidup Bersih-Sehat Terpampang di Koridor.
Gambar 5. Tenaga Kependidikan menjadi Model Ikut Membaca
Gambar 6. Guru menjadi Model dalam Kegiatan 15 Menit Ikut Membaca
29. 26
Gambar 7. Kegiatan 15 Menit Membaca dalam Hati Sebelum Pelajaran
Gambar 8. Kegiatan Tindak Lanjut Berupa Tanggapan Secara Lesan
30. 27
Gambar 9. Area Baca yang Nyaman untuk Kegiatan Literasi
Gambar 10. Penggunaan Lingkungan Fisik Disertai Beragam Bacaan
31. 28
LAMPIRAN 5
TESTIMONI
1. Bagus Aji Damara XII MIPA 3 / 13
Kegiatan literasi di SMA N 1 Klaten yang digalakan 2 tahun belakangan ini menurut
saya adalah suatu kemajuan dibidang pembelajaran untuk menumbuhkan dan
meningkatkan minat baca siswa yang di Indonesia sendiri minat baca tersebut
masih sangatlah kurang. Pada awal pelaksanaan terlihat sekali program ini menjadi
suatu keterpaksaan bagi para siswa karena mereka diwajibkan datang lebih pagi
untuk membaca dan menulis sebuah rangkuman tentang apa yang baru saja
mereka baca. Tetapi setelah setahun berjalan minat baca itu mulai tumbuh
dikalangan siswa SMA N 1 Klaten, hal ini dibuktikan dengan makin giatnya siswa
mengisi waktu luangnya dengan membaca baik ketika pelajaran kosong maupun
saat guru sedang memberikan tugas ada saja siswa yang mencuri-curi waktu untuk
membaca. Ditambah lagi dengan berbagai fasilitas yang diberikan oleh sekolah
seperti menambahkan pendingin ruangan di Perpustakaan Sekolah maupun
pengadaan Pojok Baca di setiap kelas sangat membantu untuk menunjang minat
baca siswa. Ini membuktikan bahwa gerakan literasi sekarang ini telah membumi
dan membudaya dikalangan siswa SMA N 1 Klaten dan menjadi sebuah candu
yang memiliki efek luar biasa kepada para siswa.
2. Dhia Fauzia Rahman XII IPA 7/12
Menurut saya kegiatan literasi di SMA N Klaten sudah berjalan dengan baik
terutama budaya membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai sangat berdampak
positif. Saya pernah menceritakan budaya ini kepada bapak saya yang kebetulan
guru di SMK N 2 Klaten dan respon beliau sangat antusias dan berencana
mengaplikasikan budaya ini di kelas yang beliau ajar. Fasilitas yang diberikan SMA
N 1 Klaten dalam kegiatan literasi juga sangat memadai dilihat dengan
penyempurnaan perpustakaan serta penambahan koleksinya. Sehingga dari hari ke
hari perpustakaan kini semakin ramai pengunjungnya. Literasi sebenarnya tidak
hanya kegiatan membaca namun juga kegiatan menulis atau berkarya, sehingga
apabila kegiatan berkarya ini juga digalakkan di SMA N 1 Klaten maka literasi akan
menjadi lebih baik. Hal ini dapat dijadikan sebagai saran untuk SMA N 1 Klaten guna
32. 29
meningkatkan mutu dan kualitas budaya literasi disini dengan menampung dan
memfasilitasi karya-karya milik siswa sebagai bagian dari hasil budaya literasi.
Terimakasih #AYO_LITERASI
3. Puput Nidaul Choiriyah/XII MIPA 1
Literasi......, ya memang program unggulan inilah yang sedang “membooming” di
sekolahku. Setiap pagi tepatnya pukul 06.45 sampai 07.00 sudah menjadi
kebudayaan baik bagi siswa maupun guru untuk menjalankan literasi. Kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk menambah minat baca serta meningkatkan kecepatan
dalam memahami suatu bacaan selama 15 menit dan pada akhirnya dituangkan
dalam tulisan kembali.
Sekilas program ini dikemas dengan rapi dan lancar-lancar saja. Namun, jika
dikupas satu persatu tentu masih ada cela disana sini. First, kesadaran warga
sekolah baik guru ataupun siswa. Nah ini menjadi topik yang utama karena
berlangsungnya program literasi sangat bergantung pada mereka. Kebanyakan
para siswa sudah sadar akan kebutuhan membaca, eitss belum sepenuhnya lho ya.
Masih ada oknum-oknum siswa yang belum sadar bahwa membaca itu kebutuhan
bukan paksaan semata. Fenomena siswa-siswa yang terlambat sekolah misalnya.
Hal tersebut tentu membuat para siswa tidak sempat melakukan literasi karena
waktu yang seharusnya digunakan untuk literasi malah dibuang sia-sia karena
33. 30
keterlambatan. Kemudian dari segi pengajar, guru-guru pun ikut menyukseskan
program literasi. Tetapi, ada beberapa guru yang kurang tingkat kepeduliannya.
Beliau terkadang hanya menunggu para siswa yang sedang melakukan literasi
dengan berjalan kesana kemari ataupun sibuk mengisi jurnal pelajaran. Hal tersebut
sangat disayangkan, karena seharusnya guru yang menjadi pedoman siswa-siswa
malah kurangmendukung program literasi.
Second, permasalahan koleksi buku yang belum sesuai yang diharapkan.
Minimal koleksi buku literasi per kelas adalah 100 buah. Tetap saja masih ada kelas-
kelas yang jumlah koleksi bukunya kurang dari yang diharapkan. Permasalahan ini
mengindikasikan bahwa belum sepenuhnya program literasi berjalan sukses.
Third, persoalan ketertiban.... Nah ini yang seringkali membuat para siswa
jengkel. Seharusnya setelah melakukan kegiatan literasi, buku-buku yang usai
dibaca dikembalikan di rak yang terletak di sudut baca tiap kelas. Faktanya, buku-
buku masih tergeletak di laci meja tiap siswa. Jadi meskipun sudah ada jurnal
koleksi buku, tetap saja hampir tiap pagi siswa-siswa ribut mencari buku bacaan
mereka masing-masing. Selain itu, terkadang beberapa siswa penasaran dan
saling meminjam buku temannya. Akan tetapi buku tersebut tidak dikembalikan di
tempat semestinya, bahkan tergeletak saja di sana-sini. Nah sudah selayaknya
ketertiban itu diterapkan untuk menyukseskan program literasi.
Fourth, sikap kepedulian siswa-siswa untuk memolek sudut baca tiap kelas.
Beberapa kelas memang sudah tampak berjalan sendirinya tanpa harus
diperingatkan oleh guru penanggung jawab literasi tiap kelas. Hal itu bukan berarti
menutup kemungkinan masih ada kelas-kelas yang harus diingatkan oleh guru
penanggung jawab literasi. Guru-guru yang mendapat amanah untuk mengampu
literasi tiap kelas masih harus mengunjungi kelas-kelas untuk mengingatkannya.
Kiranya cukup empat permasalahan tersebut yang masih harus dibenahi
guna mendukung suksesnya program literasi. Ingat ya....literasi itu merupakan
kebutuhan bukan paksaan. Jadi dalam diri kita masing-masing sudah harus
ditanamkan kesadaran diri untuk membaca. Entah itu bacaan berupa pengetahuan,
agama, komik, novel, komedi, motivasi, biografi dan lain sebagainya, tidak menjadi
masalah dalam melakukan program literasi. Mulai sekarang kita sebagai warga
SMA N 1 Klaten harus menyukseskan program literasi dengan menaati aturan-
aturan yang telah ditetapkan. Kita hidupkan gairah perpusatakaan sekolah guna
membuka cakrawala dunia. Perlebar sayap kalian untuk menebarkan benih-benih
literasi SMA N 1 Klaten. Salam literasi....!!!!!
4. Dhanty Amalia Mahardhika P. XII IPA 6 / 15
Program literasi sekolah merupakan kegiatan rutin membaca buku non-pelajaran
yang dilakukan oleh semua warga sekolah, tak terkecuali guru. Program literasi ini
digalakkan oleh SMA Negeri 1 Klaten sejak awal tahun 2015 silam. Para siswa dan
guru diwajibkan untuk membaca buku non-pelajaran apapun setiap pagi dari pukul
6.45 WIB-7.00 WIB, lalu menuliskan ringkasannya pada sebuah buku jurnal yang
disediakan sekolah. Buku-buku non-pelajaran itu bisa berupa novel, cerpen, buku
motivasi, buku histori, buku biografi,dan lain-lain. Tiap-tiap kelas diberi subsidi rak
34. 31
dari sekolah. Perpustakaan pun juga diberi tambahan koleksi buku. Beberapa waktu
silam juga sering diadakan lomba literasi. Lomba literasi ada yang diikuti oleh
perwakilan kelas, dan ada yang diikuti oleh tiap-tiap siswa. Lomba-lomba tersebut
di antaranya: menulis cerpen untuk tiap siswa lalu membukukannya, ada perwakilan
kelas yang membuat karya cerpen, lomba menghias pojok baca oleh tiap-tiap kelas.
Menurut saya, program ini sangat baik dalam menambah wawasan siswa,
menambah pengalaman baru, dan membuat siswa dapat terlatih untuk berpikir
kritis. Tapi di sisi lain, program literasi di SMA Negeri 1 Klaten memiliki kendala-
kendala. Banyak siswa yang kehilangan buku karena dipinjam tanpa tahu siapa
yang meminjamnya. Hal ini dapat memberatkan siswa dan siswa tersebut menjadi
malas atau enggan untuk menaruh buku di rak. Selain itu, banyak siswa yang
awalnya terpaksa untuk membaca buku karena pada dasarnya ada beberapa siswa
yang tidak hobi membaca.
5. Aldo Aji S (12 IPA 2/02)
Literasi di SMA N 1 KLATEN, menurut saya literasi di smansa sudah cukup
baik dan sudah berjalan semestinya akan tetapi dari siswa smansa kurang bisa
memaknai arti dari literasi itu sendiri, kalau menurut saya arti literasi itu hanya
bersumber pada kata memaknai dan memberikan kesimpulan atas apa yang kita
baca. Untuk keseluruhan literasi di smansa sudah baik dan perlu ditingkatkan.
Literasi smansa seharusnya bisa memberikan perubahan untuk perilaku siswa
smansa dalam proses pembelajaran dengan semakin rajinnya membaca. Beberapa
event yang menunjang dalam literasi dismansa sudah cukup banyak dan baik,
contohnya workshop literasi, lomba pojok baca, pembukuan synopsis novel, dll.
35. 32
Kesadaran dari pihak sekolah terhadap literasi sudah cukup baik dan memberikan
fasilitas yang baik yang berkenaan dengan program Literasi. Program literasi yang
awalnya dianggap biasa akan tetapi semakin hari Program litersi itu semakin bisa
memberikan wadah kreatifitas bagi anak untuk menuangkan hasil literasinya. Dalam
hal ini literasi di Smansa seperti kata bijak yaitu “menebar biji menuai menjadi Api”
yang artinya tergantung kita yang melakukan proses itu dengan baik atau kita
melakukan proses itu dengan tidak baik yang akan menjadikannya hasil yang buruk
atau baik.