Berdasarkan analisis integrasi pasar cabai rawit di Kabupaten Malang, terdapat keterpaduan antara harga di tingkat produsen dan pengecer. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji estimasi ECM yang menghasilkan nilai ECT negatif dan signifikan secara statistik. Nilai koefisien ECT menunjukkan ketidaksesuaian harga dapat diperbaiki selama satu tahun sekitar 71%. Uji kausalitas Engle-Granger menunjukkan pasar acuan adalah h
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Integrasi Pasar 1.pptx
1. Muhammad Ashri Mujaddid (206040100011003)
Putri Feronika Girsang (2146000110)
Laila Nur Hafiidha (216040101111002
ANALISIS INTEGRASI PASAR CABAI RAWIT
(Capsicum frutescens L.) DI DAERAH
MALANG
2. Pendahuluan
Cabai merupakan makanan yang dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
data konsumsi cabai rawit yang tinggi meskipun
cenderung meningkat setiap tahunnya. Konsumsi cabai
rawit pada tahun 2013 mencapai 1,92 kg/kapita/tahun
berfluktuasi menjadi 2,28 kg/kapita/ tahun pada tahun
2017. Secara statistik selama tahun 2013-2017 meskipun
konsumsi cabai rawit berfluktuasi namun cenderung
meningkat dari tahun ke tahun (Badan Pusat Statistik,
2018) . Fluktuasi produksi cabai rawit juga dialami pada
tahun 2017, diketahui dari data bulanan yang cenderung
naik turun
Kesenjangan yang terjadi menyebabkan petani tidak
mendapatkan keuntungan yang optimal dan konsumen
membayar harga yang lebih tinggi. Kesenjangan harga
yang terjadi antar lembaga pemasaran dapat diukur
dengan integrasi pasar. Suatu pasar dapat dikatakan
terintegrasi dengan baik jika harga di suatu lembaga
pemasaran dapat ditransformasikan ke lembaga
pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk
menganalisis integrasi pasar cabai rawit di tingkat
produsen dan di tingkat pengecer sehingga dapat
meminimalkan kesenjangan harga yang terjadi di
agen pemasaran cabai rawit, dan untuk
menggambarkan kondisi pasar produsen. hubungan
dengan pengecer menggunakan data harga dari
kedua tingkat. Analisis integrasi pasar juga untuk
melihat level mana yang menjadi pasar acuan antara
level produsen dan pengecer pada harga cabai rawit.
Price gap atau disparitas harga terjadi di tingkat petani dan
konsumen akibat fluktuasi harga yang tinggi dan
memungkinkan pedagang untuk memanipulasi informasi di
tingkat produsen
3. Methodology
Add Text
Penelitian integrasi pasar cabai rawit dilakukan
di Kabupaten Malang Jawa Timur. Pemilihan
lokasi di Kabupaten Malang dilakukan dengan
metode purposive yaitu sengaja. Penentuan
lokasi karena belum adanya penelitian mengenai
integrasi pasar cabai rawit di Kabupaten Malang,
maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
hubungan antara harga cabai rawit di tingkat
produsen dan di tingkat pengecer. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Februari 2019
sampai dengan April 2019.
1. Lokasi penelitian
analisis integrasi pasar cabai rawit menggunakan
uji stasioner, uji kointegrasi dan uji Error Correction
Model (ECM), serta melihat pasar acuan
menggunakan uji kausal engle-granger pada cabai
rawit di tingkat produsen dan pengecer. Analisis
data menggunakan aplikasi Eviews 10
2. Pengumpulan data
Data yang digunakan untuk data harga time series
untuk periode lima tahun dari Januari 2014 sampai
dengan Desember 2018, harga yang digunakan di
tingkat produsen (petani) dan tingkat pengecer.
Data sekunder diambil dari instansi resmi
pemerintah, studi literatur, artikel, penelitian
sebelumnya dan jurnal terpercaya
3. Metode Analisis Data
4. Metode Analisis Data
1. Tes stasioner
Metode yang digunakan adalah uji (Augmented
DickeyFuller) untuk mengetahui data deret waktu yang
memenuhi asumsi stasioner , langkah-langkah yang
dilakukan untuk megetahui hal tersebut adalah:
Pertama, lakukan uji Dickey Fuller (DF) pada
kondisi level,
ketika tidak stasioner pada kondisi level, yang
harus dilakukan adalah melalui pengujian
stasioner dengan uji Augmented Dickey Fuller
(ADF) pada kondisi first difference (I (1)) dan jika
masih ada yang tidak stasioner kemudian
dilakukan beda kedua (I (2)) dan seterusnya
sampai semua data stasioner, berikut ini adalah
uji ADF untuk orde 1;
Kriteria pengujian: H1 = 0, alternatif H = 1 . Jika uji
statistik t untuk koefisien > nilai kritis ADF maka tolak H0
dan menerima alternatif H1. Jika uji statistik t untuk
koefisien < nilai kritis ADF maka terima H0 dan tolak
alternatif H
5. Metode Analisis Data
2. Uji kointegrasi
Analisis kointegrasi merupakan alat yang ampuh
dalam memberikan hasil yang jelas tentang ada
tidaknya hubungan antara dua kelompok data deret
waktu
PPt : selling price of cayenne at the
producer level in the period t (time) (Rp / Kg).
PEt : the selling price of cayenne at the retailer's
level in the period t (time) (Rp / Kg).
α : intercept.
β : parameter coefficient.
Ut : error term.
Kriteria tes:
1. Data harga deret waktu seringkali tidak stasioner,
sehingga hubungan harga di kedua pasar terlihat
melalui UT.
2. Stasioner UT menyiratkan bahwa perubahan harga di
tingkat produsen tidak bertentangan atau terdistorsi
dalam jangka panjang di tingkat pengecer (data
kointegrasi).
3. Uji Model Koreksi Kesalahan (ECM)
Tes ECM untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek
menuju keseimbangan jangka panjang, dan dapat menjelaskan
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen
saat ini dengan masa lalu. Proses koreksi kesalahan sebagai
penyelarasan perilaku jangka pendek berpotensi mengalami
ketidakseimbangan arah perilaku jangka panjang yang
menghadirkan kondisi keseimbangan.
6. Berdasarkan hasil penelitian statistik,
jika signifikansi bertanda negatif berarti
model yang digunakan dalam penelitian
valid. Koefisien jangka pendek dari
persamaan ECM disajikan oleh nilai
koefisien ECT. Hasil pengujian jangka
pendek akan signifikan jika nilai
probabilitas < 0,05
4. Uji Kausalitas Engle Granger
Uji kausalitas digunakan untuk melakukan uji timbal balik
atau hubungan dua arah dalam mengetahui arah
pengaruh integrasi pasar. Kriteria pengujian sebagai
berikut:
1. Jika PPT tidak granger menyebabkan PET memiliki nilai
probabilitas > nilai (0,05) maka terima H0: (hasilnya tidak
nyata) dapat diartikan bahwa PPT tidak mempengaruhi PET
2. Jika PPt tidak lebih besar menyebabkan PEt memiliki nilai
probabilitas < nilai (0,05) maka tolak H0: (hasil nyata) dapat
diartikan bahwa PPTmempengaruhi PE T.
3. Jika PET tidak lebih baik karena PPt memiliki nilai
probabilitas > (0,05) maka terima H0: (hasilnya tidak nyata)
dapat diartikan bahwa PETtidak mempengaruhi PPT.
4. Jika PET tidak marah karena tidak PPT memiliki nilai
probabilitas < nilai (0,05) maka tolak H0: (hasil nyata) dapat
diartikan bahwa PET mempengaruhi PPT
7. Hasil
Integrasi pasar merupakan indikasi efisiensi pemasaran khususnya efisiensi harga, sehingga integrasi pasar digunakan untuk melihat
sejauh mana pasar yang satu dengan yang lain berinteraksi dalam perubahan harga yang terjadi akibat permintaan dan penawaran yang
terjadi di pasar.
1. Tes Stasioner
Berdasarkan hasil uji
stasioneritas menunjukkan bahwa
dari kedua variabel di tingkat
pengecer tidak terdapat unit root
(tidak stasioner).
Hasil pengujian menunjukkan
bahwa di tingkat produsen dan
tingkat pengecer sudah memiliki
stasioner.
8. 2. Uji Kointegrasi
Kointegrasi yang terjadi antara kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa
antara harga di tingkat produsen dan di tingkat pengecer terdapat hubungan
jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai residual kedua variabel yang stasioner
pada kondisi level, dimana nilai t-statistik lebih kecil dari nilai kritis dengan nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,00. Hasil ini sesuai dengan syarat
cointegrated data, dimana data yang digunakan harus terintegrasi dalam derajat
yang sama.
9. 3. Uji Model Koreksi Kesalahan (ECM
pembentukan estimasi ECM antara harga cabai rawit di tingkat
produsen dan harga cabai rawit di tingkat pengecer, yang menunjukkan
bahwa nilai ECT pada model adalah negatif dan signifikan secara
statistik pada tingkat kepercayaan 95% dapat dilihat dari nilai
probabilitas yang lebih kecil dari nilai signifikan (0,05) yaitu 0,00. Hal ini
menjelaskan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini valid
untuk digunakan.
Pada nilai R-square yang
dihasilkan mendekati satu, yaitu
0,86 yang berarti semakin baik
ketepatan variabel independen
dalam menjelaskan variabel
dependen. Nilai R-square sebesar
0,86 juga menjelaskan bahwa
86% perubahan harga di tingkat
produsen dapat dijelaskan oleh
perubahan harga di tingkat
pengecer dan sisanya 14% dapat
dijelaskan oleh variabel di luar
model. Artinya harga cabai rawit
di tingkat produsen dipengaruhi
sebesar 86% oleh pergerakan
harga cabai rawit di tingkat
pengecer
10. Nilai ECT Coefficient menghasilkan nilai ECT sebesar -
0,71 yang menunjukkan proporsi kesalahan pada kondisi
keseimbangan yang akan diperbaiki. Nilai koefisien
tersebut menjelaskan bahwa mismatch antara jangka
panjang dan jangka pendek yang dapat dikoreksi selama
satu tahun adalah sekitar 71%.
Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara
harga cabai rawit di tingkat produsen dan di
tingkat pengecer telah terintegrasi. Nilai negatif
pada nilai koefisien ECT menunjukkan bahwa
kedua variabel memiliki hubungan jangka
panjang namun pergerakan harga cabai rawit
dalam kondisi keseimbangan jangka pendek
semakin menjauh. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun sudah terintegrasi, harga belum
tertransmisikan secara sempurna, sehingga
masih ada informasi yang belum tersampaikan
dengan sempurna.
11. 4. Uji Kausalitas Engle-Granger
n untuk melihat ada tidaknya hubungan kausalitas antara
harga variabel di tingkat produsen dan harga di tingkat
pengecer. Hubungan kausalitas antar variabel dapat
diketahui melalui nilai probabilitasnya, bila nilai
probabilitasnya lebih kecil dari nilai signifikansi 5% maka
antar variabel memiliki hubungan kausalitas, sedangkan
ketika nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi
5%, antar variabel tidak ada hubungan kausalitas
variabel harga di tingkat produsen dan harga di tingkat pengecer memiliki hubungan
kausalitas. Hal ini ditunjukkan dengan probabilitas yang lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05.
Hubungan kausalitas antara produsen dan pengecer diketahui searah, karena hanya
produsen yang mempengaruhi pengecer, sedangkan tidak ada hubungan kausalitas dari
pengecer ke produsen.
12. KESIMPULAN
1. Berdasarkan analisis integrasi pasar antara harga cabai rawit di tingkat produsen
dan di tingkat pengecer di Kabupaten Malang terdapat keterpaduan. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil uji estimasi ECM menghasilkan nilai ECT negatif dan
signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 95% dan nilai probabilitasnya
lebih kecil dari nilai (0,05) yaitu 0,00
2. Nilai ECT Coefficient pada estimasi model ECM menghasilkan nilai ECT sebesar -
0,71, hal ini menunjukkan bahwa walaupun terintegrasi namun harga belum
tertransmisikan secara sempurna, sehingga masih terdapat informasi yang belum
tersampaikan dengan sempurna.
3. Nilai koefisien ECT menunjukkan bahwa ketidaksesuaian dapat diperbaiki selama
satu tahun sekitar 71%. Penyesuaian harga dalam kondisi keseimbangan
membutuhkan waktu sekitar 1,4 bulan
4. n hasil uji kausalitas Engle-Granger menunjukkan bahwa pasar acuan cabai rawit
adalah harga di tingkat produsen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas (0,02)
lebih kecil dari nilai signifikan (0,05), sehingga pasar dapat dikatakan dominan di
produsen dalam pembentukan harga, jika perubahan harga yang terjadi di tingkat
produsen dapat ditransmisikan ke tingkat pengecer.