2. • Keterangan tentang wayang kulit termaktub pula pada relief di candi-candi Jawa Timur abad ke-10 seperti Candi Surawana, Candi Jago,
Candi Tigawangi, dan Candi Panataran. Kehadiran wayang kulit dalam relief candi di tiga tempat berbeda menunjukkan kesenian ini telah
menyebar ke berbagai wilayah.
• Perkembangan wayang kulit memasuki babak baru pada masa kesultanan Islam. Wayang kulit tak lagi eksklusif milik lingkungan istana.
Para pendakwah Islam di Jawa membawa wayang kulit ke masyarakat akar rumput. Mereka juga mengubah bentuk-bentuk wayang agar
sejalan dengan ajaran Islam dan tujuan dakwah. Beberapa pendakwah Islam itu juga seorang dalang yang andal. Yang paling terkenal
adalah Sunan Kalijaga
• Lakon dalam pertunjukan wayang kulit masa Islam masih mengambil kisah-kisah dari Mahabharata. Tapi pendakwah Islam memasukkan
beberapa istilah dan tokoh baru dalam lakon-lakon itu. Antara lain empat tokoh lucu yang dikenal sebagai panakawan: Semar, Petruk,
Bagong, dan Gareng.
• Kedatangan orang-orang Eropa ke Nusantara ikut memberi warna baru bagi wayang kulit. Para penyebar agama Katolik dari Sarikat
Jesuit pada masa kolonial mengikuti jejak pendakwah Islam dalam menggunakan wayang kulit sebagai media penyebaran agama.
• Meski wayang kulit di sejumlah wilayah begitu terbuka terhadap sentuhan baru, wayang kulit di Yogyakarta dan Surakarta masih
mempertahankan model pakem. Artinya, pedalang di sana membuat sejumlah ketentuan tentang pementasan wayang kulit. Mulai bentuk
wayang, lakon, tokoh-tokohnya, sampai peralatan teknis lainnya. Pakem mereka merujuk pada pementasan wayang kulit masa Mataram
Kuna.
• Sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki sejumlah sekolah tinggi dengan jurusan pedalangan. Dari lembaga inilah, kemungkinan baru
terhadap pengembangan wayang kulit bergulir. Pementasan wayang kulit beberapa kali keluar pakem. Seperti lakon cerita, tokoh, dan hal
teknis pemakaian layar digital serta teknologi terbaru.
• Meski wayang kulit kini tampil dalam beragam wajah, pertunjukan ini tetap memikat dan lestari. Masing-masing tipe pertunjukan punya
penggemarnya. Orang-orang dari negeri jauh pun rela datang ke Indonesia untuk mempelajari sejarah dan bentuk-bentuk pertunjukan
wayang kulit untuk kemudian digulirkan dalam bentuk baru di negara mereka masing-masing.
• Wayang kulit lahir, tumbuh, hidup di Indonesia, kemudian menyebar ke penjuru dunia. Tidak salah jika Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk urusan Pendidikan, Ilmu
3. • Wayang kulit, terbuat dari kulit kerbau, diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis wayang yang ada saat ini. Ia
dimainkan seorang dalang; diiringi musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga (pemain gamelan) dan
tembang yang dinyanyikan para pesinden. Setiap bagian dalam pementasan wayang mempunyai simbol dan makna
filosofis yang kuat. Apalagi dari segi isi, cerita pewayangan selalu mengajarkan budi pekerti yang luhur, saling
mencintai dan menghormati, sambil terkadang diselipkan kritik sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro.
• Wayang kulit memiliki sejarah panjang. Catatan tertua tentang wayang kulit atau wayang purwa tersua dalam Prasasti
Kuti bertarikh 840 M dari Joho, Sidoarjo, Jawa Timur. Prasasti ini menyebut kata haringgit atau dalang. “Haringgit
adalah bentuk halus dari kata ringgit. Kata ini sampai sekarang masih ada dalam bahasa Jawa, yang berarti wayang,”
catat Timbul Haryono, guru besar arkeologi Universitas Gadjah Mada, dalam “Masyarakat Jawa Kuna dan
Lingkungannya Pada Masa Borobudur” termuat di 100 Tahun Pasca Pemugaran Candi Borobudur.
• Pada masa itu, dalang memimpin dan memainkan pertunjukan wayang di lingkungan istana. Arkeolog Dyah W. Dewi
dalam “Kesenian Wayang Pada Masa Jawa Kuno dan Persebarannya di Asia” menyebut pertunjukan wayang
mempunyai arti khusus. “Sehubungan dengan diselenggarakannya suatu upacara untuk memperingati suatu kejadian,”
catat Dyah, termuat di Pertemuan Arkeologi V.
• Sebagian ahli pewayangan, semisal R.M. Mangkudimedja, menduga bentuk awal wayang tak seperti sekarang. Dulu
wayang hanya tampak bagian depannya. Bahan dasar pembuatan wayang pun berbeda dari sekarang. Dulu wayang
terbuat dari daun lontar, bukan kulit hewan ternak seperti sekarang.
• Tapi selingkar ahli arkeologi lainnya membantah dugaan R.M. Mangkudimedja. Contohnya Soedarso Sp. Dia meyakini
wayang sudah terbuat dari kulit. Dia mendasarkan pandangannya pada isi Kakawin Arjunawiwaha anggitan Mpu
Kanwa bertarikh 1036 M.
• Tentang lakon dalam pertunjukan wayang kulit periode awal, hanya Prasasti Wukajani dari zaman pemerintahan Raja
Mataram bernama Dyah Balitung (907 M) yang menyebutnya cukup jelas. Prasasti Wukajani menyebut mawayang
bwat hyang atau pertunjukan wayang dengan lakon Bima Kumara. Kisah ini sempalan dari wiracarita Mahabharata
yang bertutur tentang kegilaan Kicaka pada Drupadi.
• Pengetahuan, dan Kebudayaan (Unesco) menetapkan wayang kulit sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.*