Tulisan ini mengupas persoalan mengenai kondisi langit ini, apakah bertiang atau tidak. Dari perspektif syariat sesuai pemahaman mufasir (ahli tafsir).
1. Apakah Langit Bertiang Menurut Pandangan Syariat?
Di dunia maya sempat tersiar perdebatan yang melahirkan beragam argumen dari netizen.
Sehingga membikin awam bertanya-tanya akan kebenaran hal yang diperdebatkan berikut
argumen yang dilontarkan oleh netizen itu. Yakni, persoalan mengenai kondisi langit ini,
apakah bertiang atau tidak.
Pengetahuan selama ini memang tidak mengajari kita akan kondisi langit ini, apakah bertiang
atau tidak. Jika kita menilik ke dalam teks-teks sains pun, tidak ditemukan bahasan mengenai
masalah tersebut. Sehingga hal ini mungkin terdengar asing di telinga kita.
Para ulama sebetulnya telah membahas hal ini. Mereka membahasnya dari kacamata syariat.
Tentunya mereka berdalil dengan yang tersirat dalam kitab suci Alquran. Nah, salah satu ayat
yang dimajukan oleh mereka adalah Surat ar-Ra’d ayat 2. Lantas dalil itu ditakwilkan oleh para
ulama sesuai pemahaman mereka.
Berikut redaksi dan terjemahan ayat tersebut:
ﱠﻢُﺛ ﺎَﻬَـﻧْوَﺮَـﺗ ٍﺪَﻤَﻋ ِﺮْﻴَﻐِﺑ ِاتَﺎوَﻤﱠﺴاﻟ َﻊَﻓَر يِﺬﱠﻟا ُﻟﻠﻪَاَﺲْﻤﱠﺸاﻟ َﱠﺮﺨَﺳَو ِشْﺮَْﻌﻟا ﻰَﻠَﻋ ىَﻮَـﺘْاﺳٍﻞَﻷﺟ يِﺮْﺠَﻳ ﱞﻞُﻛ َﺮَﻤَﻘْﻟاَو
َنﻮُنِﻮقُﺗ ْﻢُكِّﺑَر ِﺎءَﻘِﻠِﺑ ْﻢُكﱠﻠََﻌﻟ ِﺎتَاﻵﻳ ُﻞِّصَفُـﻳ َﺮْاﻷم ُﺮِّﺑَﺪُﻳ ﻰﻤَﺴُم
Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat, kemudian Dia
bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar
hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya), supaya kalian meyakini pertemuan (kalian) dengan Tuhan kalian.
Dari ayat di atas, yang menjadi titik berat ialah pada kalimat pertama, “Allah-lah yang
meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat.”
Secara lahiriah, ayat itu bermakna langit ditinggikan tanpa tiang sebagaimana yang terlihat
secara visual (penglihatan). Akan tetapi, ini adalah pandangan pribadi yang cenderung spontan
(serta-merta). Karenanya, kita kudu merujuk kepada pemahaman para mufasir (ahli tafsir),
untuk bisa sampai pehamaman kita terhadap esensi Alquran.
Berikut ini ulasan para mufassir mengenai ayat yang bertalian dengan masalah tersebut:
1. Imam al-Hafiz Jalaluddin Abdur Rahman bin Abu Bakr as-Suyuti rahimahullah
berkata,
2. “Lafaz ‘amad merupakan bentuk jamak dari kata tunggal ‘imad, yang artinya tiang penyangga.
Dan memang sebagaimana yang terlihat, langit itu tidak mempunyai tiang penyangga. (dilansir
dari Tafsir al-Imamain al-Jalilain, hal. 249)
2. Imam al-Hafiz Abu Fida Ismail bin Khatib bin Umar bin Katsir al-Qurasyi ad-
Dimasyqi rahimahullah menyatakan bahwa terdapat dua pendapat yang berseberangan
terkait ayat tersebut:
a) Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan dan Qatadah meriwayatkan bahwa langit itu mempunyai
pilar penyangga, tetapi kita tidak dapat melihatnya.
b) Iyas bin Muawiyah berpandangan bahwa langit di atas bumi sebagai kubah. Yakni tanpa
tiang penyangga. Pandangan ini juga diriwayatkan dari Qatadah.
Kemudian beliau menegaskan bahwa pendapat kedua-lah yang lebih sesuai dengan konteks
ayat dan makna lahiriah dari firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya), “Dan Dia
menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya.” (al-Hajj: 65)
Pada akhirnya, beliau menyimpulkan bahwa firman Allah subhanahu wa ta’ala yang
menyebutkan (yang artinya): (sebagaimana) yang kalian lihat. (Ar-Ra’d: 2) mengukuhkan
ketiadaan hal tersebut. Yakni langit ditinggikan tanpa tiang penyangga seperti yang kita lihat.
Hal ini menunjukkan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala yang Mahasempurna. (disadur dari
Tafsir al-Quran al-Azim, hal. 1001)
3. Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurtubi rahimahullah
menyatakan bahwa ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ulama terkait
firman Allah (yang artinya), “Tanpa tiang (sebagaimana yang kalian lihat),” yaitu:
a) Langit tegak tanpa tiang sebagaimana yang kita lihat. Demikian pendapat yang dinyatakan
oleh Qatadah, Iyas bin Muawiyah dan ulama lainnya.
b) Langit bertiang, tapi kita tidak dapat melihatnya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan bahwa langit bertiang, dan tiangnya berada di atas gunung Qaf. Mungkin bisa
dikatakan, berdasarkan pendapat ini (bahwa langit bertiang), tiang adalah qudrah-Nya yang
dengannya menahan langit dan bumi. Namun, tiang tersebut tidak terlihat oleh kita. Demikian
pendapat yang dikatakan oleh Az-Zujjaj.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga mengatakan bahwa ini merupakan tauhid orang-orang
beriman, bahwa langit menjadi bertiang ketika hampir saja terbelah disebabkan kekafiran
orang-orang kafir.
3. Demikian pula pendapat yang disebutan oleh al-Ghaznawi. Kata ‘amad adalah tiang dan bentuk
jamaknya adalah ‘umud. (disadur dari al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 12/6-7)
4. Imam Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari rahimahullah menyatakan
bahwa para ahli takwil berbeda pendapat dalam menakwilkan firman Allah (yang
artinya), “Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat,” sebagai
berikut:
a) Allah meninggikan langit dengan tiang, tetapi tidak kelihatan. Pendapat ini dimajukan oleh
Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan dan Qatadah.
b) Langit ditinggikan tanpa tiang. Pendapat ini dikemukakan oleh:
1) Iyas bin Muawiyah, ia berkata: “Langit bertengger pada bumi seperti kubah.”
2) Qatadah, mengenai firman Allah (yang artinya), “tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian
lihat,” ia berkata, “Meninggikannya tanpa tiang.”
Lantas, Imam Abu Jakfar rahimahullah mengatakan bahwa pendapat yang paling layak
dianggap benar dalam hal ini, hendaklah dikatakan sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala
mengatakannya, ُهللَاِيذﱠلاَعَفَرِتا َاوَمﱠسالِْريَغِبٍﺪََمﻋَاهَن ْوَرَت “Allah-lah yang meninggikan langit tanpa
tiang (sebagaimana) yang kalian lihat.” Maksudnya, ia ditinggikan tanpa tiang sebagaimana
yang kita lihat. Allah telah menetapkan bahwa tidak ada berita selain itu, dan tidak ada hujah
yang seyogianya kita ambil selain perkataan-Nya. (disarikan dari Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili
Ayi al-Quran, 13/408-411)
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ulama ikhtilaf (berbeda pendapat) dalam
menakwilkan Surah ar-Ra’d ayat 2 di atas. Yakni pada firman Allah (yang artinya), “Allah-lah
yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat.” Sebagian ulama
mengatakan bahwa langit memiliki tiang (pilar penyangga). Namun sebagian ulama lainnya
berpendapat bahwa langit tidak memiliki tiang sebagaimana yang terlihat oleh mata kita.
Kendati demikian, dari kedua pendapat itu, pendapat kedua-lah (langit tidak memiliki tiang)
yang diunggulkan dan disahihkan oleh banyak ulama. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh
saya. Wallahu a’lam bi ash-showab.