Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI) - Waelz Rotary Kiln merupakan proses yang paling umum digunakan untuk memproses zinc dari secondary material atau limbah industri yang mengandung logam zinc. Presentase penggunaan dan aplikasi teknologi ini mewakili lebih dari 80% industri secara global. Secara proses hampir mirip dalam proses produksi semen, yakni menggunakan rotary kiln.
Feed material atau material umpannya berupa limbah debu pabrik baja (EAF dust) yang mengandung seng oksida dan kemudian dicampur dengan karbon dan fluks untuk selanjutnya dibakar didalam rotary kiln. Material tersebut secara perlahan berpindah mengikuti rotasi dari kiln yang memiliki kemiringan dan arah berlawanan dengan udara panas yang dihembuskan (countercurrent flow). Adapun karbon yang digunakan dalam proses ini sebaiknya jenis batubara antrasit karena memiliki volatilitas rendah atau juga dapat menggunakan fine cokes.
Temperatur reaksi dari pemanasan bahan baku tersebut di kisaran 1150°C dalam bagian pertama dari kiln. Pada zona reaksi, karbon akan dioksidasi menjadi gas CO yang selanjutnya mereduksi seng oksida (ZnO) menjadi zinc metal dalam bentuk gas sesuai dengan prinsip reduksi karbotermik.
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Waelz Rotary Kiln: Teknologi, Proses dan Penjelasannya
1. 1*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
WAELZ ROTARY KILN:
Teknologi, Proses dan Penjelasannya
Oleh: Abdul Ghofur*, 2015
Waelz Rotary Kiln merupakan proses yang paling umum digunakan untuk
memproses zinc dari secondary material atau limbah industri yang mengandung logam zinc.
Presentase penggunaan dan aplikasi teknologi ini mewakili lebih dari 80% industri secara
global. Secara proses hampir mirip dalam proses produksi semen, yakni menggunakan
rotary kiln.
Feed material atau material umpannya berupa limbah debu pabrik baja (EAF dust)
yang mengandung seng oksida dan kemudian dicampur dengan karbon dan fluks untuk
selanjutnya dibakar didalam rotary kiln. Material tersebut secara perlahan berpindah
mengikuti rotasi dari kiln yang memiliki kemiringan dan arah berlawanan dengan udara
panas yang dihembuskan (countercurrent flow). Adapun karbon yang digunakan dalam
proses ini sebaiknya jenis batubara antrasit karena memiliki volatilitas rendah atau juga
dapat menggunakan fine cokes.
Temperatur reaksi dari pemanasan bahan baku tersebut di kisaran 1150°C dalam
bagian pertama dari kiln. Pada zona reaksi, karbon akan dioksidasi menjadi gas CO yang
selanjutnya mereduksi seng oksida (ZnO) menjadi zinc metal dalam bentuk gas sesuai
dengan prinsip reduksi karbotermik.
C + O2 CO2
C + CO2 2CO
ZnO + CO Zn(g) + CO2
Besi oksida juga direduksi menjadi besi metal, dimana turut membantu proses
reduksi seng oksida dan bentuk oksida lainnya. Zinc vapour kemudian mengisi bagian
kosong pada tumbling bed dan segera dioksidasi menjadi zinc oxide fume oleh oksigen
berlebih yang terdapat dalam aliran gas diatas bed. Tentu, volatile metals seperti timbal (Pb)
juga turut teroksidasi bersama zinc.
Berikut ini merupakan zona-zona pada waelz rotary kiln:
Gambar 1.
Zona-zona pada Waelz Rotary Kiln
Section 1:
Drying Zone
Section 2:
Preheating and Coke
Combustion Zone
Section 3:
Pre-reaction Zone
Section 4:
Main Reaction Zone
Section 5:
Slag Forming
Zone
2. 2*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
Reaksi kimia yang terjadi selama proses dalam Waelz Kiln untuk proses seng oksida
dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.
Reaksi pada Waelz Kiln Process
(Sumber: Koukkari, 2012)
Kiln sendiri dioperasikan dalam kondisi proses reduksi yang tinggi didalam tumbling
bed, dan kemudian teroksidasi didalam rongga gas yang ada. Range operasi dapat menjadi
sangat kompleks karena berhubungan dengan besi, dan pembentukan molten phases
seperti komposisi eutektik dari 2FeO.SiO2–FeO, yang memiliki melting point sebesar
1180°C. Pembentukan dari material yang belakangan itu adalah sangat penting dalam
pembentukan akresi pada dinding dalam kiln.
Dalam feed materials juga terdapat sulfur dalam bentuk sulfat dan akan direduksi
selama proses menjadi sulfide. Ini membantu pemisahan lead, dimana diuapkan sebagai
besi sulfide dan tembaga sulfide sehingga dapat membentuk fasa matte, dimana dapat
menjaga silver dan sebagai alasan mengapa rekoveri silver ke bentuk fume berlangsung
secara relatif lambat untuk proses Waelz. Arsenik dan Antimoni juga dapat berada dalam
fasa matte namun memiliki derajat vaporisasi rendah. Sementara Germanium dan Thalium
mengalami penguapan sebagai sulfida dan hasilnya dilaporkan sangat baik untuk menjadi
ke bentuk fume.
Selama proses operasi Waelz kiln, penting untuk menjaga bahan baku dalam
kondisi kering dan putaran kiln. Hal ini dibutuhkan agar pembentukan fasa molten menjadi
seminimal mungkin. Jika terjadi melting berlebih, kontak antara reduktor dan bahan baku
mengalami lost dan karbon tidak terbakar sempurna sehingga turut keluar bersamaan
dengan slag, hal ini akan menurunkan laju reaksi yang cukup besar. Sebagai tambahan,
terdapatnya kelengketan akan meningkatkan pembentukan lingkaran akresi pada dinding
kiln, yang menghalangi perpindahan bahan baku dan gas dalam melewati kiln. Dalam
kondisi ekstrem, hal ini akan membutuhkan penanganan berupa shutdown mesin dan
pendinginan untuk membersihkan akresi. Kokas berlebih merupakan cara yang paling
umum digunakan sebagai agen pengondisi untuk mengatasi pengaruh tersebut melalui
penambahan jumlah berlebihr ke bahan baku dan diharapkan dapat mengabsorpsi fasa
molten. Kuantitas dari kokas yang ditambahkan normalnya adalah sekitar 25% dari bahan
baku, namun dapat lebih hingga 40% dalam kondisi tertentu.
3. 3*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
Kokas berlebih juga dapat mereduksi kekuatan dari akresi dan memungkinkannya
untuk dibersihkan dari dinding kiln dengan cara barring down, atau melalui penggantian
kondisi pembakaran dan menggunakan karbon sebagai bahan bakar untuk membakarnya.
Untuk tujuan ini, ukuran dari kokas sangatlah penting. Jika terlalu fine/terlalu reaktif akan
membakarnya secara intensif, meningkatkan temperatur bed dan mengganggu melting dari
bahan baku yang ada melalui peningkatan melting dan menurunkan viskositas dari fasa
molten yang ada. Apabila terlalu kasar, maka relatif tidak bereaksi karena rendahnya luas
permukaan. Untuk mentoleransi kokas yang berlebih dalam bahan baku, biasanya dengan
merekoveri sisa kokas dari waelz slag dan merecycle-nya ke feed dari kiln. Ini merupakan
praktik yang umum untuk menambah beberapa batubara sebagai kokas untuk menurunkan
temperatur awal dari bahan bakar dan mengimbangi jika digunakan kokas kasar.
Material fluks juga dapat ditambahkan ke bahan baku untuk meningkatkan melting
point dari potensi slag yang akan terbentuk. Kapur atau batu kapur umumnya digunakan
dalam tujuan ini. Penambahan kapur juga dapat mereduksi kemampuan leaching dari logam
berat yang terdapat dalam slag dan membuatnya lebih siap bertemu dengan standart
pengelolaan limbah di lingkungan. Performa dapat diindikasikan dengan rasio (CaO + MgO)
: (SiO2 + FeO) dalam charge dan slag. Pada rasio 0.1 – 0.2
Secara aslinya, waelz kiln digunakan dalam treatment low-grade oxidic ores untuk
mendapatkan zinc oxide yang memenuhi syarat untuk proses smelting selanjutnya. Secara
umum, waelz kiln plant dapat dibagi menjadi tiga unit proses utama [7]:
- Raw materials handling
- Rotary kiln, and
- Gas cleaning units
Produk utama lainnya dari proses ini adalah slag treatment dan waelz oxide
treatment. Skemanya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 3.
Waelz Kiln Process
(Sumber: S. Hahre, 1999)
4. 4*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
Temperatur operasi normal dari waelz kiln adalah 1200°C, bergantung pada
parameter teknis dari kiln seperti inklinasi, panjang dan kecepatan rotasi dimana rata-rata
dari waktu tinggalnya adalah 2 – 4 jam.
Persamaan untuk menghitung residence time pada rotary kiln berdasarkan formula
dari US Bureau of Mines [3]
Residence time in kiln (t) =
1.77 𝑥 𝐿 𝑥 √𝜃
𝑃 𝑥 𝐷 𝑥 𝑁
F
t = residence time
L = length of kiln (meter)
θ = natural angle of repose of the material (°)
P = Kiln inclination (%)
D = internal diameter of kiln (meter)
N = rotational speed (rpm)
F = factor considered in section reductions ( =1, for constant diameter)
Dan dapat disederhanakan untuk waelz kiln [1] menjadi:
Time of passage (minutes) =
42 𝑥 𝐿
𝐷 𝑥 𝑁 𝑥 𝑆
Dimana,
L = length of kiln (meter)
D = internal diameter of kiln (meter)
R = Rotational speed (rpm)
S = Kiln slope (%)
Untuk mempermudah memahami proses yang terjadi selama Waelz Kiln bekerja,
perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 4.
Parameter penting dalam Kiln yang mempengaruhi transfer material
(sumber: Gehrmann, 2002)
5. 5*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
Gambar 5.
Diagram Alir pada Pabrik dengan teknologi Waelz Kiln
(sumber: Mager, 2003)
Jorge Madias (2015), menjelaskan secara ringkas mengenai proses dalam Waelz
Rotary Kiln:
Raw Material Preparation
Untuk memastikan homogenitas dari material umpan:
o EAF dust dari pabrik berbeda
o Small coke sebagai agen pereduksi (180 – 350 kg/ton dust)
o Pembentuk slag (pasir 100-250 kg/ton EAF dust atau lime 40-50 kg/ton EAF
dust)
o Konsumsi daya 150-300 kWh/ton dust
Kiln
Material umpan dengan rotasi kiln (1 rpm) dan inklinasi (2-3%)
Dibagian akhir kiln udara dipompakan dan slag padat keluar dari kiln
Material umpan dikeringkan, dipanaskan dan memulai untuk reaksi dalam Kiln
Terjadi proses reduksi endotermik zinc, vaporisasi, re-oksidasi
Gas mengandung ZnO melewati chamber, kemudian di semprotkan dengan
butiran air dan udara; sehingga pemisahan dapat dilakukan dalam bag filters
Pembangkitan panas dengan mengalirkan kokas dan oksidasi dari Zn vapor
Temperatur maksimum 1200°C, masuknya udara pada temperatur ambient, gas
yang keluar temperatur tercatat pada 700 – 800°C
6. 6*e-Mail: abd.ghofur2044@gmail.com | Pusat Studi Metalurgi Indonesia (PSMI)
Berikut ini merupakan contoh komposisi kandungan pada proses Waelz (tabel 1) dan
juga potensi produk samping yang dihasilkan dari industri yang menerapkan proses Waelz
terutama dalam recycling material yang mengandung zinc (tabel 2).
Tabel 1.
Contoh komposisi kandungan pada EAF Dust, Waelz Slag dan Waelz Oxide [7]
Parameter EAF Dust Waelz Slag Waelz Oxide
Zinc (%) 14 – 35 0.2 – 2 55 – 58
Lead (%) 0 – 2 0.1 – 2 7 – 10
Cadmium (%) 0.1 – 0.2 <0.002 0.3 – 0.5
Chlorine (%) 1 – 5 0.1 – 0.5 4 – 8
FeO (%) 20 – 45 30 – 50 2 – 5
SiO2(%) 3 – 6 25 – 40 0.5 – 1.5
CaO (%) 3 – 10 4 – 10 0.3 – 1
Tabel 2.
Potensi produk yang dihasilkan dari pabrik Waelz di Jerman [7]
Unit Proses Output Penggunaan/opsi perlakuan
Sistem perlakuan gas
Waelz oxide Produk dijual
Loaded absorbent Dumping
Sistem perlakuan slag Slag Civil engineering/ konstruksi jalan
Leaching Waelz oxide
Double leached waelz oxide Produk dijual
Sludges Diolah sendiri
Referensi
[1] Sinclair, R.J. 2005. Extractive Metallurgy of Zinc. Carlton Victoria: The Australasian Institute of Mining and
Metallurgy
[2] Koukkari, P., dan Risto Pajarre. 2012. Use of ChemSheet and Kilnsimu for Material and Energy Saving
Processes. Herzogenrath: GTT Thermochemistry Workshop
[3] Guirao,. Model of Mass and Energy Transfer in a Clinker Rotary Kiln
[4] Hans-Joachim Gehrmann. 2002. Residence Time Behavior of Wastes in Rotary Kiln Systems –
Experimental Investigations and Mathematical Modelling. TU Dresden
[5] Madias, Jorge. 2015. Technologies to Transform Steelmaking Sludge/Dust in Byproducts. Rio de Janeiro:
ABM Week – 46th Steelmaking
[6] Mager, K., Meurrer, U., and J. Wirling. 2003. Minimizing Dioxin and Furan Emissions during Zinc Dust
Recycle by the Waelz Process. JOM: Research Summary – Recycling
[7] S. Hahre, and F. Schultmann. 1999. Report on Best Available Techniques (BAT) in German Zinc and Lead
Production – Final Draft. Germany: Univ. of Karlsruhe