SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan
leher (Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea.
Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon
kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan
oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan
untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai
usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau
jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid
lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada
struma koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis
tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon
tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a. Difusa : endemik goiter, gravid
b. Nodusa : neoplasma
2.2 Toksik (hipertiroid)
a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
b. Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
3.1 Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi
iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi
dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan
tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang
terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan
iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
3.2 Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh
karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau
defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan
mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar
membesar.
3.3 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma
colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari
tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing
periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah
hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan
juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan
akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian.
Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi
yang berlebihan/mengecil).
D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk
didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat
memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila
dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau
neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat
membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi
kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan
dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung
meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
E. Manifestasi Klinis Struma
1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung,
sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini
menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi
hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit
3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-
beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju
filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal,
sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
2. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,
proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan
mudah berkeringat.
3. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau
tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi
pada penderita struma terganggung.
4. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus
pada tangan
5. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh
karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan
sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien
lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan
berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke
tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekresi urea.
7. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala
mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik
(morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di
belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar
yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan
pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
10. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di
auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian
Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara
pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin)
dalam batas normal.
Nilai normal :
3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL
3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL
3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah
padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi
digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun
yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya
dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu
lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
4.1 Dapat menentukan jumlah nodul.
4.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
4.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
4.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium,
yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
4.5 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
4.6 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah.
4.7 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah
24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
5.1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal
ini menunjukkan fungsi yang rendah.
5.2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
5.3 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul
itu ganas atau jinak.
6. Dilakukan foto thorak posterior anterior.
Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi
kondisi jalan nafas.
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig.
H. Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.1 Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200
1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan
berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke
kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini
menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan
melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6
bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi
pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang
kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama
kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam
jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
1.3 Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau
sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris
total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid,
hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap
karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
• Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
• Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2. Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya
kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit
Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi
yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan
karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya
kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit
Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi
yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan
karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya
satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga
deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi
c. Ada residu tumor setelah operasi
d. Metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik
(TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri
akibat luka operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar
berpenyakit gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-
tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2.2 Kepala dan leher
Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain.
Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
2.3 Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.
2.4 Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah
yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
2.5 Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi
umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
2.6 Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2.7 Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
2.8 Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
2.9 Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya
sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
2.10 Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
2.11 Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin
digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
2.12 Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
B. ASUHAN KAPERAWATAN
DATA FOKUS
Data subjektif Data objektif
- Pasien mengeluh nyeri pada
tenggorokan yang rasanya seperti tercekik
- Pasien mengeluh sulit bernapas dan
menelan
- Pasien mengeluh suara serak
- Pasien mengatakan sehari-harinya
mengkonsumsi sayur-sayuran dari jenis
Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels
kecambah dan ketika masak jarang
menggunakan garam yang beriodium
- Pasien mengatakan, makan hanya 4-5
sendok.
- Pasien mengatakan malu terhadap
keadaannya
- Pasien mengatakan cemas karena
akan dilakukannya tindakan operasi
- Pasien bertanya-tanya tentang
penyakitnya
- Pemeriksaan fisik pada leher bawah
kanan ditemukan adanya pembengkakan
(massa) lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- BB sebelum: 50, sesudah: 47
- TB: 153
- IMT: 20,1 kg/m2
- Defisit cairan: 2.01 L
- Kesadaran composmentis
- Pemeriksaan lab:
· T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
· T4: 87,8 (N: 45-120)
· TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
· F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
- Skala nyeri: 7
- Pasien tampak gelisah/cemas
- Pasien terlihat berbicara gagap
- Capillary refill
- Hasil AGD:
· pH: 7,30
· PO2: 70
· PCO2: 50
· HCO3: 22
- Stridor
- Ekspresi muka pasien tampak
meringis
- Serum: 150
- Anoreksia sekunder
- Interaksi pasien dengan lingkungan
berkurang
- Pasien terlihat bingung dengan
keadaannya
ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
DS:
- Pasien mengeluh sulit
bernapas dan menelan
- Pasien mengeluh suara
serak
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat
menggunakan alat bantu nafas:
cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
· T3: 1,03 N: 0,15-1,65
· T4: 87,8 N: 45-120
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Adanya massa
· TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
· F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Stridor
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
DS:
- Pasien mengeluh sulit
bernapas dan menelan
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Pasien tampak pucat
- Capillary refill
- Hasil AGD:
· pH: 7,30
· PO2: 70
· PCO2: 50
· HCO3: 22
- Kesadaran composmentis
Gangguan pertukaran gas Obstruksi partial
mekanik
DS:
- Pasien mengeluh sulit
bernapas dan menelan
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Pasien tampak pucat
Ketidakefektifan pola nafas Adanya obstruksi
trakkeofaringeal
- Pasien terlihat
menggunakan alat bantu nafas:
cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
· T3: 1,03 N: 0,15-1,65
· T4: 87,8 N: 45-120
· TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
· F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
DS:
- Pasien mengeluh sulit
bernapas dan menelan
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat
menggunakan alat bantu nafas:
cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
· T3: 1,03 N: 0,15-1,65
· T4: 87,8 N: 45-120
· TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
· F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
Gangguan perfusi jaringan Suplai O2 tidak adekuat
DS:
- Pasien mengeluh nyeri pada
tenggorokan yang rasanya seperti
tercekik
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
Gangguan rasa nyaman
nyeri
Proses penyakit
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Ekspresi muka pasien
tampak meringis
- Kesadaran composmentis
- Skala nyeri: 7
DS:
- Pasien mengeluh sulit
menelan
- Pasien mengatakan, makan
hanya 4-5 sendok.
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- Pemeriksaan lab:
· T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
· T4: 87,8 (N: 45-120)
· TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
· F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Anoreksia sekunder
Gangguan menelan Obstruksi partial
mekanik
DS:
- Pasien mengeluh sulit
menelan
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Intake yang tidak
adekuat
· T: 37,40
C
- BB sebelum: 50, sesudah:
47
- TB: 153
- Defisit cairan: 2.01 L
- Kesadaran composmentis
- Serum: 150
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas
kurang
DS:
- Pasien mengeluh sulit
menelan
- Pasien mengatakan, makan
hanya 4-5 sendok.
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- BB sebelum: 50, sesudah:
47
- TB: 153
- IMT: 20,1 kg/m2
- Kesadaran composmentis
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas
kurang
- Anoreksia sekunder
Gangguan pemenuhan
nutrisi
Disfagia
DS:
- Pasien mengeluh suara
serak
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
Kerusakan komunikasi
verbal
Adanya penekanan
pada pita suara
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- Pasien terlihat berbicara
gagap
DS:
- Pasien mengatakan malu
terhadap keadaannya
DO:
- Pemeriksaan fisik pada
leher bawah kanan ditemukan
adanya pembengkakan (massa)
lebih dari satu.
- Interaksi pasien dengan
lingkungan berkurang
Gangguan citra diri Perubahan fisiologis
tubuh (pembengkakan
leher)
DS:
- Pasien mengatakan cemas
karena akan dilakukannya tindakan
operasi
DO:
- TTV:
· TD: 13/80 mmHg
· HR: 96x/mnt
· RR: 28x/mnt
· T: 37,40
C
- Pasien tampak
gelisah/cemas
Cemas Tindakan pre-operasi
DS:
- Pasien mengatakan sehari-
harinya mengkonsumsi sayur-
sayuran dari jenis Brassica seperti
kubis, lobak cina, brussels
kecambah dan ketika masak jarang
menggunakan garam yang
beriodium
- Pasien bertanya-tanya
tentang penyakitnya
DO:
Kurang pengetahuan Kurang mengenal
sumber informasi
tentang penyakit
- Pasien terlihat bingung
dengan keadaannya
- Pasien tampak
gelisah/cemas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa
2. Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal
4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit
6. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adekuat
8. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia
9. Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita suara
10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher)
11. Cemas b.d tindakan pre-operasi
12. Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi tentang penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan criteria
hasil
Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
bd adanya massa
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan bersihan
jalan nafas pasien
efektif dengan kriteria
hasil:
- Mempertahankan
jalan nafas paten
dengan mencegah
aspirasi.
- RR normal (16-24
x/menit)
1. Pantau frekuensi pernafasan,
kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-
kadang cepat, tetapi berkembangnya
distres pada pernafasan merupakan
indikasi kompresi trakea karena edema
atau perdarahan.
2. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya
obstruksi.spasme laringeal yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi
yang cepat.
3. Kaji adanya dispnea, stridor, dan
sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi segera.
4. Waspadakan pasien untuk
menghindari ikatan pada leher,
menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan
pada daerah luka karena pembedahan.
5. Bantu dalam perubahan posisi,
latihan nafas dalam dan atau batuk
efektif sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan
nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak
dianjurkan dan dapat menimbulkan
nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu
untuk membersihkan jalan nafas.
6. Selidiki kesulitan menelan,
penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan
yang membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi.
7. Pertahankan alat trakeosnomi di
dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat
menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
2. Gangguan
pertukaran gas bd
obstruksi partial
mekanik
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan tidak
terjadi gangguan
pertukaran gas dengan
kriteria hasil:
Pasien
tidak lagi
mengeluh sulit
bernapas
Pasien
tidak lagi
terlihat pucat
1. kaji frekuensi kedalaman
pernapasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidakmampuan
berbicara/berbimcang
R : berguna dalam evaluasi derajat
distres pernapasan dan kornisnya
proses penyakit
2. Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien utnuk memilih posisi
yang mudah untuk bernapas. Dorong
napas dalam perlahan
R : pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan napas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea
3. Kaji/awaso secara rutin kulit dan
warna membran mukosa
R: sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral( terlihat pada
bibir) . keabu-abuan dan dianosis
sentral mengindikasi hipoksemia berat
4. Evaluasi tingkat toleransi
aktivitas dan batasi aktifitas pasien
R : istirahat diselingi aktivitas
perawatan penting dari program
pengobatan
5. Awasi tanda vital dan irama
jantung
R : takikardi, disritmia, dan perubahan
TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA
R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2
menurun sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil
2. Berikan oksigen tambahan bila
diperlukan
R : dapat memperbaiki/mencegah
memperburuknya hipoksia
3. Ketidakefektifan
pola nafas bd
adanya obstruksi
trakkeofaringeal
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pola nafas
pasien efektif:
RR= 16-20x/ menit
Kedalaman inspirasi
dan kedalaman
bernafas Ekspansi
dada simetris Tidak
ada penggunaan otot
bantu nafas
1. Pantau frekwensi pernafasan ,
kedalaman, dan kerja pernafasan
R : Untuk mengetahui adanya
gangguan pernafasan pada pasien.
2. Waspadakan pasien agar leher
tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi
atau eksensi pada saat beristirahat
R : Menghindari penekanan pada jalan
nafas untuk meminimalkan
penyempitan jalan nafas
3. Ajari pasien latihan nafas dalam
R : Untuk menstabilkan pola nafas
4. Persiapkan operasi bila
diperlukan.
R : Operasi diperlukan untuk
memperbaiki kondisi pasien
4 Gangguan perfusi
jaringan bd suplai
O2 tidak adekuat
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan
menunjukkan
peningkatan suplai
darah ke jaringan
normal dengan
kreteria hasil
1. Tanda-tanda
vital dalam batas
normal
2. Kapiler refill
kurang dari 3 detik
3. Akral hangat
4. Tidak terdapat
sianosis
Mandiri
1. Berikan posisi datar pada anak
dengan kaki ditinggikan
R : Untuk meningkatkan aliran
balik vena. Membantu
mempertahankan / meningkatkan
sirkulasi dan pengiriman oksigen ke
otak.
2. Catat perubahan dalam tingkat
kesadaran keluhan sakit kepala,
pusing, terjadi devisi sensori/ motori
pada anak
R: Perubahan dapat menunjukan
penurunan perfusi pada SSP akibat
iskemia infark
3. Pantau tanda-tanda vital
R : Perubahan dapat menunjukan
penurunan sirkulasi / hipoksia yang
meningkatkan oklusi kapiler
4. Pertahanan suhu lingkungan
R : Mencegah vasokontriksi
membantu dalam mempertahankan
sirkulasi dan perfusi.
Kolaborasi
1. Kolaborasi, cairan sesuai
indikasi, O2 sesuai indikasi dan obat –
obatan
Rasional : untuk mengecek cairan
yang telah didokumentasikan
5 Gangguan rasa
nyaman nyeri bd
proses penyakit
(pembesaran
kelenjar tiroid)
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan nyeri
hilang, dengan kriteria
hasil:
1. Pasien tidak lagi
mengeluh nyeri pada
tenggorokkannya
2. Tanda-tanda
vital dalam rentang
Mandiri
1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri
baik verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (0-10), dan lamanya.
R: Bermanfaat dalam mengevaluasi
nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektivitas terapi.
2. Anjurkan pasien untuk teknik
relaksasi napas dalam
R: Dengan teknik relaksasi dapat
normal
3. Ekspresi muka
pasien sudah tampak
rileks
mengurangi nyeri.
3. Berikan minuman yang
sejuk/makanan yang lunak ditoleransi
jika pasien mengalami kesulitan
menelan.
Rasional : Menurunkan nyeri
tenggorok tetapi makanan lunak
ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Kolaborasi
1. Berikan analgetik sesuai
indikasi.
Rasional: pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
6 Gangguan menelan
bd obstruksi partial
mekanik
SeSetelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan gangguan
menelan pasien dapat
teratasi. Dengan
kriteria hasil:
· Pasien tidak lagi
mengeluh sulit saat
menelan.
· Berat badan
pasien kembali normal
Mandiri
1. Bantu pasien dengan mengontrol
kepala
Rasional : menetralkan hiperekstensi,
membantu
mencegah aspirasi dan meningkatkan
kemampuan untuk menelan
2. letakan pasien pada posisi duduk
/ tegak selama dan setelah makan
Rasional : menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
3. letakan makan pada mulut yang
tidak terganggu
Rasional : memberikan stimulasi
sensorik (termsuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
Kolaborasi
1. Berikan cairan melalui IV atau
makanan melalui
selang
Rasiona : mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukan segala sesuatu
kedalam.
7 Gangguan
keseimbangan
cairan dan elektrolit
bd intake yang tidak
adekuat
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pasien
dapat memenuhi
kebutuhan cairan dan
elektrolit dengan
kriteria hasil:
1. Turgor kulit
baik.
2. TTV stabil
3. Membran
mukosa lembab
Mandiri :
1. Monitor intake dan output cairan.
R: Memberikan informasi tentang
keadaan volume cairan.
2. Kaji turgor kulit, kelembapan
dan membran mukosa.
R : Peningkatan suhu atau demam
dapat meningkatkan laju metabolik.
3. Ukur berat badan tiap hari.
R: Indikator langsung keadekuatan
cairan dan nutrisi.
Kolaborasi :
1. Berikan cairan tambahan IV
sesuai kebutuhan.
R : Mempertahankan cairan untuk
memperbaiki kehilangan cairan.
8 Gangguan
pemenuhan nutrisi
bd disfagia
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan kebutuhan
nutrisi klien dapat
teratasi. Dengan
kriteria hasil:
· Pasien tidak lagi
mengeluh sulit
menelan
· Berat badan
pasien pasien kembali
normal
· Pasien sudah
mampu makan lebih
dari 6 suap.
Mandiri
1. Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang dialami
pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara
mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan
dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan
makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah
ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi
kelelahan pasien dan meningkatkan
asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi
kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan
yang dihabiskan oleh pasien setiap
hari.
Rasional : Untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status
gizi pasien
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan antiemetik
sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu
pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi
pasien meningkat.
2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi.
R: agar pasien mendapatkan gizi
seimbang.
9 Kerusakan
komunikasi verbal
bd adanya
penekanan pada pita
suara
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pasien
dapat melakukan
komunikasi dengan
baik. Dengan kriteria
hasil:
· Pasien tidak lagi
bicara gagap
· Suara pasien
tidak terdengar serak
lagi
Mandiri
1. Kaji pembicaraan klien secara
periodik
R : Suara parau dan sakit pada
tenggorokan merupakan faktor kedua
dari odema jaringan / sebagai efek
pembedahan.
2. Lakukan komunikasi dengan
singkat dengan jawaban ya/tidak.
R : Mengurangi respon bicara yang
terlalu banyak
3. Kunjungi klien sesering mungkin
R : Mengurangi kecemasan klien
4. Ciptakan lingkungan yang
tenang.
R: Klien dapat mendengar dengan
jelas komunikasi antara perawat dan
klien.
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan / rujuk
kepada ahli terapi wicara
Rasional : pengkajian secara
individual kemampuan bicara sensoris,
motoric dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan terapi
10 Gangguan citra diri
bd perubahan
fisiologis tubuh
(pembengkakan
leher)
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pasien
menunjukkan
Penerimaan diri secara
verbal Mengerti akan
kekuatan diri
Melakukan perilaku
yang dapat
meningkatkan rasa
percaya diri
1. Pantau tingkat perubahan rentang
harga diri rendah
R : Mengetahui kopping individu
pasien
2. Pastikan tujuan tindakan yang
kita lakukan adalah realistis
R : Meningkatkan hubungan saling
percaya dengan pasien
3. Sampaikan hal-hal yang positif
secara mutlak untuk pasien, tingkatkan
pemahaman tentang penerimaan anda
pada pasien sebagai seorang individu
yang berharga.
R : Meningkatkan harga diri pasien
4. Diskusikan masa depan pasien,
bantu pasien dalam menetapkan
tujuan-tujuan jangka pendek dan
panjang.
R : Membantu pasien menentukan
masa depan yang diinginkan
11 Cemas bd tindakan
pre-operasi
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan Tujuan :
Pasien
mengungkapkan
ansietas
berkurang/hilang.
Kriteria evaluasi:
Pasien melaporkan
lebih sedikit perasaan
gugup,
mengungkapkan pe-
mahaman tentang
kejadian pra operasi
dan pasca operasi,
postur tubuh riileks
1. Jelaskan apa yang terjadi selama
periode pra operasi dan pasca operasi,
termasuk test laboratorium pra op,
persiapan kulit, alasan status puasa,
obat-obatan pre op, aktifitas area
tunggu, tinggal diruang pemulihan dan
program pasca operasi.
R: Pengetahuan tentang apa yang
diper-lukan membantu mengurangi
ansie-tas & meningkatkan kerjasama
pasien selama pemulihan,
mempertahankan kadar analgesik
darah konstan, memberikan kontrol
nyeri terbaik
2. Informasikan pasien bahwa
obatnya tersedia bila diperlukan untuk
mengontrol nyeri, anjurkan untuk
memberitahu nyeri dan meminta obat
nyeri sebelum nyerinya bertambah
hebat.
3. Informasikan pasien bahwa ada
suara serak & ketidaknyamanan
menelan dapat dialami setelah
pembedahan, tetapi akan hilang secara
bertahap dengan berkurangnya
bengkak 3-5 hari.
R: Pengetahuan tentang apa yang
diper-kirakan membantu mengurangi
an-sietas.
4. Ajarkan & biarkan pasien
mempraktekkan bagaimana
menyokong leher untuk menghindari
tegangan pada insisi bila turun dari
tempat tidur atau batuk.
R: Praktek aktifitas-aktifitas pasca
ope-rasi membantu menjamin
penurunan program pasca operasi
terkomplikasi
5. Biarkan pasien dan keluarga
mengungkapkan perasaan tentang
pengalaman pembedahan, perbaiki jika
ada kekeliruan konsep. Rujuk
pertanyaan khusus tentang
pembedahan kepada ahli bedah.
R: Dengan mengungkapkan perasaan
membantu pemecahan masalah dan
memungkinkan pemberi perawatan
untuk mengidentifikasi kekeliruan
yang dapat menjadi sumber kekuatan.
Keluarga adalah sistem pendukung
bagi pasien. Agar efektif, sistem
pendukung harus mempunyai
mekanisme yang kuat.
6. Lengkapi daftar aktifitas pada
daftar cek pre op, beritahu dokter jika
ada kelainan dari test Lab. pre op.
R: Daftar cek memastikan semua
aktifi-tas yang diperlukan telah
lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk
memas-tikan pasien telah siap secara
fisiologis untuk operasi dan
mengurangi resiko lamanya
penyembuhan.
12 Kurang
pengetahuan bd
kurang mengenal
Se Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pasien
1. Berikan informasi yang tepat
dengan keadaan individu
R: Meningkatkan pengetahuan pasien
sumber informasi
tentang penyakit
Mengikuti pengobatan
yang disarankan
Peningkatan
pengetahuan pasien
Dapat menghindari
sumber stress
2. Identifikasi sumber stress dan
diskusikan faktor pencetus krisis tiroid
yang terjadi, seperti orang/sosial,
pekerjaan, infeksi, kehamilan
R : Agar pasien bisa menghindari
sumber stress
3. Berikan informasi tentang tanda
dan gejala dari penyakit gondok serta
penyebabnya
R : Dapat mengidentifikasi gejala awal
dari gondok
4. Diskusikan mengenai terapi
obat-obatan termasuk juga ketaatan
terhadap pengobatan dan tujuan terapi
serta efek samping obat tersebut
R : Pasien bisa mengikuti terapi yang
disarankan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marylnn, et all, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Engram Barbara, (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3, Penerbit :
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Henderson M. A, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Junadi Burnawan, (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua, Media Aeusculapius,
FKUI, Jakarta.
Moelianto Djoko R, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai
Penerbit FKUI Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
STRUMA
OLEH :
HERNA WULAN SARI
STIKES AMANAH MAKASSAR
KELAS RAHA
2014

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Askep faringitis
Askep faringitisAskep faringitis
Askep faringitis
 
5. asuhan keperawatan pada hernia
5. asuhan keperawatan pada hernia5. asuhan keperawatan pada hernia
5. asuhan keperawatan pada hernia
 
Gangguan oksigenasi
Gangguan oksigenasiGangguan oksigenasi
Gangguan oksigenasi
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSI
 
Tugas askep kasus hipertensi
Tugas askep kasus hipertensiTugas askep kasus hipertensi
Tugas askep kasus hipertensi
 
Asuhan keperawatan klien dengan faringitis shinttttta
Asuhan keperawatan klien dengan faringitis shintttttaAsuhan keperawatan klien dengan faringitis shinttttta
Asuhan keperawatan klien dengan faringitis shinttttta
 
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asmaAsuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
 
Lp hipertensi pada kehamilan
Lp hipertensi pada kehamilanLp hipertensi pada kehamilan
Lp hipertensi pada kehamilan
 
Kumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r clKumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r cl
 
Analisa data gagal jantung
Analisa data gagal jantungAnalisa data gagal jantung
Analisa data gagal jantung
 
Asuhan keperawatan tbc
Asuhan keperawatan tbcAsuhan keperawatan tbc
Asuhan keperawatan tbc
 
Asuhan keperawatan pneumonia
Asuhan keperawatan pneumoniaAsuhan keperawatan pneumonia
Asuhan keperawatan pneumonia
 
Ca. paru AKPER PEMKAB MUNA
Ca. paru AKPER PEMKAB MUNA Ca. paru AKPER PEMKAB MUNA
Ca. paru AKPER PEMKAB MUNA
 
Analisa data ggk
Analisa data ggkAnalisa data ggk
Analisa data ggk
 
Laporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep absesLaporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep abses
 
KUMPULAN SDKI SLKI SIKI TERBARU.docx
KUMPULAN SDKI SLKI SIKI TERBARU.docxKUMPULAN SDKI SLKI SIKI TERBARU.docx
KUMPULAN SDKI SLKI SIKI TERBARU.docx
 
Askep diare anak
Askep diare anakAskep diare anak
Askep diare anak
 
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN. C DENGAN PNEUMONIA.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT  PADA TN. C DENGAN PNEUMONIA.pdfASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT  PADA TN. C DENGAN PNEUMONIA.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN. C DENGAN PNEUMONIA.pdf
 
Santi askep dm
Santi askep dmSanti askep dm
Santi askep dm
 
ASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIAASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIA
 

Viewers also liked (6)

Penyimpangan kdm goiter
Penyimpangan kdm goiterPenyimpangan kdm goiter
Penyimpangan kdm goiter
 
Struma 2
Struma 2Struma 2
Struma 2
 
Makalah struma endimik
Makalah struma endimikMakalah struma endimik
Makalah struma endimik
 
Struma endemik
Struma endemikStruma endemik
Struma endemik
 
Epidemiologi dan etiologi goiter
Epidemiologi  dan etiologi goiterEpidemiologi  dan etiologi goiter
Epidemiologi dan etiologi goiter
 
Struma
StrumaStruma
Struma
 

Similar to Asuhan keperawatan dengan diagnosa struma (20)

Ppt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidismePpt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidisme
 
struma
strumastruma
struma
 
Askep goiter
Askep goiterAskep goiter
Askep goiter
 
Askep goiter
Askep goiterAskep goiter
Askep goiter
 
Askep klien hipertiroidisme
Askep klien hipertiroidisme Askep klien hipertiroidisme
Askep klien hipertiroidisme
 
Asuhan keperawatan tiroiditis
Asuhan keperawatan tiroiditisAsuhan keperawatan tiroiditis
Asuhan keperawatan tiroiditis
 
132046829 tiroid-2
132046829 tiroid-2132046829 tiroid-2
132046829 tiroid-2
 
132046829 tiroid
132046829 tiroid132046829 tiroid
132046829 tiroid
 
Struma endemik
Struma endemikStruma endemik
Struma endemik
 
Struma endemik
Struma endemikStruma endemik
Struma endemik
 
Goiter
GoiterGoiter
Goiter
 
Askep hipertiroidisme, p budi AKPER PEMDA MUNA
Askep hipertiroidisme, p budi AKPER PEMDA MUNA Askep hipertiroidisme, p budi AKPER PEMDA MUNA
Askep hipertiroidisme, p budi AKPER PEMDA MUNA
 
Hipertiroidism pigm
Hipertiroidism pigmHipertiroidism pigm
Hipertiroidism pigm
 
Endokrin hipertiroid
Endokrin hipertiroidEndokrin hipertiroid
Endokrin hipertiroid
 
Endokrin hipertiroid
Endokrin hipertiroidEndokrin hipertiroid
Endokrin hipertiroid
 
Makalah hipertiroidisme
Makalah hipertiroidismeMakalah hipertiroidisme
Makalah hipertiroidisme
 
Hipertiroid dan Hipotiroid
Hipertiroid dan Hipotiroid Hipertiroid dan Hipotiroid
Hipertiroid dan Hipotiroid
 
4 askep-klien-hipertiroidisme
4 askep-klien-hipertiroidisme4 askep-klien-hipertiroidisme
4 askep-klien-hipertiroidisme
 
anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroid
 
Biologi kelas XI bab kelenjar tiroid
Biologi kelas XI bab kelenjar tiroidBiologi kelas XI bab kelenjar tiroid
Biologi kelas XI bab kelenjar tiroid
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Asuhan keperawatan dengan diagnosa struma

  • 1. A. Pengertian Struma Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan leher (Dorland, 2002). Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007). Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan. B. Etiologi Struma Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama. 1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual). 2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto. 3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik. 4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas. 5. Defisiensi iodium 6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid). 7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang 8. Anomali 9. Peradangan atau tumor/neoplasma C. Klasifikasi Struma 1. Berdasarkan fisiologisnya : 1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal 1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal 1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan 2. Berdasarkan klinisnya : 2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid) a. Difusa : endemik goiter, gravid b. Nodusa : neoplasma 2.2 Toksik (hipertiroid) a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
  • 2. b. Nodusa : tirotoksikosis skunder 3. Berdasarkan morfologinya : 3.1 Struma Hyperplastica Diffusa Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat. 3.2 Struma Colloides Diffusa Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar. 3.3 Struma Nodular Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi. Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil). D. Patofisiologi Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
  • 3. E. Manifestasi Klinis Struma 1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri- beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat. 2. Keringat Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat. 3. Konstipasi Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung. 4. Gemetar Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan 5. Gelisah Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele. 6. Berat badan menurun Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea. 7. Mata membesar Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
  • 4. 8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan ) 9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan ) Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen. 10. Suara serak Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau. F. Komplikasi 1. Suara menjadi serak/parau Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau. 2. Perubahan bentuk leher Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak. 3. Disfagia Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit. 4. Sulit bernapas Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen. 5. Penyakit jantung hipertiroid Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung. 6. Oftalmopati Graves Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu. 7. Dermopati Graves Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit. G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit. 2. Termografi
  • 5. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik. 3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal : 3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL 3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL 3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL 3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL 3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 % 4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter. Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah: 4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis. 4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya. 4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo. 4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 4.1 Dapat menentukan jumlah nodul. 4.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik. 4.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid. 4.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. 4.5 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. 4.6 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah. 4.7 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. 5. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
  • 6. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu : 5.1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah. 5.2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. 5.3 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak. 6. Dilakukan foto thorak posterior anterior. Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan nafas. 7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig. H. Penatalaksanaan 1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease) Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). 1.1 Obat antitiroid Indikasi : 1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis. 2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif. 3. Persiapan tiroidektomi 4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia. 5. Pasien dengan krisis tiroid. Obat antitiroid yang sering digunakan : Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari) Karbimazol 30-60 5-20 Metimazol 30-60 5-20 Propiltourasil 300-600 5-200 1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif Indikasi : a. Pasien umur 35 tahun atau lebih b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
  • 7. Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari. Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid). 1.3 Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi : a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid. b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul TIROIDEKTOMI Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik. A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme • Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya • Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid 2. Struma Nodular Toksik Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999) 3. Struma Non Toksis Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
  • 8. Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah: 3.1 Keganasan 3.2 Penekanan 3.3 Kosmetik Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening. Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang : a. Inoperabel b. Kontraindikasi operasi c. Ada residu tumor setelah operasi d. Metastase yang non resektabel Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel. Preparat : Thyrax tablet Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
  • 9. TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN 1. Pengumpulan data Anamnese Dari anamnese diperoleh: 1.1 Identifikasi pasien. 1.2 Keluhan utama pasien. Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi. 1.3 Riwayat penyakit sekarang Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi. 1.4 Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok. 1.5 Riwayat kesehatan keluarga Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini. 1.6 Riwayat psikososial Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain. 2. Pemeriksaan fisik 2.1 Keadaan umum Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda- tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah. 2.2 Kepala dan leher Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari. 2.3 Sistem pernafasan Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas. 2.4 Sistem Neurologi Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit. 2.5 Sistem gastrointestinal Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang. 2.6 Aktivitas/istirahat Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot. 2.7 Eliminasi
  • 10. Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare. 2.8 Integritas ego Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi. 2.9 Makanan/cairan Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid. 2.10 Rasa nyeri/kenyamanan Nyeri orbital, fotofobia. 2.11 Keamanan Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah. 2.12 Seksualitas Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi. B. ASUHAN KAPERAWATAN DATA FOKUS Data subjektif Data objektif - Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan yang rasanya seperti tercekik - Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan - Pasien mengeluh suara serak - Pasien mengatakan sehari-harinya mengkonsumsi sayur-sayuran dari jenis Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels kecambah dan ketika masak jarang menggunakan garam yang beriodium - Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok. - Pasien mengatakan malu terhadap keadaannya - Pasien mengatakan cemas karena akan dilakukannya tindakan operasi - Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - BB sebelum: 50, sesudah: 47 - TB: 153 - IMT: 20,1 kg/m2 - Defisit cairan: 2.01 L - Kesadaran composmentis - Pemeriksaan lab: · T3: 1,03 (N: 0,15-1,65) · T4: 87,8 (N: 45-120) · TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01) · F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5) - Pasien tampak pucat - Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung - Mukosa bibir kering - Turgor kulit: elastisitas kurang - Skala nyeri: 7
  • 11. - Pasien tampak gelisah/cemas - Pasien terlihat berbicara gagap - Capillary refill - Hasil AGD: · pH: 7,30 · PO2: 70 · PCO2: 50 · HCO3: 22 - Stridor - Ekspresi muka pasien tampak meringis - Serum: 150 - Anoreksia sekunder - Interaksi pasien dengan lingkungan berkurang - Pasien terlihat bingung dengan keadaannya ANALISA DATA Data Fokus Problem Etiologi DS: - Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan - Pasien mengeluh suara serak DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Pasien tampak pucat - Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung - Pemeriksaan lab: · T3: 1,03 N: 0,15-1,65 · T4: 87,8 N: 45-120 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Adanya massa
  • 12. · TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 · F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 - Stridor - Capillary refill - Kesadaran composmentis DS: - Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Pasien tampak pucat - Capillary refill - Hasil AGD: · pH: 7,30 · PO2: 70 · PCO2: 50 · HCO3: 22 - Kesadaran composmentis Gangguan pertukaran gas Obstruksi partial mekanik DS: - Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Pasien tampak pucat Ketidakefektifan pola nafas Adanya obstruksi trakkeofaringeal
  • 13. - Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung - Pemeriksaan lab: · T3: 1,03 N: 0,15-1,65 · T4: 87,8 N: 45-120 · TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 · F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 - Capillary refill - Kesadaran composmentis DS: - Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Pasien tampak pucat - Pasien terlihat menggunakan alat bantu nafas: cuping hidung - Pemeriksaan lab: · T3: 1,03 N: 0,15-1,65 · T4: 87,8 N: 45-120 · TSH: 0,145 N: 0,47-5,01 · F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5 - Capillary refill - Kesadaran composmentis Gangguan perfusi jaringan Suplai O2 tidak adekuat DS: - Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan yang rasanya seperti tercekik DO: - Pemeriksaan fisik pada Gangguan rasa nyaman nyeri Proses penyakit
  • 14. leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Ekspresi muka pasien tampak meringis - Kesadaran composmentis - Skala nyeri: 7 DS: - Pasien mengeluh sulit menelan - Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok. DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - Pemeriksaan lab: · T3: 1,03 (N: 0,15-1,65) · T4: 87,8 (N: 45-120) · TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01) · F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5) - Anoreksia sekunder Gangguan menelan Obstruksi partial mekanik DS: - Pasien mengeluh sulit menelan DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Intake yang tidak adekuat
  • 15. · T: 37,40 C - BB sebelum: 50, sesudah: 47 - TB: 153 - Defisit cairan: 2.01 L - Kesadaran composmentis - Serum: 150 - Mukosa bibir kering - Turgor kulit: elastisitas kurang DS: - Pasien mengeluh sulit menelan - Pasien mengatakan, makan hanya 4-5 sendok. DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - BB sebelum: 50, sesudah: 47 - TB: 153 - IMT: 20,1 kg/m2 - Kesadaran composmentis - Mukosa bibir kering - Turgor kulit: elastisitas kurang - Anoreksia sekunder Gangguan pemenuhan nutrisi Disfagia DS: - Pasien mengeluh suara serak DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan Kerusakan komunikasi verbal Adanya penekanan pada pita suara
  • 16. adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - Pasien terlihat berbicara gagap DS: - Pasien mengatakan malu terhadap keadaannya DO: - Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan (massa) lebih dari satu. - Interaksi pasien dengan lingkungan berkurang Gangguan citra diri Perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher) DS: - Pasien mengatakan cemas karena akan dilakukannya tindakan operasi DO: - TTV: · TD: 13/80 mmHg · HR: 96x/mnt · RR: 28x/mnt · T: 37,40 C - Pasien tampak gelisah/cemas Cemas Tindakan pre-operasi DS: - Pasien mengatakan sehari- harinya mengkonsumsi sayur- sayuran dari jenis Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels kecambah dan ketika masak jarang menggunakan garam yang beriodium - Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya DO: Kurang pengetahuan Kurang mengenal sumber informasi tentang penyakit
  • 17. - Pasien terlihat bingung dengan keadaannya - Pasien tampak gelisah/cemas DIAGNOSA KEPERAWATAN NO Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa 2. Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik 3. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal 4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat 5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit 6. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik 7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adekuat 8. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia 9. Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita suara 10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher) 11. Cemas b.d tindakan pre-operasi 12. Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi tentang penyakit INTERVENSI KEPERAWATAN NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd adanya massa Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil: - Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi. - RR normal (16-24 x/menit) 1. Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan. Rasional : Pernafasan secara normal kadang- kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan. 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi. Rasional : Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat. 3. Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara. Rasional : Indikator obstruksi trakea/spasme
  • 18. laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera. 4. Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal. Rasional : Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan. 5. Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi. Rasional : Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas. 6. Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral. Rasional : Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi. 7. Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien. Rasional : Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat. 2. Gangguan pertukaran gas bd obstruksi partial mekanik Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil: Pasien tidak lagi mengeluh sulit bernapas Pasien tidak lagi terlihat pucat 1. kaji frekuensi kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan berbicara/berbimcang R : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kornisnya proses penyakit 2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien utnuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan
  • 19. kolaps jalan napas, dispnea 3. Kaji/awaso secara rutin kulit dan warna membran mukosa R: sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral( terlihat pada bibir) . keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasi hipoksemia berat 4. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas dan batasi aktifitas pasien R : istirahat diselingi aktivitas perawatan penting dari program pengobatan 5. Awasi tanda vital dan irama jantung R : takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung Kolaborasi 1. Awasi seri GDA R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2 menurun sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil 2. Berikan oksigen tambahan bila diperlukan R : dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia 3. Ketidakefektifan pola nafas bd adanya obstruksi trakkeofaringeal Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif: RR= 16-20x/ menit Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas Ekspansi dada simetris Tidak ada penggunaan otot bantu nafas 1. Pantau frekwensi pernafasan , kedalaman, dan kerja pernafasan R : Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien. 2. Waspadakan pasien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat R : Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas 3. Ajari pasien latihan nafas dalam R : Untuk menstabilkan pola nafas 4. Persiapkan operasi bila diperlukan. R : Operasi diperlukan untuk
  • 20. memperbaiki kondisi pasien 4 Gangguan perfusi jaringan bd suplai O2 tidak adekuat Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan menunjukkan peningkatan suplai darah ke jaringan normal dengan kreteria hasil 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal 2. Kapiler refill kurang dari 3 detik 3. Akral hangat 4. Tidak terdapat sianosis Mandiri 1. Berikan posisi datar pada anak dengan kaki ditinggikan R : Untuk meningkatkan aliran balik vena. Membantu mempertahankan / meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak. 2. Catat perubahan dalam tingkat kesadaran keluhan sakit kepala, pusing, terjadi devisi sensori/ motori pada anak R: Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi pada SSP akibat iskemia infark 3. Pantau tanda-tanda vital R : Perubahan dapat menunjukan penurunan sirkulasi / hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler 4. Pertahanan suhu lingkungan R : Mencegah vasokontriksi membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi. Kolaborasi 1. Kolaborasi, cairan sesuai indikasi, O2 sesuai indikasi dan obat – obatan Rasional : untuk mengecek cairan yang telah didokumentasikan 5 Gangguan rasa nyaman nyeri bd proses penyakit (pembesaran kelenjar tiroid) Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri hilang, dengan kriteria hasil: 1. Pasien tidak lagi mengeluh nyeri pada tenggorokkannya 2. Tanda-tanda vital dalam rentang Mandiri 1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (0-10), dan lamanya. R: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi. 2. Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi napas dalam R: Dengan teknik relaksasi dapat
  • 21. normal 3. Ekspresi muka pasien sudah tampak rileks mengurangi nyeri. 3. Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan. Rasional : Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan. Kolaborasi 1. Berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional: pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri 6 Gangguan menelan bd obstruksi partial mekanik SeSetelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan menelan pasien dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: · Pasien tidak lagi mengeluh sulit saat menelan. · Berat badan pasien kembali normal Mandiri 1. Bantu pasien dengan mengontrol kepala Rasional : menetralkan hiperekstensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk menelan 2. letakan pasien pada posisi duduk / tegak selama dan setelah makan Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi 3. letakan makan pada mulut yang tidak terganggu Rasional : memberikan stimulasi sensorik (termsuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan Kolaborasi 1. Berikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang Rasiona : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu kedalam.
  • 22. 7 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit bd intake yang tidak adekuat Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dengan kriteria hasil: 1. Turgor kulit baik. 2. TTV stabil 3. Membran mukosa lembab Mandiri : 1. Monitor intake dan output cairan. R: Memberikan informasi tentang keadaan volume cairan. 2. Kaji turgor kulit, kelembapan dan membran mukosa. R : Peningkatan suhu atau demam dapat meningkatkan laju metabolik. 3. Ukur berat badan tiap hari. R: Indikator langsung keadekuatan cairan dan nutrisi. Kolaborasi : 1. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan. R : Mempertahankan cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan. 8 Gangguan pemenuhan nutrisi bd disfagia Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: · Pasien tidak lagi mengeluh sulit menelan · Berat badan pasien pasien kembali normal · Pasien sudah mampu makan lebih dari 6 suap. Mandiri 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan . 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
  • 23. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien Kolaborasi 1. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi. R: agar pasien mendapatkan gizi seimbang. 9 Kerusakan komunikasi verbal bd adanya penekanan pada pita suara Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan komunikasi dengan baik. Dengan kriteria hasil: · Pasien tidak lagi bicara gagap · Suara pasien tidak terdengar serak lagi Mandiri 1. Kaji pembicaraan klien secara periodik R : Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan. 2. Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak. R : Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak 3. Kunjungi klien sesering mungkin R : Mengurangi kecemasan klien 4. Ciptakan lingkungan yang tenang. R: Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien. Kolaborasi 1. Konsultasikan dengan / rujuk kepada ahli terapi wicara Rasional : pengkajian secara individual kemampuan bicara sensoris, motoric dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan terapi
  • 24. 10 Gangguan citra diri bd perubahan fisiologis tubuh (pembengkakan leher) Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan Penerimaan diri secara verbal Mengerti akan kekuatan diri Melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri 1. Pantau tingkat perubahan rentang harga diri rendah R : Mengetahui kopping individu pasien 2. Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis R : Meningkatkan hubungan saling percaya dengan pasien 3. Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk pasien, tingkatkan pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang berharga. R : Meningkatkan harga diri pasien 4. Diskusikan masa depan pasien, bantu pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan panjang. R : Membantu pasien menentukan masa depan yang diinginkan 11 Cemas bd tindakan pre-operasi Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tujuan : Pasien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang. Kriteria evaluasi: Pasien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup, mengungkapkan pe- mahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, postur tubuh riileks 1. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi, termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program pasca operasi. R: Pengetahuan tentang apa yang diper-lukan membantu mengurangi ansie-tas & meningkatkan kerjasama pasien selama pemulihan, mempertahankan kadar analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik 2. Informasikan pasien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri sebelum nyerinya bertambah hebat. 3. Informasikan pasien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat dialami setelah
  • 25. pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap dengan berkurangnya bengkak 3-5 hari. R: Pengetahuan tentang apa yang diper-kirakan membantu mengurangi an-sietas. 4. Ajarkan & biarkan pasien mempraktekkan bagaimana menyokong leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk. R: Praktek aktifitas-aktifitas pasca ope-rasi membantu menjamin penurunan program pasca operasi terkomplikasi 5. Biarkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah. R: Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi pasien. Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat. 6. Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada kelainan dari test Lab. pre op. R: Daftar cek memastikan semua aktifi-tas yang diperlukan telah lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk memas-tikan pasien telah siap secara fisiologis untuk operasi dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan. 12 Kurang pengetahuan bd kurang mengenal Se Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien 1. Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu R: Meningkatkan pengetahuan pasien
  • 26. sumber informasi tentang penyakit Mengikuti pengobatan yang disarankan Peningkatan pengetahuan pasien Dapat menghindari sumber stress 2. Identifikasi sumber stress dan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan R : Agar pasien bisa menghindari sumber stress 3. Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya R : Dapat mengidentifikasi gejala awal dari gondok 4. Diskusikan mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut R : Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan
  • 27. DAFTAR PUSTAKA Doenges E. Marylnn, et all, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Engram Barbara, (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3, Penerbit : Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Henderson M. A, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta. Junadi Burnawan, (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua, Media Aeusculapius, FKUI, Jakarta. Moelianto Djoko R, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
  • 28. ASUHAN KEPERAWATAN STRUMA OLEH : HERNA WULAN SARI STIKES AMANAH MAKASSAR KELAS RAHA 2014