Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya. Khususnya para ulama ahli hadits terhadap hadits serta usaha pembinaan dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-kitab hasil tadwin secara sempurna. Bahkan, menguatnya kajian hadis dalam dunia islam tidak lepas dari upaya umat islam yang melakukan counter balik terhadap sangkaan-sangkaan negatif kalangan orientalis terhadap keaslian hadis. Goldziger misalnya, ia meragukan sebagian besar keaslian (orisinalitas) hadits, oleh yang diriwayatkan oleh Bukhari sekalipun. Salah satu alasannya adalah semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadis sangat jauh, menurutnya, sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadis tersebut. Sebab studi tentang keberadaan hadis selalu makin menarik untuk di kaji seiring dengan perkembangan manusia yang semakin kritis. Oleh karena itu mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian sejarah hadits?
b. Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW?
c. Sejarah hadits pada masa sahabat dan Tabi’in
d. Hadits pada abad ke-II, III, dan IV H
e. Sejarah pada abad ke-V sampai sekarang perkembangan hadits
Bab 2
PEMBAHASAN
a. Pengertian Sejarah Hadits
Sejarah hadits terdiri dua kata yaitu kata “sejarah” dan kata “hadits”. Kata sejarah sendiri yang digunakan pada masa sekarang ini bersumber dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yakni histories yang memberikan arti suatu pengkajian. Dalam sebuah tulisan yang berjudul definisi sejarah (2007) mengutip pandangan Bapak Sejarah Herodotus yang menurutnya sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu perputaran jatuh bangunnya seorang tokoh masyarakat dan peradaban.
Sedangkan menurut Aristoteles sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekam-rekam atau bukti-bukti yang kukuh.
Hadits secara Lughowi (Harfiyah) adalah ism masdar yang fi’il madhi dan mudhori’nya hadatsa-yahdutsu yang berarti baru. Hadits secara istilah ialah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah hadits ialah suatu kajian peristiwa-peristiwa masa lalu dari segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW.
b. Hadits Pada masa Nabi Muhammad SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarak
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya. Khususnya para ulama ahli hadits terhadap hadits serta usaha pembinaan dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-kitab hasil tadwin secara sempurna. Bahkan, menguatnya kajian hadis dalam dunia islam tidak lepas dari upaya umat islam yang melakukan counter balik terhadap sangkaan-sangkaan negatif kalangan orientalis terhadap keaslian hadis. Goldziger misalnya, ia meragukan sebagian besar keaslian (orisinalitas) hadits, oleh yang diriwayatkan oleh Bukhari sekalipun. Salah satu alasannya adalah semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadis sangat jauh, menurutnya, sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadis tersebut. Sebab studi tentang keberadaan hadis selalu makin menarik untuk di kaji seiring dengan perkembangan manusia yang semakin kritis. Oleh karena itu mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian sejarah hadits?
b. Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW?
c. Sejarah hadits pada masa sahabat dan Tabi’in
d. Hadits pada abad ke-II, III, dan IV H
e. Sejarah pada abad ke-V sampai sekarang perkembangan hadits
Bab 2
PEMBAHASAN
a. Pengertian Sejarah Hadits
Sejarah hadits terdiri dua kata yaitu kata “sejarah” dan kata “hadits”. Kata sejarah sendiri yang digunakan pada masa sekarang ini bersumber dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yakni histories yang memberikan arti suatu pengkajian. Dalam sebuah tulisan yang berjudul definisi sejarah (2007) mengutip pandangan Bapak Sejarah Herodotus yang menurutnya sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu perputaran jatuh bangunnya seorang tokoh masyarakat dan peradaban.
Sedangkan menurut Aristoteles sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekam-rekam atau bukti-bukti yang kukuh.
Hadits secara Lughowi (Harfiyah) adalah ism masdar yang fi’il madhi dan mudhori’nya hadatsa-yahdutsu yang berarti baru. Hadits secara istilah ialah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah hadits ialah suatu kajian peristiwa-peristiwa masa lalu dari segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW.
b. Hadits Pada masa Nabi Muhammad SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarak
tahun ajaran 2013-2014 semester I
kelas XII IPA II | Madrasah Aliyah Negeri 1 Rantau
nama : Risma Amalia dan Muhammad Maulana abdillah
guru pembimbing : Bapak Hilal Najmi
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinIzzatul Ulya
Islam merupakan agama yang mengatur dimensi hubungan antara manusia dan Tuhan dan antara manusia dengan manusia. Untuk itu, hubungan antara agama dan negara dalam Islam telah menjadi teladan. Sejarah dalam Islam juga telah mencatat peristiwa-peristiwa penting, salah satunya adalah yang berkaitan dengan persoalan ketatanegaraan.
Pada Masa Rasulullah, beliau telah memberikan gambaran utama mengenai konsep bernegara, yaitu dengan dibentuknya madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai penyajian kepada manusia mengenai tatanan social-politik yang mengenai system pendelegasian. Wujud historis terpenting mengenai peristiwa ini adalah piagam madinah yang juga dapat dikatakan sebagai konstitusi pertama kali.
Setelah itu, muncullah Khulafa ar-Rasyidin, yakni empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Terkait system pemerintahan maupun ketatanegaraan ini pun sangat dinamis. Perkembangan mengenai ketatanegaraan dianggap semakin berkembang pesat. Terbukti dengan banyaknya kontribusi-kontribusi khalifah, seperti adanya perluasan wilayah, dhiwan, dan lain-lain.
Dengan mengetahui beberapa peristiwa di atas, maka kita dapat melihat bahwa Islam telah memberikan ruang. Peristiwa-peristiwa di ataspun bukan hanya sekadar cerita, namun juga dapat dijadikan sebagai contoh dan pelajaran bagi kehidupan bernegara saat ini. Untuk itu penting bagi kita mengetahui bagaimana ketatanegaraan pada masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyidin. Dari latar belakang inilah kami menyusun dan akan membahas lebih lanjut mengenai topic tersebut.
tahun ajaran 2013-2014 semester I
kelas XII IPA II | Madrasah Aliyah Negeri 1 Rantau
nama : Risma Amalia dan Muhammad Maulana abdillah
guru pembimbing : Bapak Hilal Najmi
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinIzzatul Ulya
Islam merupakan agama yang mengatur dimensi hubungan antara manusia dan Tuhan dan antara manusia dengan manusia. Untuk itu, hubungan antara agama dan negara dalam Islam telah menjadi teladan. Sejarah dalam Islam juga telah mencatat peristiwa-peristiwa penting, salah satunya adalah yang berkaitan dengan persoalan ketatanegaraan.
Pada Masa Rasulullah, beliau telah memberikan gambaran utama mengenai konsep bernegara, yaitu dengan dibentuknya madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai penyajian kepada manusia mengenai tatanan social-politik yang mengenai system pendelegasian. Wujud historis terpenting mengenai peristiwa ini adalah piagam madinah yang juga dapat dikatakan sebagai konstitusi pertama kali.
Setelah itu, muncullah Khulafa ar-Rasyidin, yakni empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Terkait system pemerintahan maupun ketatanegaraan ini pun sangat dinamis. Perkembangan mengenai ketatanegaraan dianggap semakin berkembang pesat. Terbukti dengan banyaknya kontribusi-kontribusi khalifah, seperti adanya perluasan wilayah, dhiwan, dan lain-lain.
Dengan mengetahui beberapa peristiwa di atas, maka kita dapat melihat bahwa Islam telah memberikan ruang. Peristiwa-peristiwa di ataspun bukan hanya sekadar cerita, namun juga dapat dijadikan sebagai contoh dan pelajaran bagi kehidupan bernegara saat ini. Untuk itu penting bagi kita mengetahui bagaimana ketatanegaraan pada masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyidin. Dari latar belakang inilah kami menyusun dan akan membahas lebih lanjut mengenai topic tersebut.
PENULISAN HADITS NABI PRAKODIFIKASI
(Masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
DOSEN:
Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, M.A
Oleh:
Liseu Taqillah
NIM: 182420106
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI (UIN)
“SULTAN MAULANA HASANUDIN”
BANTEN
TAHUN 2019
"KEPEMIMPINAN UMAR BIN KHATTAB"
IKBAL FADILAH
2201085038
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
HADITH ADALAH SATU ILMU YANG KRANG DIKENALI MASYARAKAT. ALLAH SWT TELAH MENYELAMATKAN UMMAH DENGAN ADANYA HADITH2 NABI SAW. ANTARA BEDA UGAMA2 SAMAWI LAIN DENGAN ISLAM ADALAH PENGAJIAN DAN PENYAMPAIAN HADITH HINGGA KE HARI INI
2. PENYEBARAN HADITS PADA MASA NABI
Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka
bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan
yang memepersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala
perbuatan, ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat
menjadikan nabi sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan
mereka. Jika ada permasalahan baik dalam Ibadah maupun dalam
kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung bertanya pada
Nabi.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota Madinah pun juga selalu
berkonsultasi pada Nabi dalam segala permasalahan mereka.
Adakalanya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi mendatangi
Nabi dan mempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketika mereka
kembali ke kabilahnya, mereka segera menceritakan pelajaran (hadits
Nabi) yang baru mereka terima.
Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga sangat berperan dalam
penyebaran hadits. Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga
berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari
Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.
3. LARANGAN MENULIS HADITS
Pada masa Nabi hadits belum ditulis secara resmi,
hal ini disebabkan oleh 2 faktor:
1. Para Sahabat lebih mengandalkan kekuatan
hafalannya, di samping itu juga ketersediaan alat
tulis belum memadai.
2. Adanya hadits yang melarang untuk menulis
hadits yaitu:
ف ان القر غري شيئا ىعّن كتبفمن انرالق غري شيئا ىاعّن التكتبوليمحه
” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari
saya, barang siapa yang menulis dari saya
selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.
(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
4. PERINTAH MENULIS HADITS
Ada sebagian sahabat yang telah menulis hadits
meskipun tidak secara resmi. Ada juga yang sudah
mendapatkan izin dari Nabi untuk menulis hadits
meskipun hal itu terjadi di akhir kehidupan
Rasulullah.
Selain larangan menulis hadits tersebut, ada juga
hadits yang memperbolehkan menulis hadits yaitu:
اكتبفوالذىنفسىبيدهماخرجمّناالاحلق
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam
kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang
hak”.(Sunan al-Darimi)
5. ALASAN DILARANGNYA MENULIS HADITS
Para ulama’ mengkompromikan dua hadits yang bertentangan
tersebut:
1. Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal
Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan
al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin
banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka
hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan
perintah yang membolehkannya.
2. Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang
perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang
memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari
kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan
salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang
kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan
menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat
hafalannya.
6. HADITS PADA MASA SAHABAT
Abu Bakar dan Umar (Pembatasan Riwayat)
Khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yang membatasi
periwayatan hadits. Begitu juga dengan Khalifah Umar ibn al-Khattab.
Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan
Periwayatan Hadits ( عصرتقليلايةوراحلديث ).
Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat
yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai
urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun
pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti-
periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan
hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus
dengan mendatangkan saksi.
Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, pernah
ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak meriwayatkan hadits di
masa Umar, lalu menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan hadits di
masa Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu
(memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan
cambuknya."
7. LANJUTAN…
Hadits Pada Masa Utsman dan Ali (masa perluasan hadits)
periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak dari pada
pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan عصرإكثار
ايةوراحلديث .
Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan oleh
karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan
Umar Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga
menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara
maksimal.
Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi pemerintahan Islam
telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan
masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar
beberapa kelompok kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali.
Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak negatif dalam
periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak
tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh
periwayat hadits dapat dipercaya riwayatnya. Ali hanya menerima jika
sumber hadits tersebut melakukan sumpah terlebih dahulu.
8. HADITS PADA MASA TABI’IN
Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha
yang lebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan
hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah
dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini
berkaitan erat dengan upaya ulama untuk
menyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan
hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada masa itu lebih
luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan
pada periode Khulafa' al-Rasyidin. Kalangan Tabi'in
telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits.
Pada masa tabi’in lebih dikenal dengan masa
penyebarluasan hadits karena pada masa ini hadits
mulai tersebar ke berbagai wilayah.
9. LANJUTAN…
Adapun pusat-pusat penyebarluasan hadits pada masa
tabi’in adalah sebagai berikut:
Madinah
Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam
Salim ibn Abdullah ibn Umar
Sulaiman ibn Yassar
Makkah
Ikrimah
Muhammad ibn Muslim
Abu Zubayr
Kufah
Ibrahim an-Nakha'I
Alqamah
10. LANJUTAN…
Bashrah
Muhammad ibn Sirin
Qotadah
Syam
Umar ibn Abdu al-Aziz (yang kemudian menjadi
khalifah dan memelopori kodifikasi hadits)
Mesir
Yazid ibn Habib
Yaman
Thaus ibn Kaisan al-Yamani