2. Penerapan Etnopedagogi di Lingkungan
Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak-
Rangkasbitung, Banten
3.
4. Latar Belakang
Kawasan konservasi
Suku Baduy di Banten memiliki peraturan, tata dan
nilai yang sangat erat.
Penerapan Etnopedagogi
5. • Mendapat informasi tentang cara-cara mewariskan prinsip
pengelolaan lingkungan, keadaan sosial budaya dan tingkat
pendidikan dalam masyarakat Baduy.
Tujuan
• Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai
etnopedagogi di masyarakat Baduy
• Meningkatkan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan
• Bagaimana pendidikan nilai sosial budaya masyarakat Baduy
Rumusan diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya?
Masalah • Bagaimana pengaruh penerapan etnopedagogi dalam
kehidupan masyarakat Baduy?
• memberikan contoh sejauh apa penerapan etnopedagogi di
lingkungan masyarakat Baduy sehingga dapat menumbuhkan
Manfaat kesadaran pembaca akan pentingnya menjaga wawasan
tradisional.
7. Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksploratif.
Dalam kamus disebutkan pengertian survey, yaitu tindakan
mengukur atau memperkirakan. Namun dalam penelitian survey
lebih berarti sebagai suatu cara melakukan pengamatan di mana
indikator mengenai variabel adalah jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara lisan
maupun tertulis. Dalam cara ini tim membuat kuisioner yang
diajukan kepada informant atau warga masyarakat setempat.
8. Tempat dan Waktu Penelitian
•Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” –
6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). tepat di kaki
pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan
Tempat Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak
sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung.
Penelitian
•Pengambilan data dilapangan dilaksanakan selama 4 hari. Dimulai
dari tanggal 25-29 Juni 2010.
Waktu
Penelitian
10. Konservasi
con (together)
Konservas
“Conservation” servare (keep/save)
mengenai upaya
memelihara apa yang
kita punya (keep/save
what you have)
11. Suku Baduy
Suku baduy terletak di wilayah Kanekes secara
geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0”
LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT. Tepat di kaki
pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak-
Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari
kota Rangkasbitung.
Di Baduy terdapat 53 kampung, diantaranya 50
Baduy luar dan 3 Baduy dalam.
Di Baduy terdapat kurang lebih 3000 kepala
keluarga, dengan sekitar 11.000 penduduk.
13. Masyarakat Kanekes
Tangtu Panamping Dangka
Baduy Dalam paling Baduy Luar, yang Baduy Dangka tinggal di
tinggal di berbagai luar wilayah
ketat mengikuti
adat, yaitu warga yang kampung yang tersebar Kanekes, dan pada saat
ini tinggal 2 kampung
tinggal di tiga mengelilingi wilayah
yang tersisa, yaitu
kampung: Baduy Dalam, seperti
Padawaras, dan
Cibeo, Cikartawana, da Cikadu, Kaduketuk, Ka Sirahdayeuh. Berfungsi
n Cikeusik). dukolot, Gajeboh, Cisag sebagai semacam buffer
u, dsb. zone atas pengaruh dari
luar
15. Perbedaan Baduy Dalam Baduy Luar
Jumlah desa 3 50
Pemukiman Terbuat dari bambu Terbuat dari bambu
tanpa menggunakan namun telah
material lain yang bukan mrnggunakan material
dari alam tambahan seperti paku
Peralatan Rumah Tangga Hanya terdapat Peralatan rumah tangga
beberapa alat bantu sudah lengkap dan
terbuat dari logam dan berasal dari luar.
kayu.
Pakaian Berwarna putih Hitam
Hubungan dengan Hanya warga Indonesia Akses telah lebih
Dunia Luar yang dapat masuk, dan terbuka, warga asing
hanya boleh menginap boleh masuk.
sehari semalam.
Teknologi Tidak ada Sudah masuk seperti
listrik, HP, radio, dll
16. Kepercayaan
Menurut
kepercayaan yang mereka anut, orang
Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu
dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal
usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam
sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan
mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga
Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita)
untuk menjaga harmoni dunia.
17. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda
Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang
(animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi
oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut
ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak
yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes
(Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes
tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan
sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak
boleh disambung)
20. Di kampung Baduy memiliki tradisi di mana, bulan Sapar
merupakan bulan untuk hajatan, sehingga apabila masyarakat Baduy
ingin melakukan pernikahan harus pada bulan Sapar tidak boleh
bulan yang lain.
Adapun bulan saatnya bertanam padi yaitu pada bulan
Kadalapan. Biasanya saat akan memulai nanem akan diiringi dengan
permainan angklung.
Selain itu, di kampung Baduy ada saatnya orang-orang luar
atau pengunjung di larang memasuki kawasan Baduy Dalam yaitu
pada bulan Kasa, Kaso, dan Katiga. Bulan-bulan itu merupakan
saatnya perayaan Kawalu yaitu saatnya panen.
21. Pemerintahan
Hukum NKRI Hukum Adat
diakulturasi
Secara nasional Secara nasional
penduduk Kanekes penduduk Kanekes
dipimpin oleh kepala dipimpin oleh kepala
desa yang disebut desa yang disebut
sebagai jaro sebagai jaro
pamarentah, yang pamarentah, yang
ada di bawah camat. ada di bawah camat.
22.
23. Pendidikan
Masyarakat Baduy menurunkan wawasan tradisional mereka
dengan cara mengajarkannya langsung dari orang tua kepada
anak secara lisan. Anak-anak dari Suku Baduy tidak mengenyam
pendidikan formal seperti sekolah dasar, mereka hanya
mendapatkan pendidikan dari orang tuanya masing-masing.
Dapat disimpulkan bahwa setiap orang tua bertanggung jawab
dalam mendidik anak mereka masing-masing.
24. Kepintaran (ilmu) yang didapat dari pendidikan formal hanya akan
digunakan untuk membodohi (menipu) saudara mereka sendiri.
Kepintaran yang mereka percayai datang dari hati dan pikiran yang
diberikan oleh Sang Pencipta bukan dari pendidikan formal.
Ketika anak-anak Baduy mencapai umur 10 tahun, mereka
mendapat pendidikan dari luar keluarganya. Anak-anak ini
dikumpulkan dengan anak-anak lain seusianya dan
mendapatkan pengajaran tentang budaya dan kearifan
masyarakat mereka dari seorang Jaro di desanya.
25.
26. Nilai Kearifan yang Sarat Akan
Usaha Pemeliharaan SDA
TINAKARTA
Lahan Lahan Lahan
Konservasi Produksi Pemukiman
Suku Baduy membagi hutan ke dalam 2 jenis yaitu hutan
lindung dan hutan produksi. Hutan lindung dikenal juga sebagai
hutan terlarang dimana tidak boleh dimasuki oleh sembarangan
orang dan tidak diiizinkan untuk menebang pohon disana.
27. Dalam kehidupan sehari-hari yang lebih sederhanapun nilai-nilai
kelestarian alam dilaksanakan seperti tidak menggunakan sabun saat
mandi maupun mencuci. Sebaliknya mereka memanfaatkan hal yang
ada di alam untuk menggantikannya seperti menggunakan abu dari
sabut kelapa yang telah dibakar sebagai pengganti sampo.
Selain itu, mereka dilarang memutus aliran air sungai sehingga
dalam berladang mereka tidak menggunakan sistem irigasi dari
sungai. Sistem yang mereka gunakan adalah pertanian kering yang
mengandalkan air hujan atau kita kenal sebagai huma. Mereka juga
tidak menyimpan persediaan air dalam rumah, mereka hanya
mengambil air pada saat dibutuhkan. Mereka mengambil air dengan
menggunakan suatu alat dari bambu bernama kele.
29. Masyarakan Baduy tidak menggunakan barang-barang dari
luar yang dapat menimbulkan permasalahan sampah khususnya
bagi masyarakat Baduy Dalam. Mereka hanya menggunakan
benda-benda yang berbahan logam
Dalam pembangunan rumah mereka misalnya, mereka
menggunakan bahan utama pohon bambu dan pembuatan rumah
tanpa menggunakan paku (pada masyrakat Baduy Dalam). Bambu
dipilih karena jumlahnya yang sangat melimpah di alam, sehingga
penggunaanya tidak akan mengganggu kelestarian jenis tumbuhan
di alam.
Dalam 1 hari mereka mampu membangun 3 rumah. Dalam 3
hari mereka mampu membuat satu jembatan. Hal ini dapat
dilakukan karena gotong royong yang masih sangat tinggi.
Masyarakat Baduy sangat pandai dalam ilmu perbintangan
dan biologi.
30. Pelanggaran
Adat istiadat yang diterapkan dalam kegiatan sehari-hari tidak
boleh dilanggar. Apabila terjadi pelanggaran maka mereka dapat
menerima hukuman. Hukuman diberikan dapat berupa hukuman
ringan, sedang dan berat.
32. Tidak mendapatkan pendidikan
formal, kesadaran mereka akan
pentingnya kelestarian sumber
daya alam dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka
sangatlah besar, dilihat dari
bagaimana mereka membagi
hutan dan ladang secara
konsisten dan seimbang.
Masyarakat Baduy tidak
menganut sistem pendidikan Pembagian tugas antara kedua
formal mengajarkan orangtua yang jelas serta
pengawasan para tetua adat pun
pendidikan untuk generasi
menjadi salah satu faktor utama
selanjutnya dilakukan secara dalam melestarikan adat istiadat
lisan dalam pantauan orang masyarakat Baduy secara turun
tua dan hukum adat yang temurun.
berlaku.
Simpulan
33. Apabila pohon terakhir telah
ditebang, ikan terakhir telah
dipancing dan tetesan air
terakhir telah terpakai saat itulah
kita sadar apa yang sebenarnya
kita harus jaga karena uang tak
lagi bisa memenuhi kebutuhan
kita.