1. Warga Dayak di Desa Paramasan Atas kesulitan akses kesehatan dan sarana hidup karena lokasi desa yang terpencil di ujung Kabupaten Banjar.
2. Wabah malaria melanda desa itu karena ketiadaan fasilitas kesehatan dan akses informasi, menyebabkan beberapa warga meninggal.
3. Warga hanya mengandalkan pengobatan tradisional saat sakit karena sulitnya akses transportasi ke pusat kesehatan terdekat.
1. Adat Perkawinan di Desa
Warukin Kabupaten Tabalong
kebiasaan warga suku itu, yang biasanya
menyajikan hiburan saat pesta pernikahan
dengan tarian giring-giring. "Sekarang
disesuaikan kemampuan yang punya hajatan,"
kata Ulinawati, Kepala Desa Warukin.
Mencari penari giring-giring di zaman seperti
sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa
setempat hanya ada satu grup tari yang kini
sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak
ke Jakarta.
2. Humas Adat warga Dayak Manyan
Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak
hanya pakaian pengantin dan hiburan
•
bagi para tamu yang mulai mengalami
pergeseran mengikuti tren zaman. Ada
pula sejumlah tahapan adat yang
sengaja dipangkas karena bukan
keharusan.
3. Tak terhenti di DPRD, Usrani pun mengecek
proposal yang telah dikirimnya 2 April ke Bagian
Sosial Setda Banjar. Sejumlah staf di situ
mengatakan bahwa proposal sudah tak ada lagi
dan tak terdata.
Alhasil, Usrani pun diminta supaya meng-copy
kembali proposal yang beruntungnya ia bawa
saat itu. "Wah, seandainya tidak dicek, entah
kapan baru bisa direalisasikan fasilitas vital yang
kami butuhkan di balai yang didiami 15 KK itu,"
ungkapnya.
4. • PARAMASAN ATAS, DESA YANG TERKUCILKAN
Malaria Diobati Tari Balian
Desa Paramasan Atas, Kabupaten Banjar tibatiba mencuat. Selama Maret-Mei 2007
sedikitnya 116 warga terjangkit malaria, 14 di
antaranya meninggal dunia. Bagaimana pola
hidup warga di desa terpencil tersebut?
5. Desa Paramasan Atas berada paling
timur di wilayah Kabupaten Banjar. Sejak awal
bulan lalu telah ditetapkan sebagai daerah
KLB endemis malaria. Lokasinya yang terisolir
mengesankan desa itu tak pernah tersentuh
pembangunan.
Untuk mencapainya memang sangat sulit.
Dari ibukota Kabupaten Banjar, kita mesti
menempuh jarak sekitar 175 km dengan
melampaui dua kabupaten, yakni Tapin, Hulu
Sungai Selatan (HSS), dan masuk wilayah
Tapin lagi.
6. Jalur Martapura-Simpang Bagandah, Tapin, jalan relatif
mulus. Baru dari situlah sebagian besar jalan rusak
parah. Meski berjarak 27 kilometer, dengan sepeda
motor bisa memakan waktu 3,5-4 jam. Jalurnya meliukliuk dan naik turun dengan sisi kiri kanan terdapat
jurang yang terjal.
Di bibir hutan itulah tinggal ratusan kepala keluarga.
Dengan alat penerangan tradisional, warga umumnya
tinggal di rumah berdinding anyaman bambu. Halaman
mereka juga terlihat becek dan dikotori aneka sampah
yang berceceran. Selain tak dilengkapi riol, saluran
pembuangan limbah rumah tangga juga tak ada.
7. "Kalau mau buang air besar terpaksa ke sungai. Begitu
pula untuk keperluan sehari-hari, airnya mengambil ke
sungai,“
ujar HM Husni, warga setempat, pekan lalu.
Meski demikian, warga sebenarnya telah sadar untuk
memakai kelambu atau memakai obat nyamuk jika tidur
di malam hari. Namun,
karena desa itu terletak di tepi hutan lebat, serangan
nyamuk hutan penyebar malaria, tetap saja
mengancam, terutama ketika warga beraktivitas di
luar,misalnya saat bertani atau mendulang.
8. Sejumlah warga mengaku, akibat parahnya
infrastruktur yang ada, maka tenaga-tenaga
sosial seperti halnya tenaga medis, bidan
maupun guru, sangat minim. Mereka sangat
jarang yang ikhlas mengabdi di desanya.
"Sudah empat bupati yang selalu menjanjikan
memperbaiki jalan. Namun, ketika sudah tegak
berdiri di jabatannya, mereka tak ingat lagi. Kami
ini seperti tak merasakan merdeka," keluh
Buak, tetangganya.
9. Balai Adat Rumain Baru Minta Televisi
• MARTAPURA, - Balai Adat Rumain Baru, Dusun
Terangkin Desa Paramasan Bawah, Kecamatan
Paramasan, kekurangan sejumlah fasilitas seperti
sarana air bersih dan penerangan.
• Untuk mengatasi masalah itu, kepala balai, Ursani
pun beberapa hari lalu ‘turun gunung’ memohon
bantuan ke DPRD Kabupaten Banjar.
Sayangnya, jauh-jauh dari Paramasan
Bawah, Ursani yang bermaksud mendatangi
Tajuddin, anggota DPRD Banjar yang mewakili
masyarakat dari kawasan itu, tidak berhasil
menemuinya.
10. Kesehatan
Di samping sarana lainnya, proyek-proyek
pengadaan fasilitas kesehatan tak pernah menyentuh
desa ini. Mobil pun sudah 10 tahun tak bisa sampai
ke desa terpencil itu.
"Sampai-sampai kami hanya berharap, ada seorang
mantri dan seorang bidan di desa kami. Tapi itu pun
sulit," ujar Buak lagi.
Karena ketiadaan tenaga medis itulah mereka
tidak berdaya ketika wabah penyakit menyerang.
Kalau pun tak ada wabah, warga pun sangat
kerepotan ketika akan melahirkan. Selama ini, para
ibu hamil yang hendak melahirkan terpaksa ditolong
kerabat sendiri. "Ada saja bayi yang lahir di tangan
sang ayah. Tali pusar bayi diobati dengan campuran
garam dan asam kamal (asam Jawa)," ucap Halidah
yang ditemui terpisah.
11. Ketika wabah malaria (disebut warga dengan
istilah wisa) melanda hingga April lalu, mereka pun
hanya pasrah, seraya berikhtiar dengan melakukan
pangobatan tradisional.
Sasan (26), misalnya, mengaku harus rela
ditinggal istrinya, Umik (25) selama-lamanya akibat
penyakit malaria yang menjangkitinya tak terobati.
"Tidak ada mantri di sini. Mau keluar mencari
pengobatan medis, jalannya sulit. Untuk berjalan
sendiri saja susah, bagaimana lagi membawa yang
sakit. Makanya kalau ada yang terkena wisa kita hanya
mengobatinya dengan ritual balian," ujar Sasan
didampingi sesepuh desa yang akrab dipanggil Kai.
12. Tim Seni Dayak Tabalong ke Pontianak
Suku Dayak di Bumi Saraba Kawa Tabalong mendapatkan
undangan kehormatan dalam kegiatan Gelar Budaya Dayak seKalimantan di Pontianak (Kalbar). Di kota berjulukan Bumi
Khatulistiwa itu, tim kesenian adat Dayak Tabalong akan berada
selama sepekan terhitung.
Sanggar seni tradisi Matunen Jaya Desa Warukin, Kecamatan
Tanta, yang berasal dari Dayak Ma’anyan. Sedangkan tarian adat
Dayak yang berkenan ditampilkan Matunen Jaya, membawakan Tari
Mandi Api.
13. Warga Dayak Kesulitan
AKIBAT rusaknya jembatan gantung menuju
air terjun Haratai lebih dirasakan warga Dayak yang
mendiami balai adat di dekat lokasi wisata
tersebut. Mereka kesulitan mengangkut hasil bumi
seperti kayu manis dan kemiri.
Hasil nya biasa nya mereka jual ke pasar
loksado. Oleh karena jembatan rusak, warga
terpaksa lewat jalan setapak di hutan.
14. Dayak Tolak Tambang Bijih Besi Di
Kecamatan Awayan, Balangan
BANJARMASIN,- Rencana penambangan bijih besi di Kecamatan
Awayan, Kabupaten Balangan, ditentang oleh warga Dayak Pitap.
Mereka memilai, aktivitas pertambangan itu akan mengancam
kelangsungan ekosistem serta adat budaya kawasan yang dekat
dengan hutan lindung, tempat yang dikeramatkan masyarakat Dayak
Pitap.
15. Tambang Rambah Hutan Keramat
Dayak Pitap protes
BANJARBARU, BPOST - Seribu
masyarakat adat Pitap dari tiga desa di
Kecamatan Awayan, Balangan, menolak
kehadiran PT Sari Bumi Sinar Karya yang
akan melakukan penambangan biji besi
di kawasan Gunung Tanalang.
16. Baluntang, Simbol Status Keluarga Dayak
SEBUAH patung kayu ulin sederhana seperempat
bagiannya menggambarkan rupa manusia, berhias ukiran
tampak kokoh berdiri di halaman depan rumah Rumisah
(85), warga Dayak Manyan di Desa Warukin, Kecamatan
Tanta, Tabalong.
Nuansa magis langsung terasa saat menatap patung
setinggi 4-5 meter yang disebut warga setempat
Baluntang. Baluntang merupakan batur atau nisan leluhur
atau kerabat yang telah meninggal.
17. Kepala Adat Dibebaskan Ditangkap Saat Membawa
Senapan Rakitan di Pasar Birayang
Dayak Meratus Ingin Desa
Kondisi geografis di kaki Gunung
Meratus, membuat warga Dayak Dusun Hulu
Sampanahan, Desa Limbur, menginginkan desa sendiri.
18. Keinginan itu disampaikan
perwakilan masyarakat Dayak
Dusun Hulu Asransyah saat
berupaya menemui Bupati Kotabaru
H Sjachrani Mataja beberapa waktu
lalu di kantor Pemkab Kotabaru.
19. Menurutnya, Dayak Dusun Hulu
Sampanahan memang harus membentuk
desa sendiri agar segala urusan administrasi
berjalan cepat dan lancar, sebab untuk
menuju Desa Limbur diperlukan waktu lima
jam dengan jalan kaki.
"Kita harus menerobos hutan belantara dan
mendaki lereng pegunungan Meratus,"
katanya.
Menurutnya, saat ini dusun dihuni sekitar
105 kepala keluarga atau 315 jiwa.