SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
TUGAS
DISUSUN OLEH : 1. VALENTINUS
2.
3.
4.
TRADISI TINGKEBAN/MITONI
TA:2016-2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................
PENDAHULUAN ....................................................
ISI ....................................................
KESIMPULAN ....................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah Adat
Istiadat ini tepat pada waktunya yang berjudul “TINGKEBAN DALAM PERSPEKTIF
BUDAYA BANGSA”
Makalah ini berisikan tentang informasi, tata cara melaksanakanTINGKEBAN dan
perlengkapan-perlengkapan yang dipergunakan pada upacara adat TINGKEBAN.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang upacara
adat atau tradisi TINGKEBAN.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
Tingkeban sebagai salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia, sudah
tidak asing lagi di telinga masyarakat Ponorogo, dan sekitarnya. Menurut ilmu sosial dan
budaya, tingkeban dan ritual-ritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu
sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan calon
orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa mengandung, ketika
melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti. Maka dari itu, dimulai dari
nenek moyang terdahulu yang belum mengenal agama, menciptakansuatu ritual yang syarat
akan makna tersebut, dan hingga saat ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat Ponorogo
dan sekitarnya.
Sedemikian rumitnya ritual tingkeban ini, hingga memerlukan tenaga, pikiran,
bahkan materi baik dalam persiapan maupun ketika pelaksanaannya. Semua tahap-tahap
tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai tahap-tahap yang harus dilalui. Mulai dari
pemilihan hari dan tanggal pelaksanaan saja harus memenuhi syarat dan ketentuan yang
ada. Apabila mereka melanggar, maka masyarakat sekitar akan segera
merespon negatif terhadap hal tersebut. Piranti-piranti yang tidak sedikit jumlahnya tentu
membutuhkan dana yang tidak sedikit pula. Dalam persiapannya, khususnya piranti yang
berupa makananada yang memerlukan waktu hingga tiga hari sebelum pelaksanaan acara,
seperti jenang dodol. Bahkan ada beberapa piranti yang harus terbuang sia-sia. Akan tetapi
masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hal itu, bahkan mengaggapnya wajar.
Gunung Lawu bagi sebagian besar masyarakat Ponorogo sangatlah sakral
keberadaannya.Awalnya semua adat istiadat dan budaya daerah sekitar gunung tersebut,
termasuk lereng sebelah timur pun berkiblat pada Keraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Akan tetapi ketika runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400, terjadi
akulturasi budaya dengan Kerajaan Majapahit. Hal ini terjadi karena raja Majapahit Prabu
Brawijaya V memilih arah barat sebagai tempat pelariannya ketika penyerangan oleh
pasukan Islam. Dan pelarian itu menunjukkan jalan kepada Prabu Brawijaya V sampai di
Gunung Lawu sebagai tempat pelariannya hingga akhir hayatnya
Dari beberapa pemaparan di atas, penulis memilih judul tersebut karena merupakan
tradisi warisan leluhur yang masih dianggap sangat sakral. Demikian juga dengan memilih
daerah Ponorogo sebagai tempat penelitian karena letaknya yang berada di dekat lereng
gunung Lawu. Ponorogo meruapakan salah satu daerah yang dahulunya telah terjadi
akulturasi antara budaya Yogyakarta dan Majapahit. Selain itu juga didukung dengan
sumber-sumber data yang relevan.
Tradisi : Tingkeban/Mitoni
"TINGKEBAN"
Upacara Tingkeban
Adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari
kata pituyang arti nyatujuh. Upacaraini dilaksanakanpadausia kehamilantujuhbulandanpada
kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa
akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang
sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk
memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan
dilahirkan selamat dan sehat.
Menurut tradisi Jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan
purnama seperti 3,5,7,9,11, 13 atau 15. bulan Jawa ,dilaksanakan di kiri atau kanan rumah
menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil misalnya
5,7,atau 9 orang. Setelah siram di pakaikan kain /jarik sampai tujuh kali, yang terakhir/
ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan , kemudian acara pemotongan tumpeng
tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak.dst. Hakekat yang mendasar dari
semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha
Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun di ungkapkan dalam bentuk lambang -
lambang yang masing-masing mempunyai makna.
Sejarah Munculnya Tingkeban
Tingkeban sebagai salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia, sudah
tidak asing lagi di telinga masyarakat Ponorogo, dan sekitarnya. Menurut ilmu sosial dan
budaya, tingkeban dan ritual-ritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu
sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan calon
orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa mengandung, ketika
melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti. Maka dari itu, dimulai dari
nenek moyang terdahulu yang belum mengenal agama, menciptakansuatu ritual yang syarat
akan makna tersebut, dan hingga saat ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat
Ponorogo.
Tingkeban menurut cerita yang dikembangkan turun-temurunsecara lisan, memang
sudah ada sejak zaman dahulu.Menurut cerita asal nama “Tingkeban” adalah berasal dari
nama seorang ibu yang bernama Niken Satingkeb, yaitu istri dari Ki Sedya. Mereka berdua
memiliki sembilan orang anak akan tetapi kesembilan anaknya tersebut selalu mati pada
usia dini. Berbagai usaha telah mereka jalani, tetapi tidak pula membuahkan hasil. Hingga
suatu saat mereka memberanikan diri untuk menghadap kepada Kanjeng Sinuwun
Jayabaya.
Jayabaya akhirnya menasehati mereka agar menjalani beberapa ritual. Namun
sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah mring Hyang Widhi laku becik,welas
asih mring sapada, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan khusyu’, dan
senantiaasa berbuat baik welas asih kepada sesama. Selain itu, mereka harus mensucikan
diri, mandi dengan menggunakan air suci yang berasal dari tujuh sumber air. Kemudian
berpasrah diri lahir batin dengan dibarengi permohonan kepada Gusti Allah,apa yang
menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi. Supaya
mendapat berkah dari Gusti Allah, dengan menyertakan sesaji yang diantaranya adalah takir
plontang, kembang setaman, serta kelapa gading yang masih muda.
Setelah serangkaian ritual yang dianjurkan oleh Raja Jayabaya, ternyata Gusti Kang
Murbeng Dumadi yaitu Gusti Allah mengabulkanpermohonan mereka. Ki Sedya dan Niken
Satingkeb mendapat momongan yang sehat dan berumur panjang. Untuk mengingat nama
Niken Satingkeb, serangkaian ritual tersebut ditiru oleh para generasi selanjutnya hingga
sekarang dan diberi nama Tingkeban Dengan harapan mendapat kemudahan dan tidak ada
halangan selama hamil, melahirkan, hingga si anak tumbuh dewasa. Atas dasar inilah
akhirnya hingga kini ritual tingkeban tetap dilaksanakan bahkan menjadi suatu keharusan
bagi masyaraka Jawa khususnya di daerah Ponorogo dan sekitarnya.
Perlengkapan Tingkeban.
Dahulu masyarakat Ponorogo mengenal tiga teradisi yang harus dilaksanakan selama
masa mengandung. Ketiga teradisi tersebut adalah tradisi Neloni, Tingkeban atau
Rujakan dan Procotan. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ketiga tradisi tersebut
diringkas secara pelaksanaannya menjadi satu, yaitu ketika waktu Tingkeban atau tujuh
bulan. Walaupun diringkas secara waktu tetapi ubo rampe atau piranti yang harus disiapkan
dari tiap-tiap ritual tetap disediakan.
Jauh-jauh hari sebelum usia kandunganmemasuki tujuh bulan, calon orang tua bayi
harus mementukanhari yang baik sesuai petungan Jawa. Menurut petungan Jawa hari-hari
yang baik itu yang memiliki neptu genap dan jumlahnya 12 atau 16.
Tabel 1. Neptune Dino lan Pasaran Petungan Jawa
No Nama Hari Neptune No Nama Pasaran Neptune
1 Akhad 5 1 Pon 7
2 Senin 4 2 Wage 4
3 Selasa 3 3 Kliwon 8
4 Rabu 7 4 Legi 5
5 Kamis 8 5 Pahing 9
6 Jum’at 6
7 Sabtu 9
Hari-hari yang baik adalah yang neptunya 12 atau 16 misal Kamis Kliwon, Senin
Kliwon, Akhad Pon dan sebagainya. Kamis memiliki neptu 8 dan Kliwon memiliki neptu 8
jadi Kamis Kliwon memiliki neptu 16, begitu juga Senin Kliwon memiliki neptu 12 dan
Akhad Pon memiliki neptu 12.
Selain penentuan hari yang ada aturannya,segala ubo rampe atau piranti juga sangat
rumit pula. Masing-masing ritual ada piranti sendiri-sendiri yang beraneka ragam. Semua
piranti tersebut disediakan bukan tanpa maksud. Dari sumuanya memiliki werdi atau
makna sendiri-sendiri.
Tabel 2. Piranti Ritual Tingkeban
No NamaRitual Waktu Seharusnya Piranti
1 Neloni Tiga bulan dari
masa mengandung
Takir plontang 4 buah
Golong 7 buah
Jajan pasar
Jenang abang
Jenang putih
Jenangkuning
Jenang ireng
Jenang sengkolo
2 Tingkeban Enam bulan dari
masa kehamilan
Woh-wohan
Punar 2 buah
Kembang setaman
Sesaji dakripin(Suro ganep)
Daun dadap srep
Daun beringin
Daun andong
Janur
Mayang
Jenang abang
Jenang putih
Jenang kuning
Jenang ireng
Jenang waras
Jenang sengkolo
3 Procotan Delapan bulan dari
masa kehamilan
Jenang abang
Jenang putih
Jenang kuning
Jenang ireng
Jenang waras
Jenang sengkolo
Jenang inthil-inthil
Jenang sewu (dawet)
Jenang sempuro
Jenang kembo
Jenang procot
Jenang arang-arang kambang
Ketupat lepet
Kamajaya dan Kamaratih (Dewi Ratih)
Upacara tersebut dimulai denga acara kenduri telon-telon yang dihadiri oleh
tetangga, kerabat, sanak saudara dan lain-lain. Semua piranti telon-telon dibawa ke hadapan
undangan. Setelah semua piranti dihidangkan berjonggo atau sesepuh desa ngujubne yaitu
menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya upacara tersebut dan menjelaskan makna satu
per satu dari makanan yang telah terhidang. Dengan sautan undangan dengan kata-
kata nggeh disetiap akhir kalimat yang diucapkan oleh berjonggo. Satu per satu makanan
yang dihidangkan dijelaskan hingga usai dan dilanjutkan dengan do’a, dan yang terakhir
dari rangkaian acara pertama ini adalah memakan hidangan yang telah tersedia.
Selesai upacara yang pertama yaitu upacara telon-telon, dengan menunggu waktu
yang tepat untuk melaksanakan upacara tingkeban. Prosesi tingkeban inilah yang penulis
anggap sakral karena mulai dari hari sampai jam pelaksanaanya diyentukan dan tidak boleh
dilanngar. Sebelum acara dimulai sesepuh desa menata beberapa lembar kain jarit batik di
tengah rumah shohibul hajat. Secangkir air putih dan kelapa muda serta sebuah sabitr besar
diletakkan di depan pintu. Sedangkan di sisi pintu luar tepatnya di teras rumah telah
menunngu orang tua shohibul hajat dengan membawa lemper dan bumbu rujak.Setelah
semua siap dan waktu pelaksanaannya tiba, kedua shohibul hajat masuk ke rumah dan
duduk bersanding di atas kain jari yang telah tertata.
Sesepuh desa membaca beberapa mantra dan mengajari beberapa kalimat untuk
ducapkan oleh shohibul hajat.Salah satu penggalan kalimat tersebut adalah ”Niat ingsun
nylameti jabang bayi, supaya kalis ing rubeda, nir ing sambikala, saka kersaning Gusti
Allah. Dadiyo bocah kang bisa mikul dhuwur mendhem jero wong tuwa, migunani mring
sesama,ambeg utama, yen lanang kadya Raden Kamajaya, yen wadon kadya Dewi
Kamaratih kabeh saka kersaning Gusti.”
Usai prosesi tersebut keduanya berjalan keluar rumah dengan larangan tidak boleh
menengok ke belakang. Sesampainya di depan pintu, calon bapak memecah kelapa muda
dengan sabit yang dibarengi dengan calon ibu menyampar cangkir. Upacara ini disebut juga
upacara brojolan, yaitu memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari
Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon
ibu. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa
kesulitan.
Di sisi lain nenek dari jabang bayi tersebut menumbuk bumbu rujak yang telah
disiapkan hingga halus. Usai menyampar cangkir dan memecah kelapa muda, keduanya
mandi dan kembali ke dalam rumah melalui pintu utama. Sesampainya di dalam rumah
akan dilanjut dengan prosesi ganti busana. Prosesi ini dilakukan oleh calon ibi dengan tujuh
jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Ibu akan memakai model kain yang terbaik
dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam
lambang kain.
Tabel 3. Jenis Kain dan Maknanya.
No Jenis Kain
Batik
Maknanya Gambar
1 Sidomukti Kebahagiaan
2 Sidoluhur Kemuliaan
3 Truntun Nilai-nilai yang selalu dipegang teguh
4 Parang Kusuma Perjuangan untuk hidup
5 Semen Rama Akan lahir anak yang cinta kasih kepada
orang tua yang sebentar lagi akan menjadi
bapak dan ibu tetap bertahan selama-
lamanya.
6 Udan Riris Anak yang akan lahir akan menyenagkan
dalam kehadirannya di masyarakat
7 Cakar Ayam Anak yang lahir dapat mandiri dan
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Rangkaian Acara Tingkeban
1. Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an
2. Sungkeman
Sungkeman ini dilakukan oleh istri kepada suami dan dilanjutkan oleh suami – istri
pada orangtuanya.
3. Siraman
Siraman ini dilakukan kepada calon orang tua jabang bayi dengan air dari 7 sumber dan
dilakukan oleh tujuh orang sesepuh keluarga. Gayung yang dipakai untuk siraman ini
terbuat dari kelapa yang masih ada dagingnya dan bagian dasarnya diberi lobang. Setelah
siraman si calon ibu dpakaikan kain 7 warna, yang melambangkan sifat-sifat baik yang akan
dibawa oleh jabang bayi dalam kandungan.
4. Pantes-pantes (Ganti Busana 7 kali)
Dalam acara pantes-pantes ini calon ibu dipakaikan kain dan kebaya 7 macam. Kain
dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan
kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah si calon ibu pantas
menggunakan busana-busana tersebut menberikan jawaban :
“dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa
kain lurik dengan motif sederhana baru ibu-ibu yang hadir menjawab : “pantes” (pantas). Di
sini merupakan perlambang bahwa ibu yang sedang mengandung sebiknya tidak
memikirkan hal yang sifatnya keduniawian dan berpenampilan bersahaja.
5. Tigas Kendit
Calon ibu kemudian diikat perutnya (dikenditi) dengan janur kuning. Ikatan janur ini harus
dipotong (ditigas) oleh calon ayah si bayi untuk membuka ikatanyang menghalangi lahirnya
si jabang bayi. Ikatan tersebut dipotong dengan keris yang ujungnya diberi kunyit sebagai
tolak bala.
6. Brojolan
Dalam acara brojolan ini, dua buah Cengkir gading (kelapa gading muda) yang telah diberi
gambar wayang (biasanya gambar Betara Kamajaya-Dewi Ratih atau Harjuna – Sembadra)
dimasukkan oleh calon ayah melalui perut calon ibu dan diterima oleh nenek jabang bayi.
Harapan dari acara ini adalah supaya si jabang bayi yang lahir memiliki fisik dan sifat seperti
tokoh wayang tersebut.
7. Angrem
Di sini Calon Ibu duduk di tumpukan kain yang tadi digunakan dalam acara Pantes-
pantes seperti ayam betina yang sedang mengerami telurnya. Harapannya adalah agar si
jabang bayi dapat lahir cukup bulan.
Pada saat pelaksanaan acara ini dikumandangkannya bacaan-bacaan “Shalawat Nabi” yang
diiringi alunan musik rebana.
8. Dhahar Ajang Cowek
Di sini calon ayah duduk mendamping calon ibu di tumpukan kain dan berdua
mengambil makanan yang disediakan dengan alas makan cowek (cobek)dan mereka berdua
memakannya sampai habis. Harapannya adalah supaya plasenta bayi menjadi sehat
sehingga si jabang bayi dapat bertumbuh dengan sehat.
Calon ayah si bayi kemudian menjatuhkan tropong (alat tenun tradisional ) di sela
kain 7 warna yang melambangkan proses kelahiran si bayi kelak yang berjalan lancar dan
sempurna.
D. Kaitan Tingkeban Dengan Ajaran Islam
Sebenarnya pelaksanaan tingkeban berangkat dari memahami hadits nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhori, yang menjelaskan tentang proses perkembangan janin dalam
rahim perkembangan seorang perempuan. Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa pada
saat janin berumur 120 hari (4 bulan) dalam kandungan ditiupkan ruh dan ditentukan 4
perkara, yaitu umur, jodoh, rizki, dan nasibnya.
Sekalipun dalam hadits tersebut tidak ada perintah untuk melakukan ritual, tetapi
melakukan permohonan pada saat itu tidak dilarang. Dengan dasar hadits tersebut, maka
kebiasaan orang jawa khususnya Yogya-Solo mengadakan upacara adat untuk melakukan
permohonan agar janin yang ada dalam rahim seseorang istri lahir selamat dan menjadi
anak yang soleh dan solekhah.
Pada dasarnya “Tingkeban” merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan
sangat mulia. Karena di dalam ritual Tingkeban terdapat permohonan do’a kepada Gusti
Alloh. Dan dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan
tingkeban secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di
Ponorogo dikenal dengan “Berjanjen”.
Berjanjen ini diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada Janin yang
dikandung oleh sang ibu sejak “Si Jabang Bayi” masih dalam kandungan seiring dengan
ditiupkannya “RUH” kepada “Si Jabang Bayi”.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian panjang di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkeban
adalah suatu bentuk inisiasi masyarakat pada jamandahulu, yang mengharapkan dikaruniai
anak yang seperti diharapkan serta memperoleh kelancaran baik ketika mengandung
maupun saat melahirkan. Tradisi ini dipercaya berawal pada masa Jayabaya yang di
wariskan turun temurun hingga sekarang dan ditaati oleh sebagian besar masyarakat Jawa.
Upacara adat 7 bulanan yang disebut mitoni ataupun tingkeban ini mengajarkan
kepada masyarakat untuk saling kerjasama menghargai terhadap sesama.tidak hanya itu,
mitoni ini mengangkat berbagai macam kain-kain yang dipakai oleh calon ibu yang
mempunyai makna masing-masing. Dari makna-makna tersebut kita dapat mengambil
pelajaran, yaitu kita sebagai manusia makhluk ciptaan Allah SWT hendaknya harus cermat
serta harus merencanakan bagaimana kita hidup di dunia ini yang penuh dengan
kesenangan ataupun sendau gurau dan lainnya. Jika kita sebagai manusia hidup di dunia ini
tidak mempunyai tujuan hidup yaitu akhirat, alangkah menyesalnya kita sebagai manusia.
Oleh sebab itu kita harus mempunyai rencana- rencana maupuntarget-target hidup di masa
mendatang kelak, sehingga kita menjadi manusia yang sukses tidak hanya di dunia namun
di akherat pun juga. Dalam prosesi mitoni juga dijelaskan bahwa yang memimpin upacara
adalah ibu yang sudah berpengalaman, disini bisa dilihat bahwa dalam suatu acara maupun
kepanitiaan maupunkepemerintahan, sudah tentu kita hendaknya memilih seseorang yang
lebih mengerti maupun lebih berpengalaman untuk memimpin suatu kelompok.
Upacara “Tingkeban” merupakan adat, tradisi dan budaya bangsa Indonesia, khususnya
masyarakat yang ada di pulau Jawa dan terlebih lagi bagi masyarakat di Jawa Timur, Jawa
Tengah maupun di Daerah Istimewa Yogjakarta.
Pada dasarnya “Tingkeban” merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat
mulia. Karena di dalam ritual Tingkeban terdapat permohonando’a kepada Gusti Alloh. Dan
dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan tingkeban
secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di Ponorogo
dikenal dengan “Berjanjen”.

More Related Content

Viewers also liked

Is Martial Arts Just for Kids NO WAY
Is Martial Arts Just for Kids NO WAYIs Martial Arts Just for Kids NO WAY
Is Martial Arts Just for Kids NO WAYCraig Haley
 
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic Indicators
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic IndicatorsE-Updates_Apr12—Indian & Global Economic Indicators
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic IndicatorsEcofin Surge
 
The forbidden room – textual analysis
The forbidden room – textual analysisThe forbidden room – textual analysis
The forbidden room – textual analysischarlcooke
 
Textual analysis take on me
Textual analysis take on meTextual analysis take on me
Textual analysis take on meEloise10
 
Nutricion unidad i
Nutricion unidad iNutricion unidad i
Nutricion unidad iGriceldps
 
User-Centered Design with Pragmatic Personas
User-Centered Design with Pragmatic PersonasUser-Centered Design with Pragmatic Personas
User-Centered Design with Pragmatic PersonasPavel Dabrytski
 
Indice de masa corporal
Indice de masa corporalIndice de masa corporal
Indice de masa corporalGriceldps
 

Viewers also liked (12)

Ku ka selvam AAPNM Press News
Ku ka selvam   AAPNM Press NewsKu ka selvam   AAPNM Press News
Ku ka selvam AAPNM Press News
 
Is Martial Arts Just for Kids NO WAY
Is Martial Arts Just for Kids NO WAYIs Martial Arts Just for Kids NO WAY
Is Martial Arts Just for Kids NO WAY
 
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic Indicators
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic IndicatorsE-Updates_Apr12—Indian & Global Economic Indicators
E-Updates_Apr12—Indian & Global Economic Indicators
 
The forbidden room – textual analysis
The forbidden room – textual analysisThe forbidden room – textual analysis
The forbidden room – textual analysis
 
Textual analysis take on me
Textual analysis take on meTextual analysis take on me
Textual analysis take on me
 
Distance Ladder
Distance LadderDistance Ladder
Distance Ladder
 
Al insyirah
Al insyirahAl insyirah
Al insyirah
 
Slideshare lanzamiento
Slideshare lanzamientoSlideshare lanzamiento
Slideshare lanzamiento
 
Nutricion unidad i
Nutricion unidad iNutricion unidad i
Nutricion unidad i
 
User-Centered Design with Pragmatic Personas
User-Centered Design with Pragmatic PersonasUser-Centered Design with Pragmatic Personas
User-Centered Design with Pragmatic Personas
 
Husky
HuskyHusky
Husky
 
Indice de masa corporal
Indice de masa corporalIndice de masa corporal
Indice de masa corporal
 

Similar to TINGKEBAN TRADISI

Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengah
Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengahUpacara kehamilan masyarakat sulawesi tengah
Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengahNolis Marliati
 
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptx
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptxNiqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptx
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptxNiqoyatuhArdillah
 
Agama Hindu
Agama HinduAgama Hindu
Agama Hinduwk_aiman
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...Warnet Raha
 
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptx
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptxKelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptx
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptxRachelMaharani4
 
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014GPIB jemaat "SHALOM"
 
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera baratFalisha Asyifa
 
20512334048 tugas makalah p md_r_d4g_raidha maharani
20512334048 tugas  makalah p md_r_d4g_raidha maharani20512334048 tugas  makalah p md_r_d4g_raidha maharani
20512334048 tugas makalah p md_r_d4g_raidha maharaniNishinoyaSenpai
 
tugas askeb.doc.docx
tugas askeb.doc.docxtugas askeb.doc.docx
tugas askeb.doc.docxHIMABIUMSB
 
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1Muhamad Anugrah
 
Kajian tentang perayaan tahun baru cina
Kajian tentang perayaan tahun baru cinaKajian tentang perayaan tahun baru cina
Kajian tentang perayaan tahun baru cinaDylla Arshad
 
Isbd kebidanan
Isbd kebidananIsbd kebidanan
Isbd kebidananDhian Dwie
 
antropologi dan kaebudayaan dasar
antropologi dan kaebudayaan dasarantropologi dan kaebudayaan dasar
antropologi dan kaebudayaan dasarhesti kusdianingrum
 
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptx
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptxHasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptx
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptxAAsmaSaad1
 
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014GPIB jemaat "SHALOM"
 
Liburan Cerdas Ceria ICMI - Remaja
Liburan Cerdas Ceria ICMI - RemajaLiburan Cerdas Ceria ICMI - Remaja
Liburan Cerdas Ceria ICMI - Remajamuchheru
 

Similar to TINGKEBAN TRADISI (20)

Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengah
Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengahUpacara kehamilan masyarakat sulawesi tengah
Upacara kehamilan masyarakat sulawesi tengah
 
Adeliya
AdeliyaAdeliya
Adeliya
 
kelahiran
kelahirankelahiran
kelahiran
 
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptx
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptxNiqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptx
Niqoyatuh Ardillah - 61191085 - Budaya Tingkeban0001.pptx
 
Agama Hindu
Agama HinduAgama Hindu
Agama Hindu
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptx
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptxKelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptx
Kelompok 1 Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan-1.pptx
 
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 12 oktober 2014
 
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat
5 suku bangsa terbesar yang berasal dari pulau sumatera barat
 
20512334048 tugas makalah p md_r_d4g_raidha maharani
20512334048 tugas  makalah p md_r_d4g_raidha maharani20512334048 tugas  makalah p md_r_d4g_raidha maharani
20512334048 tugas makalah p md_r_d4g_raidha maharani
 
tugas askeb.doc.docx
tugas askeb.doc.docxtugas askeb.doc.docx
tugas askeb.doc.docx
 
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1
Pendahuluan Proposal Pesantren Kilat SDN. Padasuka Mandiri 1
 
Kajian tentang perayaan tahun baru cina
Kajian tentang perayaan tahun baru cinaKajian tentang perayaan tahun baru cina
Kajian tentang perayaan tahun baru cina
 
Isbd kebidanan
Isbd kebidananIsbd kebidanan
Isbd kebidanan
 
antropologi dan kaebudayaan dasar
antropologi dan kaebudayaan dasarantropologi dan kaebudayaan dasar
antropologi dan kaebudayaan dasar
 
ISBD SUKU BIMA
ISBD SUKU BIMAISBD SUKU BIMA
ISBD SUKU BIMA
 
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptx
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptxHasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptx
Hasriantirisna_9 April 2022_ Praktik Kebidanan Yang Sensitive Budaya.pptx
 
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014
Warta Jemaat - GPIB jemaat "SHALOM" - Sidoarjo / 07 september 2014
 
Liburan Cerdas Ceria ICMI - Remaja
Liburan Cerdas Ceria ICMI - RemajaLiburan Cerdas Ceria ICMI - Remaja
Liburan Cerdas Ceria ICMI - Remaja
 

TINGKEBAN TRADISI

  • 1. TUGAS DISUSUN OLEH : 1. VALENTINUS 2. 3. 4. TRADISI TINGKEBAN/MITONI TA:2016-2017
  • 2. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................... PENDAHULUAN .................................................... ISI .................................................... KESIMPULAN ....................................................
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah Adat Istiadat ini tepat pada waktunya yang berjudul “TINGKEBAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA BANGSA” Makalah ini berisikan tentang informasi, tata cara melaksanakanTINGKEBAN dan perlengkapan-perlengkapan yang dipergunakan pada upacara adat TINGKEBAN. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang upacara adat atau tradisi TINGKEBAN. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. PENDAHULUAN Tingkeban sebagai salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Ponorogo, dan sekitarnya. Menurut ilmu sosial dan budaya, tingkeban dan ritual-ritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa mengandung, ketika melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti. Maka dari itu, dimulai dari nenek moyang terdahulu yang belum mengenal agama, menciptakansuatu ritual yang syarat akan makna tersebut, dan hingga saat ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat Ponorogo dan sekitarnya. Sedemikian rumitnya ritual tingkeban ini, hingga memerlukan tenaga, pikiran, bahkan materi baik dalam persiapan maupun ketika pelaksanaannya. Semua tahap-tahap tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai tahap-tahap yang harus dilalui. Mulai dari pemilihan hari dan tanggal pelaksanaan saja harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ada. Apabila mereka melanggar, maka masyarakat sekitar akan segera merespon negatif terhadap hal tersebut. Piranti-piranti yang tidak sedikit jumlahnya tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit pula. Dalam persiapannya, khususnya piranti yang berupa makananada yang memerlukan waktu hingga tiga hari sebelum pelaksanaan acara, seperti jenang dodol. Bahkan ada beberapa piranti yang harus terbuang sia-sia. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hal itu, bahkan mengaggapnya wajar. Gunung Lawu bagi sebagian besar masyarakat Ponorogo sangatlah sakral keberadaannya.Awalnya semua adat istiadat dan budaya daerah sekitar gunung tersebut, termasuk lereng sebelah timur pun berkiblat pada Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Akan tetapi ketika runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400, terjadi akulturasi budaya dengan Kerajaan Majapahit. Hal ini terjadi karena raja Majapahit Prabu Brawijaya V memilih arah barat sebagai tempat pelariannya ketika penyerangan oleh pasukan Islam. Dan pelarian itu menunjukkan jalan kepada Prabu Brawijaya V sampai di Gunung Lawu sebagai tempat pelariannya hingga akhir hayatnya Dari beberapa pemaparan di atas, penulis memilih judul tersebut karena merupakan tradisi warisan leluhur yang masih dianggap sangat sakral. Demikian juga dengan memilih daerah Ponorogo sebagai tempat penelitian karena letaknya yang berada di dekat lereng gunung Lawu. Ponorogo meruapakan salah satu daerah yang dahulunya telah terjadi akulturasi antara budaya Yogyakarta dan Majapahit. Selain itu juga didukung dengan sumber-sumber data yang relevan.
  • 4. Tradisi : Tingkeban/Mitoni "TINGKEBAN" Upacara Tingkeban Adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pituyang arti nyatujuh. Upacaraini dilaksanakanpadausia kehamilantujuhbulandanpada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat. Menurut tradisi Jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama seperti 3,5,7,9,11, 13 atau 15. bulan Jawa ,dilaksanakan di kiri atau kanan rumah menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil misalnya 5,7,atau 9 orang. Setelah siram di pakaikan kain /jarik sampai tujuh kali, yang terakhir/ ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan , kemudian acara pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak.dst. Hakekat yang mendasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun di ungkapkan dalam bentuk lambang - lambang yang masing-masing mempunyai makna. Sejarah Munculnya Tingkeban Tingkeban sebagai salah satu dari keberagaman budaya Bangsa Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Ponorogo, dan sekitarnya. Menurut ilmu sosial dan budaya, tingkeban dan ritual-ritual lain yang sejenis adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa mengandung, ketika melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti. Maka dari itu, dimulai dari nenek moyang terdahulu yang belum mengenal agama, menciptakansuatu ritual yang syarat akan makna tersebut, dan hingga saat ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat Ponorogo. Tingkeban menurut cerita yang dikembangkan turun-temurunsecara lisan, memang sudah ada sejak zaman dahulu.Menurut cerita asal nama “Tingkeban” adalah berasal dari nama seorang ibu yang bernama Niken Satingkeb, yaitu istri dari Ki Sedya. Mereka berdua
  • 5. memiliki sembilan orang anak akan tetapi kesembilan anaknya tersebut selalu mati pada usia dini. Berbagai usaha telah mereka jalani, tetapi tidak pula membuahkan hasil. Hingga suatu saat mereka memberanikan diri untuk menghadap kepada Kanjeng Sinuwun Jayabaya. Jayabaya akhirnya menasehati mereka agar menjalani beberapa ritual. Namun sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah mring Hyang Widhi laku becik,welas asih mring sapada, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan khusyu’, dan senantiaasa berbuat baik welas asih kepada sesama. Selain itu, mereka harus mensucikan diri, mandi dengan menggunakan air suci yang berasal dari tujuh sumber air. Kemudian berpasrah diri lahir batin dengan dibarengi permohonan kepada Gusti Allah,apa yang menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi. Supaya mendapat berkah dari Gusti Allah, dengan menyertakan sesaji yang diantaranya adalah takir plontang, kembang setaman, serta kelapa gading yang masih muda. Setelah serangkaian ritual yang dianjurkan oleh Raja Jayabaya, ternyata Gusti Kang Murbeng Dumadi yaitu Gusti Allah mengabulkanpermohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapat momongan yang sehat dan berumur panjang. Untuk mengingat nama Niken Satingkeb, serangkaian ritual tersebut ditiru oleh para generasi selanjutnya hingga sekarang dan diberi nama Tingkeban Dengan harapan mendapat kemudahan dan tidak ada halangan selama hamil, melahirkan, hingga si anak tumbuh dewasa. Atas dasar inilah akhirnya hingga kini ritual tingkeban tetap dilaksanakan bahkan menjadi suatu keharusan bagi masyaraka Jawa khususnya di daerah Ponorogo dan sekitarnya. Perlengkapan Tingkeban. Dahulu masyarakat Ponorogo mengenal tiga teradisi yang harus dilaksanakan selama masa mengandung. Ketiga teradisi tersebut adalah tradisi Neloni, Tingkeban atau Rujakan dan Procotan. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ketiga tradisi tersebut diringkas secara pelaksanaannya menjadi satu, yaitu ketika waktu Tingkeban atau tujuh bulan. Walaupun diringkas secara waktu tetapi ubo rampe atau piranti yang harus disiapkan dari tiap-tiap ritual tetap disediakan. Jauh-jauh hari sebelum usia kandunganmemasuki tujuh bulan, calon orang tua bayi harus mementukanhari yang baik sesuai petungan Jawa. Menurut petungan Jawa hari-hari yang baik itu yang memiliki neptu genap dan jumlahnya 12 atau 16. Tabel 1. Neptune Dino lan Pasaran Petungan Jawa No Nama Hari Neptune No Nama Pasaran Neptune 1 Akhad 5 1 Pon 7 2 Senin 4 2 Wage 4 3 Selasa 3 3 Kliwon 8 4 Rabu 7 4 Legi 5 5 Kamis 8 5 Pahing 9 6 Jum’at 6 7 Sabtu 9 Hari-hari yang baik adalah yang neptunya 12 atau 16 misal Kamis Kliwon, Senin Kliwon, Akhad Pon dan sebagainya. Kamis memiliki neptu 8 dan Kliwon memiliki neptu 8 jadi Kamis Kliwon memiliki neptu 16, begitu juga Senin Kliwon memiliki neptu 12 dan Akhad Pon memiliki neptu 12. Selain penentuan hari yang ada aturannya,segala ubo rampe atau piranti juga sangat rumit pula. Masing-masing ritual ada piranti sendiri-sendiri yang beraneka ragam. Semua piranti tersebut disediakan bukan tanpa maksud. Dari sumuanya memiliki werdi atau makna sendiri-sendiri.
  • 6. Tabel 2. Piranti Ritual Tingkeban No NamaRitual Waktu Seharusnya Piranti 1 Neloni Tiga bulan dari masa mengandung Takir plontang 4 buah Golong 7 buah Jajan pasar Jenang abang Jenang putih Jenangkuning Jenang ireng Jenang sengkolo 2 Tingkeban Enam bulan dari masa kehamilan Woh-wohan Punar 2 buah Kembang setaman Sesaji dakripin(Suro ganep) Daun dadap srep Daun beringin Daun andong Janur Mayang Jenang abang Jenang putih Jenang kuning Jenang ireng Jenang waras Jenang sengkolo 3 Procotan Delapan bulan dari masa kehamilan Jenang abang Jenang putih Jenang kuning Jenang ireng Jenang waras Jenang sengkolo Jenang inthil-inthil Jenang sewu (dawet) Jenang sempuro Jenang kembo Jenang procot Jenang arang-arang kambang Ketupat lepet
  • 7. Kamajaya dan Kamaratih (Dewi Ratih) Upacara tersebut dimulai denga acara kenduri telon-telon yang dihadiri oleh tetangga, kerabat, sanak saudara dan lain-lain. Semua piranti telon-telon dibawa ke hadapan undangan. Setelah semua piranti dihidangkan berjonggo atau sesepuh desa ngujubne yaitu menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya upacara tersebut dan menjelaskan makna satu per satu dari makanan yang telah terhidang. Dengan sautan undangan dengan kata- kata nggeh disetiap akhir kalimat yang diucapkan oleh berjonggo. Satu per satu makanan yang dihidangkan dijelaskan hingga usai dan dilanjutkan dengan do’a, dan yang terakhir dari rangkaian acara pertama ini adalah memakan hidangan yang telah tersedia. Selesai upacara yang pertama yaitu upacara telon-telon, dengan menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara tingkeban. Prosesi tingkeban inilah yang penulis anggap sakral karena mulai dari hari sampai jam pelaksanaanya diyentukan dan tidak boleh dilanngar. Sebelum acara dimulai sesepuh desa menata beberapa lembar kain jarit batik di tengah rumah shohibul hajat. Secangkir air putih dan kelapa muda serta sebuah sabitr besar diletakkan di depan pintu. Sedangkan di sisi pintu luar tepatnya di teras rumah telah menunngu orang tua shohibul hajat dengan membawa lemper dan bumbu rujak.Setelah semua siap dan waktu pelaksanaannya tiba, kedua shohibul hajat masuk ke rumah dan duduk bersanding di atas kain jari yang telah tertata. Sesepuh desa membaca beberapa mantra dan mengajari beberapa kalimat untuk ducapkan oleh shohibul hajat.Salah satu penggalan kalimat tersebut adalah ”Niat ingsun nylameti jabang bayi, supaya kalis ing rubeda, nir ing sambikala, saka kersaning Gusti Allah. Dadiyo bocah kang bisa mikul dhuwur mendhem jero wong tuwa, migunani mring sesama,ambeg utama, yen lanang kadya Raden Kamajaya, yen wadon kadya Dewi Kamaratih kabeh saka kersaning Gusti.” Usai prosesi tersebut keduanya berjalan keluar rumah dengan larangan tidak boleh menengok ke belakang. Sesampainya di depan pintu, calon bapak memecah kelapa muda dengan sabit yang dibarengi dengan calon ibu menyampar cangkir. Upacara ini disebut juga upacara brojolan, yaitu memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. Di sisi lain nenek dari jabang bayi tersebut menumbuk bumbu rujak yang telah disiapkan hingga halus. Usai menyampar cangkir dan memecah kelapa muda, keduanya mandi dan kembali ke dalam rumah melalui pintu utama. Sesampainya di dalam rumah akan dilanjut dengan prosesi ganti busana. Prosesi ini dilakukan oleh calon ibi dengan tujuh jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Ibu akan memakai model kain yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
  • 8. Tabel 3. Jenis Kain dan Maknanya. No Jenis Kain Batik Maknanya Gambar 1 Sidomukti Kebahagiaan 2 Sidoluhur Kemuliaan 3 Truntun Nilai-nilai yang selalu dipegang teguh 4 Parang Kusuma Perjuangan untuk hidup 5 Semen Rama Akan lahir anak yang cinta kasih kepada orang tua yang sebentar lagi akan menjadi bapak dan ibu tetap bertahan selama- lamanya. 6 Udan Riris Anak yang akan lahir akan menyenagkan dalam kehadirannya di masyarakat 7 Cakar Ayam Anak yang lahir dapat mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
  • 9. Rangkaian Acara Tingkeban 1. Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an 2. Sungkeman Sungkeman ini dilakukan oleh istri kepada suami dan dilanjutkan oleh suami – istri pada orangtuanya. 3. Siraman Siraman ini dilakukan kepada calon orang tua jabang bayi dengan air dari 7 sumber dan dilakukan oleh tujuh orang sesepuh keluarga. Gayung yang dipakai untuk siraman ini terbuat dari kelapa yang masih ada dagingnya dan bagian dasarnya diberi lobang. Setelah siraman si calon ibu dpakaikan kain 7 warna, yang melambangkan sifat-sifat baik yang akan dibawa oleh jabang bayi dalam kandungan. 4. Pantes-pantes (Ganti Busana 7 kali) Dalam acara pantes-pantes ini calon ibu dipakaikan kain dan kebaya 7 macam. Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah si calon ibu pantas menggunakan busana-busana tersebut menberikan jawaban :
  • 10. “dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana baru ibu-ibu yang hadir menjawab : “pantes” (pantas). Di sini merupakan perlambang bahwa ibu yang sedang mengandung sebiknya tidak memikirkan hal yang sifatnya keduniawian dan berpenampilan bersahaja. 5. Tigas Kendit Calon ibu kemudian diikat perutnya (dikenditi) dengan janur kuning. Ikatan janur ini harus dipotong (ditigas) oleh calon ayah si bayi untuk membuka ikatanyang menghalangi lahirnya si jabang bayi. Ikatan tersebut dipotong dengan keris yang ujungnya diberi kunyit sebagai tolak bala. 6. Brojolan Dalam acara brojolan ini, dua buah Cengkir gading (kelapa gading muda) yang telah diberi gambar wayang (biasanya gambar Betara Kamajaya-Dewi Ratih atau Harjuna – Sembadra) dimasukkan oleh calon ayah melalui perut calon ibu dan diterima oleh nenek jabang bayi. Harapan dari acara ini adalah supaya si jabang bayi yang lahir memiliki fisik dan sifat seperti tokoh wayang tersebut.
  • 11. 7. Angrem Di sini Calon Ibu duduk di tumpukan kain yang tadi digunakan dalam acara Pantes- pantes seperti ayam betina yang sedang mengerami telurnya. Harapannya adalah agar si jabang bayi dapat lahir cukup bulan. Pada saat pelaksanaan acara ini dikumandangkannya bacaan-bacaan “Shalawat Nabi” yang diiringi alunan musik rebana. 8. Dhahar Ajang Cowek Di sini calon ayah duduk mendamping calon ibu di tumpukan kain dan berdua mengambil makanan yang disediakan dengan alas makan cowek (cobek)dan mereka berdua memakannya sampai habis. Harapannya adalah supaya plasenta bayi menjadi sehat sehingga si jabang bayi dapat bertumbuh dengan sehat. Calon ayah si bayi kemudian menjatuhkan tropong (alat tenun tradisional ) di sela kain 7 warna yang melambangkan proses kelahiran si bayi kelak yang berjalan lancar dan sempurna.
  • 12. D. Kaitan Tingkeban Dengan Ajaran Islam Sebenarnya pelaksanaan tingkeban berangkat dari memahami hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori, yang menjelaskan tentang proses perkembangan janin dalam rahim perkembangan seorang perempuan. Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa pada saat janin berumur 120 hari (4 bulan) dalam kandungan ditiupkan ruh dan ditentukan 4 perkara, yaitu umur, jodoh, rizki, dan nasibnya. Sekalipun dalam hadits tersebut tidak ada perintah untuk melakukan ritual, tetapi melakukan permohonan pada saat itu tidak dilarang. Dengan dasar hadits tersebut, maka kebiasaan orang jawa khususnya Yogya-Solo mengadakan upacara adat untuk melakukan permohonan agar janin yang ada dalam rahim seseorang istri lahir selamat dan menjadi anak yang soleh dan solekhah. Pada dasarnya “Tingkeban” merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat mulia. Karena di dalam ritual Tingkeban terdapat permohonan do’a kepada Gusti Alloh. Dan dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan tingkeban secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di Ponorogo dikenal dengan “Berjanjen”. Berjanjen ini diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada Janin yang dikandung oleh sang ibu sejak “Si Jabang Bayi” masih dalam kandungan seiring dengan ditiupkannya “RUH” kepada “Si Jabang Bayi”. SIMPULAN Berdasarkan uraian panjang di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkeban adalah suatu bentuk inisiasi masyarakat pada jamandahulu, yang mengharapkan dikaruniai anak yang seperti diharapkan serta memperoleh kelancaran baik ketika mengandung maupun saat melahirkan. Tradisi ini dipercaya berawal pada masa Jayabaya yang di wariskan turun temurun hingga sekarang dan ditaati oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Upacara adat 7 bulanan yang disebut mitoni ataupun tingkeban ini mengajarkan kepada masyarakat untuk saling kerjasama menghargai terhadap sesama.tidak hanya itu, mitoni ini mengangkat berbagai macam kain-kain yang dipakai oleh calon ibu yang mempunyai makna masing-masing. Dari makna-makna tersebut kita dapat mengambil pelajaran, yaitu kita sebagai manusia makhluk ciptaan Allah SWT hendaknya harus cermat serta harus merencanakan bagaimana kita hidup di dunia ini yang penuh dengan kesenangan ataupun sendau gurau dan lainnya. Jika kita sebagai manusia hidup di dunia ini tidak mempunyai tujuan hidup yaitu akhirat, alangkah menyesalnya kita sebagai manusia. Oleh sebab itu kita harus mempunyai rencana- rencana maupuntarget-target hidup di masa mendatang kelak, sehingga kita menjadi manusia yang sukses tidak hanya di dunia namun di akherat pun juga. Dalam prosesi mitoni juga dijelaskan bahwa yang memimpin upacara adalah ibu yang sudah berpengalaman, disini bisa dilihat bahwa dalam suatu acara maupun kepanitiaan maupunkepemerintahan, sudah tentu kita hendaknya memilih seseorang yang lebih mengerti maupun lebih berpengalaman untuk memimpin suatu kelompok. Upacara “Tingkeban” merupakan adat, tradisi dan budaya bangsa Indonesia, khususnya masyarakat yang ada di pulau Jawa dan terlebih lagi bagi masyarakat di Jawa Timur, Jawa Tengah maupun di Daerah Istimewa Yogjakarta. Pada dasarnya “Tingkeban” merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat mulia. Karena di dalam ritual Tingkeban terdapat permohonando’a kepada Gusti Alloh. Dan dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan tingkeban secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di Ponorogo dikenal dengan “Berjanjen”.