SlideShare a Scribd company logo
1 of 46
MUSEUM PEMASYARAKATAN INDONESIA
Oleh : Suko Prayitno, SH., MH

ABSTRAC
The museum is a permanent institution, non-profit, serving the
community and its development, open to the public, which collect, treat
and show off, for the purposes of research, education and entertainment,
the objects of human and material evidence (Ishaq 1999/2000 : 15).
Based on Government Regulation No.. 19 In 1995, the museum is an
institution, storage, maintenance, security and utilization of evidence
material objects as well as the results of human culture and the natural
environment to support the protection and preservation of the cultural
wealth of the nation. In general, the museum has the following functions:
1.

Centre for Documentation and Scientific Research

2.

Distribution center for the general science

3.

Center enjoyment of works of art

4.

Introduction center of culture between regions and between nations

5.

Sights

6.

Media arts and education coaching Sciences

7.

Natural and Cultural Asylum Asylum

8.

Mirror of human history, nature and culture

9.

Means for devoted and thankful to God Almighty.
Indonesian prison known as Correctional Institution which is the

Technical Unit of the Directorate General of Correctional Ministry of
Justice and Human Rights (formerly the Ministry of Justice). Penitentiary
(abbreviated LP or prisons) is a place to conduct training for prison
inmates and students in Indonesia.
Historical

development

of

correctional systems

in

Indonesia

expressed its treatment of offenders in Indonesia from time to time, in
accordance with the level of legal awareness and development of the
views of Indonesia on human values and humanity in relation to the
convicted man and aspirations of our nation and the meaning of our ideals
State and Nation,
Prisons, Detention (Rutan) or Correctional Institution (LP) is a long
traces nan full of twists. It is associated with the history of this beloved
country, which has a bitter times when the Dutch and Japanese sharp
claws stuck in the colonial period. Period by period elapsed, carve note by
note. Each period has its own history
Prisons also has a long history and unique, which is part of the
national history and a lot of people do not know about jail or prison, the
general public still looked like a prison where Dutch colonial era jail or
prison is a place of torture for the prisoners by the government in
retaliation or the evil he had done. The concept of coaching in Public
Agencies have not been widely known and understood by the public, it is
necessary to create a facility, premises, correctional container in informing
about the history and development in Indonesia as Penitentiary Museum
Penitentiary Museum is one of the efforts to preserve the historical and
archaeological heritage as a cultural heritage and national pride through
the security and protection of objects of cultural heritage of the prison or
the LP of the possibility of tampering, theft, smuggling, and trafficking of
the object, as well as education on the importance of heritage value and
archeology to raise awareness and sense of community
Penitentiary Museum can inform about the protection of the
community and play a role in reducing crime by providing, giving a sense
of security to people, as well as a decent and healthy environment for the
people who are being detained, provides an opportunity for rehabilitation,
and work with the community as well as the elements other
ABSTRAK
Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk
umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuantujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material
manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum
adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan
pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam
dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian
kekayaan budaya bangsa. Secara umum musem mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1.

Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah

2.

Pusat penyaluran ilmu untuk umum

3.

Pusat penikmatan karya seni

4.

Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa

5.

Obyek wisata

6.

Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan

7.

Suaka Alam dan Suaka Budaya

8.

Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan

9.

Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME.
Penjara

di

Indonesia

dikenal

dengan

sebutan

Lembaga

Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Lembaga Pemasyarakatan
(disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan
terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.
Sejarah

perkembangan

pemasyarakatan

di

Indonesia

mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di
Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran hukum dan
perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang nilai manusia dan
kemanusiaan dalam hubungannya dengan manusia terpidana dan
aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita kemerdekaan bangsa dan
Negara,
Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan
(LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh liku. Hal ini terkait
dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa
pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa
penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan.
Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri
Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah yang cukup
panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah nasional dan
masyarakat belum banyak mengetahui tentang penjara atau LP,
masyarakat secara umum masih memandang penjara seperti jaman
Kolonial Belanda dimana penjara atau LP merupakan tempat penyiksaan
bagi para terpidana oleh pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan
yang telah dilakukannya. Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat
belum banyak diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa
perlu membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan
tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di
Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan
Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya
melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan sebagai
kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui pengamanan dan
perlindungan benda cagar budaya tentang penjara atau LP dari
kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan, dan perdagangan
benda tersebut, serta penyuluhan mengenai pentingnya nilai peninggalan
sejarah dan purbakala untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki
dari masyarakat
Museum
tentang

Lembaga

perlindungan

Pemasyarakatan

terhadap

dapat

masyarakat

dan

menginformasikan
berperan

dalam

mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan, memberikan
rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang layak dan sehat bagi
orang-orang yang sedang ditahan, memberikan kesempatan untuk
rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat maupun unsur lembaga
lainnya
A.

PENDAHULUAN
Museum berasal dari bahasa Yunani: MUSEION. Museion
merupakan sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan
Dewi Seni dan llmu Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi
tersebut ialah: MOUSE, yang lahir dari maha Dewa Zous dengan
isterinya Mnemosyne.
Dewa

dan

Dewi

tersebut

bersemayam

di

Pegunungan

Olympus. Museion selain tempat suci, pada waktu itu juga untuk
berkumpul para cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki
berbagai ilmu pengetahuan, juga sebagai tempat pemujaan Dewa
Dewi.
Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka
untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan,
untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda
bukti material manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15).
Pengertian museum menurut International Council of Museums yang
dirumuskan pada 1974 adalah:
“A museum is a non-profit making, permanent institution in the
service of society and of its development, and open to the public,
which acquires, conserves, researches, communicates, and exhibits,
for purpose of study, education and enjoyment, material evidence of
man and his environment”.
Museum adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat
umum. Museum berfungsi mengumpulkan, merawat, dan menyajikan
serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi,
penelitian dan kesenangan atau hiburan (Ayo Kita Mengenal
Museum ; 2009). Museum merupakan suatu badan yang mempunyai
tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil
penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi
Kebudayaan dan llmu Pengetahuan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995,
museum

adalah

lembaga,

tempat

penyimpanan,

perawatan,

pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil
budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang
upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 :
dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum memiliki tugas
menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi
museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum
memiliki dua fungsi besar yaitu :
a)

Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan
kegiatan sebagai berikut :
o

Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk
menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran
dan penataan koleksi.

o

Perawatan,

yang

meliputi

kegiatan

mencegah

dan

menanggulangi kerusakan koleksi.
o

Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk
menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor
alam dan ulah manusia.

b)

Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan
pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.
o

Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan
nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi.

o

Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian
dan pengamanannya.

Secara umum musem mempunyai fungsi sebagai berikut:
10. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah
11. Pusat penyaluran ilmu untuk umum
12. Pusat penikmatan karya seni
13. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
14. Obyek wisata
15. Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan
16. Suaka Alam dan Suaka Budaya
17. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan
18. Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME.
Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui
beberapa jenis klasifikasi ( Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009
), yakni sebagai berikut :
a.

Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat
dua jenis :
o

Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya
yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu
dan teknologi.

o

Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya
yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang
ilmu atau satu cabang teknologi.

b.

Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :
o

Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan
dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya
dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.

o

Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan
dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya
dari wilayah propinsi dimana museum berada.
o

Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan
dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya
dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum
tersebut berada.

B.

PENGERTIAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di
sebut dengan istilah Penjara. Penjara adalah tempat di mana orangorang dikurung dan dibatasi berbagai macam kebebasan. Penjara
umumnya adalah institusi yang diatur pemerintah dan merupakan
bagian dari system pengadilan kriminal suatu negara, atau sebagai
fasilitas untuk menahan tahanan perang.
Penjara di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga
Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi

Manusia

(dahulu

Departemen

Kehakiman).

Lembaga

Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk
melakukan

pembinaan

terhadap

narapidana

dan

anak

didik

pemasyarakatan di Indonesia.
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi)
atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang
statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada
dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak
oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan
narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut
dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan
istilah Sipir Penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas
oleh Menteri Kehakiman Saharjo pada tahun 1962, dimana
disebutkan

bahwa

tugas

jawatan

kepenjaraan

bukan

hanya

melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah
mengembalikan

orang-orang

yang

dijatuhi

pidana

ke

dalam

masyarakat.
Salah satu LP yang terkenal di Indonesia adalah Nusa
Kambangan. Sebenarnya ada kerancuan dalam pengertian Nusa
Kambangan selama ini. Karana pada dasarnya tidak ada satupun di
Wilayah Indonesia tercinta ini memiliki Penjara atau Lapas (Lembaga
Pemasyarakatan) yang bernama Lapas Nusa Kambangan. Nusa
Kambangan adalah nama sebuah Pulau di sebelah Selatan provinsi
Jawa Tengah. Di pulau tersebut terdapat beberapa buah Lapas
berkeamanan tinggi bagi narapidana kelas berat.
Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai
97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk
68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah
satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.
Lembaga Pemasyarakatan mendapat kritik atas perlakuan
terhadap para narapidana. Pada tahun [2006], hampir 10%
diantaranya meninggal dalam lapas. Sebagian besar napi yang
meninggal karena telah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan
ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah
karena kurangnya perawatan, rendahnya [gizi] makanan, serta
buruknya [sanitasi] dalam lingkungan penjara. Lapas juga disorot
menghadapi

persoalan

beredarnya

obat-obatan

terlarang

di

kalangan napi dan tahanan, serta kelebihan penghuni.

C.

Sejarah Perkembangan Kepenjaraan di Indonesia
Sejarah

perkembangan

pemasyarakatan

di

Indonesia

mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum
di Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran
hukum dan perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang
nilai manusia dan kemanusiaan dalam hubungannya dengan
manusia terpidana dan aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita
kemerdekaan bangsa dan Negara. Dengan demikian sekaligus akan
lebih jelas terungkapkan apa yang telah melatarbelakangi lahirnya
sistem pemasyarakatan dan tujuan yang hendak dicapai dengan
sistem yang telah dikembangkan sekarang ini.
Sistem

kepenjaraan

sebagai

pelaksana

pidana

hilang

kemerdekaan kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat
peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka
yang berfalsafahkan Pancasila, karena kepenjaraan berasal dari
pandangan individualisme yang terdapat dalam kamus penjajah,
yang memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak
sebagai anggota masyarakat tetapi merupakan suatu pembalasan
dendam masyarakat.
A.

Asal Usul Kepenjaraan Di Dunia
Sejarah kepenjaraan dan pemasyarakatan di Indonesia
tidak terlepas dari sejarah kepenjaraan di dunia. Pada abad 1516 belum terdapat penjara, tetapi soal penempatan narapidana
sudah mendapat perhatian sejak belum ada penjara sebagai
tempat untuk melaksanakan pidana pencabutan kemerdekaan.
Penempatan narapidana asal mulanya berupa rumah khusus
yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi orang yang
dikenakan tahanan, hukuman ringan dan menanti pengadilan.
Pada tahun 1595 di kota Amsterdam, Belanda sudah mulai
diadakan rumah pendidikan paksa dan membagi tahanan serta
narapidana menurut jenis kelamin yaitu :
a.

Rumah pendidikan paksa untuk pria yang dikenal dengan
nama Rasp House, karena para narapidana tersebut
disuruh bekerja meraut kayu untuk membuat warna cat.
b.

Rumah pendidikan paksa untuk wanita yang dikenal
dengan nama Discipline House, para narapidana diberi
pekerjaan memintal bulu domba untuk dibuat pakaian.
Sistem ini kemudian diikuti hampir diseluruh dunia. Pada

tahun 1703 di Roma didirikan rumah pendidikan anak oleh
Santo Bapa Clements IX, anak-anak ini pada siang hari bekerja
bersama-sama dan pada malam hari dimasukkan kedalam sel
masing-masing dengan tidak diperkenankan berbicara satu
dengan yang lainnya. Rumah Pendidikan Anak di Roma
Kemudian pada tahun 1718 didirikan penjara di kota
Genk, Belgia oleh Burggraaf Vilain XVI, walikota Genk dengan
nama Maison de Force. Para narapidana diberi pekerjaan dan
pendidikan agama dan waktu bekerja tidak boleh berbicara satu
dengan yang lainnya. Prison Ghenk di kota Genk Belgia
Pada abad 16 di Inggris juga sudah mengenal 2 jenis
situasi yaitu :
a.

Rumah tahanan House of Detention dibuat untuk tahanan
yang menunggu putusan perkara.

b.

Gaol yang diperuntukkan bagi pelanggar hukuman ringan.
Pada waktu itu kedua institusi ini sangat menyedihkan
cara

penempatannya,

malam.

secara

bersama-sama

siang
Setelah ada perjuangan dari John Howard, di Inggris telah
mengalami

proses

pembaharuan

dibidang

kepenjaraan,

terutama dengan jalan penempatan narapidana terpisah pada
waktu siang dan malam hari. Pada abad 18 pidana mati dan
badan mulai diganti dengan pidana pencabutan kemerdekaan,
tapi cara penempatannya terpengaruh oleh cara penempatan
bersama-sama siang malam.
Pada tahun 1790 didirikan penjara Wallnutstreet, di kota
Philadelphia, Sistem ini disebut Western Penitentiary System,
para narapidana dalam sel masing-masing siang dan malam
tanpa diberi pekerjaan dan untuk memperbaikinya diberi
bacaan kitab suci. Pada tahun 1820 di kota Boston didirikan
penjara Auburn. Penjara ini didirikan sebagai tantangan
terhadap sistem yang diterapkan pada penjara Wallnutstreet,
Pennsylvania barat. Sistem yang diterapkan di Auburn ini lebih
baik daripada sistem penjara sebelumnya, dimana pada malam
hari para narapidana tidur di kamarnya masing-masing dan
pada siang hari bekerja bersama-sama tanpa berbicara satu
sama lain. Pada tahun 1825 didirikan penjara baru di
Pennsylvania timur, ini merupakan perbaikan dari Pennsylvania
barat. Di dalam penjara ini para narapidana berada di
kamarnya masing-masing dan diberi pekarjaan.
Pada tahun 1877 di Amerika didirikan penjara Elmira yang
khusus untuk pemuda-pemuda yang baru pertama kali masuk
penjara. Di penjara ini para narapidana diberi pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, olahraga, ketertiban, militer dan
sebagainya. Pada abad 19 di Amerika baru mengalami
perubahan

undang-undang

kepenjaraan

dan

mulai

mementingkan pendidikan dan pembinaan.
Pada tahun 1930 oleh seorang direktur penjara Amerika
yang bernama Stanford Bates mencoba sistem tersebut yang
dilaksanakan di Tuscon. Disini para narapidana dapat bekerja
bersama-sama dengan baik tanpa diawasi dengan ketat. Maka
disusul pula dibukanya penjara percobaan di Seagovolle pada
tahun

1946.Penjara

tersebut

dibuat

untuk

untuk

para

narapidana yang mendapat hukuman ringan dan tidak lagi
memberikan kesan menyeramkan. Penjara jenis ini dikenal
dengan nama Pre Release atau Half Way yang berprinsip
kepada keadaan perbaikan hidup narapidana dengan memberi
pendidikan dan pembinaan supaya narapidana tersebut dapat
menuju masyarakat yang bebas. Dengan system kepenjaraan
tersebut diatas maka Amerika merupakan pelopor sistem
kepenjaraan yang modern kepada dunia.
Sejarah kepenjaraan di Indonesia
Perkembangan kepenjaraan di Indonesia terbagi menjadi
2 kurun waktu dimana tiap-tiap kurun waktu mempunyai ciri
tersendiri, diwarnai oleh aspekaspek sosio cultural, politis,
ekonomi yaitu:
a.

Kurun waktu pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan di
Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan RI ( 18721945 ), terbagi dalam 4 periode yaitu :
1)

Periode kerja paksa di Indonesia ( 1872-1905 ).
Pada periode ini terdapat 2 jenis hukum pidana,
khusus untuk orang Indonesia dan Eropa. Hukum
pidana bagi orang Indonesia (KUHP 1872) adalah
pidana kerja, pidana denda dan pidana mati.
Sedangkan hukum pidana bagi orang Eropa (KUHP
1866) telah mengenal dan dipergunakan pencabutan
kemerdekaan (pidana penjara dan pidana kurungan).
Perbedaan perlakuan hukuman pidana bagi orang
Eropa selalu dilakukan di dalam tembok (tidak
terlihat) sedangkan bagi orang Indonesia terlihat oleh
umum.

2)

Periode pelaksanaan pidana di Indonesia menjelang
berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland
Indie (KUHP, 1918) periode penjara sentral wilayah
(1905-1921). Periode ini ditandai dengan adanya
usaha-usaha untuk memusatkan penempatan para
terpidana

kerja

penampungan

paksa

di

dalam

wilayah.

pusat-pusat

Pidana

kerja

lebih dari 1 tahun yang berupa kerja paksa dengan
dirantai/ tanpa dirantai dilaksanakan diluar daerah
tempat asal terpidana. Kemudian sejak tahun 1905
timbul kebijaksanaan baru dalam pidana kerja paksa
dilakukan di dalam lingkungan tempat asal terpidana.
3)

Periode pelaksanaan pidana di Indonesia setelah
berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland
Indie (KUHP, 1918) periode kepenjaraan Hindia
Belanda (1921-1942). Pada periode ini terjadi
perubahan sistem yang dilakukan oleh Hijmans
sebagai kepala urusan kepenjaraan Hindia Belanda,
ia

mengemukakan

keinginannya

untuk

menghapuskan sistem dari penjara-penjara pusat
dan menggantikannya dengan struktur dari sistem
penjara untuk pelaksanaan pidana, dimana usahausaha klasifikasi secara intensif dapat dilaksanakan
Hijmans.

Pengusulan

penampungan

tersendiri

adanya
bagi

tempat-tempat
tahanan

dan

memisahkan antara terpidana dewasa dan anakanak, terpidana wanita dan pria.
4)

Periode pelaksanaan pidana di Indonesia dalam
periode pendudukan balatentara Jepang (19421945). Pada periode ini menurut teori perlakuan
narapidana harus berdasarkan reformasi/ rehabilitasi
namun

dalam

eksploitasi

kenyataannya

atas

manusia.

lebih

merupakan

Para

terpidana

dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan Jepang.
Dalam teori para ahli kepenjaraan Jepang perlu
adanya perbaikan menurut umur dan keadaan
terpidana. Namun pada kenyataannya perlakuan
terhadap narapidana bangsa Indonesia selama
periode pendudukan
lembaran

sejarah

tentara Jepang merupakan
yang

hitam

dari

sejarah

kepenjaraan di Indonesia, hal ini tidak jauh berbeda
dengan keadaan sebelumnya (penjajahan Belanda ).
b.

Kurun waktu kepenjaraan RI, perjuangan kemerdekaan
dan karakteristik kepenjaraan nasional ( 1945-1963 ),
terbagi dalam 3 periode yaitu :
1)

Periode kepenjaraan RI ke I ( 1945-1950 ). Meliputi 2
tahap yaitu tahap perebutan kekuasaan dari tangan
tentara

Jepang,

perlawanan

terhadap

uasaha

penguasaan kembali oleh Belanda dan tahap
mempertahankan eksistensi RI. Periode ini ditandai
dengan

adanya

penjara-penjara

darurat

yaitu

penjara yang berisi beberap orang terpidana yang
dibawa serta mengungsi oleh pimpinan penjaranya.
Pada

umumnya

didirikan

pada

tempat-tempat

pengungsian, sebagai tempat menahan orang yang
dianggap mata-mata musuh. Adanya penjara darurat
dan pengadilan darurat dimaksudkan sebagai bukti
kepada dunia luar bahwa pemerintah RI secara de
jure dan de facto tetap ada.
2)

Periode kepenjaraan RI ke II ( 1950-1960 ). Periode
ini ditandai dengan adanya langkah-langkah untuk
merencanakan reglement Penjara yang baru sejak
terbentuknya NKRI. Pada periode ini telah lahir
adanya falsafah baru di bidang kepenjaraan yaitu
resosialisasi yang pada

waktu

itu dinyatakan

sebagai tujuan yang modern di dunia kepenjaraan
internasional.
3)

Periode kepenjaraan RI ke III ( 1960-1963 ).Periode
ini merupakan periode pengantar dari periode
pemasyarakatan berikutnya. Periode ini
dengan

adanya

kebijaksanaan

ditandai

kepemimpinan

kepenjaraan yang berorientasi pada pola social
defense yang dicanangkan oleh PBB yaitu integrasi
karya terpidana dalam ekonomi nasional, bentuk
baru kenakalan remaja dan penanganan jenis-jenis
kejahatan

yang

perubahan

diakibatkan

sosial

perkembangan

ekonomi.

perubahan-

yang

dan

oleh

menyertai

Pembinaan

menjelang

bebas dan perawatan susulan serta pemberian
bantuan kepada keluarga terpidana.

B.

Sistem Pemasyarakatan di Indonesia
1.

Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi 3
periode (Dirjen Pemasyarakatan), yaitu:
a.

Periode

pemasyarakatan

I

(1963-1966)

Periode ini ditandai dengan adanya konsep baru
yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep
hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah
pohon beringin yang melambangkan pengayoman
dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara
adalah

pemasyarakatan.

Pada

konfrensi Dinas

Derektoral Pemasyarakatan di Lembang Bandung
tahun

1964,

terjadi

perubahan

istilah

pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan
sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi
pengembalian

integritas

hidup-kehidupan-

penghidupan.
b.

Periode

Pemayarakatan

II

(1966-1975)

Periode ini ditandai dengan pendirian kantor-kantor
BISPA

(Bimbingan

Pengentasan

Pemasyarakatan

dan

Anak) yang sampai tahun

direncanakan

20

buah.

Periode

menampakkan adanya trial and

ini

1969
telah

error dibidang

pemasyarakatan, suatu gejala yang lazim terjadi
pada permulaan beralihnya situasi lama ke situasi
baru. Ditandai dengan adanya perubahan nama
pemasyarakatan menjadi bina tuna warga.
c.

Periode pemasyarakatan III ( 1975-sekarang )
Periode ini dimulai dengan adanya Lokakarya
Evaluasi Sistem Pemasyarakatan tahun 1975 yang
membahas tentang sarana peraturan perundangundangan
landasan

dan

peraturan

struktural

pelaksanaan

yang

dijadikan

sebagai
dasar

operasional pemasyarakatan, sarana personalia,
sarana keuangan dan sarana fisik. Pada struktur
organisasi terjadi pengembalian nama bina tuna
warga

kepada

pemasyarakatan.

namanya

semula

yaitu
Titik awal pemisahan LP terhadap tingakat kejahatan,
jenis kelamin, umur dimulai pada tahun 1921 yang
dicetuskan oleh Hijmans, missal : LP Cipinang untuk
narapidana pria dewasa, LP anak-anak di Tangerang, LP
Wanita Bulu Semarang. Hal tersebut dikonkritkan lagi
setelah

tercetus

Sahardjo,

SH

konsep
pada

pemasyarakatan

konferensi

Dinas

oleh

Dr.

Direktorat

Pemasyarakatan I di Lembang bandung tahun 1964.
Menurut Soema Dipradja ( 1983 ) dimana perlakuan
terhadap narapidana wanita diberi kebebasan yang lebih
dibandingkan narapidana pria.
Dalam perkembangannya sistem pidana melalui beberapa
tahap ( Dirjen pemasyarakatan, 1983 ) yaitu :
a.

Tahap pidana hilang kemerdekaan (1872-1945) ;
Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar
bertobat sehingga
Sistem

pidananya

tidak melanggar hukum lagi.
merupakan

pidana

hilang

kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu tempat
yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai
penjara.
b.

Tahap pembinaan (1945-1963) ; Tahap ini bertujuan
membina narapidana supaya menjadi lebih baik.
Sistem pidananya merupakan pidana pembinaan
dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar
dapat dibina dengan menempatkan pada tempat
yang terpisah dari masyarakat.
c.

Tahap Pembinaan Masyarakat (1963-sekarang) ;
Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sistem
pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang
mempunyai

akibat

berkurangnya

tidak

kebebasan

langsung

yaitu

supaya

bisa

dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan di suatu
tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi
mengikutsertakan

masyarakat

dalam

usaha

pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk usaha
perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan
pada segi keamanan LP sesuai dengan fungsi, jenis
dan kebutuhannya. Seseorang disebut narapidana
apabila

telah

pemidanaan

melalui

sehingga

serangkaian
menerima

vonis

proses
yang

dijatuhkan atas dirinya.
Proses pemidanaan adalah sebagai berikut :
a.

Tahanan Polisi ; Seseorang melanggar hukum
kemudian ditangkap polisi, selama dalam proses
pemeriksaan ia menjadi tahanan polisi dengan batas
waktu 20 hari dan apabila dianggap pemerikasaan
oleh polisi belum cukup maka dapat diperpanjang
dengan ijin Kejaksaan.
b.

Tahanan Kejaksaan ; Apabila telah selesai diperiksa
oleh polisi maka orang tersebut diserahkan kepada
Kejaksaan untuk diperiksa oleh Kejaksaan dan
menjadi tahanan Kejaksaan.

c.

Tahanan Pengadilan ; Apabila perkaranya dianggap
cukup untuk diadili maka pihak kejaksaan akan
menyerahkan orang tesebut pada pengadilan untuk
diadili dan menjadi tahanan pengadilan sampai
selesai putusan perkaranya/ divonis.

d.

Narapidana ; Setelah diputuskan perkaranya oleh
pengadilan maka orang tersebut harus dimasukkan
dalam
kepada

Lembaga

Pemasyarakatan.

Kejaksaan

kembali

Diserahkan

untuk

diatur

pengirimannya kepada Lembaga Pemasyarakatan
yang cocok untuk pembinaannya.

2.

Tujuan Pemasyarakatan
Menurut

UU

No.

12

Tahun

1995

tentang

pemasyarakatan pasal 2, tujuan pemasyarakatan adalah
sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki
diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehinga dapat
kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan
kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggunjawab.

3.

Fungsi Pemasyarakatan
Menurut

UU

No.

12

Pemasyarakatan

pasal

3

Pemasyarakatan

adalah

pemasyarakatan

Tahuun

(narapidana,

1995

disebutkan

tentang

bahwa

menyiapkan

fungsi

warga

binaan

anak didik dan

klien

pemasyarakatan ) agar dapat berintegrasi secara sehat
dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali
sebagai

anggota

masyarakat

yang

bebas

dan

bertanggungjawab.
4.

Konsep Pemasyarakatan
Konsep pemasyarakatan merupakan pokok-pokok
pikiran

Dr.

Saharjo

penganugerahan
Universitas

,

gelar

Indonesia.

SH

Yang

Doktor

dicetuskan

Honoris Cousa

Pokok-pokok

pikiran

pada
oleh

tersebut

kemudian dijadikan prinsip prinsip pokok dari konsep
pemasyarakatan

pada

konfrensi

Dinas

Derektorat
Pemasyarakatan di Lembang Bandung pada tanggal 27
April – 7 Mei 1974. Dalam konfrensi ini dihasilkan
keputusan bahwa pemasyarakatan tidak hanya sematamata sebagai tujuan dari pidana penjara, melainkan
merupakan sistem pembinaan narapidana dan tangaal 27
April

1964

ditetapkan

sebagai

hari

lahirnya

pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai
arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan
pemasyarakatan

(narapidana,

anak

didik

dan

klien

pemasyarakatan ) berdasarkan Pancasila. Menurut UU No. 12
tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 5, disebutkan
bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas
a.

Pengayoman

b.

Persamaan perlakuan dan pelayanan

c.

Pendidikan

d.

Pembimbingan

e.

Penghormatan harkat dan martabat manusia

f.

Kehilangan

kemerdekaan

merupakan

satu-satunya

penderitaan
g.

Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang tertentu
Jadi dengan lahirnya sistem pemasyarakatan, kita memasuki
era baru dalam proses pembinaan narapidana dan anak didik,
mereka dibina, dibimbing dan dituntut untuk menjadi warga
masyarakat yang berguna. Pembinaan napi dan anak didik
berdasarkan sistem pemasyarakatan berlaku pembinaan di
dalam LP dan pembimbingan di luar LP yang dilakukan oleh
Balai Pemasyarakatan (BAPAS).

C.

Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan
Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang
pertama di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964
dirumuskan

prinsip-prinsip

pokok

dari

konsepsi

pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh
Prinsip Pemasyarakatan ( Keputusan Menteri Kehakiman RI No
M.02.PK.04.10

Tahun

1990

tentang

Pola

Pembinaan

Narapidana/ Tahanan ) adalah sebagai berikut :
a.

Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat
menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang
baik dan berguna.

b.

Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang
pembalasan.

c.

Berikan bimbingan ( bukannya penyiksaan ) supaya
mereka bertobat.
d.

Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih
buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

e.

Selama kehilangan ( dibatasi ) kemerdekaan bergeraknya
para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan
dari masyarakat

f.

Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak
didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu.

g.

Pembinaan

dan

bimbingan

yang

diberikan

kepada

narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila.
h.

Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu
diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum
yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya,
keluarganya,

dan

lingkungannya

kemudian

dibina/dibimbing ke jalan yang benar.
i.

Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa
membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

j.

Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan
anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan.

D.

SEPENGGAL

SEJARAH

TENTANG

LEMBAGA

PEMASYARAKATAN INDONESIA
Penjara,

Rumah

Tahanan

(Rutan)

atau

Lembaga

Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh
liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang
memiliki

masa-masa

pahit

tatkala

Belanda

dan

Jepang

menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa
terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa
memiliki sejarahnya tersendiri.
1.

Periode Kerja Paksa
Periode pidana kerja paksa di
Indonesia

berlangsung

sejak

pertengahan abad ke-XIX atau
tepatnya

mulai

tahun

1872

hingga 1905. Ditandai dengan
dua jenis hukum pidana; pertama, hukum pidana khusus untuk
orang Indonesia ;dan yang kedua, pidana khusus untuk orang
Eropa.
Bagi orang Indonesia dan golongan Timur Asing berlaku
Kitab Undang-undang Hukum Pidana khusus, yakni “Wetboek
van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie”, artinya
Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk orang pribumi di
Hindia Belanda. Pada saat itu orang Indonesia disebut dengan
“Inlanders”.
Pada periode ini pidana kerja merupakan bentuk pemindanaan
yang seringkali dijatuhkan pada “ inlanders”. Lama pidana kerja
sangat bervariasi bisa seumur hidup, atau minimal satu hari.
Sedangkan pidana kerja terbagi menjadi dua, yakni kerja paksa
(dwang arbeid) dan dipekerjakan (ter arbeid stellen). Kerja
paksa yang lamanya lebih dari lima tahun dilakukan dengan
dirantai (dwang arbeid aan de ketting), yang di bawah lima
tahun tanpa dirantai (dwang erbeid buiten de ketting).
Sedangkan yang satu tahun ke bawah disebut dengan istilah
“dipekerjakan”

(ter

arbeid

stellen), dan yang di bawah
tiga bulan disebut “krakal”.
Pidana kerja paksa baik
dengan rantai maupun tidak,
dilaksanakan diluar daerah tempat diputuskannya perkara, juga
di luar daerah asal terpidana. Hukuman yang juga disebut
dengan

“pembuangan”

(verbanning),

dimaksudkan

untuk

memberatkan terpidana, dijauhkan dari sanak saudara serta
kampung halaman. Bagi orang Indonesia yang cenderung
memiliki sifat kekerabatan dan persaudaraan, tentu saja hal ini
dirasa sangat memberatkan. Terpidana menjalani kerja paksa
diluar daerah, dengan bekerja pada proyek-proyek besar,
seperti; tambang batu bara di Sawah Lunto (Umbilin), proyek
pembuatan jalan di Sumatera Tengah, Tapanuli, Aceh,
Sulawesi, Bali/Kintamani, Ambon, Timor, dan lain-lain.
Selain itu para terpidana juga bekerja sebagai pemikul
perbekalan dan peluru saat Perang Aceh, dan di tempat-tempat
lain di luar Jawa. Tujuan utama dari hukuman pada periode
tahun

1872-1905

ini

adalah

menciptakan

rasa

takut

(afschrikking) dan mengasingkan terpidana dari masyarakat.
Meskipun pada waktu itu berlaku “Reglement op de Orde en
Tucht” (Staatsblad 1871 no. 78) yang berisi tata tertib
terpidana, namun semuanya praktis tidak dijalankan. Para
terpidana

tidak

mendapatkan

perlakuan

yang

layak

sebagaimana mestinya.

Akibatnya,

kondisi

kesehatan

para

terpidana

sangat

menyedihkan bahkan hampir setiap hari terjadi usaha pelarian.
Penegakan hukum pada masa kekuasaan Hindia Belanda ini
bersifat menyeluruh hingga ke lapisan masyarakat paling
bawah.
2.

Periode Kolonial Belanda
Sejak tahun 1905 mulai dibuat penjara sentral wilayah
(gewestelijke centralen) bagi terpidana kerja paksa, agar
terpidana kerja paksa dapat melakukan beserta jajarannya.
Tercatat sebagai Kepala Urusan Kepenjaraan yang pertama
adalah Gebels seorang sarjana hukum yang berjasa dalam
membuat gebrakan-gebrakan baru dalam hal kepenjaraan.
Pada masa ini sudah mulai diberlakukan sistem kamar
bersama, yang bagi ahli penologi (ilmu kepenjaraan) sistem ini
punya

andil

dalam

menyuburkan

terjadinya

penularan

kejahatan sehingga muncul istilah “school of crime” (sekolah
kejahatan). Akibat lain adalah munculnya hukum rimba, siapa
yang

paling

kuat,

dia

yang

berkuasa.
Dan bukan rahasia lagi bila si jagoan ini melakukan aktifitas
homoseksual terhadap mereka yang lebih lemah. Sepanjang
hari, di dalam tembok setinggi empat setengah meter, para
terpidana melakukan kerja paksa yang dikoordinasi layaknya
seorang

pekerja

dalam

sebuah

perusahaan.

Pekerjaan

dilengkapi dengan seperangkat mesin, yang dikenal dengan
istilah

“perusahaan

besar”

(groote

bedrijven/groot

ambachtswerk). Sementara di tempat lain di luar penjara pusat,
terpidana dalam tempat hukumannya di dalam lingkungan
tembok di pusat penampungan.
Kebijakan baru ini terlaksana di bawah pimpinan Kepala
Urusan Kepenjaraan (Hoofd van het Gevangeniswezen) tempat
penampungan dipekerjakan dalam lingkup “perusahaan kecil”
(klein ambachtwerk).
Masa kolonial juga mencatat sebuah peristiwa yang
terbilang kejam, kejadiannya menimpa seorang pemberontak
Indonesia yang sudah menjadi incaran pemerintah kolonial.
Suatu hari pemberontak ini tertangkap dan sebagai “shock
therapy” bagi pemberontak lain, ia diberi hukuman yang tak
berperikemanusiaan. Keempat anggota badannya (tangan dan
kaki)

masing-masing

diikatkan pada kuda lalu
ditarik oleh kuda tersebut
dengan arah berlawanan.
Anggota

tubuh

si

pemberontak tercerai berai, peristiwa ini terkenal dengan
peristiwa pecah kulit. Saat ini tempat peristiwa tersebut
dijadikan nama jalan di Jakarta-Kota.
Periode ini ditandai dengan lahirnya cikal bakal Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dimulai pada masa ini,
yakni

dengan

lahirnya

“

Wetboek

van

strafrecht

voor

Nederlansch Indie ” (Kitab Undang-undang Hukum Pidana
untuk Hindia-Belanda). Ketentuan ini ditetapkan dengan
Koninklijk Besluit pada tanggal 15 Oktober 1915 no. 33, dan
mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Salah satu isi dari
perundang- undangan ini adalah dihapuskannya istilah “pidana
kerja” menjadi “pidana hilang kemerdekaan”.
Dengan

adanya

“Wetboek

van

strafrecht

voor

Nederlansch-Indie” ini maka tiada lagi perbedaan perlakuan
antara orang Indonesia dan Timur Asing dengan orang-orang
Eropa. Selang tiga tahun sesudah 1 Januari 1918, terjadi
perubahan-perubahan mencolok dalam sistem kepenjaraan.
gbr26.jpgSalah
“Gewestelijke

satunya

adalah

centralen”,

dan

dihapuskannya
diganti

dengan

sistem
sistem

“Strafgevangenissen” (penjara sebagai sarana pelaksanaan
pidana). Perubahan ini terjadi di bawah pimpinan Kepala
Urusan Kepenjaraan Hindia-Belanda, ijmans yang tercatat
sebagai pembawa angin segar dalam sejarah perkembangan
urusan kepenjaraan Hindia-Belanda.
Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Hijmans adalah
catatannya yang panjang lebar tentang perbaikan urusan
kepenjaraan tertanggal 10 September 1921 kepada Direktur
Justisi. Pria enerjik ini mengutarakan pandangannya tentang
pandangan-pandangannya di bidang kepenjaraan, yang pada
pokoknya berupaya untuk melakukan reformasi bagi terpidana.
Perhatian terutama ditujukan kepada anak-anak terpidana dan
klasifikasi terpidana dewasa. Menurutnya, sedikit kesempatan
bagi terpidana untuk memperbaiki moral di dalam lingkungan
pusat penampungan wilayah, sebaliknya “school of crime” akan
memunculkan

penjahat-panjahat

baru,

yang

justru

kian

menjerumuskan terpidana menuju jurang kehancuran.
Di bawah kepemimpinan Hijmans pula, Kepenjaraan
Hindia-Belanda untuk pertama kali mengirimkan wakilnya ke
Konggres Internasional Penitentiar kesembilan di London, pada
Agustus 1925. Selain itu tiap tahun memberi sumbangan
berupa uang sebanyak 500 Rupiah kepada sekretariat untuk
anggaran pengeluaran negara dan urusan kepenjaraan.
Baru saja dimulai suatu keteraturan, suasana sontak
berubah manakala terjadi pemberontakan besar-besaran dari
bangsa Indonesia terhadap pemerintah penjajahan Belanda,
pada bulan November 1926. Belanda menyebutnya sebagai
“pemberontakan komunis”. Blok bagian tahanan orang komunis
di Penjara Cipinang sesudah Tahun 1926Banyak putra
Indonesia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara,
sehingga

urusan

“overcrowding”
sandungan

kepenjaraan

(kepenuhan
bagi

Hijmans

dihadapkan

penjara).
yang

pada

kondisi

ini

menjadi

Hal
tengah

mencoba

mengembangkan mutu kepenjaraan.
Suasana penjara menjadi tidak kondusif, sering terjadi
huru-hara, sebut saja di Cipinang pada bulan Juli 1926, di
mana para tahanan politik menyanyikan lagu kepahlawanan
diikuti gerakan mogok makan. Beberapa penjara pun berubah
fungsi menjadi tempat penampungan tahanan politik, misalnya
penjara

Pamekasan

diperuntukkan

bagi

dan

Ambarawa

anak-anak,

berubah

yang
fungsi

semula
untuk

menampung tahanan politik. Demikian pula penjara Cipinang,
Glodok, Boyolali, Solo, serta penjara kecil seperti di Banten,
Madiun, dan lain-lain. Bahkan, khusus bagi tahanan politik
didirikan penjara besi di Nusakambangan. Satu catatan lagi,
satu hal yang sering terjadi adalah penyerangan terhadap
pegawai-pegawai penjara.
Kejadian lain yang mewarnai sejarah kepenjaraan di tanah
air adalah penyerbuan terhadap rumah penjara Glodok pada 12
November 1926, sehingga mendorong didirikannya menara
penjagaan untuk mengantisipasi terjadinya penyerangan. Inilah
sejarah didirikannya menara penjagaan.
Rentetan kejadian ini menjadi kendala besar bagi sistem
kepenjaraan yang sesungguhnya tengah dirintis. Benang
merah dari segala kejadian ini adalah menyiratkan betapa
sulitnya

posisi

atau

peran

urusan

kepenjaraan,

yang

dihadapkan pada dua kepentingan, seolah kepenjaraan akan
selalu dihadapkan pada momentum yang sifatnya antagonistic
antara harus berperikemanusiaan atau sebaliknya.
Tentang kondisi ini, John Conrad seorang ahli penologi
akhir abad ke-20 menyebutnya sebagai “irrational equilibrium”,
suatu kondisi yang “uneasy compromise”.
Menjelang masuknya pendudukan Jepang ke Indonesia,
penjagaan di penjara-penjara, yang semula dipegang oleh
militer diganti oleh tenaga pegawai kepenjaraan sipil. Pada
periode ini tercatat beberapa peristiwa penting, antara lain;
1.

Tahun 1921, penjara Madiun menyediakan tempat untuk
anak-anak di bawah usia 19 tahun.

2.

Tahun 1925, didirikan penjara untuk anak-anak di bawah
umur 20 tahun di Tanah Tinggi, dekat Tangerang. Serta
didirikannya penjara untuk terpidana seumur hidup di
Muntok dan Sragen.

3.

Tahun 1927, di Pamekasan dan Ambarawa didirikan
penjara anak-anak.
Pada masa ini penjara-penjara memiliki kedudukan

khusus:
Penjara

Sukamiskin

untuk

orang

Eropa

dan

kalangan inetelktual
Penjara Cipinang untuk terpidana kelas Satu
Penjara Glodok untuk pidana psychopalen
Penjara Sragen untuk pidana kelas satu (pidana
seumur hidup)
Penjara anak-anak di Tangerang
Penjara anak-anak di Banyu Biru dan Ambarawa
Penjara khas wanita di Bulu Tangerang
Penjara Bantjeuj menjadi saksi salah satu sejarah besar,
penjara yang terletak di tengah kota Bandung ini pada akhir
tahun 1929 pernah dihuni oleh Presiden Pertama RI, Soekarno,
bersama tiga orang PNI (Partai Nasional Indonesia) yang lain.
Sel penjara yang ditempati Soekarno adalah sel nomor 5 di
blok F, berupa ruangan seluas 2,5 x 1,5 meter, yang di
dalamnya terdapat satu tempat tidur lipat dan sebuah toilet nonpermanen. Satu-satunya penghubung dengan dunia luar
adalah sebuah lubang kecil di pintu besi.
Pada Mei 1930, Pengadilan Negeri memutuskan untuk
memindahkan Soekarno, dkk ke penjara Sukamiskin, 15
kilometer dari Bandung. Kali ini Soekarno menempati sel nomor
233, berukuran 2 x 3 meter. Waktu masuk penghuninya dicukur
gundul dan diberi pakaian penjara yang terbuat dari kain katun
kasar. Hanya dua minggu sekali, sang istri, Inggit Ganarsih
diperbolehkan menjenguk.

E.

MUSEUM PEMASYARAKATAN
Dengan membaca uraian diatas tentang fungsi museum dan
sejarah tentang penjara atau Lembaga Pemasyarakatan, dapat kita
lihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah
yang cukup panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah
nasional.
Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang
penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang
penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP
merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh pemerintah
sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah dilakukannya.
Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat belum banyak
diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa perlu
membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan
tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di
Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan.
Museum bukanlah semata-mata suatu alat untuk mencegah
bahaya kemiskinan kebudayaan suatu bangsa saja tetapi adalah
suatu lembaga untuk memajukan peradaban bangsa (Sutaarga,
1962: 15).
Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya
melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan
sebagai kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui
pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya tentang penjara
atau LP dari kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan,
dan perdagangan benda tersebut, serta penyuluhan mengenai
pentingnya

nilai

peninggalan

sejarah

dan

purbakala

untuk

meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki dari masyarakat
Seperti halnya di beberapa negara yang telah membuat
Museum

Lembaga

Pemasyarakatan, seperti
Hongkong
Correctional

(Hongkong
Services

Museum) di Stanley yang
memberikan kilasan yang
menarik berkaitan dengan suasana kehidupan didalam penjara di
Hongkong selama 160 tahun terakhir. Di museum ini menampilkan
evolusi atau metamorfosa sistem pemasyarakatan Hongkong dari
yang awalnya bertujuan untuk memberikan hukuman kepada
narapidana yang dipenjara menjadi sistem tahanan untuk melakukan
rehabilitasi kepada para napinya.
Didalam museum ini
terdapat tiang gantungan
tiruan, dua sel imitasi dan
menara
berada

penjaga
diatas

yang

bangunan

penjara untuk mengawasi
para napi didalam penjara tersebut. Selain itu, ada juga sekitar 600
artefak dan pemaeran yang meliputi sejarah dan perkembangan
sistem kepenjaraan, hukuman dan penjara, seragam staf dan
lencananya, manusia perahu Vietnam, senjata rakitan dan masih
banyak lagi. Disini juga ada sebuah toko suvenir yang menjual
berbagai benda khas penjara semacam lencana, dsb.
Museum Lembaga Pemasyarakan di Indonesia diharapkan
dapat memberikan manfaat yang luas seperti :
1.

Pusat

Dokumentasi

dan

Penelitian

llmiah

tentang

pemasyarakatan
2.

Pusat penyaluran ilmu untuk umum tentang pemasyarakatan

3.

Pusat penikmatan karya seni

4.

Obyek wisata tentang pemasyarakatan

5.

Media pembinaan pendidikan dan llmu pengetahuan tentang
pemasyarakatan

6.

Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan
Di samping itu melalui Museum Lembaga Pemasyarakatan

dapat

menginformasikan

berbagai

hal

sehingga

Lembaga

Pemasyarakatan Indonesia dapat diakui dunia dan ikut dalam
membantu Indonesia dalam mewujudkan keamanan nasional dari
berbagai tindak kejahatan.
Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan
tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam
mengurangi

tindak

pidana

kejahatan

dengan

menyediakan,

memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang
layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan, memberikan
kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat
maupun unsur lembaga lainnya.

F.

KESIMPULAN
1.

Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya,
terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan
memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan
hiburan,

benda-benda

bukti

material

manusia

dan

lingkungannya.
2.

Museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan
dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar
budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar
yaitu :
a)

Sebagai

tempat

pelestarian,

museum

harus

melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
o

Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda
untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem
penomoran dan penataan koleksi.

o

Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan
menanggulangi kerusakan koleksi.
o

Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan
untuk

menjaga

koleksi

dari

gangguan

atau

kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia.
b)

Sebagai

sumber

informasi,

museum

melaksanakan

kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.
o

Penelitian

dilakukan

kebudayaan

untuk

nasional,

ilmu

mengembangkan
pengetahuan

dan

teknologi.
o

Penyajian

harus

tetap

memperhatikan

aspek

pelestarian dan pengamanannya.
3.

Penjara,

Rumah

Tahanan

(Rutan)

atau

Lembaga

Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan
penuh liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara
tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan
Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan.
Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan.
Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri.
4.

Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang
penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang
penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP
merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh
pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah
dilakukannya.
5.

Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan
berbagai hal sehingga Lembaga Pemasyarakatan Indonesia
dapat diakui dunia dan ikut dalam membantu Indonesia dalam
mewujudkan

keamanan

nasional

dari

berbagai

tindak

kejahatan.
6.

Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan
tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam
mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan,
memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan
yang layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan,
memberikan kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama
dengan masyarakat maupun unsur lembaga lainnya.

PUSTAKA
1.

http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan

Saturday,

June 08, 2013
2.

http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/06/sepenggal-sejarahdari-tentang-penjara-masa-kolonial-belanda/

More Related Content

Similar to Museum pemasyarakatan indonesia

4. tujuan perpustakaan
4. tujuan perpustakaan4. tujuan perpustakaan
4. tujuan perpustakaanImam Suwandi
 
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENS
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENSMUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENS
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENSArmadira Enno
 
Analysis Strategy Corporate Of Museum National Education
Analysis Strategy Corporate Of Museum National EducationAnalysis Strategy Corporate Of Museum National Education
Analysis Strategy Corporate Of Museum National EducationAnita Purnamasari
 
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...bagask_25
 
Draft pedoman hasil fgd
Draft pedoman hasil fgdDraft pedoman hasil fgd
Draft pedoman hasil fgdYosep Yosep
 
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdfGurtiMartia1
 
Ppt geo kelas xi bab 6
Ppt geo kelas xi bab 6Ppt geo kelas xi bab 6
Ppt geo kelas xi bab 6Mas Mun
 
Laporan Kunjungan Museum Ronggowarsito
Laporan Kunjungan Museum RonggowarsitoLaporan Kunjungan Museum Ronggowarsito
Laporan Kunjungan Museum RonggowarsitoDiah Dwi Ammarwati
 
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix yPpt geo kelas xi bab 6 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix yJopiWildani1
 
2. sejarah perpustakaan
2. sejarah perpustakaan2. sejarah perpustakaan
2. sejarah perpustakaanImam Suwandi
 
Manfaat museum lampung dalam
Manfaat museum lampung dalamManfaat museum lampung dalam
Manfaat museum lampung dalamRohman Efendi
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologibudifilo
 
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5 JULI 2021 (1).pptx
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5  JULI 2021 (1).pptxB. A SEJ IND 11 IPA M KE-5  JULI 2021 (1).pptx
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5 JULI 2021 (1).pptxFujiSan3
 
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.ppt
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.pptpert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.ppt
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.pptPustakaAkademika
 
Rpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SDRpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SDMoh Ichank
 
laporan study budaya SITUS SANGIRAN
laporan study budaya SITUS SANGIRANlaporan study budaya SITUS SANGIRAN
laporan study budaya SITUS SANGIRANDanang Eko
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologibudifilo
 

Similar to Museum pemasyarakatan indonesia (20)

4. tujuan perpustakaan
4. tujuan perpustakaan4. tujuan perpustakaan
4. tujuan perpustakaan
 
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENS
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENSMUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENS
MUSEUM DAN FUNGSINYA DARI MASA KE MASA SERTA HUBUNGAN MUSEUM DENGAN AUDIENS
 
Analysis Strategy Corporate Of Museum National Education
Analysis Strategy Corporate Of Museum National EducationAnalysis Strategy Corporate Of Museum National Education
Analysis Strategy Corporate Of Museum National Education
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...
Karya Tulis Pemanfaatan Tempat Bersejarah untuk Lokasi Pariwisata sebagai Pen...
 
Draft pedoman hasil fgd
Draft pedoman hasil fgdDraft pedoman hasil fgd
Draft pedoman hasil fgd
 
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf
3 Budaya_Lokal- - www.kherysuryawan.id.pdf
 
Ppt geo kelas xi bab 6
Ppt geo kelas xi bab 6Ppt geo kelas xi bab 6
Ppt geo kelas xi bab 6
 
Laporan Kunjungan Museum Ronggowarsito
Laporan Kunjungan Museum RonggowarsitoLaporan Kunjungan Museum Ronggowarsito
Laporan Kunjungan Museum Ronggowarsito
 
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix yPpt geo kelas xi bab 6 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 6 std fix y
 
Cultural resource management
Cultural resource managementCultural resource management
Cultural resource management
 
poin 3 dan 8.pptx
poin 3 dan 8.pptxpoin 3 dan 8.pptx
poin 3 dan 8.pptx
 
2. sejarah perpustakaan
2. sejarah perpustakaan2. sejarah perpustakaan
2. sejarah perpustakaan
 
Manfaat museum lampung dalam
Manfaat museum lampung dalamManfaat museum lampung dalam
Manfaat museum lampung dalam
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
 
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5 JULI 2021 (1).pptx
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5  JULI 2021 (1).pptxB. A SEJ IND 11 IPA M KE-5  JULI 2021 (1).pptx
B. A SEJ IND 11 IPA M KE-5 JULI 2021 (1).pptx
 
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.ppt
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.pptpert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.ppt
pert_1_pengertian_sejarah_perkemb_jenis_fungsi2.ppt
 
Rpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SDRpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SD
 
laporan study budaya SITUS SANGIRAN
laporan study budaya SITUS SANGIRANlaporan study budaya SITUS SANGIRAN
laporan study budaya SITUS SANGIRAN
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
 

Museum pemasyarakatan indonesia

  • 1. MUSEUM PEMASYARAKATAN INDONESIA Oleh : Suko Prayitno, SH., MH ABSTRAC The museum is a permanent institution, non-profit, serving the community and its development, open to the public, which collect, treat and show off, for the purposes of research, education and entertainment, the objects of human and material evidence (Ishaq 1999/2000 : 15). Based on Government Regulation No.. 19 In 1995, the museum is an institution, storage, maintenance, security and utilization of evidence material objects as well as the results of human culture and the natural environment to support the protection and preservation of the cultural wealth of the nation. In general, the museum has the following functions: 1. Centre for Documentation and Scientific Research 2. Distribution center for the general science 3. Center enjoyment of works of art 4. Introduction center of culture between regions and between nations 5. Sights 6. Media arts and education coaching Sciences 7. Natural and Cultural Asylum Asylum 8. Mirror of human history, nature and culture 9. Means for devoted and thankful to God Almighty. Indonesian prison known as Correctional Institution which is the Technical Unit of the Directorate General of Correctional Ministry of Justice and Human Rights (formerly the Ministry of Justice). Penitentiary (abbreviated LP or prisons) is a place to conduct training for prison inmates and students in Indonesia. Historical development of correctional systems in Indonesia expressed its treatment of offenders in Indonesia from time to time, in accordance with the level of legal awareness and development of the
  • 2. views of Indonesia on human values and humanity in relation to the convicted man and aspirations of our nation and the meaning of our ideals State and Nation, Prisons, Detention (Rutan) or Correctional Institution (LP) is a long traces nan full of twists. It is associated with the history of this beloved country, which has a bitter times when the Dutch and Japanese sharp claws stuck in the colonial period. Period by period elapsed, carve note by note. Each period has its own history Prisons also has a long history and unique, which is part of the national history and a lot of people do not know about jail or prison, the general public still looked like a prison where Dutch colonial era jail or prison is a place of torture for the prisoners by the government in retaliation or the evil he had done. The concept of coaching in Public Agencies have not been widely known and understood by the public, it is necessary to create a facility, premises, correctional container in informing about the history and development in Indonesia as Penitentiary Museum Penitentiary Museum is one of the efforts to preserve the historical and archaeological heritage as a cultural heritage and national pride through the security and protection of objects of cultural heritage of the prison or the LP of the possibility of tampering, theft, smuggling, and trafficking of the object, as well as education on the importance of heritage value and archeology to raise awareness and sense of community Penitentiary Museum can inform about the protection of the community and play a role in reducing crime by providing, giving a sense of security to people, as well as a decent and healthy environment for the people who are being detained, provides an opportunity for rehabilitation, and work with the community as well as the elements other
  • 3. ABSTRAK Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuantujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Secara umum musem mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah 2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum 3. Pusat penikmatan karya seni 4. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa 5. Obyek wisata 6. Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan 7. Suaka Alam dan Suaka Budaya 8. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan 9. Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME. Penjara di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sejarah perkembangan pemasyarakatan di Indonesia mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran hukum dan perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang nilai manusia dan
  • 4. kemanusiaan dalam hubungannya dengan manusia terpidana dan aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita kemerdekaan bangsa dan Negara, Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah yang cukup panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah nasional dan masyarakat belum banyak mengetahui tentang penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah dilakukannya. Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat belum banyak diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa perlu membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan sebagai kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya tentang penjara atau LP dari kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan, dan perdagangan benda tersebut, serta penyuluhan mengenai pentingnya nilai peninggalan sejarah dan purbakala untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki dari masyarakat Museum tentang Lembaga perlindungan Pemasyarakatan terhadap dapat masyarakat dan menginformasikan berperan dalam mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan, memberikan
  • 5. rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan, memberikan kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat maupun unsur lembaga lainnya
  • 6. A. PENDAHULUAN Museum berasal dari bahasa Yunani: MUSEION. Museion merupakan sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan Dewi Seni dan llmu Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi tersebut ialah: MOUSE, yang lahir dari maha Dewa Zous dengan isterinya Mnemosyne. Dewa dan Dewi tersebut bersemayam di Pegunungan Olympus. Museion selain tempat suci, pada waktu itu juga untuk berkumpul para cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki berbagai ilmu pengetahuan, juga sebagai tempat pemujaan Dewa Dewi. Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15). Pengertian museum menurut International Council of Museums yang dirumuskan pada 1974 adalah: “A museum is a non-profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates, and exhibits, for purpose of study, education and enjoyment, material evidence of man and his environment”.
  • 7. Museum adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Museum berfungsi mengumpulkan, merawat, dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan atau hiburan (Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009). Museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi Kebudayaan dan llmu Pengetahuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 : dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu : a) Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
  • 8. o Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi. o Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi. o Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia. b) Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian. o Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. o Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya. Secara umum musem mempunyai fungsi sebagai berikut: 10. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah 11. Pusat penyaluran ilmu untuk umum 12. Pusat penikmatan karya seni 13. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa 14. Obyek wisata 15. Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan 16. Suaka Alam dan Suaka Budaya 17. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan
  • 9. 18. Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME. Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui beberapa jenis klasifikasi ( Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009 ), yakni sebagai berikut : a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat dua jenis : o Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi. o Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi. b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis : o Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional. o Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana museum berada.
  • 10. o Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada. B. PENGERTIAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah Penjara. Penjara adalah tempat di mana orangorang dikurung dan dibatasi berbagai macam kebebasan. Penjara umumnya adalah institusi yang diatur pemerintah dan merupakan bagian dari system pengadilan kriminal suatu negara, atau sebagai fasilitas untuk menahan tahanan perang. Penjara di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada
  • 11. dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah Sipir Penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Saharjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Salah satu LP yang terkenal di Indonesia adalah Nusa Kambangan. Sebenarnya ada kerancuan dalam pengertian Nusa Kambangan selama ini. Karana pada dasarnya tidak ada satupun di Wilayah Indonesia tercinta ini memiliki Penjara atau Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) yang bernama Lapas Nusa Kambangan. Nusa Kambangan adalah nama sebuah Pulau di sebelah Selatan provinsi Jawa Tengah. Di pulau tersebut terdapat beberapa buah Lapas berkeamanan tinggi bagi narapidana kelas berat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.
  • 12. Lembaga Pemasyarakatan mendapat kritik atas perlakuan terhadap para narapidana. Pada tahun [2006], hampir 10% diantaranya meninggal dalam lapas. Sebagian besar napi yang meninggal karena telah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah karena kurangnya perawatan, rendahnya [gizi] makanan, serta buruknya [sanitasi] dalam lingkungan penjara. Lapas juga disorot menghadapi persoalan beredarnya obat-obatan terlarang di kalangan napi dan tahanan, serta kelebihan penghuni. C. Sejarah Perkembangan Kepenjaraan di Indonesia Sejarah perkembangan pemasyarakatan di Indonesia mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran hukum dan perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang nilai manusia dan kemanusiaan dalam hubungannya dengan manusia terpidana dan aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita kemerdekaan bangsa dan Negara. Dengan demikian sekaligus akan lebih jelas terungkapkan apa yang telah melatarbelakangi lahirnya sistem pemasyarakatan dan tujuan yang hendak dicapai dengan sistem yang telah dikembangkan sekarang ini. Sistem kepenjaraan sebagai pelaksana pidana hilang kemerdekaan kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat
  • 13. peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka yang berfalsafahkan Pancasila, karena kepenjaraan berasal dari pandangan individualisme yang terdapat dalam kamus penjajah, yang memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak sebagai anggota masyarakat tetapi merupakan suatu pembalasan dendam masyarakat. A. Asal Usul Kepenjaraan Di Dunia Sejarah kepenjaraan dan pemasyarakatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kepenjaraan di dunia. Pada abad 1516 belum terdapat penjara, tetapi soal penempatan narapidana sudah mendapat perhatian sejak belum ada penjara sebagai tempat untuk melaksanakan pidana pencabutan kemerdekaan. Penempatan narapidana asal mulanya berupa rumah khusus yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi orang yang dikenakan tahanan, hukuman ringan dan menanti pengadilan. Pada tahun 1595 di kota Amsterdam, Belanda sudah mulai diadakan rumah pendidikan paksa dan membagi tahanan serta narapidana menurut jenis kelamin yaitu : a. Rumah pendidikan paksa untuk pria yang dikenal dengan nama Rasp House, karena para narapidana tersebut disuruh bekerja meraut kayu untuk membuat warna cat.
  • 14. b. Rumah pendidikan paksa untuk wanita yang dikenal dengan nama Discipline House, para narapidana diberi pekerjaan memintal bulu domba untuk dibuat pakaian. Sistem ini kemudian diikuti hampir diseluruh dunia. Pada tahun 1703 di Roma didirikan rumah pendidikan anak oleh Santo Bapa Clements IX, anak-anak ini pada siang hari bekerja bersama-sama dan pada malam hari dimasukkan kedalam sel masing-masing dengan tidak diperkenankan berbicara satu dengan yang lainnya. Rumah Pendidikan Anak di Roma Kemudian pada tahun 1718 didirikan penjara di kota Genk, Belgia oleh Burggraaf Vilain XVI, walikota Genk dengan nama Maison de Force. Para narapidana diberi pekerjaan dan pendidikan agama dan waktu bekerja tidak boleh berbicara satu dengan yang lainnya. Prison Ghenk di kota Genk Belgia Pada abad 16 di Inggris juga sudah mengenal 2 jenis situasi yaitu : a. Rumah tahanan House of Detention dibuat untuk tahanan yang menunggu putusan perkara. b. Gaol yang diperuntukkan bagi pelanggar hukuman ringan. Pada waktu itu kedua institusi ini sangat menyedihkan cara penempatannya, malam. secara bersama-sama siang
  • 15. Setelah ada perjuangan dari John Howard, di Inggris telah mengalami proses pembaharuan dibidang kepenjaraan, terutama dengan jalan penempatan narapidana terpisah pada waktu siang dan malam hari. Pada abad 18 pidana mati dan badan mulai diganti dengan pidana pencabutan kemerdekaan, tapi cara penempatannya terpengaruh oleh cara penempatan bersama-sama siang malam. Pada tahun 1790 didirikan penjara Wallnutstreet, di kota Philadelphia, Sistem ini disebut Western Penitentiary System, para narapidana dalam sel masing-masing siang dan malam tanpa diberi pekerjaan dan untuk memperbaikinya diberi bacaan kitab suci. Pada tahun 1820 di kota Boston didirikan penjara Auburn. Penjara ini didirikan sebagai tantangan terhadap sistem yang diterapkan pada penjara Wallnutstreet, Pennsylvania barat. Sistem yang diterapkan di Auburn ini lebih baik daripada sistem penjara sebelumnya, dimana pada malam hari para narapidana tidur di kamarnya masing-masing dan pada siang hari bekerja bersama-sama tanpa berbicara satu sama lain. Pada tahun 1825 didirikan penjara baru di Pennsylvania timur, ini merupakan perbaikan dari Pennsylvania barat. Di dalam penjara ini para narapidana berada di kamarnya masing-masing dan diberi pekarjaan.
  • 16. Pada tahun 1877 di Amerika didirikan penjara Elmira yang khusus untuk pemuda-pemuda yang baru pertama kali masuk penjara. Di penjara ini para narapidana diberi pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, olahraga, ketertiban, militer dan sebagainya. Pada abad 19 di Amerika baru mengalami perubahan undang-undang kepenjaraan dan mulai mementingkan pendidikan dan pembinaan. Pada tahun 1930 oleh seorang direktur penjara Amerika yang bernama Stanford Bates mencoba sistem tersebut yang dilaksanakan di Tuscon. Disini para narapidana dapat bekerja bersama-sama dengan baik tanpa diawasi dengan ketat. Maka disusul pula dibukanya penjara percobaan di Seagovolle pada tahun 1946.Penjara tersebut dibuat untuk untuk para narapidana yang mendapat hukuman ringan dan tidak lagi memberikan kesan menyeramkan. Penjara jenis ini dikenal dengan nama Pre Release atau Half Way yang berprinsip kepada keadaan perbaikan hidup narapidana dengan memberi pendidikan dan pembinaan supaya narapidana tersebut dapat menuju masyarakat yang bebas. Dengan system kepenjaraan tersebut diatas maka Amerika merupakan pelopor sistem kepenjaraan yang modern kepada dunia. Sejarah kepenjaraan di Indonesia
  • 17. Perkembangan kepenjaraan di Indonesia terbagi menjadi 2 kurun waktu dimana tiap-tiap kurun waktu mempunyai ciri tersendiri, diwarnai oleh aspekaspek sosio cultural, politis, ekonomi yaitu: a. Kurun waktu pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan di Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan RI ( 18721945 ), terbagi dalam 4 periode yaitu : 1) Periode kerja paksa di Indonesia ( 1872-1905 ). Pada periode ini terdapat 2 jenis hukum pidana, khusus untuk orang Indonesia dan Eropa. Hukum pidana bagi orang Indonesia (KUHP 1872) adalah pidana kerja, pidana denda dan pidana mati. Sedangkan hukum pidana bagi orang Eropa (KUHP 1866) telah mengenal dan dipergunakan pencabutan kemerdekaan (pidana penjara dan pidana kurungan). Perbedaan perlakuan hukuman pidana bagi orang Eropa selalu dilakukan di dalam tembok (tidak terlihat) sedangkan bagi orang Indonesia terlihat oleh umum. 2) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia menjelang berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland Indie (KUHP, 1918) periode penjara sentral wilayah (1905-1921). Periode ini ditandai dengan adanya
  • 18. usaha-usaha untuk memusatkan penempatan para terpidana kerja penampungan paksa di dalam wilayah. pusat-pusat Pidana kerja lebih dari 1 tahun yang berupa kerja paksa dengan dirantai/ tanpa dirantai dilaksanakan diluar daerah tempat asal terpidana. Kemudian sejak tahun 1905 timbul kebijaksanaan baru dalam pidana kerja paksa dilakukan di dalam lingkungan tempat asal terpidana. 3) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia setelah berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland Indie (KUHP, 1918) periode kepenjaraan Hindia Belanda (1921-1942). Pada periode ini terjadi perubahan sistem yang dilakukan oleh Hijmans sebagai kepala urusan kepenjaraan Hindia Belanda, ia mengemukakan keinginannya untuk menghapuskan sistem dari penjara-penjara pusat dan menggantikannya dengan struktur dari sistem penjara untuk pelaksanaan pidana, dimana usahausaha klasifikasi secara intensif dapat dilaksanakan Hijmans. Pengusulan penampungan tersendiri adanya bagi tempat-tempat tahanan dan memisahkan antara terpidana dewasa dan anakanak, terpidana wanita dan pria.
  • 19. 4) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia dalam periode pendudukan balatentara Jepang (19421945). Pada periode ini menurut teori perlakuan narapidana harus berdasarkan reformasi/ rehabilitasi namun dalam eksploitasi kenyataannya atas manusia. lebih merupakan Para terpidana dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan Jepang. Dalam teori para ahli kepenjaraan Jepang perlu adanya perbaikan menurut umur dan keadaan terpidana. Namun pada kenyataannya perlakuan terhadap narapidana bangsa Indonesia selama periode pendudukan lembaran sejarah tentara Jepang merupakan yang hitam dari sejarah kepenjaraan di Indonesia, hal ini tidak jauh berbeda dengan keadaan sebelumnya (penjajahan Belanda ). b. Kurun waktu kepenjaraan RI, perjuangan kemerdekaan dan karakteristik kepenjaraan nasional ( 1945-1963 ), terbagi dalam 3 periode yaitu : 1) Periode kepenjaraan RI ke I ( 1945-1950 ). Meliputi 2 tahap yaitu tahap perebutan kekuasaan dari tangan tentara Jepang, perlawanan terhadap uasaha penguasaan kembali oleh Belanda dan tahap mempertahankan eksistensi RI. Periode ini ditandai
  • 20. dengan adanya penjara-penjara darurat yaitu penjara yang berisi beberap orang terpidana yang dibawa serta mengungsi oleh pimpinan penjaranya. Pada umumnya didirikan pada tempat-tempat pengungsian, sebagai tempat menahan orang yang dianggap mata-mata musuh. Adanya penjara darurat dan pengadilan darurat dimaksudkan sebagai bukti kepada dunia luar bahwa pemerintah RI secara de jure dan de facto tetap ada. 2) Periode kepenjaraan RI ke II ( 1950-1960 ). Periode ini ditandai dengan adanya langkah-langkah untuk merencanakan reglement Penjara yang baru sejak terbentuknya NKRI. Pada periode ini telah lahir adanya falsafah baru di bidang kepenjaraan yaitu resosialisasi yang pada waktu itu dinyatakan sebagai tujuan yang modern di dunia kepenjaraan internasional. 3) Periode kepenjaraan RI ke III ( 1960-1963 ).Periode ini merupakan periode pengantar dari periode pemasyarakatan berikutnya. Periode ini dengan adanya kebijaksanaan ditandai kepemimpinan kepenjaraan yang berorientasi pada pola social defense yang dicanangkan oleh PBB yaitu integrasi
  • 21. karya terpidana dalam ekonomi nasional, bentuk baru kenakalan remaja dan penanganan jenis-jenis kejahatan yang perubahan diakibatkan sosial perkembangan ekonomi. perubahan- yang dan oleh menyertai Pembinaan menjelang bebas dan perawatan susulan serta pemberian bantuan kepada keluarga terpidana. B. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia 1. Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi 3 periode (Dirjen Pemasyarakatan), yaitu: a. Periode pemasyarakatan I (1963-1966) Periode ini ditandai dengan adanya konsep baru yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah pohon beringin yang melambangkan pengayoman dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Pada konfrensi Dinas Derektoral Pemasyarakatan di Lembang Bandung tahun 1964, terjadi perubahan istilah pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi
  • 22. pengembalian integritas hidup-kehidupan- penghidupan. b. Periode Pemayarakatan II (1966-1975) Periode ini ditandai dengan pendirian kantor-kantor BISPA (Bimbingan Pengentasan Pemasyarakatan dan Anak) yang sampai tahun direncanakan 20 buah. Periode menampakkan adanya trial and ini 1969 telah error dibidang pemasyarakatan, suatu gejala yang lazim terjadi pada permulaan beralihnya situasi lama ke situasi baru. Ditandai dengan adanya perubahan nama pemasyarakatan menjadi bina tuna warga. c. Periode pemasyarakatan III ( 1975-sekarang ) Periode ini dimulai dengan adanya Lokakarya Evaluasi Sistem Pemasyarakatan tahun 1975 yang membahas tentang sarana peraturan perundangundangan landasan dan peraturan struktural pelaksanaan yang dijadikan sebagai dasar operasional pemasyarakatan, sarana personalia, sarana keuangan dan sarana fisik. Pada struktur organisasi terjadi pengembalian nama bina tuna warga kepada pemasyarakatan. namanya semula yaitu
  • 23. Titik awal pemisahan LP terhadap tingakat kejahatan, jenis kelamin, umur dimulai pada tahun 1921 yang dicetuskan oleh Hijmans, missal : LP Cipinang untuk narapidana pria dewasa, LP anak-anak di Tangerang, LP Wanita Bulu Semarang. Hal tersebut dikonkritkan lagi setelah tercetus Sahardjo, SH konsep pada pemasyarakatan konferensi Dinas oleh Dr. Direktorat Pemasyarakatan I di Lembang bandung tahun 1964. Menurut Soema Dipradja ( 1983 ) dimana perlakuan terhadap narapidana wanita diberi kebebasan yang lebih dibandingkan narapidana pria. Dalam perkembangannya sistem pidana melalui beberapa tahap ( Dirjen pemasyarakatan, 1983 ) yaitu : a. Tahap pidana hilang kemerdekaan (1872-1945) ; Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar bertobat sehingga Sistem pidananya tidak melanggar hukum lagi. merupakan pidana hilang kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu tempat yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai penjara. b. Tahap pembinaan (1945-1963) ; Tahap ini bertujuan membina narapidana supaya menjadi lebih baik. Sistem pidananya merupakan pidana pembinaan
  • 24. dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar dapat dibina dengan menempatkan pada tempat yang terpisah dari masyarakat. c. Tahap Pembinaan Masyarakat (1963-sekarang) ; Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sistem pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang mempunyai akibat berkurangnya tidak kebebasan langsung yaitu supaya bisa dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan di suatu tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi mengikutsertakan masyarakat dalam usaha pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk usaha perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan pada segi keamanan LP sesuai dengan fungsi, jenis dan kebutuhannya. Seseorang disebut narapidana apabila telah pemidanaan melalui sehingga serangkaian menerima vonis proses yang dijatuhkan atas dirinya. Proses pemidanaan adalah sebagai berikut : a. Tahanan Polisi ; Seseorang melanggar hukum kemudian ditangkap polisi, selama dalam proses pemeriksaan ia menjadi tahanan polisi dengan batas
  • 25. waktu 20 hari dan apabila dianggap pemerikasaan oleh polisi belum cukup maka dapat diperpanjang dengan ijin Kejaksaan. b. Tahanan Kejaksaan ; Apabila telah selesai diperiksa oleh polisi maka orang tersebut diserahkan kepada Kejaksaan untuk diperiksa oleh Kejaksaan dan menjadi tahanan Kejaksaan. c. Tahanan Pengadilan ; Apabila perkaranya dianggap cukup untuk diadili maka pihak kejaksaan akan menyerahkan orang tesebut pada pengadilan untuk diadili dan menjadi tahanan pengadilan sampai selesai putusan perkaranya/ divonis. d. Narapidana ; Setelah diputuskan perkaranya oleh pengadilan maka orang tersebut harus dimasukkan dalam kepada Lembaga Pemasyarakatan. Kejaksaan kembali Diserahkan untuk diatur pengirimannya kepada Lembaga Pemasyarakatan yang cocok untuk pembinaannya. 2. Tujuan Pemasyarakatan Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 2, tujuan pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
  • 26. membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehinga dapat kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggunjawab. 3. Fungsi Pemasyarakatan Menurut UU No. 12 Pemasyarakatan pasal 3 Pemasyarakatan adalah pemasyarakatan Tahuun (narapidana, 1995 disebutkan tentang bahwa menyiapkan fungsi warga binaan anak didik dan klien pemasyarakatan ) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. 4. Konsep Pemasyarakatan Konsep pemasyarakatan merupakan pokok-pokok pikiran Dr. Saharjo penganugerahan Universitas , gelar Indonesia. SH Yang Doktor dicetuskan Honoris Cousa Pokok-pokok pikiran pada oleh tersebut kemudian dijadikan prinsip prinsip pokok dari konsep pemasyarakatan pada konfrensi Dinas Derektorat
  • 27. Pemasyarakatan di Lembang Bandung pada tanggal 27 April – 7 Mei 1974. Dalam konfrensi ini dihasilkan keputusan bahwa pemasyarakatan tidak hanya sematamata sebagai tujuan dari pidana penjara, melainkan merupakan sistem pembinaan narapidana dan tangaal 27 April 1964 ditetapkan sebagai hari lahirnya pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien pemasyarakatan ) berdasarkan Pancasila. Menurut UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 5, disebutkan bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas a. Pengayoman b. Persamaan perlakuan dan pelayanan c. Pendidikan d. Pembimbingan e. Penghormatan harkat dan martabat manusia f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang tertentu
  • 28. Jadi dengan lahirnya sistem pemasyarakatan, kita memasuki era baru dalam proses pembinaan narapidana dan anak didik, mereka dibina, dibimbing dan dituntut untuk menjadi warga masyarakat yang berguna. Pembinaan napi dan anak didik berdasarkan sistem pemasyarakatan berlaku pembinaan di dalam LP dan pembimbingan di luar LP yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS). C. Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964 dirumuskan prinsip-prinsip pokok dari konsepsi pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan ( Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan ) adalah sebagai berikut : a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. b. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. c. Berikan bimbingan ( bukannya penyiksaan ) supaya mereka bertobat.
  • 29. d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. e. Selama kehilangan ( dibatasi ) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. g. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila. h. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar. i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu. j. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan. D. SEPENGGAL SEJARAH TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN INDONESIA Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh
  • 30. liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri. 1. Periode Kerja Paksa Periode pidana kerja paksa di Indonesia berlangsung sejak pertengahan abad ke-XIX atau tepatnya mulai tahun 1872 hingga 1905. Ditandai dengan dua jenis hukum pidana; pertama, hukum pidana khusus untuk orang Indonesia ;dan yang kedua, pidana khusus untuk orang Eropa. Bagi orang Indonesia dan golongan Timur Asing berlaku Kitab Undang-undang Hukum Pidana khusus, yakni “Wetboek van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie”, artinya Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk orang pribumi di Hindia Belanda. Pada saat itu orang Indonesia disebut dengan “Inlanders”. Pada periode ini pidana kerja merupakan bentuk pemindanaan yang seringkali dijatuhkan pada “ inlanders”. Lama pidana kerja sangat bervariasi bisa seumur hidup, atau minimal satu hari.
  • 31. Sedangkan pidana kerja terbagi menjadi dua, yakni kerja paksa (dwang arbeid) dan dipekerjakan (ter arbeid stellen). Kerja paksa yang lamanya lebih dari lima tahun dilakukan dengan dirantai (dwang arbeid aan de ketting), yang di bawah lima tahun tanpa dirantai (dwang erbeid buiten de ketting). Sedangkan yang satu tahun ke bawah disebut dengan istilah “dipekerjakan” (ter arbeid stellen), dan yang di bawah tiga bulan disebut “krakal”. Pidana kerja paksa baik dengan rantai maupun tidak, dilaksanakan diluar daerah tempat diputuskannya perkara, juga di luar daerah asal terpidana. Hukuman yang juga disebut dengan “pembuangan” (verbanning), dimaksudkan untuk memberatkan terpidana, dijauhkan dari sanak saudara serta kampung halaman. Bagi orang Indonesia yang cenderung memiliki sifat kekerabatan dan persaudaraan, tentu saja hal ini dirasa sangat memberatkan. Terpidana menjalani kerja paksa diluar daerah, dengan bekerja pada proyek-proyek besar, seperti; tambang batu bara di Sawah Lunto (Umbilin), proyek pembuatan jalan di Sumatera Tengah, Tapanuli, Aceh, Sulawesi, Bali/Kintamani, Ambon, Timor, dan lain-lain.
  • 32. Selain itu para terpidana juga bekerja sebagai pemikul perbekalan dan peluru saat Perang Aceh, dan di tempat-tempat lain di luar Jawa. Tujuan utama dari hukuman pada periode tahun 1872-1905 ini adalah menciptakan rasa takut (afschrikking) dan mengasingkan terpidana dari masyarakat. Meskipun pada waktu itu berlaku “Reglement op de Orde en Tucht” (Staatsblad 1871 no. 78) yang berisi tata tertib terpidana, namun semuanya praktis tidak dijalankan. Para terpidana tidak mendapatkan perlakuan yang layak sebagaimana mestinya. Akibatnya, kondisi kesehatan para terpidana sangat menyedihkan bahkan hampir setiap hari terjadi usaha pelarian. Penegakan hukum pada masa kekuasaan Hindia Belanda ini
  • 33. bersifat menyeluruh hingga ke lapisan masyarakat paling bawah. 2. Periode Kolonial Belanda Sejak tahun 1905 mulai dibuat penjara sentral wilayah (gewestelijke centralen) bagi terpidana kerja paksa, agar terpidana kerja paksa dapat melakukan beserta jajarannya. Tercatat sebagai Kepala Urusan Kepenjaraan yang pertama adalah Gebels seorang sarjana hukum yang berjasa dalam membuat gebrakan-gebrakan baru dalam hal kepenjaraan. Pada masa ini sudah mulai diberlakukan sistem kamar bersama, yang bagi ahli penologi (ilmu kepenjaraan) sistem ini punya andil dalam menyuburkan terjadinya penularan kejahatan sehingga muncul istilah “school of crime” (sekolah kejahatan). Akibat lain adalah munculnya hukum rimba, siapa yang paling kuat, dia yang berkuasa.
  • 34. Dan bukan rahasia lagi bila si jagoan ini melakukan aktifitas homoseksual terhadap mereka yang lebih lemah. Sepanjang hari, di dalam tembok setinggi empat setengah meter, para terpidana melakukan kerja paksa yang dikoordinasi layaknya seorang pekerja dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan dilengkapi dengan seperangkat mesin, yang dikenal dengan istilah “perusahaan besar” (groote bedrijven/groot ambachtswerk). Sementara di tempat lain di luar penjara pusat, terpidana dalam tempat hukumannya di dalam lingkungan tembok di pusat penampungan. Kebijakan baru ini terlaksana di bawah pimpinan Kepala Urusan Kepenjaraan (Hoofd van het Gevangeniswezen) tempat penampungan dipekerjakan dalam lingkup “perusahaan kecil” (klein ambachtwerk).
  • 35. Masa kolonial juga mencatat sebuah peristiwa yang terbilang kejam, kejadiannya menimpa seorang pemberontak Indonesia yang sudah menjadi incaran pemerintah kolonial. Suatu hari pemberontak ini tertangkap dan sebagai “shock therapy” bagi pemberontak lain, ia diberi hukuman yang tak berperikemanusiaan. Keempat anggota badannya (tangan dan kaki) masing-masing diikatkan pada kuda lalu ditarik oleh kuda tersebut dengan arah berlawanan. Anggota tubuh si pemberontak tercerai berai, peristiwa ini terkenal dengan peristiwa pecah kulit. Saat ini tempat peristiwa tersebut dijadikan nama jalan di Jakarta-Kota. Periode ini ditandai dengan lahirnya cikal bakal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dimulai pada masa ini, yakni dengan lahirnya “ Wetboek van strafrecht voor Nederlansch Indie ” (Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk Hindia-Belanda). Ketentuan ini ditetapkan dengan Koninklijk Besluit pada tanggal 15 Oktober 1915 no. 33, dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Salah satu isi dari perundang- undangan ini adalah dihapuskannya istilah “pidana kerja” menjadi “pidana hilang kemerdekaan”.
  • 36. Dengan adanya “Wetboek van strafrecht voor Nederlansch-Indie” ini maka tiada lagi perbedaan perlakuan antara orang Indonesia dan Timur Asing dengan orang-orang Eropa. Selang tiga tahun sesudah 1 Januari 1918, terjadi perubahan-perubahan mencolok dalam sistem kepenjaraan. gbr26.jpgSalah “Gewestelijke satunya adalah centralen”, dan dihapuskannya diganti dengan sistem sistem “Strafgevangenissen” (penjara sebagai sarana pelaksanaan pidana). Perubahan ini terjadi di bawah pimpinan Kepala Urusan Kepenjaraan Hindia-Belanda, ijmans yang tercatat sebagai pembawa angin segar dalam sejarah perkembangan urusan kepenjaraan Hindia-Belanda. Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Hijmans adalah catatannya yang panjang lebar tentang perbaikan urusan kepenjaraan tertanggal 10 September 1921 kepada Direktur Justisi. Pria enerjik ini mengutarakan pandangannya tentang pandangan-pandangannya di bidang kepenjaraan, yang pada pokoknya berupaya untuk melakukan reformasi bagi terpidana. Perhatian terutama ditujukan kepada anak-anak terpidana dan klasifikasi terpidana dewasa. Menurutnya, sedikit kesempatan bagi terpidana untuk memperbaiki moral di dalam lingkungan pusat penampungan wilayah, sebaliknya “school of crime” akan
  • 37. memunculkan penjahat-panjahat baru, yang justru kian menjerumuskan terpidana menuju jurang kehancuran. Di bawah kepemimpinan Hijmans pula, Kepenjaraan Hindia-Belanda untuk pertama kali mengirimkan wakilnya ke Konggres Internasional Penitentiar kesembilan di London, pada Agustus 1925. Selain itu tiap tahun memberi sumbangan berupa uang sebanyak 500 Rupiah kepada sekretariat untuk anggaran pengeluaran negara dan urusan kepenjaraan. Baru saja dimulai suatu keteraturan, suasana sontak berubah manakala terjadi pemberontakan besar-besaran dari bangsa Indonesia terhadap pemerintah penjajahan Belanda, pada bulan November 1926. Belanda menyebutnya sebagai “pemberontakan komunis”. Blok bagian tahanan orang komunis di Penjara Cipinang sesudah Tahun 1926Banyak putra Indonesia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, sehingga urusan “overcrowding” sandungan kepenjaraan (kepenuhan bagi Hijmans dihadapkan penjara). yang pada kondisi ini menjadi Hal tengah mencoba mengembangkan mutu kepenjaraan. Suasana penjara menjadi tidak kondusif, sering terjadi huru-hara, sebut saja di Cipinang pada bulan Juli 1926, di mana para tahanan politik menyanyikan lagu kepahlawanan diikuti gerakan mogok makan. Beberapa penjara pun berubah
  • 38. fungsi menjadi tempat penampungan tahanan politik, misalnya penjara Pamekasan diperuntukkan bagi dan Ambarawa anak-anak, berubah yang fungsi semula untuk menampung tahanan politik. Demikian pula penjara Cipinang, Glodok, Boyolali, Solo, serta penjara kecil seperti di Banten, Madiun, dan lain-lain. Bahkan, khusus bagi tahanan politik didirikan penjara besi di Nusakambangan. Satu catatan lagi, satu hal yang sering terjadi adalah penyerangan terhadap pegawai-pegawai penjara. Kejadian lain yang mewarnai sejarah kepenjaraan di tanah air adalah penyerbuan terhadap rumah penjara Glodok pada 12 November 1926, sehingga mendorong didirikannya menara penjagaan untuk mengantisipasi terjadinya penyerangan. Inilah sejarah didirikannya menara penjagaan. Rentetan kejadian ini menjadi kendala besar bagi sistem kepenjaraan yang sesungguhnya tengah dirintis. Benang merah dari segala kejadian ini adalah menyiratkan betapa sulitnya posisi atau peran urusan kepenjaraan, yang dihadapkan pada dua kepentingan, seolah kepenjaraan akan selalu dihadapkan pada momentum yang sifatnya antagonistic antara harus berperikemanusiaan atau sebaliknya.
  • 39. Tentang kondisi ini, John Conrad seorang ahli penologi akhir abad ke-20 menyebutnya sebagai “irrational equilibrium”, suatu kondisi yang “uneasy compromise”. Menjelang masuknya pendudukan Jepang ke Indonesia, penjagaan di penjara-penjara, yang semula dipegang oleh militer diganti oleh tenaga pegawai kepenjaraan sipil. Pada periode ini tercatat beberapa peristiwa penting, antara lain; 1. Tahun 1921, penjara Madiun menyediakan tempat untuk anak-anak di bawah usia 19 tahun. 2. Tahun 1925, didirikan penjara untuk anak-anak di bawah umur 20 tahun di Tanah Tinggi, dekat Tangerang. Serta didirikannya penjara untuk terpidana seumur hidup di Muntok dan Sragen. 3. Tahun 1927, di Pamekasan dan Ambarawa didirikan penjara anak-anak. Pada masa ini penjara-penjara memiliki kedudukan khusus: Penjara Sukamiskin untuk orang Eropa dan kalangan inetelktual Penjara Cipinang untuk terpidana kelas Satu Penjara Glodok untuk pidana psychopalen Penjara Sragen untuk pidana kelas satu (pidana seumur hidup)
  • 40. Penjara anak-anak di Tangerang Penjara anak-anak di Banyu Biru dan Ambarawa Penjara khas wanita di Bulu Tangerang Penjara Bantjeuj menjadi saksi salah satu sejarah besar, penjara yang terletak di tengah kota Bandung ini pada akhir tahun 1929 pernah dihuni oleh Presiden Pertama RI, Soekarno, bersama tiga orang PNI (Partai Nasional Indonesia) yang lain. Sel penjara yang ditempati Soekarno adalah sel nomor 5 di blok F, berupa ruangan seluas 2,5 x 1,5 meter, yang di dalamnya terdapat satu tempat tidur lipat dan sebuah toilet nonpermanen. Satu-satunya penghubung dengan dunia luar adalah sebuah lubang kecil di pintu besi. Pada Mei 1930, Pengadilan Negeri memutuskan untuk memindahkan Soekarno, dkk ke penjara Sukamiskin, 15 kilometer dari Bandung. Kali ini Soekarno menempati sel nomor 233, berukuran 2 x 3 meter. Waktu masuk penghuninya dicukur gundul dan diberi pakaian penjara yang terbuat dari kain katun kasar. Hanya dua minggu sekali, sang istri, Inggit Ganarsih diperbolehkan menjenguk. E. MUSEUM PEMASYARAKATAN Dengan membaca uraian diatas tentang fungsi museum dan sejarah tentang penjara atau Lembaga Pemasyarakatan, dapat kita
  • 41. lihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah yang cukup panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah nasional. Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah dilakukannya. Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat belum banyak diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa perlu membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan. Museum bukanlah semata-mata suatu alat untuk mencegah bahaya kemiskinan kebudayaan suatu bangsa saja tetapi adalah suatu lembaga untuk memajukan peradaban bangsa (Sutaarga, 1962: 15). Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan sebagai kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya tentang penjara atau LP dari kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan, dan perdagangan benda tersebut, serta penyuluhan mengenai
  • 42. pentingnya nilai peninggalan sejarah dan purbakala untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki dari masyarakat Seperti halnya di beberapa negara yang telah membuat Museum Lembaga Pemasyarakatan, seperti Hongkong Correctional (Hongkong Services Museum) di Stanley yang memberikan kilasan yang menarik berkaitan dengan suasana kehidupan didalam penjara di Hongkong selama 160 tahun terakhir. Di museum ini menampilkan evolusi atau metamorfosa sistem pemasyarakatan Hongkong dari yang awalnya bertujuan untuk memberikan hukuman kepada narapidana yang dipenjara menjadi sistem tahanan untuk melakukan rehabilitasi kepada para napinya. Didalam museum ini terdapat tiang gantungan tiruan, dua sel imitasi dan menara berada penjaga diatas yang bangunan penjara untuk mengawasi para napi didalam penjara tersebut. Selain itu, ada juga sekitar 600 artefak dan pemaeran yang meliputi sejarah dan perkembangan
  • 43. sistem kepenjaraan, hukuman dan penjara, seragam staf dan lencananya, manusia perahu Vietnam, senjata rakitan dan masih banyak lagi. Disini juga ada sebuah toko suvenir yang menjual berbagai benda khas penjara semacam lencana, dsb. Museum Lembaga Pemasyarakan di Indonesia diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas seperti : 1. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah tentang pemasyarakatan 2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum tentang pemasyarakatan 3. Pusat penikmatan karya seni 4. Obyek wisata tentang pemasyarakatan 5. Media pembinaan pendidikan dan llmu pengetahuan tentang pemasyarakatan 6. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan Di samping itu melalui Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan berbagai hal sehingga Lembaga Pemasyarakatan Indonesia dapat diakui dunia dan ikut dalam membantu Indonesia dalam mewujudkan keamanan nasional dari berbagai tindak kejahatan. Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan, memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang
  • 44. layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan, memberikan kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat maupun unsur lembaga lainnya. F. KESIMPULAN 1. Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya. 2. Museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu : a) Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut : o Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi. o Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi.
  • 45. o Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia. b) Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian. o Penelitian dilakukan kebudayaan untuk nasional, ilmu mengembangkan pengetahuan dan teknologi. o Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya. 3. Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri. 4. Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah dilakukannya.
  • 46. 5. Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan berbagai hal sehingga Lembaga Pemasyarakatan Indonesia dapat diakui dunia dan ikut dalam membantu Indonesia dalam mewujudkan keamanan nasional dari berbagai tindak kejahatan. 6. Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan, memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan, memberikan kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat maupun unsur lembaga lainnya. PUSTAKA 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan Saturday, June 08, 2013 2. http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/06/sepenggal-sejarahdari-tentang-penjara-masa-kolonial-belanda/