Ulasan makalah mengenai prosedur desain High Temperature Reactor (HTR) tipe Pebble Bed Reactor (PBR). Khususnya tentang desaian PBR dengan daya dan dimensi yang kecil dari sebuah referensi desain.
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Prosedur desain high temperature reactor (htr) tipe pebble bed
1. Prosedur desain High Temperature
Reactor (HTR) kecil tipe Pebble Bed*
Tim Pendukung Teknis Reaktor Daya Eksperimen
Pusat Teknologi dan Keselamatatn Reaktor Nuklir
BATAN
Agustus 2014
*Ulasan dari makalah:
P.H. Liem , `Design procedures for small pebble-bed high temperature reactors`, Ann.
Nucl. Energy Vol. 23 No.3 (1996) 207-215.
1
2. Dokumen informal ini disusun sebagai bahan studi
literatur dan sosialisasi pengembangan HTGR Modular
khususnya tipe Pebble Bed Reaktor.
Bagian dari kegiatan Tim Pendukung Teknis Reaktor Daya
Eksperimen (RDE) BATAN
2
4. Bahasan
1. Pendahuluan
2. Prosedur desain HTGR pebble bed kecil
3. Metoda perhitungan
4. Hasil dan diskusi
5. Kesimpulan
4
5. 1. Pendahuluan (1/5)
• Saat ini ( ~Feb 1995), Tim High Temperature Reactor
(HTR) BATAN sedang melakukan Kajian Pra-
Kelayakan tentang pemanfaatan reaktor gas
bertemperatur tinggi (High Temperature Gas
Reactor, HTGR) bagi program industrialisasi
kedepan, khususnya dalam bidang berikut:
– Aplikasi panas proses
– Kogenerasi listrik dan uap-proses
– Pembangkitan listrik untuk pulau terpencil.
5
6. 1. Pendahuluan (2/5)
• Reaktor tipe HTGR kecil modular menjadi pilihan
dengan pertimbangan berikut:
– Akan mengurangi waktu kontruksi dan biaya manufaktur.
– Sesuai dengan kondisi geografis kepulauan di Indonesia
yang sulit digabungkan dalam satu jaringan listrik besar.
Sehingga kebutuhan listriknya kecil dan terpisah.
– Khususnya, untuk memenuhi kebutuhan pulau-pulau
yang jauh dari sumber energi yang terkendala karena
tingginya biaya transportasi dan manajemen bahan
bakar.
6
7. 1. Pendahuluan (3/5)
• Beberapa keperluan-dasar-desain (design basic requirements)
dari reaktor yang akan dibangun telah diajukan, misalnya:
– Beroperasi hingga 10 tahun secara terus menerus.
– Daya rendah: hingga maksimum 50 MWe (~200MWt) untuk tiap
modul.
– Diperuntukan bagi wilayah timur Indonesia yang terdiri dari
banyak pulau kecil.
• Di fase awal kajian, studi intensif dilakukan untuk melihat
perilaku beberapa parameter desain penting apabila daya dan
ukuran reaktor diperkecil.
• Reaktor HTR-Module (200 MWth) dari Jerman menjadi
referensi awal untuk melakukan desain reaktor pebble bed
(Pebble Bed reactor, PBR) kecil. 7
8. 1. Pendahuluan (4/5)
• Dalam fase studi ini diperlukan prosedur desain yang
benar, diikuti dengan analisis neutronik, burnup bahan
bakar, dan termal hidraulik yang sistematis, sehingga:
1. Menjamin bahwa reaktor PBR kecil yang di desain masih
memiliki kondisi ekonomi neutron yang dapat diterima,
performa burnup dan utilisasi bahan bakar yang baik,
2. Menjaga sifat keselamatan melekat (inherent safety) yang
berasal dari desain HTR-Module.
• Bersamaan dengan studi diatas, pengembangan
computer code juga dilakukan untuk mendukung
analisis kuantitatif dari desain reaktor yang dilakukan. 8
9. 1. Pendahuluan (5/5)
• Studi yang dilakukan diatas mencakup beberapa
strategi manajemen bahan bakar berikut:
– Multipass (strategi yang didunakan pada HTR-Module)
– Once-through-then-out (OTTO)
– Peu-a-peu
• Dari sisi siklus bahan bakar, siklus uranium dan thorium
menjadi pertimbangan dalam studi. Meskipun HTR-Module
hanya menggunakan siklus bahan bakar
uranium.
• Tujuan dari riset ini adalah untuk menyediakan
informasi lengkap mengenai aspek neutronik, burnup
bahan bakar, dan termal hidraulik yang dibutuhkan
untuk kajian pra-kelayakan lebih jauh mengenai asepek
keselamatan dan ekonomi dari reaktor PBR kecil. 9
10. 2. Prosedur desain PBR-kecil (1/9)
Strategi manajemen bahan bakar pada PBR:
1. Multipass
– bahan bakar pebble melewati teras reaktor beberapa kali
hingga mencapai target burnup nya dan dikeluarkan.
– memiliki mekanisme pengisian bahan bakar yang paling
komplek (diantara strategi pengisian bahan bakar PBR
lainnya) karena memerlukan alat pengukuran burnup,
resirkulasi bahan bakar, serta alat untuk cek dan
mengeluarkan bahan bakar yang rusak.
2. Once-through-then-out
– bahan bakar pebble hanya sekali melewati teras reaktor.
– mekanisme pengisian bahan bakar lebih sederhana
dibandingkan multipass karena tidak diperlukan
pengukuran burnup dan resirkulasi bahan bakar.
10
11. 2. Prosedur desain PBR-kecil (2/9)
Strategi manajemen bahan bakar pada PBR (lanjutan):
3. Peu-a-peu
– diajukan untuk lebih menyederhanakan mekanisme
pengisian bahan bakar.
– tidak memerlukan pengukuran burnup, bahkan juga alat
untuk mengeluarkan bahan bakar pebble dari dasar teras
(discharging device).
– Pada awal operasi reaktor, teras reaktor hanya terisi bahan
bakar pebble sebagian, setelah reaktor berjalan dan bahan
bakar terbakar, sejumlah bahan bakar pebble segar
ditambahkan ke teras untuk mengkompensasi kehilangan
reaktivitas karena burnup (atau mempertahankan
kekritikalitasan teras). Teras reaktor hampir terisi penuh
dengan bahan bakar maka reaktor dipadamkan dan semua
bahan bakar pada teras dikeluarkan. 11
12. 2. Prosedur desain PBR-kecil (3/9)
- Dari aspek alat dan mekanisme pengisian bahan bakar
jelas bahwa strategi peu-a-peu adalah yang paling
sederhana dan cocok sebagai reaktor yang
dioperasikan pada pulau terpencil dengan kebutuhan
pengawasan dan perawatan minimum.
- Dimensi teras aktif pada multipass dan OTTO selalu
tetap, sementara pada peu-a-peu semakin besar
seiring pengisian bahan bakar segar ke dalam teras
(karena tidak ada bahan bakar yang dikeluarkan dari
dasar teras).
- Teras peu-a-peu selalu dalam keadaan transient,
sedangkan pada multipass dan OTTO akan tercapai
teras setimbang (equilibrium core) setelah menempuh
fase running-in. 12
13. 2. Prosedur desain PBR-kecil (4/9)
Skema strategi pengisian bahan bakar Multipass dan OTTO
pada reaktor PBR. 13
14. 2. Prosedur desain PBR-kecil (5/9)
Skema strategi pengisian bahan bakar peu-a-peu pada
reaktor PBR.
14
15. 2. Prosedur desain PBR-kecil (6/9)
• HTR-Module 200MWth sebagai desain
rujukan.
• Parameter kunci:
– Daya termal yang kecil (200MWt)*
– Rerata densitas daya yang kecil (3
W/cm3)
– Diameter teras yang kecil (3m, dengan
tinggi 9m).
• Diameter teras yang kecil (juga densitas
daya yg kecil) menjamin bahwa panas
peluruhan yang dihasilkan pada
kecelakaan primary system
depressurization dapat ditransfer ke
reflektor grafit lalu ke lingkungan.
• Sehingga temp. maksimum bahan bakar
pada saaat kecelakaan tidak melebihi
1600oC.
15
16. 2. Prosedur desain PBR-kecil (7/9)
Dalam proses desain PBR-kecil parameter kunci terkait keselamatan akan
dipertahankan untuk menjamin bahwa sifat keselamatan melekat dari HTR-Module
masih berlaku. Secara umum,hal ini mencakup:
1. Dimensi teras akan dikurang dengan mengurangi tinggi tanpa merubah
radius teras.
2. Rerata densitas daya 3 W/cm3 juga digunakan sebagai syarat dalam desain
PBR-kecil.
- Dua parameter diatas menjamin bahwa pada saat kecelakaan
depressurization intensitas panas peluruhan akan terbatas dan dapat
ditransfer ke luar teras sebagaimana pada HTR-Module.
- Maksimum pembangkitan daya dari tiap bola pebble terbatas hingga 4.5
kW/ball (~ 24.3 W/cm3)
3. Pengisian logam berat (heavy metal,HM) dan pengayaan juga
dipertahankan untuk memberikan negative reactivity feedback ketika
terjadi kecelakaan water ingress. Dengan komposisi bahan yang sama maka
dapat dilakukan perbandingan performa burnup secara langsung antara
HTR-Module dan desain PBR-kecil. Parameter termal juga mengikuti HTR-Module.
16
17. 2. Prosedur desain PBR-kecil (8/9)
Prosedur desain untuk strategi pengisian bahan bakar
multipass dan OTTO:
1. Mengurangi daya reaktor dan dimensi teras secara
bersamaan dengan menjaga rerata densitas daya
tetap hingga mencapai kondisi dimana ekonomi
neutron tidak baik (subkritis).
2. Mengurangi daya reaktor hingga ke level yang
diinginkan dengan menjaga dimensi teras
minimum yang diperoleh pada langkah 1 diatas.
17
18. 2. Prosedur desain PBR-kecil (9/9)
Prosedur desain untuk strategi pengisian bahan bakar
peu-a-peu:
1. Menentukan dimensi teras kritikal pada saat awal
operasi (BOL) dengan komposisi bahan bakar
tertentu untuk pengisian awal. Dengan
menggunakan dimensi teras, tentukan maksimum
densitas daya yang mungkin untuk memperoleh
daya reaktor maksimum yang dapat didesain.
2. Mengurangi daya hingga ke level yang diinginkan,
dan menentukan dimensi teras pada saat akhir
operasi (EOL) dengan menetapkan waktu operasi
reaktor. 18
19. 3. Metoda Perhitungan (1/2)
- Batan-MPASS digunakan secara intensif untuk
melakukan analisis neutronik, aliran bahan bakar dan
burnup, juga termalhidraulik di teras dari desain PBR-kecil
multipass dan OTTO.
- Batan-MPASS mengadopsi metoda iteratif untuk
memperoleh secara langsung teras equilibrium dan
kritis tanpa mensimulasikan teras transisi.
- Tersedia geometri teras 2-D (r-z), juga 1-D, juga
dilengkapi dengan modul termalhidraulik 1-D dan 2-D
untuk menilai pola aliran pendingin He dan distribusi
temperatur bahan bakar di teras.
- Dengan fitur diatas, Batan-MPASS dapat digunakan
untuk memperoleh hasil lengkap aspek neutronik,
manajemen bahan bakar, dan termalhidraulik reakto19r.
20. 3. Metoda Perhitungan (2/2)
- Batan-PEU dikembangkan untuk melakukan analisis serupa pada
reaktor PBR-kecil dengan pengisian bahan bakar peu-a-peu.
- Penampang lintang mikroskopik dan faktor self-shielding sebagai
fungsi temperatur dan komposisi bahan disiapkan menggunakan
sebagian modul VSOP: ZUT-DGL, THERMOS, dan GAM.
- Untuk konstanta grup untuk ruang diatas teras, semua reaksi
neutron bernilai nol kecuali konstanta difusi yang dihitung
menggunakan metoda Gerwin dan Scherer.
- 4-grup neutron difusi dengan scattering law yang dikopel langsung
dalam geometri 1-D digunakan untuk aproksimasi transport
neutron pada reaktor.
- Kebocoran radial diperhitungkan menggunakan koreksi buckling
radial.
- Perhitungan burnup mencakup 60 isotop yang terdiri dari isotop
logam berat (HM), moderator, racun, dan produk fisi penting untuk
siklus bahan bakar uranium dan thorium. 20
21. 4. Hasil Perhitungan (1/1)
Hasil perhitungan dimana
daya reaktor dan
ketinggian teras
diturunkan secara
bersamaan.
Misalnya dari titik A
(kondisi awal HTR-M)
dengan daya 200MWth,
loading U-235 1 kg/GWd,
80 GWd/t-HM diperkecil
hingga ke Titik B dengan
tinggi dan daya setengah
dari semula, maka terjadi
penurunan burnup
menjadi 74GWd/tHM.
21
22. 4. Hasil Perhitungan (2/2)
Hasil perhitungan dampak dari daya (dan geometri) yang lebih kecil terhadap U-235
loading, densitas daya maksimum, rasio konversi, burnup, dan residence time untuk skema
22
multipass dan OTTO.
23. 4. Hasil Perhitungan (3/6)
Distribusi aksial fluks neutron termal dan densitas daya untuk daya reaktor 100MWth dan
50MWth dengan skema multipass dan OTTO.
Pada daya reaktor 100MWth, terlihat peaking factor yang tinggi untuk skema OTTO, namun hal
ini mengecil pada daya yang lebih kecil.
23
24. 4. Hasil Perhitungan (4/6)
Hasil perhitungan dampak dari penurunan daya dengan mempertahankan geometri
(langkah #2) terhadap U-235 loading, densitas daya maksimum, rasio konversi, burnup, dan
24
residence time untuk skema multipass dan OTTO.
27. 5. Kesimpulan (1/3)
-Prosedur desain untuk PBR-kecil modular telah
diajukan dengan strategi pengisian bahan bakar
multipass, OTTO, dan peu-a-oue.
- Desain HTR-Module menjadi referensi dalam
mendesain PBR-kecil. Fitur keselamatan melekat
dipertahankan dengan menerapkan parameter
desain kunci dari HTR-Module.
27
28. 5. Kesimpulan (2/3)
-Dengan prosedur desain yang diajukan dalam
riset ini, dapat di desain dan memenuhi target
keselamatan dan performa burnup yang
kompetitif untuk PBR-kecil dengan skema
pengisian bahan bakar multipass dan OTTO.
Sedangkan PBR-kecil dengan skema pengisian
bahan bakar peu-a-peu memiliki performa
burnup yang tidak baik.
28
29. 5. Kesimpulan (3/3)
-Skema peu-a-peu memiliki power peaking yang
besar khususnya pada BOL, yang membatasi
daya reaktor dengan skema tersebut. Namun
kombinasi antara daya kecil dan sistem peu-a-peu
yang sangat sederhana menjadikan PBR-kecil
peu-a-peu cocok untuk pulau tepencil
dengan perawatan dan pengawasan minimum.
- Dari analisis yang dilakukan terbukti bahwa
siklus bahan bakar thorium memiliki performa
burnup yang lebih baik dibandingkan siklu
bahan bakar uranium. 29