SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
TUGAS MATA KULIAH
CURRICULUM FOR DEVELOPMENT SPIRITUAL FORMATION
[Kurikulum Untuk Pengembangan Pembentukan Spiritual]
Oleh :
Ana Lestari Uriptiningsih
022014043
Sonny Cornelly Sitanggang
032014027
Tugas ini dibuat untuk Rev. Dr. Lee Young Woon, Ph. D, sebagai syarat penilaian mata kuliah
curriculum for development spiritual formation
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI
YOGYAKARTA
Febuari 2015
5. DISIPLIN BELAJAR
Orang yang mengamat-amati hal-hal yang dilihatnya dan
memikirkan apa yang dibacanya ia berada pada jalan yang benar
menuju pengetahuan, asal saja ia tidak memeriksa dengan cermat
keadaan hatinya sendiri seketika ia meneliti dengan seksama hati
orang lain.—Caleb Colton.
Tujuan berbagai Disiplin Rohani itu adalah perubahan seseorang secara total.
Maksudnya ialah mengganti kebisaan-kebiasaan berpikir yang lama lagi merusak dengan
kebiasaan-kebiasaan baru yang memberi hidup. Tujuan ini paling jelas terlihat dalam disiplin
belajar. Rasul paulus memberitahukan bahwa kita diperbaharui melalui pembaharuan akal budi
(Roma 12:2). Akal budi diperbaharui dengan jalan menerapkan hal-hal yang akan
mengubahnya. “Jadi akhirnya saudara-saudara semua yang benar, semua yang mulia, semua
yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang
disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8). Disiplin belajar
merupakan wahana utama yang membawa kita untuk “memikirkan semuanya itu.” Oleh sebab
itu, kita harus bersukacita bahwa kita tidak dibiarkan untuk berbuat sesuka hati kita, tetapi telah
diberikan sarana kasih karunia Allah untuk mengubah roh di dalam batin kita.
Banyak orang Kristen tetap terbelenggu oleh berbagai perasaan takut dan cemas hanya
karena mereka tidak mengambil manfaat dari disiplin belajar. Mungkin saja mereka setia ke
gereja dan bersungguh-sungguh di dalam melakukan kewajiban agama, tetapi roh mereka tidak
berubah. Di sini saya tidak berbicara hanya mengenai mereka yang dengan sungguh-sungguh
berusaha untuk beribadah kepada dan menaati Yesus Kristus sebagai Tuhannya. Mungkin
mereka menyanyi dengan semangat , berdoa di dalam Roh, hidup setaat mungkin seperti yang
mereka tahu, bahkan menerima visiun dan wahyu dari Allah; namun suasana umum hidup
mereka tidak pernah berubah. Mengapa? Sebab mereka tidak pernah menerima salah satu cara
utama yang Allah pakai untuk mengubah kita: yaitu belajar. Yesus menerangkan dengan
gamblang bahwa pengetahuan akan kebenaranlah yang membebaskan kita. “Dan kamu akan
mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).
Perasaan senang tidak memerdekakan kita. Pengalaman yang menggembirakan tidak akan
memerdekakan kita. Emosi yang meluap-luap pun tidak akan memerdekakan kita. Tanpa
mengetahui kebenaran, kita tidak akan merdeka.
Prinsip ini berlaku dalam setiap bidang usaha manusia. Ini pun berlaku di bidang
biologi dan matematika. Juga di dalam pernikahan dan hubungan lain antar manusia. Akan
tetapi, prinsip ini khususnya berlaku dalam hubungannya dengan kehidupan rohani. Banyak
orang yang terhambat dan bingung dalam kehidupan rohani hanya karena mereka tidak
mengetahui kebenaran. Yang lebih buruk lagi, banyak orang telah terbawa dalam perhambaan
yang paling kejam oleh karena pengajaran palsu. “Kamu mengarungi lautan dan menjelajah
daratan, untuk menobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah bertobat,
kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri” (Mat.
23:15).
Oleh sebab itu marilah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari
Disiplin Rohani di bidang belajar, mengenali perangkap-perangkapnya, mempraktikannya
dengan kesukaan, dan mengalami kemerdekaan yang dibawakannya.
APA SEBENARNYABELAJAR ITU
Belajar adalah semacam pengalaman khusus. Pengamatan yang teliti akan struktur-
struktur yang objektif akan menyebabkan proses-proses berpikir kita bergerak ke suatu arah
tertentu. Mungkin kita menyelidiki sebatang pohon atau sebuah buku. Kita melihatnya,
merabanya. Sewaktu kita melakukan hal itu, proses berpikir kita diarahkan sesuai dengan
struktur dari pohon atau buku yang sedang kita selidiki. Jika hal ini dilakukan dengan penuh
konsentrasi, daya menanggapi, dan dengan berulang-ulang maka terbentuklah kebiasaaan-
kebiasaan berpikir yang mendarah daging.
Perjanjian Lama memberi arahan agar arahan hukum Taurat ditulis pada pintu gerbang
dan pada tiang pintu rumah dan diikatkan pada pergelangan tangan dan “haruslah itu menjadi
lambang di dahimu” (Ul. 11:18). Maksud instruksi tersebut ialah agar dengan berulang-ulang
dan teratur pikiran mereka diarahkan dalam cara-cara berpikir tertentu tentang Allah dan
hubungan manusia. Tasbih dan roda sembahyang mempunyai tujuan yang sama. Sudah tentu,
Perjanjia Baru menggantikan hukum-hukum yang tertulis pada tiang pintu rumah dengan
hukum-hukum yang tertulis di hati dan memimpin kita kepada Yesus, yaitu Guru yang selalu
hadir di dalam kita.
Sekali lagi kami harus menekankan bahwa kebiasaan-kebiasaan berpikir yang
mendarah daging yang sudah terbentuk akan menyesuaikan diri dengan apa yang sedang
dipelajari. Apa yang kita pelajari menetukan kebiasaan macam apa yang terbentuk. Itulah
sebabnya Paulus mendorong kita untuk memusatkan pikiran pada hal-hal yang benar, mulia,
adil, suci, indah, dan sedap didengar.
Proses yang terjadi di dalam pelajaran haruslah dibedakan dari meditasi. Meditasi
bersifat ibadah; belajar bersifat analisa. Meditasi akan menikmati sebuah kata; sedangkan
belajar akan menerangkan kata tersebut.
Walaupun meditasi dan belajar sering tumpang tidnih dan berfungsi secara bersamaan,
keduanya merupakan pengalaman yang berbeda. Belajar menyiapkan kerangka tujuan tertentu
dan di dalamnya meditasi bisa berfungsi dengan berhasil.
Di dalam belajar ada dua “buku” yang dipelajari: lisan dan yang bukan lisan. Oleh
karena itu, buku dan kuliah merupakan hanya separuh dari bidang belajar, mungkin lebih kecil
lagi. Dunia alam dan, yang terpenting pengamatan yang cermat akan berbagai kejadian dan
perbuatan merupakan bidang belajar utama yang bukan lisan.
Tugas pokok belajar adalah mencerap kenyataan dari suatu situasi tertentu, perjumpaan,
buku, dan sebagainya. Misalnya, seseorang bisa mengetahui peristiwa skandal Watergate tanpa
memahami apa-apa dari sifat sebenarnya keadaan yang tragis itu. Tetapi jika seseorang mau
mengamati dengan teliti dan memikirkan apa yang sedang terjadi maka ia akan belajar dan
mengetahui banyak sekali.
EMPATTINDAKAN
Belajar memerlukan empat tindakan,. Yang pertama adalah pengulangan. Pengulangan
ialah cara teratur menyalurkan pikiran ke arah yang tertentu, dan dengan demikian
menanamkan kebiasaaan berpikir. Dewasa ini pengulangan mempunyai nama buruk,
bagaimanapun juga, sangatlah penting untuk menyadari bahwa pengulangan belaka tanpa
mengerti apa yang sedang di ulangi sungguh akan mempengaruhi pikiran batin. Kebiasaan
berpikir yang berurat-berakar dapat dibentuk melalui pengulangan itu sendiri, dan dengan
demikian bisa mengubah perilaku. Inilah yang menjadi dasar pemikiran di balik
psikosibernetika yang melatih orang untuk mengulangi pengakuan tertentu secara teratur
(misalnya, aku mengasihi diriku tanpa syarat). Bahkan tidaklah penting orang itu mempercayai
apa yang ia ulangi, yang penting ialah mengulanginya. Pikiran batinnya secara demikian dilatih
danakhirnya akan menanggapi dengan mengubah perilakunya agar sesuai dengan
pengakuannya. Sudah tentu, prinsip ini telah diketahui selama berabad-abad tetapi baru-baru
saja ditegaskan secara ilmiah.
Itulah sebabnya pokok persoalan program televisi demikian penting. Dengan
menayangkan begitu banyak peristiwa pembunuhan setiap malam pada waktu siaran yang
terbaik di televisi, pengulangan itu saja akan melatih pikiran batin untuk erpikir dalam pola-
pola berpikir yang bersifat menghancurkan.
Kosentrasi merupakan tindakan kedua di dalam belajar, jika di samping membawa
pikiran secara berulang-ulang ke suatu pokok persoalan orang itu akan memusatkan pikirannya
pada apa yang sedang ia pelajari, maka hal belajar itu akan sangat meningkat. Konsentrasi itu
memusatkan pikiran. Perhatiannya terpusat pada apa yang sedang dipelajari. Pikiran manusia
mempunyai kemampuan luar biasa untuk berkonsentrasi. Pikiran terus-menerus menerima
ribuan perangsang. Setiap perangsang itu dapat disimpan dalam bank ingatannya, sementara
memusatkan perhatian pada beberapa hal saja. Kemampuan alamiah dari otak ini dipertinggi
lagi bila dengan kebulatan pikiran kita memusatkan perhatian pada satu obyek penelaahan yang
diinginkan.
Bila tidak hanya berulang-ulang menyalurkan pikiran ke suatu arah yang khusus sambil
memusatkan perhatian pada subyek, tetapi juga mengerti apa yang sedang kita pelajari maka
kita mencapai suatu taraf yang baru. Berikutnya pemahaman merupakan tindakan yang ketiga
dalam disiplin belajar, pemahaman membawa kita kepada wawasan dan pertimbangan. Inilah
yang menjadi dasar dari persepsi yang benar terhadap kenyataan.
Suatu tindakan lagi yaitu yang keempat diperlukan: pemikiran. Walaupun pemahaman
memperjelas apa yang sedang kita pelajari, pemikiran memperjelas makna dari apa yang kita
pelajari. Memikirkan, merenungkan kejadian-kejadian pada zaman kita akan membawa kita
kepada kenyataan inti dari dari kejadian itu. Pemikiran menuntun kita untuk melihat perkara-
perkara dari sudut pandang Allah.melalui pemikiran kita dapat mengerti tidak hanya pokok
persoalannya melainkan juga diri kita sendiri. Yesus sering berbicara tentang telinga yang tidak
mendengar dan mata yang tidak melihat. Ketika kita merenungkan arti dari apa yang kita
pelajari, kita bisa mendengar dan melihat hal-hal dalam cara yang baru.
Segera akan menjadi jelas bahwa hal belajar menuntut kerendahan hati. Kita tidak akan
belajar sebelum kita bersedia untuk tunduk kepada pokok persoalan yang sedang kita pelajari.
Kita harus tunduk kepada sistem. Kita harus datang sebagai murid, bukan sebagai guru. Hal
belajar tidak hanya secara langsung bergantung pada kerendahan hati. Kesombongan dan sifat
yang mudah diajar tidak ada sangkut-paut satu sama lain.
Kita semua mengenal orang-orang yang telah mengikuti suatu kursus atau telah
memperoleh suatu titel akademis yang memerkan informasi mereka dengan cara yang
menyakitkan hati. Patutlah kita merasa amat sedih dengan orang-orang seperti itu. Mereka
tidak mengerti disiplin belajar rohani. Mereka keliru menyangka bahwa informasi yang mereka
kumpulkan itu adalah pengetahuan. Mereka menyamakan semburan kata-kata dengan hikmat.
Betapa menyedihkan ! Rasul Yohanes menegaskan hidup kekal sebagai pengetahuan Allah.
“inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa merekamengenal Engkau, satu-satunya Allah yang
benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3). Bahkan hanya
sedikit sentuhan pengetahuan yang berdasarkan pengalaman ini sudah cukup untuk
menimbulkan dalam diri kita rasa kerendahan hati yang mendalam.
Sekarang setelah meletakkan dasar, marilah kita beralih pada pertimbangan
pelaksanaan praktis disiplin belajar.
MEMPELAJARIBUKU-BUKU
Saat kita membicarakan hal belajar maka sudah tentu kita berpikir tentang buku-buku
atau tulisan-tulisan lainnya. Walaupun hanya merupakan separuh bidang belajar, seperti yang
telah saya kemukakan sebelumnya, dan paling jelas, buku atau tulisan itu sangat penting.
Sayangnya, banyak orang rupanya menganggap bahwa mempelajari sebuah buku
adalah tugas yang mudah. Pastilah, sikap sembrono itu yang menyebabkan kebanyakan orang
mempunyai kebiasaan membaca yang kurang baik. Mempelajari sebuah buku merupakan
sesuatu yang sangat rumit, khususnya bagi orang yang masih baru. Seperti permainan tenis
atau mengetik, pada waktu saudara pertama kalinya belajar kelihatannya ada seribu satu macam
hal yang harus dikuasai sehingga saudara mulai berpikir bagaimana mungkin untuk mengingat
semuanya sekaligus. Akan tetapi, setelah saudara pandai melakukannya, maka tekniknya
mendarah daging, dan saudara bisa memusatkan perhatian pada permainan tenis itu atau pada
materi yang akan diketik.
Sama halnya dengan mempelajari sebuah buku. Belajar merupakan seni yang sulit
dengan seluk beluk yang amat banyak. Halangan yang utaman adalah meyakinkan orang bahwa
mereka harus belajar cara bagaimana belajar. Banyak orang mengira bahwa karena mereka
bisa membaca kata-kata maka mereka mengetahui bagaimana belajar. Pengertian yang terbatas
mengenai sifat belajar ini menerangkan mengapa begitu banyak orang hanya memperoleh
sedikit manfaat dari membaca buku.
Tiga aturan instrinsik dan tiga yang ekstrinsik yang menetukan keberhasilan dalam
mempelajari sebuah buku.
Pada mulanya aturan-aturan instrinsik ini mengharuskan kita membaca buku itu tiga
kali secara terpisah, tetapi lambat laun bisa dilakukan secara bersamaan. Pembacaan pertama
meliputi hal mengerti buku itu; apa yang dikatakan oleh pengarang? Pembacaan kedua meliputi
penafsiran buku itu; apa yang dimaksud oleh pengarang? Pembacaan yang ketiga meliputi
penilaian buku; apakah pendapat pengarang itu benar atau tidak? Kebanyakan kita cenderung
untuk melakukan pembacaan ketiga ini lebih dulu dan seringsama sekali tidak melakukan
pembacaan yang pertama dan kedua. Kita memberikan analisis yang kritis mengenai sebuah
buku sebelum kita mengerti apa yang dikatakannya. Kita menilai sebuah buku sebagai benar
atau salah sebelum kita menafsirkan apa artinya. Penulis kitab Pengkhotbah yang bijaksana
berkata bahwa untuk segala sesuatu di muka bumi ini ada waktunya dan waktu untuk
mengadakan analisis yang kritis mengenai sebuah buku timbul setelah ada pengertian dan
penafsiran yang teliti.
Namun, aturan-aturan instrinsik dalam hal belajar sendiri tidaklah cukup agar dapat
berhasil dalam membaca kita perlu pertolongan ekstrinsik dari pengalaman, buku-buku lain,
dan diskusi langsung.
Pengalaman merupakan satu-satunya cara untuk kita bisa menafsirkan dan mengerti
apa yang kita baca. Pengalaman yang telah dimengerti dan dipikirkan akan memberi informasi
dan penjelasan mengenai apa yang kita pelajari.
Buku-buku lainnya dapat terdiri atas kamus dan tafsiran, tetapi yang lebih penting lagi
adalah buku-buku bermutu lainnya yang merupakan pendahuluan atau kelanjutan dari pokok
persoalan yang sedang kita pelajari. Sering kali sebuah buku hanya akan mempunyai arti bila
dibaca dalam hubungan dengan buku-buku lain. Umpamanya, hampir tidak mungkin kita
mengerti surat Roma atau surat Ibrani tanpa mempunyai pengetahuan dasar tentang perjanjian
lama. Buku-buku bermutu yang membicarakan persoalan-persoalan hidup yang utama
biasanya saling mempengaruhi. Buku-buku itu tak dapat dibaca secara terpisah.
Diskusi langsung mengacu kepada interaksi yang biasa terjadi di antara orang-orang
yang mengikuti rangakaian pelajaran yang khusus. Kita berinteraksi dengan pengarang, kita
berinteraksi satu sama lain—dan berbagai gagasan kreatif yang baru lahir.
Buku pertama yang paling penting yang harus kita pelajari adalah Alkitab. Pemazmur
bertanya, “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?” Kemudian ia
menjawab pertanyaannya sendiri, “Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu,” lalu
menambahkan, “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap
Engkau” (Mzm. 119:9, 11). Mungkin yang dimaksud dengan “firman” adalah Taurat, tetapi
orang-orang Kristen sepanjang abad telah membuktikan kebenaran ini sewaktu mereka
mempelajari seluruh Alkitab. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untu setiap perbuatan baik.” (2 Tim. 3:16, 17). Perhatikanlah bahwa tujuan
utama bukan kemurnian doktrin (walaupun tidak diragukan lagi bahwa hal itu juga terlibat),
melainkan pembaharuan batin. Waktu kita mempelajari Alkitab kita datang untuk diubah,
bukan untuk mengumpulkan informasi.
Bagaimanapun juga, kita harus mengerti bahwa ada perbedaan yang besar antara
mempelajari Alkitab dan membaca Alkitab sebagai ibadah. Di dalam mempelajari Alkitab
yang menjadi prioritas utama adalah penafsiran: apa artinya. Dalam pembacaan Alkitab
sebagai ibadah yang menjadi prioritas utama adalah penerapan: apa artinya bagi diri saya. Di
dalam belajar kita tidak mencari kegembiraan rohani yang meluap-luap; sebenarnya perasaan
itu dapat merupakan halangan. Pada waktu kita mempelajari sebuah buku Alkitab kita berusaha
agar pikiran kita dikendalikan oleh maksud penulis itu: kita bertekad untuk mendengar apa
yang ia katakan, bukan apa yang kita ingin ia katakan. Kita bersedia untuk mengalami
kegersangan hari lepas hari sampai artinya menjadi jelas. Proses inilah yang mengubah
kehidupan kita.
Rasul Petrus menemukan di dalam surat-surat “Paulus, saudara kita yang kekasih”
beberapa hal “yang sukar dipahami” (2 Ptr 3:12, 16). Jika Petrus berpendapat demikian, kita
pun akan mengalami hal itu. Kita perlu berusaha untuk mengerti. Setiap hari membaca Alkitab
dalam ibadah pribadi merupakan satu hal yang terpuji, namun itu bukan mempelajari Alkitab.
Seorang yang menghendaki “sepatah kata dari Tuhan untuk hari ini” tidak tertarik pada Disiplin
belajar.
Kebanyakan pelajaran sekolah minggu yang diberikan kepada orang dewasa terlalu
dangkal dan bersifat ibadah sehingga kurang menolong kita dalam mempelajari Alkitab,
walaupun beberapa gereja cukup mementingkan pelajaran Alkitab dan memberikan pelajaran
yang mendalam. Mungkin saudara tinggal dekat dengan sebuah seminari atau universitas
dimana saudar dapat mengikuti kuliah sebagai pendengar. Jika demikian, saudara beruntung,
khususnya jika saudara mendapatkan seorang guru yang membagikan hidup disamping
informasi. Akan tetapi, jikalau tidak demikian (bahkan jika memang demikian) saudara bisa
melakukan beberapa hal untuk memulai mempelajari Alkitab.
Bebrapa pengalaman saya yang paling menguntungkan di bidang belajar datang melalui
menyusun waktu untuk menyendiri. Biasanya hal itu memakan waktu dua atau tiga hari. Pasti
saudara akan keberatan karena daftar kegiatan saudara tidak memungkinkan saudar
meluangkan waktu seperti itu. Saya ingin saudar mengetahui bahwa bagi sayapun tidak lebih
mudah untuk menyisihkan waktu itu dibanding dengan orang lain. Saya berjuang dan bergumul
untuk setiap waktu menyendiri, menjadwalnya dalam buku catatan saya berminggu-minggu
sebelumnya. Saya telah mengusulkan ide ini kepada beberapa kelompok dan ternyata orang
profesional dengan jadwal yang padat, para pekerja dengan jadwal kerja yang ketat, para ibu
rumah tangga yang berkeluarga besar, dan yang lainnya dapat meluangkan waktunya untuk
menyendiri dan meluangkan waktunya untuk belajar. Saya telah menemukan bahwa persoalan
yang paling sulit bukanlah meluangkan waktu, tetapi meyakinkan diri saya bahwa hal ini cukup
penting sehingga saya harus dapat meluangkan waktu.
Alkitab memberi tahu bahwa sesudah Dorkas dibangkitkan secara ajaib maka Petrus
“tinggal beberapa hari di Yope, di rumah seorang yang bernama Simon, seorang penyamak
kulit” (Kis. 9:43). Sementara ia tinggal di Yope itulah Roh Kudus berbicara kepada Petrus
(dengan menggunakan alat peraga) tentang pandangan kesukuan. Apa yang terjadi seandainya
ia tidak tinggal lebih lama di situ, melainkan segera berkeliling untuk memberitakan
kebangkitan Dorkas? Mungkinkah ia tidak akan menerima wawasan itu dari Roh Kudus,
“Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari
bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-
Nya” (Kis.10:34,35)? Tidak ada seorang pun yang tahu. Tetapi inilah yang saya ketahui: Allah
menginginkan bagi kita semua berbagai tempat di mana kita dapat “menyendiri” agar Ia dapat
mengajar kita dengan cara yang khusus.
Bagi banyak orang, akhir pekan merupakan waktu yang baik untuk pengalaman seperti
itu. Sedangkan yang lainnya bisa mengatur waktu ditengah-tengah minggu. Jika saudaradapat
menyisihkan hanya satu hari, seringkali ynag terbaik adalah hari Minggu.
Tempat yang paling baik adalah di mana saja asalkan tidak di rumah. Meninggalkan
rumah tidak hanya membebaskan saudara dari tanggung jawab rumah tangga, tetapi juga
memantapkan pikiran saudar untuk belajar. Penginapan adalah tempat yang baik, demikian
juga tempat peristirahatan. Sedangkan berkemah kurang baik karena saudara akan lebih
terganggu dengan tugas-tugas setiap harinya. Seringkali tempat-tempat retret Katolik mau
menerima dan dapat menyediakan tempat bagi mereka yang mengadakan retret pribadi.
Retret kelompok yang terorganisasi hampir tidak pernah memberi kesempatan belajar
yang serius, jadi yang terbaik adalah merencanakan retret pribadi. Oleh karena saudara
sendirian saudara perlu mendisiplin diri dan waktu saudara dengan berhati-hati. Jika saudara
masih baru dalam hal ini jangan terlalu memforsir agar tidak menjadi jenuh. Akan tetapi,
setelah menjadi berpengalaman mungkin saudara dapat belajar dengan sungguh-sungguh
selama 10 atau 12 jam setiap hari.
Apa yang harus saudar pelajari? Hal ini bergantungan pada kebutuhan saudara. Saya
tidak mengetahui keperluan saudara, tetapi saya mengetahui bahwa salah satu keperluan
terbesar orang Kristen dewasa ini adalah membaca bagian-bagian yang panjang di Alkitab.
Banyak kali pembacaan Alkitab terdiri atas bagian-bagian yang pendek sekali dan hanya
sekali-sekali. Saya mengenal beberapa orang yang telah mengikuti kursus Alkitab, tetapi tidak
pernah membaca seluruh kitab yang sedang mereka pelajari. Pertimbangkanlah untuk memilih
sebuah kitab yang penting seperti kitab Kejadian atau Yeremia lalu membacaseluruh kitab itu
sekaligus. Perhatikan struktur dan jalan cerita buku itu. Catatlah bagian-bagian yang sukar dan
kembalilah ke bagian itu kemudian. Catatlah berbagai pikiran dan kesan. Kadang-kadang amat
bijaksana untuk menyatukan pelajaran Alkitab dengan suatu buku rohani lainnya yang terkenal.
Pengalaman-pengalaman retret seperti itu dapat mengubah hidup saudara.
Pendekata lain untuk mempelajari Alkitab adalah mengambil kitab yang lebih pendek,
seperti surat Efesus atau 1 Yohanes, kemudia membaca seluruh Alkitab setiap hari selama satu
bulan. Dengan usaha yang dilakukan berulang-ulang ini maka struktur kitab akan tertanam di
dalam pikiran saudara. Bacalah kitab itu tanpa mencoba untuk memasukkannya dalam kategori
yang sudah tetap. Haraplah untuk mendengarkan hal-hal yang baru dengan cara yang baru pula.
Catatlah setiap penemuan saudara. Sepanjang pelajaran ini saudara jelas memerlukan buku
pembantu tambahan yang terbaik yang bisa didapat.
Selain dari mempelajari Alkitab, jangan lupa mempelajari buku-buku klasik yang
menceritakan pengalaman-pengalaman kristiani. Mulailah dengan buku Pengakuan St.
Agustinus. Berikutnya bacalah Meniru Kristus oleh Thomas a Kempis. Jikalau saudara senang
membaca buku bahasa Inggris, saudara dapat membaca yang berikut: The Practice of The
Presence of God oleh Brother Lawrence, The Little Flowers of St. Francis oleh Brother
Ugolino, Pensees oleh Blaise Pascal, The Table Talks oleh Martin Luther, Institutes of
Christian Religion oleh Calvin. Di samping itu bacalah The Journal of George Fox atau
mungkin Journal of John Wesley yang lebih terkenal, dan karya William Law, A Serious Call
to a Devout and Holy Life (kata-katanya sesuai dengan perkembangan zaman). Dari abad ke-
20 bacalah A Testament of Devotion oleh Thomas Kelly, The Cost of Discipleship oleh Dietrich
Bonhoeffer dan Mere Christianity oleh C.S. Lewis.
Buku-buku tersebut di atas merupakan contoh. Masih ada banyak karaya penulisan
lainnya yang sangat baik oleh pengarang-pengarang dari berbagai bidang disiplin. Banyak dari
para pemikir ini memiliki persepsi yang luar biasa mengenai keadaan manusia.
Sepatah kata peringatan perlu diberukan di sini. Jangan merasa kewalahan ataupun
tawar hati karena ada banyak buku yang belum saudara baca. Mungkin saja saudara tidak akan
membaca semua buku yang tercantum di atas dan tentu saja akan membaca buku-buku lain
yang tidak tercantum. Buku-buku ini dicantumkan untuk memberi dorongan kepada saudara
dengan cara menunjukkan jumlah pustaka yang tersedia untuk membimbing kita dalam
perjalanan rohani ini. Banyak orang lain telah menempuh jalan yang sama dan telah
meninggalkan petunjuk. Ingatlah bahwa kuncil disiplin belajar bukaannya membaca banyak
buku, tetapi mengalami apa yang telah kita baca.
Mempelajari“Buku” yang TidakLisan
Sekarang kita sampai pada bagian yang paling kurang dipahami, tetapi mungkin
merupakan bidang studi yang paling penting, yaitu pengamatan realitas dalam berbagai hal,
peristitwa, dan perbuatan. Alam adalah tempat yang plaing mudah untuk memulai pelajaran
ini. Tidaklah sulit untuk melihat bahwa seluruh tatanan ciptaan dapat mengajarkan sesuatu
kepada kita.
Yesaya mengatakan bahwa “... gunung-gunung serta bukit-bukit akan bergembira dan
bersorak-sorai di depanmu, dan segala pohon-pohonan di padang akan bertepuk tangan” (Yes,
55:12. Hasil karya Sang pencipta dapat berbicara dan mengajar kita jika kita mau
mendengarkan. Martin Buber bercerita tentang seorang rabi yang pergi ke sebuah kolam setiap
subuh untuk belajar “lagu yang dinyanyikan katak-katak untuk memuji Tuhan”
Kita memulai belajar tentang alam dengan jalan memberi perhatian. Kita melihat bunga
atau burung. Kita mengamatinya dengan hati-hati dan dalam suasana doa. Andre Gide
menggambarkan suatu waktu sementara kuliah di kelas, ketika ia melihat seekor kupu-kupu
yang lahir kembali dari kepompongnya. Ia begitu takjub, terpesona, dan bersukacita karena
metamorfose itu, kebangkitan itu. Dengan penuh semangat ia menunjukkannya kepada
gurunya yang menjawab dengan nada kesal, “Apa! Tidakkah anda tahu bahwa kepompong
adalah pembungkus seekor kupu-kupu? Setiap kupu-kupu yang anda lihat telah keluar dari
kepompong. Hal itu memang wajar.” Dengan kecewa Gide menulis, “Saya menguasai ilmu
hayat sebaik guru itu, atau mungkin lebih baik dari padanya... tetapi karena proses itu wajar
saja, tidak dapatkah ia melihat bahwa itu sungguh-sungguh menakjubkan? Kasihan! Mulai hari
itu saya kurang menyukai dia dan membenci pelajarannya.” Siapa yang tidak demikian! Guru
itu hanya menimbun informasi, ia tidak belajar. Jadi, langkah pertama dalam mempelajari alam
ialah pengamatan dengan sikap kagum. Sehelai daun dapat berbicara mengenai keteraturan dan
keanekaragaman, kerumitan, dan simetri. Evelyn Underhill menuliskan:
Pusatkanlah pikiran Anda seperti yang telah diajarkan oleh latihan-latihan ingatan.
Kemudian—ketika perhatian tidak lagi terbuang-buang pada kejadian-kejadian sepele
dan minat yang kurang penting dari kehidupan Pribadi Anda, tetapi tenang dan siap
untuk melakukan pekerjaan yang akan Anda minta—regangkanlah diri melalui suatu
tindakan kemauan yang penuh kasih kepada salah satu manifestasi hidup yang banyak
sekali yang mengelilingi Anda. Biasanya Anda hampir tidak memperhatikannya
kecuali Anda memerlukannya. Curahkanlah seluruh perhatian Anda kepadanya, jangan
menariknya kepada diri Anda. Perhatian yang diberikan secara sadar—lebih lagi
dengan bersemangat—perhatian penuh yang segera melebihi semua kesadran akan diri
sendiri, yang terpisah dari hal yang dilihat namun menyertainya; inilahsyarat
keberhasilan. Benda yang menjadi objek kontemplasi kita tidak menjadi soal. Dari
pegunungan Alpen sampai seekor serannga, apa saja dapat kita perhatikan, asal saja
sikap kita benar: karena segala sesuatu di dalam dunia yang menjadi perhatian Anda itu
saling berhubungan, dan sesuatu yang benar-benar dipahami akan menjadi pintu
gerbang kepada hal-hal yang lain.
Langkah berikutnya adalah bersahabat dengan bunga dan pohon dan binatang kecil
yang berkeriapan di tanah. Seperti Dr. Doolittle, yang diceritakan dalam dongeng, berbicaralah
dengan binatang. Sudah tentu, saudara tidak bisa benar-benar berbicara satu sama lain ... atau
mungkin saudara bisa? Memang ada komuniksai yang terjadi yang melebihi kata-kata—dan
binatang bahkan tumbuhan, rupanya menanggapi persahabatan dan kasih sayang kita. Saya
mengetahui hal ini sebab saya telah mencobanya. Demikian pula beberapa ilmuwan yang
kenamaan, dan kami telah membuktikan kebenarannya. Mungkin kisah tentang St. Fransiskus
dari Assisi yang menjinakkan serigala dari Gubbio dan berkhoybah kepad burung-burung
bukan sesuatu yang dibuat-buat. Kita dapat yakin akan hal ini: jika kita mengasihi ciptaan kita
akan belajar darinya. Dalam buku The Brothers Karamazov, Dostoevski menasihatkan :
Cintailah semua ciptaan Tuhan, seluruhnya, setiap butir pasir di dalamnya. Cintailah setiap
daun, setiap sinar cahaya Allah. Cintailah binatang, cintailah tanaman, cintaialah segala
sesuatu. Jika Anda mencintai segala sesuatu, maka Anda akan menemukan rahasia ilahi di
dalamnya. Setelah Anda melihatnya, Anda akan mulai mengertinya dengan lebih baik setiap
hari.
Sudah tentu ada banyak “buku” lain di samping alam yang harus kita pelajari. Jika
saudara meneliti hubungan yang ada antara manusia, saudar akan mendapat didikan pada
tingkat sarjana. Perhatikan, misalnya, berapa banyak pembicaraan kita ditujukan untuk
membenarkan perbuatan kita. Hampir tidak mungkin kita berbuat sesuatu tanpa menjelaskan
mengapa kita melakukannya. Tidak, kita harus menerangkannya, membenarkannya,
menunjukan kebenarannya. Mengapa kita meras terdoronguntuk mengatakan keadaan yang
sebenarnya? Oleh karena kesombongan dan ketakutan. Reputasi kita sedang dipertaruhkan!
Sifat itu mudah kita lihat dalam diri para pedagang, penulis, pendeta, guru pada
khususnya—mereka yang mata pencahariannya terjamin melalui kecakapannya dalam berkata-
kata. Akan tetapi, jika diri kita sendiri menjadi pokok utama pelajaran dan penelaahan kita
maka lama-kelamaan kita akan dilepaskan dari kesombongan. Kita tidak akan dapat berdoa
seperti orang Farisi itu, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu karena aku tidak sama
seperti semua orang lain ... “ (Luk. 18:11).
Berilah perhatian pada hubungan-hubungan biasa yang saudara jumpai setiap hari: di
rumah, di sekolah, dan di tempat pekerjaan. Perhatikan hal-hal yang menguasai orang. Ingat,
saudara bukan mencoba untuk menuduh atau menghakimi seseorang, saudar hanya mencoba
untuk belajar. Jika saudar memang mendapati roh menghakimi sedang timbul dalam diri
saudara, perhatikannlah dan belajarlah.
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, salah satu objek utama yang harus kita
pelajari adalh diri kita sendiri. Kita harus mempelajari hal-hal yang harus mengendalikan diri
kita. Perhatikan perasaan dalam batin dan perubahan suasana hati. Apa yang mengendalikan
suasana hati saudara? Apa yang bisa saudara ketahui tentang diri saudara dari hal itu?
Di dalam melakukan semuanya ini kita tidak mencoba untuk menjadi psikolog atau
sosiolog amatir. Kita juga keranjingan untuk melakukan introspeksi yang berlebihan. Kita
mempelajari perkara-perkara ini dengan roh rendah hati dan memerlukan lebih banyak lagi
anugerah Tuhan. kita hanya ingin mengikuti ucapan Sokrates, “Kenalilah dirimu.” Dan melalui
Roh Kudus yang terpuji itu kita mengharapkan agar Yesus menjadi guru kita yang hidup dan
selalu menyertai kita.
Sebaiknya kita mempelajari adat-istiadat dan kebudayaan serta kekuatan-kekuatan
yang membentuknya. Juga, kita seharusnya merenungkan kejadia-kejadian pada zaman kita—
dengan mula-mula memperhatikan dan mempertimbangkan apa yang dianggap sebagai atau
bukan sebagai sesuatu “peristiwa besar” oleh kebudayaan kita. Lihatlah sistem nilai dari suatu
kebudayaan—bukan apa yang dikatakan orang tentang keadaan dirinya, melainkan apa yang
sebenarnya merupakan keadaan dirinya. Dan salah satu cara yang paling gamblang untuk
melihat nilai-nilai budaya Amerika adalah dengan menonton acara-acara iklan di televisi
mereka.
Jangan segan mengajukan pertanyaan. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurang
masyarakat yang berteknologi tinggi? Apa pengaruh industri makanan cepat siap terhadap
tradisi pertemuan sekeluarga untuk makan bersama? Mengapa sulit dalam kebudayaan kita
untuk menyediakaan waktu guna menggalang hubungan? Apakh individualisme Barat itu
bermanfaat atau merusak? Hal-hal apa di dalam kebudayaan kita yang setuju dengan Injil dan
apa yang tidak? Salah satu fungsi yang paling penting bagi para nabi Kristen pada zaman kita
ini adalah kemampuan untuk mengetahui akibat-akibat dari bermacam-macam penemuan dan
kekuatan-kekuatan lain dalam kebudayaan kita lalu menilainya.
Belajar menghasilkan kesukaan. Biasanya untuk melakukan sesuatu yang baru mula-
mula terasa amat sulit. Tetapi semakin besar kecakapan kita, semakin besar pula kesukaan kita.
Alexander Pope berkata, “Tidak ada pelajaran yang tidak bisa membuat kita senang setelah ita
berusah mempelajarinya.” Belajar merupakan suatu usaha yang amat bermanfaat.
BAGIAN II
Disiplin-Disiplin yang Terwujud Dalam Cara Hidup
6. DISIPLIN KETULUSAN HATI DAN KESEDERHANAAN
Jika kita benar-benar memiliki ketulusan hati ini maka seluruh penampilan kita akan lebih
jujur,lebih wajar.Ketulusan hati yang benar ini ... menyadarkan kita akan sifat keterbukaan,
kelembutan, kepolosan, keriangan, dan ketenangan tertentu yang mempesonakan bila kita
melihatnya dari dekat dan terus menerus, dengan mata jernih. O, betapa menyenangkan
ketulusan hati ini!Siapa yang akan memberikannya padaku? Itulah yang aku inginkan.Inilah
mutiara Injil—Francois Fenelon.
Ketulusan hati adalah kebebasan. Bermuka-dua merupakan perbudakan. Ketulusan hati
membawa sukacita dan keseimbangan. Sedangkan bermuka-dua menimbulkan kecamasan dan
ketakutan. Penulis kitab Pengkhotbah mengatakan bahwa, “Allah telah menjadikan manusia
sederhana (“jujur”, TB) tetapi persoalan-persoalan rumit yang dialami manusia telah dibuat
olehnya sendiri” (Pkh.7:29, Alkitab Yerusalem).
Disiplin Kristiani yang berhubungan dengan ketulusan hati merupakan suatu kenyataan
batiniah yang menghasilkan suatu gaya hidup lahiriah. Aspek batiniah dan lahiriah dari
ketulusan hati ini perlu sekali. Kita menipu diri sendiri bila percaya bahwa kita bisa memiliki
kenyataan batiniah tanpa mempunyai pengaruh yang besar atas cara hidup kita. Mencoba untuk
mengatur gaya hidup jujur dan sederhana secara lahiriah tanpa memiliki kenyataan batiniah
hanya akan membawa kepada perbuatan baik yang mati.
Ketulusan hati dimulai dalam satuan dan fokus batin. Itu berarti mengamalkan apa yang
disebut Thomas Kelly sebagai “Pusat Ilahi”. Kierkegaard menangkap inti ketulusan Kristiani
dalam judul yang mendalam dari bukunya. Purity Of Heart Is to Will One Thing (Ketulusan
Hati Ialah Menghendaki Satu Hal).
Mengalami kenyataan batiniah membebaskan kita secara lahiriah. Pembicaraan
menjadi jujur dan benar. Hasrat untuk memiliki status dan posisi hilang, sebab kita tidak lagi
memerlukan status dan posisi. Kita berhenti dari pemborosan yang mencolok, bukan karena
tidak mampu, melainkan karena prinsip. Harta benda kita tersedia bagi orang lain. Kita ikut
menyatu mengalami apa yang ditulis Richard E. Biyrd dalam catatannya setelah berbulan-
bulan menyendiri di kutub Utara yang tandus, “Saya sedang belajar ... bahwa manusia dapat
hidup secara mendalam tanpa harta benda berlimpah.”
Kebudayaan pada zaman sekarang kehilangan kanyataan batiniah maupun gaya hidup
lahiriah yang tulus dan sederhana.
Batin manusia modern sudah retak dan tidak lengkap. Manusia modern terperangkap
dalam persaingan yang banyak dan berat. Satu saat ia mengambil keputusan berdasarkan akal
sehat; dan pada saat lain mengambil keputusan berdasarkan rasa takut akan pandangan orang
lain tentang dirinya. Ia tidak mempunyai kesatuan atau fokus untuk dijadikan pusat hidupnya.
Oleh karena tidak mempunyai Pusat Ilahi maka kebutuhan kita akan keamanan telah
membawa kita untuk tergila-gila kepada benda. Kita harus dengan jelas mengerti bahwa hasrat
akan kekayaan di masyarakat sekarang ini adalah gejala kelainan jiwa. Sifat itu merupakan
kelainan jiwa sebab sama sekali kehilangan hubungan dengan kenyataan. Kita sangat
menginginakn hal-hal yang tidak kita perlukan dan tidak kita senangi. “Kita membeli barang
yang tidak kita inginkan untuk menimbulkan rasa kagum pada orang yang tidak kita sukai.” Di
mana keusangan yang direncanakan berhenti; maka keusangan psikologis mengambil alih. Kita
merasa malu untuk memakai pakaian atau mengendarai mobil sampai barang itu menjadi
usang. Media massa telah meyakinkan kita bahwa tidak mengikuti perkembangan mode berarti
tidak lagi sejalan dengan kenyataan. Inilah saatnya untuk menyadari kenyataan bahwa
menyesuaikan diri dengan masyarakat yang sakit berarti kita menjadi sakit juga. Sebelum kita
menyadari bahwa dalam hal ini kebudayaan kita tidak seimbang lagi, kita takkan sanggup
mengatasi roh mamon di dalam diri kita, dan kita takkan menginginkan kesederhanaan dan
ketulusan Kristiani.
Psikosis ini telah merambas ke mitologi kita juga. Pahlawan modern adalah anak lelaki
yang menjadi kaya, bukan ideal ordo Fransiskan atau agama Budha dari anak lelaki yang kaya
yang dengan sukarela menjadi miskin. Ketamakan kita sebut ambisi. Penimbunan barang kita
sebut kebijaksanaan. Keserakahan kita sebut kerajinan.
Selanjutnya, amatlah penting untuk mengerti bahwa kebudayaan tandingan yang
modern tidak merupakan perbaikan. Hanya merupakan perubahan yang dangkal dalam gaya
hidup tanpa dengan serius menanggulangi persoalan-persoalan pokok yang menimbulkan
masyarakat yang konsumtif. Kerna kebudayaan tandingan itu selalu kekurangan pusat yang
positif, maka sudah pasti kebudayaan itu memburuk menjadi sepele. Art Gish telah berkata:
Sebagian besar dari kebudayaan tandingan itu merupakan cermin dari segi-segi yang terburuk
dari masyarakat lama yang sakit. Revolusi itu bukanlah obat bisu yang diperoleh dengan bebas,
hubungan seks yang bebas, dan pengguguran bila diminta. Itu hanya merupakan hembusan
napas terakhir dari kebudayaan tua dan tidak akan membawa kepada hidup baru. Paham
erotisme bebas yang palsu, unsur-unsur sado-masokisme (sejenis perversiseks),dan iklan-iklan
seks di kebanyakan penerbitan gelap merupakan bagian dari pemutarbalikan orde lama dan
pernyataan kematian. Banyak orang dalam gerakan bawah tanah mengamalkan nilai-nilai yang
sama,dari masyarakat yang mapan, hanya dalam bentuk yang terbalik.
Dengan berani kita perlu menyampaikan cara-cara hidup baru yang lebih manusiawi.
Kita harus berbicara menentang psikosis modern yang menentukan orang menurut berapa
banyak yang dapat mereka hasilkan atau berapa banyak upah mereka. Kita pun harus mencoba
memberi alternatif-alternatif baru yang tegas terhadap sistem sekarang yang bersifat
mematikan. Disiplin Rohani yang berhubungan dengan ketulusan dan kesederhanaan bukan
impian yang hilang, melainkan visun yang berulang terjadi sepanjang sejarah. Disiplin itu dapat
dan harus kita miliki kembali.
Alkitab dan hidup sederhana
Sebelum mencoba untuk membentuk pandangan Kristiani berhubungan dengan hidup
sederhana maka perlulah kita memusnahkan pikiran yang lazim bahwa ajaran Alkitab kabur
dan tidak tegas mengenai persoalan-persoalan ekonomi. Begitu sering orang merasa bahwa
tanggapan kita terhadap kekayaan merupakan perkara pribadi. Dikatakan bahwa ajaran Alkitab
mengenai hal ini semata-mata bergantung pada penafsiran pribadi. Kita mencoba untuk
percaya bahwa yesus tidak memusatkan perhatian pada soal-soal yang praktis yang
menyangkut ekonomi.
Pandangan seperti ini tidak dapat dibenarkan bila kita membaca Alkitab dengan
seksama. Perintah-perintah Alkitab yang melawan pemerasan orang miskin dan penimbunan
kekayaan
Dinyatakan dengan gamblang dan terus terang. Alkitab menentang hampir setiap nilai
ekonomi masyarakat kita sekarang ini. Misalnya, Perjanjian Lama menentang pandangan
populer tentang hak mutlak atas tanah milik pribadi. Bumi adalah milik Tuhan dan oleh sebab
itu tidak dapat dimiliki terus-menerus. Dalam tahun Yobel semua tanah dikembalikan kepada
pemilik yang semula. Sebenarnya, maksud tahun Yobel adalah mengadakan pembagian
kembali kekayaan secara teratur, karena kekayaan itu sendiri dipandang sebagai milik tuhan
dan bukan milik manusia. Pandangan yang begitu radikal tentang ilmu ekonomi menentang
hampir semua kepercayaan dan praktik zaman sekarang. Seandainya bangsa Israel dengan setia
melaksanakan tahun Yobel, maka mereka sudah dapat mengakhiri masalah orang kaya yang
menjadi semakin kaya sedang orang miskin menjadi semakin miskin.
Tak henti-hentinya Alkitab secara meyakinkan menghakimi roh perbudakan dalam hati
manusia yang timbul karena mencintai kekayaan, suatu hal yang serupa dengan penyembahan
berhala. “Apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya,” bunyi nasihat
pemazmur (Maz. 62:11). Hukum yang kesepuluh menentang ketamakan, keinginan hati untuk
“memiliki”, yang membawa kepada pencurian dan penindasan. Orang bijaksana mengerti
bahwa “Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh” (Ams 11:28).
Yesus menyatakan perang terhadap materialisme pada zaman-Nya. Istilah orang Aram
untuk kekayaan adalah “mamon” dan Yesus mencelanya sebagai allah saingan, “Seorang
hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang
seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak
mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”
(Luk.16:13). Sering kali dengan tegas Ia berbicara tentang soal-soal ekonomi. Ia berkata,
“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah” dan
“Celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh
penghiburanmu” (Luk. 6:20,24). Denga jelas sekali Ia melukiskan kesulitan orang kaya untuk
masuk ke dalam kerajaan sorga sama seperti seekor unta yang masuk ke lubang jarum. Sudah
tentu, dengan Allah segala sesuatu mungkin, tetapi Yesus dengan jelas mengerti kesukarannya.
Ia melihat bahwa kekayaan dapat mencengkeram sesorang. Ia mengerti bahwa “ dimana
hartamu berada, di situ juga hatimu berada,” justru sebab itulah Ia memerintahkan para
pengikut-Nya, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi” (Mat. 6:21,19). Ia tidak
mengatakan bahwa hati hendaknya atau jangan berada di tempat harta itu ada. Ia menyatakan
kenyataan yang jelas bahwa di mana pun saudaa mendapati harta maka di sana pula saudara
akan mendapati hati.
Ia menasihatkan pemimpin muda yang kaya agar tidak hanya memiliki sikap batin yang
tak terpengaruh oleh harta miliknya, melainkan betul-betul mengesampingkan harta milik itu
jika ia ingin memiliki kerajaan Allah (Mat. 19:16-22). Ia berkata, “Berjaga-jagalah dan
waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaan itu” (Luk 12:15). Ia menasihatkan orang-
orang yang datang mencari Allah, “Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah
bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis
...” (Luk. 12:33). Ia memberikan perumpamaan seorang petani yang kaya yang hidupnya
dipusatkan pada penimbunan harta—dan menyebut orang itu bodoh (Luk 12:16-21). Ia berkata
jika kita sungguh-sungguh menginginkan kerajaan Allah, maka kita harus, seperti seorang
saudagar yang sedang mencari mutiara-mutiara yang indah, bersedia untuk menjual segala
milik kita agar bisa mendapatkannya (Mat. 13:45, 46). Ia memanggil semua orang yang mau
mengiring Dia untuk masuk ke dalam kehidupan yang penuh kesukaan yang tidak
memperdulikan harta milik, “Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan
janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu” (Luk. 6:30)
Yesus lebih banyak berbicara mengenai masalah ekonomi dibanding dengan pokok
persoalan sosial lain. Jika dalam masyarakat yang termasuk sederhana seperti itu Tuhan kita
begitu menitikberatkan bahaya-bahaya rohani yang diakibatkan kekayaan, terlebih lagi kita
yang hidup dalam kebudayaan yang makmur harus menghadapi masalah ekonomi ini dengan
serius.
Surat-surat kiriman mencerminkan keprihatinan yang sama. Paulus berkata, “Tetapi
mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-
bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan” (1 Tim. 6:9). Penilik jemaat seharusnya seorang yang bukan
“hamba uang” (I Tim. 3:3). Demikian juga seorang diaken seharusnya “jangan serakah” (I Tim.
3:8). Penulis kitab Ibrani menasihatkan, “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan
cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman, ‘Aku sekali-
kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau’”
(Ibr. 13:5). Yakobus menyatakan bahwa pembunuhan dan peperangan disebabkan oleh hawa
nafsu akan harta benda, “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu
kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar
dan kamu berkelahi” (Yak.4:2). Paulus menyebut ketamakan sebagai penyembahan berhala
dan memerintahkan jemaat Korintus untuk mengambil tindakan disiplin yang keras terhadap
setiap orang yang serakah (Ef. 5:5; I Korintus 5:11). Ia mengelompokkan keserakahan
bersama-sama dengan penyembahan berhala dan pencurian lalu menyatakan bahwa orang yang
hidup seperti itu tidak akan mewarisi kerajaan Allah. Paulus menasihatkan orang kaya agar
tidak berharap pada kekayaan mereka tetapi pada Allah serta dengan kedermawanan
membagikan dari milik mereka kepada orang lain (1 Tim. 6:17-19).
Setelah mengemukakan hal-hal di atas saya harus segera menambahkan bahwa Allah
bermaksud agar kita memiliki persediaan materiel yang secukupnya. Dewasa ini ada
kesengsaraan karena kurangnya persediaan kebutuhan pokok, sama seperti ada kesengsaraan
ketika orang mengutamakan penimbunan barang-barang materiel. Kemiskinan yang
dipaksakan adalah jahat dan harus ditinggalkan. Alkitab juga tidak membiarkan asketisisme.
Alkitab menyatakan dengan tetap dan tegas bahwa semua ciptaan itu baik adanya dan harus
dinikmati. Asketisisme membuat pembagian yang tidak Alkitabiah antara dunia rohani yang
baik dengan dunia materiel yang jahat serta dengan demikian mengharapkan keselamatan
dengan jalan memberikan perhatian sesedikit mungkin kepada alam keberadaan yang fisik ini.
Asketisisme dan hidup sederhana bertentangan satu sama lain. Berbagai kesamaan yang
dangkal yang kadang-kadang terjadi jangan sekali-kali mengaburkan perbedaan yang radikal
antara kedua paham ini. Asketisisme menolak harta milik. Hidup sederhana menempatkan
harta pada tempat yang sewajarnya. Dalam asketisisme tidak ada tempat bagi “negeri yang
berlimpah-limpah susu dan madunya”. Hidup sederhana dapat bersukacita dalam persediaan
yang rahmani ini dari tangan Allah. Asketisisme baru merasa puas hati bila direndahkan. Hidup
sederhana dapat menemukan kepuasan hati baik dalam kekurangan maupun dalam kelimpahan
(Fil.4:12).
Kesederhanaan adalah satu-satunyahal yang dapat mereorientasi kehidupan kita
secukupnya sehingga harta milik dapat dinikmati dengan ikhlas tanpa menghancurkan kita.
Tanpa kesederhanaan kita akan menyerah kepada roh “mamon” pada zaman yang jahat ini,
atau kita akan terjerumus ke dalam asketisisme hukum yang non-Kristen. Keduanya akan
membawa kepada penyembahan berhala. Dari segi rohani keduanya akan membawa maut.
Di dalam Alkitab terdapat banyak sekali gambaran tentang persediaan materiel yang
melimpah yang diberikan Allah kepada umat-Nya. “Sebab Tuhan, Allah-mu, membawa
engkau masuk ke dalam negeri yang baik, ... suatu negeri ... di mana engkau tidak akan
kekurangan apapun ... “ (Ul.8:7-9). Alkitab juga memberi banyak peringatan tentang
bahayanya bila persediaan materiel tidak ditempatkan dalam perspektif yang semestinya.
“Maka janganlah kau katakan dalam hatimu: kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang
membuat aku memperoleh kekayaan ini” (Ul. 8:17).
Disiplin ketulusan dan kesederhanaan rohani memberikan perspektif yang kita
perlukan. Kesederhanaan membebaskan kita untuk menerima persediaan Allah sebagai karunia
yang bukan milik kita sendiri, dan yang dapat dibagikan dengan leluasa kepada orang lain.
Setelah kita mengetahui bahwa dengan semangat yang sama Alkitab menolak untuk materialis
dan asketik, maka kita siap untuk mengarahkan perhatian kita kepada pembentukan pengertian
kristiani tentang ketulusan dan kesederhanaan.
Satu Tempat untuk Berdiri
Archimedes menyatakan, “Berikan aku tempat untuk berdiri dan aku akan memindahkan
bumi.” Titik pusat seperti ini penting di dalam setiap kedisiplinan tetapi benar-benar penting
dalam disiplin kesederhanaan. Dari semua disiplin, maka ketulusan dan kesederhanaan adalh
yang paling nyata dan oleh sebab itu yang paling terbuka terhadap korupsi. Kebanyakan orang
Kristen tidak pernah dengan serius menggumuli masalah kesederhanaan, dan tanpa merasa
terganggu mereka mengabaikan nasihat Yesus yang banyak menegnai masalah ini. Alasannya
sederhana: Disiplin ini secara langsung menantang kepercayaan diri kita dalam gaya hidup
yang makmur. Namun, mereka yang sungguh-sungguh memperhatikan pengajaran Alkitab
tentang kesederhanaan akan diperhadapkan dengan percobaan yang berat yang membawa
kelegalisme (dengan ketat mematuhi perbuatan dan upacara hukum agama sebagai suatu upaya
pembenaran). Dalam usaha yang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan pengajaran Yesus
tentang ekonomi, amatlah mudah untuk mengacaukan penafsiran kita dengan ajaran yang
sesungguhnya. Kita memakai busana ini atau membeli rumah jenis itu dan membenarkan
pilihan kita sebagai hidup yang sederhana. Bahaya ini menjadikannya sangat penting untuk
menempatkan dan dengan jelas menyatakan suatu titik pusat untuk kesederhanaan.
Kita memiliki titik pusat itu dalam perkataan Yesus:
Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang
hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa
yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan
tubuh itu lebih penting daripada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang
tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lubang, namun
diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-
burung itu? Siapakah diantara kamu yang karena kuatirnya dapat emnambahkan sehasta
saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah
bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan memintal, namun Aku berkata
kepadamu: Saomo daam segaa kemegahannya pun tidak berpakain seindah salah satu
dari bunga itu. Jadi, jika demikian Allah memndandani rumput di ladang, yang hari ini
ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,
hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah
yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami
pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi,
Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu (Mat. 6:25-33).
Titik pusat bagi disipin kesederhanaan adalah mencari kerajaan Allah dan kebenaran
kerajaa-Nya dahulu–kemudian segala seuatu yang perlu akan datang menurut urutannya yang
tepat. Tidaklah mungkin menilai terlalu tinggi wawasan Yesus dalam hal ini. Segala sesuatu
bergantung apad mempertahankan hal yang “pertama” sabagai yang utama. Tidak ada sesuatu
pun yang boleh mendahului kerajaan Allah, termasuk keinginan akan gaya hidup yang
sederhana. Kesederhanaan menjdai penyembahan berhala jika hal ini lebih diutamakan
daripada mencari kerajaan Allah. Soren Kierkegaard menulis:
“Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.” Apa maksudnya, apa yang harus
saya lakukan, atau usaha macam apa yang bisa dikatakan sebagai mencari atau
mengejar kerajaan Allah? Haruskah saya berusaha mencari pekerjaan yang cocok
dengan bakat dan kemampuan saya agar dapat mempunyai pengaruh? Tidak, terlebih
dahulu engkau harus mencari kerajaan Allah. Jika demikian, haruskah saya
memberikan seluruh kekayaan saya kepada orang miskin? Tidak, Anda harus terlebih
dahulu mencari kerajaan Allah. Jika demikian haruskah saya pergi memberitakan
ajaran ini keseluruh dunia? Tidak, Anda harus mencari kerajaan Allah terlebih dahulu.
Jika demikian maka sebetulnya tidak ada apa-apa yang saya lakukan. Sesungguhnya,
dari satu segi itu berarti tidak melakukan apa-apa, menjadi tidak berarti apa-apa di
hadapan Allah, belajar untuk berdiam diri; dalam kesunyian inilah terdapat
permulaannya, yaitu cari dahulu kerajaan Allah....
Memusatkan perhatian pada kerajaan itu menghasilkan realitas batiniah, dan tanpa
realitas batiniah kita akan merosot sehingga terlibat dalam hal-hal sepele yang berhubungan
denga legalisme.tidak ada hal lain yang bisa dijadikan titik pusat. Keinginan untuk keluar dari
kesibukan yang tiada henti-hentinya tidak bisa menjadi titik pusat, pembagian kembali
kekayaan dunia tidak bisa menjadi titik pusat, demikian pula menaruh perhatian terhadap
ekologi tidak dapat. Satu-satunya hal yang dapat menjadi titik pusat dalam Disiplin Rohani
berkenaan dengan kesederhanaan ialah mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenaran kerajaan
itu, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat sosial. Semua hal lain itu bisa jadi
berfaedah, tetapi pada saat hal-hal itu menjadi fokus segala usaha kita maka hal itu menjadi
penyembahan berhala. memusatkan perhatian pada hal-hal itu sudah pasti akan menarik kita
untuk menyatakan bahwa kegiatan khusus yang kita lakukan itu adalah kesederhanaan
kristiani. Dan sebenarnya, jika kerajaan Allah benar-benar didahulukan, maka soal-soal
ekologi, orang miskin, pembagian kembali kekayaan secara adil dan banyak hal lainakan
diberikan perhatian yang semestinya. Orang yang tidak mencari dahulu kerajaan Allah itu
sebenranya tidak mencarinya sama sekali, tidak peduli betapa bermanfaatnya penyembahan
berhala yang telah dijadikan penggantinya.
Seperti yang digambarkan Yesus dengan gamblang dalam ayat-ayat pokok di atas,
kebebasan dari kekuatiran merupakan salah satu bukti batiniah dari usaha mencari kerajaan
Allah terlebih dahulu. Kenyataan batiniah tentang kesederhanaan menyangkut kehidupan
penuh sukacita yang tidak merisaukan harta benda. Orang serakah maupun orang pelit tidak
mengalami kebebasan itu. Kebebasan itu tidak ada sangkut-paut dengan melimpah-ruahnya
atau kekurangan harta. Itu merupakan suasana batin yang penuh percaya. Kenyataan bahwa
seseorang hidup tanpa barang apa pun tidak menjamin bahwa orang itu hidup dalam
kesederhanaan. Paulus mengajar bahwa cinta akan uang merupakan akar segala kejahatan, dan
sering kali justru mereka yang memiliki uang paling sedikit itulah yang paling banyak
mencintainya. Ada kemungkinan bahwa seseorang telah mengembangkan gaya hidup
hlahiriah yang sederhana, tetapi hatinya dipenuhi kekuatiran. Sebaliknya, kekayaan tidak
membebaskan kita dari kekuatiran.
karena kekayaan dan kelimpahan datang secara munafik dengan berpakaian bulu domba serta
berpura-pura menjadi pelindung terhadap kecemasan, tetapi kemudian kekayaan dan
kelimpahan itu sendiri menjadi objek kecemasan ... kekayaan dan kelimpahan itu melindungi
seseorang terhadap kecemasan itu hampir seperti serigala yang disuruh menggembalakan
domba untuk melindunginya ... terhadap serigala....
Kebebasan dari kecemasan ditandai oleh tiga sikap batin. Jika apa yang kita miliki itu
telah kita terima sebagai satu pemberian, dan jika apa yang kita miliki harus dipelihara oleh
Allah, dan jika apa yang kita miliki itu tersedia bagi orang lain, maka dengan demikian kita
bebas dari kecemasan. Inilah kenyataan batin dari kesederhanaan. Akan tetapi, apabila kita
percaya bahwa harta yang kita miliki itu adalah hak kita, dan jika apa yang kita miliki kita
anggap harus dipegang erat-erat, dan jika apa yang kita miliki tidak tersedia bagi orang lain,
maka kita hidup di dalam kecemasan. Orang-orang seperti itu takkan pernah mengenal
kesederhanaan walaupun secara lahiriah mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan
“hidup sederhana”.
Menerima apa yang telah kita miliki sebagai pemberian dari Allah adalah sikapbatin
pertama dari kesederhkerja, tetapi kita tahu bahwa bukan pekerjaan kita yang memberikan apa
yang kita miliki. Kita hidup oleh kasih karunia bahkan dalam hal “makanan sehari-hari”. Kita
bergantung pada Allah sampai pada unsur-unsur yang terkecil pun dari hidup ini: udara, air,
matahari. Apa yang kita miliki bukanlah hasil jerih payah kita melainkan pemeliharaan Allah
yang rahmani. Jika kita dicobai untuk berpikir bahwa apa yang kita miliki merupakan jerih
payah pribadi kita, maka kemarau yang sebentar saja atau kecelakaan yang kecil sudah dapat
menunjukkan kepada kita lagi betapa sangat beruntung hidup kita dalam segala sesuatu.
Mengetahui bahwa itu urusan Allah dan bukan urusan kita, untuk memelihara apa yang
kita miliki adalah sikap batin kedua dari kesederhanaan. Allah sanggup melindungi apa yang
kita miliki. Kita dapat mempercayai Dia. Apakah ini berarti bahwa kita tidak boleh memegang
kunci mobil atau mengunci pintu? Sudah tentu bukan demikian. Tetapi kita tahu bahwa bukan
gembok di pintu yang melindungi rumah kita. Akal sehat yang menyuruh kita mengambil
tindakan pencegahan yang normal, tetapi jika kita percaya bahwa tindakan pencegahan itulah
yang melindungi kita dan barang-barang kita, kita akan dilanda kekuatiran. Sebenarnya
tindakan pencegahan yang “tahan maling” tidak ada. Jelasnya perkara initidak terbatas pada
harta benda saja tetapi menyangkut hal lain, seperti reputasi kita atau pekerjaan kita.
Kesederhanaan berarti kebebasan untuk mempercayai Allah dalam segala perkara ini.
Menyediakan barang kepunyaan kita untuk membantu orang lain menandai sikap batin
ketiga dari hidup sederhana. Pernah Martin Luther berkata, “Jika barang milik kita tidak
tersedia bagi umum, maka barang itu merupakan barang curian.” Perkataan ini begitu sulit bagi
kiuta karena kita takut akan masa depan. Kita berpegang erat-erat pada harta benda kita dan
bukannya membaginya dengan orang lain karena kita kuatir akan masa depan. Akan tetapi, jika
kita benar-benar percaya bahwa Allah adalah seperti yang dikatakan Yesus, maka kita tidak
perlu kuatir. Pada saat kita memangdang Allah sebagai pencipta yang maha kuasa dan Bapa
yang mengasihi kita, maka kita bisa membagi dengan orang lain karena kita tahu bahwa Ia
akan memelihara kita. Jika seseorang memerlukan pertolongan, kita pun leluasa untuk
menolong mereka. Sekali lagi, akal sehat akan menetapkan batas-batas kemurahan kita dan
mencegah kita melakukans sesuatu yang bodoh.
Jika kita mencari kerajaan Allah terlebih dahulu maka tiga sikap ini akan menjadi ciri
hidup kita. Ketiga sikap ini bersama-sama menegaskan apa maksud Yesus ketika Ia berkata,
“Janganlah kuatir.” Kenyataan batin kesederhanaan kristiani terdiri atas tiga sikap ini. Dan kita
bisa memastikan bahwa jika kita hidup dalam kenyataan utama ini “segala sesuatu” yang
diperlukan bagi kehidupan yang berkelimpahan akan menjadi milik kita juga.
Kesederahanaan yang Diungkapkan Secara Lahiriah
Menguraikan kesederhanaan hanya sebagai satu kenyataan batiniah berarti mengatakan sesuatu
yang tidak benar. Kenyataan batiniah bukan suatu kenyataan sebelum itu diungkapakna secara
lahiriah. Mengalami jiwa kesedrhanaan yang membebaskan itu akan mempengaruhi cara hidup
kita. Seperti yang telah saya peringatkan sebelumnya, menerapkan kesederhanaan ini dalam
cara-cara khusus berarti menghadapi resiko akan membuat kesederhanaan itu merosot menjadi
peraturan-peraturanyang legalistik. Namun, resiko itulah yang harus saya ambil, karena
menolak untuk mebicarakan hal-hal yang khusus berarti menurunkan disiplin ini menjadi
sesuatu yang teoretis. Bagaimanapun juga, para penulis Alkitab terus-menerus mengambil
resiko itu.
Saya ingin menuliskan sepuluh prinsip yang mengontrol ungkapan kesederhanaan
secara lahiriah. Prinsip-prinsip ini hendaknya jangan dianggap sebagai hukum, melainkan
sebagai satu percobaan untuk mewujudkan arti kesederhanaan dalam kehidupan abad ke-20
ini.
Pertama, belilah barang-barang yang benar-benar berguna bukan sebagai tanda
kebesaran. Mobil hendaknya dibeli untuk digunakan, bukan karena gengsi. Coba pikirkan
untuk menaiki sepeda saja. Dalam membangun atau membeli rumah, yang harus dipikirkan
ialah kenyamanan rumah itu untuk didiami, bukan betapa takjubnya orang lainvmelihat rumah
itu. Jangan ingin mempunyai lebih banyak ruangan daripada yang sebenarnya dibutuhkan.
Bagaimanapun juga, siapa yang memerlukan tujuh kamar hanya untuk dua orang?
Perhatikan pakaian saudara. Kebanyakan orang tidak memerlukan lebih banayk
pakaian lagi. Mereka membeli lagi bukan karena mereka memerlukan pakaian, tetapi karena
ingin mengikuti mode. Jangan hiraukan mode. Belilah hanya yang saudara perlukan. Pakailah
pakaian suadara sampai rusak. Hentikan usaha untuk menarik poerhatian orang lain melalui
pakaian saudara, tetapi pikatlah perhatian mereka dengan kehidupan saudara. Jika itu praktis
untuk keadaan saudara, belajarlah membuat pakaian sendiri. Dan demi nama Tuhan (maksud
saya secara harfiah) pakailah pakaian yang praktis daripada sebagai hiasan untuk tubuh
saudara. John Wesley mengatakan, “mengenai ... pakaian, saya membeli yang paling kuat dan,
umumnya, yang paling sederhana. Saya hanya membeli perkakas rumah tangga yang perlu dan
murah.
Kedua, tolaklah segala sesuatu yang menimbulkan kecanduan dalam diri saudara.
Belajarlah untuk membedakan antara keperluan kejiawaan yang sesungguhnya, seperti
keadaan lingkungan yang menyenangkan dengan ketagihan. Kurangilah atau hentikan
pemaikaian minuman yang bergizi yang membuat ketagihan, seperti alkohol, kopi, teh, coca
cola, dan lain sebagainya. Jika saudara telah ketagihan menonton televisi sebaiknya saudara
menjualnya atau berikan kepada orang lain. Setiap media yang tidak bisa saudara tinggalkan,
singkirkanlah: radio, stereo,majalah, film, surat kabar, buku bacaan. Coklat telah menjadi jenis
makanan yang mengikat banyak orang. Jika uang telah mengikat hati saudara, berikan sebagian
kepada orang lain dan merasakan kelepasan dalam hati saudara. Kesederhanaan adalah
kebebasan, bukan perbudakan. Janganlah mau menjadi hamba kepada siapapun kecuali kepada
Tuhan.
Ketiga, kembangkan kebiasaan untuk memberikan barang saudara kepada orang lain.
Jika saudara mendapati bahwa saudara mulai terikat pada barang tertentu pertimbangkan untuk
memberikannya kepada orang lain yang memerlukannya. Saya masih ingat suatu hari Natal
saya memutuskanbahwa daripada membeli atau mebuat suatu hadiah buat seorang tertentu,
saya akan memberikannya sesuatu yang sangat berati bagi saya. Alasan saya itu mementingkan
diri sendiri: saya ingun mengalami kebebasan yang datang dari perbuatan sederhana. Inipun
untuk menjadi miskin dengan sukarela.pemberian itu berupa sepseda dengan persneling
sepuluh. Saya ingat, pada saat saya menuju rumah orang itu untuk menyerahkan pemberian ini
saya menyanyikan sebuah lagu yang kini mendapat arti yang baru, “dengan cuma-cuma engkau
menerima, dengan cuma-cuma juga kauberi.” Kemaren anak saya yang berumur enam tahun
mendengar bahwa seorang kawan sekolahnya memerlukan sebuah kotak roti untuk membawa
bekal kepada saya apakah ia boleh memberikan kotaknya kepada kawannya itu. Haleluya!
Jangan menimbun barang. Memiliki banyak barang yang tidak kita perlukan akan
mempersulit kehidupan kita. Barang itu harus dipilih dan disimpan, lalu diseka debunya dan
dipilih lagi lalu disimpan kembali, terus-menerus sampai menjemukan. Banyak diantara kita
bisa saja memberikan setengah dari barang milik kita kepada orang lain, tanpa pengorbanan
yang serius. Ada baiknya kita mengikuti nasihat Thoreau, “Hiduplah lebih sederhana.”
Keempat, jangan mau dipengaruhi oleh semua propaganda produsen perkakas-perkakas
modern. Alat yang katanya menghemat waktu hampir tidak pernah menghemat waktu. Hati-
hatilah terhadap iklan yang mengatakan, “Alat itu begitu hemat sampai uang anda praktis sudah
kembali dalam waktu enam bulan.” Kebanyakan alat dan perkakas dirancang agar rusak dan
usang dan menyulitkan kehidupan kita, bukan menyenangkan. Masalah ini menjadi satu
bencana dalam industri mainan anak-anak. Anak-anak kita tidak perlu dihibur dengan boneka
yang bisa menangis, makan, ngompol, berkeringat, dan meludah. Sebuah boneka yang dibuat
dari kain perca bisa lebih menghibur dan lebih awet. Sering kali anak-anak lebih senang jika
bisa bermain dengan panci-panci tua daripada dengan permainan pesawat angkasa yang
modern. Carilah permainan anak yang bersifat mendidik dan awet. Saudara sendiri dapat
mencoba membuatnya.
Biasanya alat-alat modern itu menghabiskan sumber-sumebr energi dunia. amerika
serikat mempunyai penduduk kurang dari enam persen jumlah penduduk dunia, tetapi
menggunakan kira-kira 33 persen dari energi dunia. Di Amerika Serikat, alat ac itu sendiri
memakai sebanyak energi yang digunakan oleh seluruh negara Cina yang berpenduduk hampir
satu milyar orang. Tanggung jawab lingkungan saja seharusnya mencegah kita memakai
sebagian besar alat yang diproduksi sekarang ini.
Para ahli propaganda berusaha meyakinkan kita bahwa oleh karena model terbaru dari
alat ini atau itu mempunyai keistimewaan (hiasan kecil?) yang baru, maka kita harus menjual
alat yang lama dan membeli yang baru. Mesin jahit mempunyai berbagai setik baru, perekam
kaset mempunyai tombol-tombol baru, ensiklopedia mempunyai indeks baru. Dogma media
seperti itu harus dengan hati-hati diteliti. Sering “keistimewaan-keistimewaan baru”
merupakan suatu cara saja untuk membujuk kita agar membeli barang yang tidak kita perlukan.
Mungkin lemari es itu bisa melayani kita dengan baik seumur hidup kita walaupun tanpa
pembuat es yang otomatis dan warna-warni pelangi.
Kelima, belajarlah untuk menikmati barang tanpa memilikinya. Memiliki barang
merupakan satu obsesi dalam kebudayaan. Jika kita memilikinya, kita merasa dapat menguasai
barang itu; dan jika kita bisa menguasainya, kita merasa dapat menikmatinya lebih banyak.
Pikiran itu hanya sebuah khayalan. Banyak hal di dalam hidup ini dapat dinikmati tanpa
memiliki atau menguasainya. Pakailah barang saudara bersama orang lain. Nikmatilah pantai
tanpa merasa saudara harus membeli sebagian. Nikmatilah taman dan perpustakaan umum.
Keenam, kembangkan penghargaan yang lebih dalam terhadap ciptaan Tuhan.
dekatilah alam ini. Berjalanlah kapan saja saudara dapat. Dengarkanlah burung-burung
berkicau—mereka itu utusan Tuhan. nikmatilah susunan rumput dan daun. Kagumilah warna-
warni yang terdapat di mana-mana. Kesederahanaan berarti menemukan lagi bahwa “Tuhanlah
yang empunya bumi serta segala isinya” (Mzm. 24:1).
Ketujuh, pandanglah semua rencana “membeli sekarang, membayar kemudian” dengan
keragu-raguan yang sehat. Rencana itu merupakan jebakan dan hanya akan lebih memperbudak
saudara. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menghukum riba karena alasan-alasan
yang baik. (“Riba” di dalam Alkitab bukan dipakai dalam arti kata modern sebagai bunga yang
berlebihan; melainkan menunjuk pada bunga apa saja.) membungakan uang dipandang sebagai
mengeksploitasi kemalangan orang lain, oleh sebab itu tidak diterima di kalangan Kristen.
Yesus mencela hal menjalankan riba sebagai pertanda kehidupan lama dan menasihatkan para
murid-Nya untuk “pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan” (Luk. 6:35).
Perkataan Alkitab itu hendaknya jangan di tafsirkan sebagai semacam hukum yang
universal yang wajib untuk semua kebudayaan pada segala waktu. Namun juga tidak boleh di
anggap sebagai sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan masyarakat modern. Di
balik semua perintah Alkitab itu terdapat himpunan hikmat (mungkin juga pengalaman yang
amat pahit!) selama berabad-abad. Sudah tentu kebijaksanaan di samping kesederahaan
menuntut agar kita berhati-hati sekali sebelum membuat utang.
Delapan, taatilah perintah Yesus tentang pembicaraan yang jujur dan jelas. “Jika ya,
hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada
itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Jikalau saudara menyanggupkan untuk melakukan suatu
tugas, lakukanlah. Jauhilah kata-kata sanjungan dan perkataan yang setengah benar. Jadikan
kejujuran dan ketulusan hati ciri yang istimewa dari tutur kata saudara. Hindari bahas yang
dipakai golongan khusus dan spekulasi yang abstrak yang bertujuan untuk mengaburkan dan
mempengaruhi bukannya untuk menerangi atau memberi informasi.
Pembicaraan yang terus terang adalah sulit oleh karena kita jarang hidup di Pusat ilahi
itu dan begitu jarang menanggapi bisikan sorgawi saja. Seringkali takut akan pendapat orang
lain atau seribu satu alasan lain yang menentukan “ya” atau “tidak” kita bukan ketaatan kepada
dorongan ilahi. Kemudian, jika ada kesempatan yang lebih menarik, atau situasi yang menjadi
peluang yang lebih baik, dengan cepat kita membalikkan keputusan kita. Tetapi jika tutur kata
kita keluar dari ketaatan kepada Pusat ilahi, maka tidak ada alasan untuk membalikkan “ya”
menjadi “tidak” dan “tidak” menjadi “ya”. Kita akan hidup dalam ketulusan bicara sebab
perkataan kita hanya akan berasal dari satu sumber. Soren Kierkegaard menulis, “Jika Anda
sama sekali taat kepada Allah maka di dalam diri Anda tidak terdapat ketidak tentuan ... Anda
tulus hati dihadapan Allah. .... Sesuatu yang selalu siap siaga terhadap semua kelicikan iblis
dan semua perangkap pencobaan ialah ketulusan hati dan kesederhanaan.”
Kesembilan, tolaklah segala sesuatu yang akan menyebabkan orang lain dianiaya.
Mungkin saja tidak ada orang lain yang dapat mewujudkan prinsip ini dengan sepenuhnya
seperti John Woolman, seorang penjahit golongan Quaker yang hidup pada abad ke-18. Buku
hariannya yang terkenal berisi terlalu banyak petunjuk indah mengenai kerinduannya untuk
hidup sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan orang lain dianiaya.
Aku dipimpin untuk menyelidiki diriku dengan seksama apakah aku, sebagai individu, telah
menjauhi segala sesuatu yang cenderung untuk mengobarkan perang atau yang berhubungan
dengan perang, baik di negeri ini atau di Afrika; hatiku begitu prihatin agar pada masa yang
akan datang di dalam segala perkara aku akan terus berpegang pada kebenaranyang murni, dan
hidup serta berjalan di dalam kejujuran dan kesederhanaan sebagai seorang yang mengikut
Kristus dengan sungguh-sungguh.... Banyak siksaan timbul karena kehidupan yang bermewah-
mewah dan tamak, dengan bermacam-macam tindasan dan kejahatan lain yang menyertainya.
Aku merasa bahwa melalui kemewahan dan ketamakan itu benih-benih malapetak dan
kehancuran yang besar sedang ditabur dan bertumbuh dengan cepat di benua ini.
Itulah salah satu pokok persoalan yang paling sulit dan paling peka yang harus dihadapi orang-
orang Kristen pada abad ke-20 ini, namun kita harus menghadapinya. Apakah kita minum kopi
dan makan siang dengan cara memeras kaum tani Amerika Latin? Di dalam dunia dengan
sumber-sumber yang terbatas, apakah ambisi kita menjadi kaya akan membuat orang lain
miskin? Haruskah kita membeli barang yang dibuat dengan cara memaksa orang melakukan
pekerjaan yang menjemukan untuk memasang bagian-bagian alat itu? Apakah kita menikmati
hubungan yang hierarkis dalam perusahaan atau pabrik yang membuat orang lain tetap berada
di bwah kekuasaan kita? Apakah kita menindas anak-anak atau istrikita karena menganggap
tugas-tugas tertentu terlalu hina?
Seringkali penindasan itu berhubungan dengan rasisme dan perbedaan seks. Warna
kulit masih mempengaruhi kedudukan orang dalam perusahaan. Jenis kelamin pelamar
pekerjaan itu masih mempengaruhi jumlah gaji yang akan diterima mudah-mudahan Allah
memberikan nabi-nabi deasa ini yang, seperti John Woolman, akan menarik kita dari keinginan
untuk menjadi kaya “sehingga kita bisa “mematahkan kuk penindasan.”
Kesepuluh, hindarilah apa saja yang mengalihkan saudara dari mencapai tujuan yang
utama. George Fox memperingatkan:
tetapi ada satu bahaya dan percobaan, yang menarik pikiran Anda dengan semua urusan itu;
sehingga Anda hampir tidak bisa lagi melayani Tuhan, karena selalu ada teiakan,perusahaanku!
Perusahaanku! Pikiran anda tidak hanya berpikir mengenai hal-hal itu, tetapi akan terserap
olehnya.... Lalu, jika Tuhan Allah merintangi Anda dan menghentikan Anda di laut dan di
daratan, mengambil semua barang Anda, agar pikiran Anda tidak berbeban lagi, maka pikiran
yang berbeban itu akan resah,karena tidak berada dalam kuasa Allah.
Kiranya Allah memberikan kita keberanian, kebijaksanaan, dan kekuatan untuk selalu
memegang teguh prioritas nomor satu di dalam hidup kita, yaitu “mencari dahulu kerajaan
Allah dan kebenarannya,” serta mengerti segala sesuatu yang terkandung dalam kata-kata itu.
Melakukan yang demikian berarti hidup di dalam ketulusan dan kesederhanaan.

More Related Content

What's hot

Experiencing God (Johan Setiawan).pdf
Experiencing God (Johan Setiawan).pdfExperiencing God (Johan Setiawan).pdf
Experiencing God (Johan Setiawan).pdfJohan Setiawan
 
Oleh karena kebaikan tuhan
Oleh karena kebaikan tuhanOleh karena kebaikan tuhan
Oleh karena kebaikan tuhanHendra Kasenda
 
Bergaul dengan firman Allah
Bergaul dengan firman AllahBergaul dengan firman Allah
Bergaul dengan firman AllahRicky Desersi
 
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIA
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIABERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIA
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIAYohanes Ratu Eda
 
Motivasi yang benar
Motivasi yang benarMotivasi yang benar
Motivasi yang benarMelky G
 
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUSPOLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUSYohanes Ratu Eda
 
Mengenal Tuhan melalui Firman-Nya
Mengenal Tuhan melalui Firman-NyaMengenal Tuhan melalui Firman-Nya
Mengenal Tuhan melalui Firman-NyaJohan Setiawan
 
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]slametwiyono
 
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)Chris Hukubun
 
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdf
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdfMateri Bedah Surat 1 Petrus.pdf
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdfSABDA
 
Bible Knowledge: Panorama Alkitab
Bible Knowledge: Panorama AlkitabBible Knowledge: Panorama Alkitab
Bible Knowledge: Panorama AlkitabSABDA
 
Milikilah cara hidup yang baik
Milikilah cara hidup yang baikMilikilah cara hidup yang baik
Milikilah cara hidup yang baikYohanes Ratu Eda
 
Diantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia
Diantara Dua Pilihan: Allah atau DuniaDiantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia
Diantara Dua Pilihan: Allah atau DuniaAdi Netto Kristanto
 
Hidup dalam kemurahan tuhan 1
Hidup dalam kemurahan tuhan 1Hidup dalam kemurahan tuhan 1
Hidup dalam kemurahan tuhan 1Yohanes Ratu Eda
 

What's hot (20)

Panggilan Tuhan
Panggilan TuhanPanggilan Tuhan
Panggilan Tuhan
 
Experiencing God (Johan Setiawan).pdf
Experiencing God (Johan Setiawan).pdfExperiencing God (Johan Setiawan).pdf
Experiencing God (Johan Setiawan).pdf
 
Materi dasar pemuridan
Materi dasar pemuridanMateri dasar pemuridan
Materi dasar pemuridan
 
Oleh karena kebaikan tuhan
Oleh karena kebaikan tuhanOleh karena kebaikan tuhan
Oleh karena kebaikan tuhan
 
Bergaul dengan firman Allah
Bergaul dengan firman AllahBergaul dengan firman Allah
Bergaul dengan firman Allah
 
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIA
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIABERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIA
BERTUMBUH DALAM KASIH KARUNIA
 
Motivasi yang benar
Motivasi yang benarMotivasi yang benar
Motivasi yang benar
 
Spiritual Check Up
Spiritual Check UpSpiritual Check Up
Spiritual Check Up
 
MEMBANGUN DISIPLIN ROHANI
MEMBANGUN DISIPLIN ROHANIMEMBANGUN DISIPLIN ROHANI
MEMBANGUN DISIPLIN ROHANI
 
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUSPOLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS
POLA HIDUP SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS
 
Mengenal Tuhan melalui Firman-Nya
Mengenal Tuhan melalui Firman-NyaMengenal Tuhan melalui Firman-Nya
Mengenal Tuhan melalui Firman-Nya
 
Soli Deo Gloria
Soli Deo GloriaSoli Deo Gloria
Soli Deo Gloria
 
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]
Bahaya Dibalik Tawaran Dunia [1 Yohanes 2:15-17]
 
Hidup Bersama Firman
Hidup Bersama FirmanHidup Bersama Firman
Hidup Bersama Firman
 
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)
Pelayanan lima jawatan (with Ps Chris Hukubun)
 
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdf
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdfMateri Bedah Surat 1 Petrus.pdf
Materi Bedah Surat 1 Petrus.pdf
 
Bible Knowledge: Panorama Alkitab
Bible Knowledge: Panorama AlkitabBible Knowledge: Panorama Alkitab
Bible Knowledge: Panorama Alkitab
 
Milikilah cara hidup yang baik
Milikilah cara hidup yang baikMilikilah cara hidup yang baik
Milikilah cara hidup yang baik
 
Diantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia
Diantara Dua Pilihan: Allah atau DuniaDiantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia
Diantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia
 
Hidup dalam kemurahan tuhan 1
Hidup dalam kemurahan tuhan 1Hidup dalam kemurahan tuhan 1
Hidup dalam kemurahan tuhan 1
 

Similar to Tertib rohani - terjemahan BAB 5

Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Johan Setiawan
 
Mengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah HidupMengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah HidupJohan Setiawan
 
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaran
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaranTeori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaran
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaranAtika Aziz
 
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptx
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptxPresentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptx
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptxzoecaesar1
 
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamBagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamchusnaqumillaila
 
Free ebook semua orang bisa self healing
Free ebook semua orang bisa self healingFree ebook semua orang bisa self healing
Free ebook semua orang bisa self healingAgung Windriatmoko
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-haripjj_kemenkes
 
Modul 2 keperawatan agama kb1
Modul 2 keperawatan agama kb1Modul 2 keperawatan agama kb1
Modul 2 keperawatan agama kb1Anton Saja
 
Hukum Mengajar dalam Pembimbingan
Hukum Mengajar dalam PembimbinganHukum Mengajar dalam Pembimbingan
Hukum Mengajar dalam PembimbinganJohan Setiawan
 
Membangun diri sendiri kelas x
Membangun diri sendiri kelas xMembangun diri sendiri kelas x
Membangun diri sendiri kelas xSabam Sitinjak
 
Hamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesisHamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesishamditutor
 
Hamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesisHamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesishamditutor
 
Mengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesMengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesLeonardus Nana
 
Personal strength (ketangguhan pribadi)
Personal strength (ketangguhan pribadi)Personal strength (ketangguhan pribadi)
Personal strength (ketangguhan pribadi)hasril ariel
 
Mengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesMengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesLeonardus Nana
 

Similar to Tertib rohani - terjemahan BAB 5 (20)

Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
 
Mengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah HidupMengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah Hidup
 
Sekolah teologi online alkitabiah
Sekolah teologi online alkitabiahSekolah teologi online alkitabiah
Sekolah teologi online alkitabiah
 
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaran
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaranTeori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaran
Teori dan prinsip prinsip yang mendasari pengajaran
 
Definisi belajar
Definisi belajarDefinisi belajar
Definisi belajar
 
Mengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah HidupMengajar untuk Mengubah Hidup
Mengajar untuk Mengubah Hidup
 
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptx
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptxPresentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptx
Presentasi Praktik Spiritualitas Lectio Divina (Julius).pptx
 
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamBagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
 
Free ebook semua orang bisa self healing
Free ebook semua orang bisa self healingFree ebook semua orang bisa self healing
Free ebook semua orang bisa self healing
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
 
Modul 2 keperawatan agama kb1
Modul 2 keperawatan agama kb1Modul 2 keperawatan agama kb1
Modul 2 keperawatan agama kb1
 
Meditasi Kristiani
Meditasi KristianiMeditasi Kristiani
Meditasi Kristiani
 
Hukum Mengajar dalam Pembimbingan
Hukum Mengajar dalam PembimbinganHukum Mengajar dalam Pembimbingan
Hukum Mengajar dalam Pembimbingan
 
Wellness wheel
Wellness wheelWellness wheel
Wellness wheel
 
Membangun diri sendiri kelas x
Membangun diri sendiri kelas xMembangun diri sendiri kelas x
Membangun diri sendiri kelas x
 
Hamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesisHamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesis
 
Hamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesisHamdi ppt draf tesis
Hamdi ppt draf tesis
 
Mengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesMengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fides
 
Personal strength (ketangguhan pribadi)
Personal strength (ketangguhan pribadi)Personal strength (ketangguhan pribadi)
Personal strength (ketangguhan pribadi)
 
Mengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fidesMengasah gergaji fides
Mengasah gergaji fides
 

Recently uploaded

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxAfifahNuri
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxSaeful Malik
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 

Recently uploaded (6)

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 

Tertib rohani - terjemahan BAB 5

  • 1. TUGAS MATA KULIAH CURRICULUM FOR DEVELOPMENT SPIRITUAL FORMATION [Kurikulum Untuk Pengembangan Pembentukan Spiritual] Oleh : Ana Lestari Uriptiningsih 022014043 Sonny Cornelly Sitanggang 032014027 Tugas ini dibuat untuk Rev. Dr. Lee Young Woon, Ph. D, sebagai syarat penilaian mata kuliah curriculum for development spiritual formation SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI YOGYAKARTA Febuari 2015
  • 2. 5. DISIPLIN BELAJAR Orang yang mengamat-amati hal-hal yang dilihatnya dan memikirkan apa yang dibacanya ia berada pada jalan yang benar menuju pengetahuan, asal saja ia tidak memeriksa dengan cermat keadaan hatinya sendiri seketika ia meneliti dengan seksama hati orang lain.—Caleb Colton. Tujuan berbagai Disiplin Rohani itu adalah perubahan seseorang secara total. Maksudnya ialah mengganti kebisaan-kebiasaan berpikir yang lama lagi merusak dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang memberi hidup. Tujuan ini paling jelas terlihat dalam disiplin belajar. Rasul paulus memberitahukan bahwa kita diperbaharui melalui pembaharuan akal budi (Roma 12:2). Akal budi diperbaharui dengan jalan menerapkan hal-hal yang akan mengubahnya. “Jadi akhirnya saudara-saudara semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8). Disiplin belajar merupakan wahana utama yang membawa kita untuk “memikirkan semuanya itu.” Oleh sebab itu, kita harus bersukacita bahwa kita tidak dibiarkan untuk berbuat sesuka hati kita, tetapi telah diberikan sarana kasih karunia Allah untuk mengubah roh di dalam batin kita. Banyak orang Kristen tetap terbelenggu oleh berbagai perasaan takut dan cemas hanya karena mereka tidak mengambil manfaat dari disiplin belajar. Mungkin saja mereka setia ke gereja dan bersungguh-sungguh di dalam melakukan kewajiban agama, tetapi roh mereka tidak berubah. Di sini saya tidak berbicara hanya mengenai mereka yang dengan sungguh-sungguh berusaha untuk beribadah kepada dan menaati Yesus Kristus sebagai Tuhannya. Mungkin mereka menyanyi dengan semangat , berdoa di dalam Roh, hidup setaat mungkin seperti yang mereka tahu, bahkan menerima visiun dan wahyu dari Allah; namun suasana umum hidup mereka tidak pernah berubah. Mengapa? Sebab mereka tidak pernah menerima salah satu cara utama yang Allah pakai untuk mengubah kita: yaitu belajar. Yesus menerangkan dengan gamblang bahwa pengetahuan akan kebenaranlah yang membebaskan kita. “Dan kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32). Perasaan senang tidak memerdekakan kita. Pengalaman yang menggembirakan tidak akan memerdekakan kita. Emosi yang meluap-luap pun tidak akan memerdekakan kita. Tanpa mengetahui kebenaran, kita tidak akan merdeka.
  • 3. Prinsip ini berlaku dalam setiap bidang usaha manusia. Ini pun berlaku di bidang biologi dan matematika. Juga di dalam pernikahan dan hubungan lain antar manusia. Akan tetapi, prinsip ini khususnya berlaku dalam hubungannya dengan kehidupan rohani. Banyak orang yang terhambat dan bingung dalam kehidupan rohani hanya karena mereka tidak mengetahui kebenaran. Yang lebih buruk lagi, banyak orang telah terbawa dalam perhambaan yang paling kejam oleh karena pengajaran palsu. “Kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk menobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri” (Mat. 23:15). Oleh sebab itu marilah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari Disiplin Rohani di bidang belajar, mengenali perangkap-perangkapnya, mempraktikannya dengan kesukaan, dan mengalami kemerdekaan yang dibawakannya. APA SEBENARNYABELAJAR ITU Belajar adalah semacam pengalaman khusus. Pengamatan yang teliti akan struktur- struktur yang objektif akan menyebabkan proses-proses berpikir kita bergerak ke suatu arah tertentu. Mungkin kita menyelidiki sebatang pohon atau sebuah buku. Kita melihatnya, merabanya. Sewaktu kita melakukan hal itu, proses berpikir kita diarahkan sesuai dengan struktur dari pohon atau buku yang sedang kita selidiki. Jika hal ini dilakukan dengan penuh konsentrasi, daya menanggapi, dan dengan berulang-ulang maka terbentuklah kebiasaaan- kebiasaan berpikir yang mendarah daging. Perjanjian Lama memberi arahan agar arahan hukum Taurat ditulis pada pintu gerbang dan pada tiang pintu rumah dan diikatkan pada pergelangan tangan dan “haruslah itu menjadi lambang di dahimu” (Ul. 11:18). Maksud instruksi tersebut ialah agar dengan berulang-ulang dan teratur pikiran mereka diarahkan dalam cara-cara berpikir tertentu tentang Allah dan hubungan manusia. Tasbih dan roda sembahyang mempunyai tujuan yang sama. Sudah tentu, Perjanjia Baru menggantikan hukum-hukum yang tertulis pada tiang pintu rumah dengan hukum-hukum yang tertulis di hati dan memimpin kita kepada Yesus, yaitu Guru yang selalu hadir di dalam kita. Sekali lagi kami harus menekankan bahwa kebiasaan-kebiasaan berpikir yang mendarah daging yang sudah terbentuk akan menyesuaikan diri dengan apa yang sedang dipelajari. Apa yang kita pelajari menetukan kebiasaan macam apa yang terbentuk. Itulah
  • 4. sebabnya Paulus mendorong kita untuk memusatkan pikiran pada hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, indah, dan sedap didengar. Proses yang terjadi di dalam pelajaran haruslah dibedakan dari meditasi. Meditasi bersifat ibadah; belajar bersifat analisa. Meditasi akan menikmati sebuah kata; sedangkan belajar akan menerangkan kata tersebut. Walaupun meditasi dan belajar sering tumpang tidnih dan berfungsi secara bersamaan, keduanya merupakan pengalaman yang berbeda. Belajar menyiapkan kerangka tujuan tertentu dan di dalamnya meditasi bisa berfungsi dengan berhasil. Di dalam belajar ada dua “buku” yang dipelajari: lisan dan yang bukan lisan. Oleh karena itu, buku dan kuliah merupakan hanya separuh dari bidang belajar, mungkin lebih kecil lagi. Dunia alam dan, yang terpenting pengamatan yang cermat akan berbagai kejadian dan perbuatan merupakan bidang belajar utama yang bukan lisan. Tugas pokok belajar adalah mencerap kenyataan dari suatu situasi tertentu, perjumpaan, buku, dan sebagainya. Misalnya, seseorang bisa mengetahui peristiwa skandal Watergate tanpa memahami apa-apa dari sifat sebenarnya keadaan yang tragis itu. Tetapi jika seseorang mau mengamati dengan teliti dan memikirkan apa yang sedang terjadi maka ia akan belajar dan mengetahui banyak sekali. EMPATTINDAKAN Belajar memerlukan empat tindakan,. Yang pertama adalah pengulangan. Pengulangan ialah cara teratur menyalurkan pikiran ke arah yang tertentu, dan dengan demikian menanamkan kebiasaaan berpikir. Dewasa ini pengulangan mempunyai nama buruk, bagaimanapun juga, sangatlah penting untuk menyadari bahwa pengulangan belaka tanpa mengerti apa yang sedang di ulangi sungguh akan mempengaruhi pikiran batin. Kebiasaan berpikir yang berurat-berakar dapat dibentuk melalui pengulangan itu sendiri, dan dengan demikian bisa mengubah perilaku. Inilah yang menjadi dasar pemikiran di balik psikosibernetika yang melatih orang untuk mengulangi pengakuan tertentu secara teratur (misalnya, aku mengasihi diriku tanpa syarat). Bahkan tidaklah penting orang itu mempercayai apa yang ia ulangi, yang penting ialah mengulanginya. Pikiran batinnya secara demikian dilatih danakhirnya akan menanggapi dengan mengubah perilakunya agar sesuai dengan pengakuannya. Sudah tentu, prinsip ini telah diketahui selama berabad-abad tetapi baru-baru saja ditegaskan secara ilmiah.
  • 5. Itulah sebabnya pokok persoalan program televisi demikian penting. Dengan menayangkan begitu banyak peristiwa pembunuhan setiap malam pada waktu siaran yang terbaik di televisi, pengulangan itu saja akan melatih pikiran batin untuk erpikir dalam pola- pola berpikir yang bersifat menghancurkan. Kosentrasi merupakan tindakan kedua di dalam belajar, jika di samping membawa pikiran secara berulang-ulang ke suatu pokok persoalan orang itu akan memusatkan pikirannya pada apa yang sedang ia pelajari, maka hal belajar itu akan sangat meningkat. Konsentrasi itu memusatkan pikiran. Perhatiannya terpusat pada apa yang sedang dipelajari. Pikiran manusia mempunyai kemampuan luar biasa untuk berkonsentrasi. Pikiran terus-menerus menerima ribuan perangsang. Setiap perangsang itu dapat disimpan dalam bank ingatannya, sementara memusatkan perhatian pada beberapa hal saja. Kemampuan alamiah dari otak ini dipertinggi lagi bila dengan kebulatan pikiran kita memusatkan perhatian pada satu obyek penelaahan yang diinginkan. Bila tidak hanya berulang-ulang menyalurkan pikiran ke suatu arah yang khusus sambil memusatkan perhatian pada subyek, tetapi juga mengerti apa yang sedang kita pelajari maka kita mencapai suatu taraf yang baru. Berikutnya pemahaman merupakan tindakan yang ketiga dalam disiplin belajar, pemahaman membawa kita kepada wawasan dan pertimbangan. Inilah yang menjadi dasar dari persepsi yang benar terhadap kenyataan. Suatu tindakan lagi yaitu yang keempat diperlukan: pemikiran. Walaupun pemahaman memperjelas apa yang sedang kita pelajari, pemikiran memperjelas makna dari apa yang kita pelajari. Memikirkan, merenungkan kejadian-kejadian pada zaman kita akan membawa kita kepada kenyataan inti dari dari kejadian itu. Pemikiran menuntun kita untuk melihat perkara- perkara dari sudut pandang Allah.melalui pemikiran kita dapat mengerti tidak hanya pokok persoalannya melainkan juga diri kita sendiri. Yesus sering berbicara tentang telinga yang tidak mendengar dan mata yang tidak melihat. Ketika kita merenungkan arti dari apa yang kita pelajari, kita bisa mendengar dan melihat hal-hal dalam cara yang baru. Segera akan menjadi jelas bahwa hal belajar menuntut kerendahan hati. Kita tidak akan belajar sebelum kita bersedia untuk tunduk kepada pokok persoalan yang sedang kita pelajari. Kita harus tunduk kepada sistem. Kita harus datang sebagai murid, bukan sebagai guru. Hal belajar tidak hanya secara langsung bergantung pada kerendahan hati. Kesombongan dan sifat yang mudah diajar tidak ada sangkut-paut satu sama lain. Kita semua mengenal orang-orang yang telah mengikuti suatu kursus atau telah memperoleh suatu titel akademis yang memerkan informasi mereka dengan cara yang menyakitkan hati. Patutlah kita merasa amat sedih dengan orang-orang seperti itu. Mereka
  • 6. tidak mengerti disiplin belajar rohani. Mereka keliru menyangka bahwa informasi yang mereka kumpulkan itu adalah pengetahuan. Mereka menyamakan semburan kata-kata dengan hikmat. Betapa menyedihkan ! Rasul Yohanes menegaskan hidup kekal sebagai pengetahuan Allah. “inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa merekamengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3). Bahkan hanya sedikit sentuhan pengetahuan yang berdasarkan pengalaman ini sudah cukup untuk menimbulkan dalam diri kita rasa kerendahan hati yang mendalam. Sekarang setelah meletakkan dasar, marilah kita beralih pada pertimbangan pelaksanaan praktis disiplin belajar. MEMPELAJARIBUKU-BUKU Saat kita membicarakan hal belajar maka sudah tentu kita berpikir tentang buku-buku atau tulisan-tulisan lainnya. Walaupun hanya merupakan separuh bidang belajar, seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya, dan paling jelas, buku atau tulisan itu sangat penting. Sayangnya, banyak orang rupanya menganggap bahwa mempelajari sebuah buku adalah tugas yang mudah. Pastilah, sikap sembrono itu yang menyebabkan kebanyakan orang mempunyai kebiasaan membaca yang kurang baik. Mempelajari sebuah buku merupakan sesuatu yang sangat rumit, khususnya bagi orang yang masih baru. Seperti permainan tenis atau mengetik, pada waktu saudara pertama kalinya belajar kelihatannya ada seribu satu macam hal yang harus dikuasai sehingga saudara mulai berpikir bagaimana mungkin untuk mengingat semuanya sekaligus. Akan tetapi, setelah saudara pandai melakukannya, maka tekniknya mendarah daging, dan saudara bisa memusatkan perhatian pada permainan tenis itu atau pada materi yang akan diketik. Sama halnya dengan mempelajari sebuah buku. Belajar merupakan seni yang sulit dengan seluk beluk yang amat banyak. Halangan yang utaman adalah meyakinkan orang bahwa mereka harus belajar cara bagaimana belajar. Banyak orang mengira bahwa karena mereka bisa membaca kata-kata maka mereka mengetahui bagaimana belajar. Pengertian yang terbatas mengenai sifat belajar ini menerangkan mengapa begitu banyak orang hanya memperoleh sedikit manfaat dari membaca buku. Tiga aturan instrinsik dan tiga yang ekstrinsik yang menetukan keberhasilan dalam mempelajari sebuah buku. Pada mulanya aturan-aturan instrinsik ini mengharuskan kita membaca buku itu tiga kali secara terpisah, tetapi lambat laun bisa dilakukan secara bersamaan. Pembacaan pertama
  • 7. meliputi hal mengerti buku itu; apa yang dikatakan oleh pengarang? Pembacaan kedua meliputi penafsiran buku itu; apa yang dimaksud oleh pengarang? Pembacaan yang ketiga meliputi penilaian buku; apakah pendapat pengarang itu benar atau tidak? Kebanyakan kita cenderung untuk melakukan pembacaan ketiga ini lebih dulu dan seringsama sekali tidak melakukan pembacaan yang pertama dan kedua. Kita memberikan analisis yang kritis mengenai sebuah buku sebelum kita mengerti apa yang dikatakannya. Kita menilai sebuah buku sebagai benar atau salah sebelum kita menafsirkan apa artinya. Penulis kitab Pengkhotbah yang bijaksana berkata bahwa untuk segala sesuatu di muka bumi ini ada waktunya dan waktu untuk mengadakan analisis yang kritis mengenai sebuah buku timbul setelah ada pengertian dan penafsiran yang teliti. Namun, aturan-aturan instrinsik dalam hal belajar sendiri tidaklah cukup agar dapat berhasil dalam membaca kita perlu pertolongan ekstrinsik dari pengalaman, buku-buku lain, dan diskusi langsung. Pengalaman merupakan satu-satunya cara untuk kita bisa menafsirkan dan mengerti apa yang kita baca. Pengalaman yang telah dimengerti dan dipikirkan akan memberi informasi dan penjelasan mengenai apa yang kita pelajari. Buku-buku lainnya dapat terdiri atas kamus dan tafsiran, tetapi yang lebih penting lagi adalah buku-buku bermutu lainnya yang merupakan pendahuluan atau kelanjutan dari pokok persoalan yang sedang kita pelajari. Sering kali sebuah buku hanya akan mempunyai arti bila dibaca dalam hubungan dengan buku-buku lain. Umpamanya, hampir tidak mungkin kita mengerti surat Roma atau surat Ibrani tanpa mempunyai pengetahuan dasar tentang perjanjian lama. Buku-buku bermutu yang membicarakan persoalan-persoalan hidup yang utama biasanya saling mempengaruhi. Buku-buku itu tak dapat dibaca secara terpisah. Diskusi langsung mengacu kepada interaksi yang biasa terjadi di antara orang-orang yang mengikuti rangakaian pelajaran yang khusus. Kita berinteraksi dengan pengarang, kita berinteraksi satu sama lain—dan berbagai gagasan kreatif yang baru lahir. Buku pertama yang paling penting yang harus kita pelajari adalah Alkitab. Pemazmur bertanya, “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?” Kemudian ia menjawab pertanyaannya sendiri, “Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu,” lalu menambahkan, “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” (Mzm. 119:9, 11). Mungkin yang dimaksud dengan “firman” adalah Taurat, tetapi orang-orang Kristen sepanjang abad telah membuktikan kebenaran ini sewaktu mereka mempelajari seluruh Alkitab. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
  • 8. mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untu setiap perbuatan baik.” (2 Tim. 3:16, 17). Perhatikanlah bahwa tujuan utama bukan kemurnian doktrin (walaupun tidak diragukan lagi bahwa hal itu juga terlibat), melainkan pembaharuan batin. Waktu kita mempelajari Alkitab kita datang untuk diubah, bukan untuk mengumpulkan informasi. Bagaimanapun juga, kita harus mengerti bahwa ada perbedaan yang besar antara mempelajari Alkitab dan membaca Alkitab sebagai ibadah. Di dalam mempelajari Alkitab yang menjadi prioritas utama adalah penafsiran: apa artinya. Dalam pembacaan Alkitab sebagai ibadah yang menjadi prioritas utama adalah penerapan: apa artinya bagi diri saya. Di dalam belajar kita tidak mencari kegembiraan rohani yang meluap-luap; sebenarnya perasaan itu dapat merupakan halangan. Pada waktu kita mempelajari sebuah buku Alkitab kita berusaha agar pikiran kita dikendalikan oleh maksud penulis itu: kita bertekad untuk mendengar apa yang ia katakan, bukan apa yang kita ingin ia katakan. Kita bersedia untuk mengalami kegersangan hari lepas hari sampai artinya menjadi jelas. Proses inilah yang mengubah kehidupan kita. Rasul Petrus menemukan di dalam surat-surat “Paulus, saudara kita yang kekasih” beberapa hal “yang sukar dipahami” (2 Ptr 3:12, 16). Jika Petrus berpendapat demikian, kita pun akan mengalami hal itu. Kita perlu berusaha untuk mengerti. Setiap hari membaca Alkitab dalam ibadah pribadi merupakan satu hal yang terpuji, namun itu bukan mempelajari Alkitab. Seorang yang menghendaki “sepatah kata dari Tuhan untuk hari ini” tidak tertarik pada Disiplin belajar. Kebanyakan pelajaran sekolah minggu yang diberikan kepada orang dewasa terlalu dangkal dan bersifat ibadah sehingga kurang menolong kita dalam mempelajari Alkitab, walaupun beberapa gereja cukup mementingkan pelajaran Alkitab dan memberikan pelajaran yang mendalam. Mungkin saudara tinggal dekat dengan sebuah seminari atau universitas dimana saudar dapat mengikuti kuliah sebagai pendengar. Jika demikian, saudara beruntung, khususnya jika saudara mendapatkan seorang guru yang membagikan hidup disamping informasi. Akan tetapi, jikalau tidak demikian (bahkan jika memang demikian) saudara bisa melakukan beberapa hal untuk memulai mempelajari Alkitab. Bebrapa pengalaman saya yang paling menguntungkan di bidang belajar datang melalui menyusun waktu untuk menyendiri. Biasanya hal itu memakan waktu dua atau tiga hari. Pasti saudara akan keberatan karena daftar kegiatan saudara tidak memungkinkan saudar meluangkan waktu seperti itu. Saya ingin saudar mengetahui bahwa bagi sayapun tidak lebih mudah untuk menyisihkan waktu itu dibanding dengan orang lain. Saya berjuang dan bergumul
  • 9. untuk setiap waktu menyendiri, menjadwalnya dalam buku catatan saya berminggu-minggu sebelumnya. Saya telah mengusulkan ide ini kepada beberapa kelompok dan ternyata orang profesional dengan jadwal yang padat, para pekerja dengan jadwal kerja yang ketat, para ibu rumah tangga yang berkeluarga besar, dan yang lainnya dapat meluangkan waktunya untuk menyendiri dan meluangkan waktunya untuk belajar. Saya telah menemukan bahwa persoalan yang paling sulit bukanlah meluangkan waktu, tetapi meyakinkan diri saya bahwa hal ini cukup penting sehingga saya harus dapat meluangkan waktu. Alkitab memberi tahu bahwa sesudah Dorkas dibangkitkan secara ajaib maka Petrus “tinggal beberapa hari di Yope, di rumah seorang yang bernama Simon, seorang penyamak kulit” (Kis. 9:43). Sementara ia tinggal di Yope itulah Roh Kudus berbicara kepada Petrus (dengan menggunakan alat peraga) tentang pandangan kesukuan. Apa yang terjadi seandainya ia tidak tinggal lebih lama di situ, melainkan segera berkeliling untuk memberitakan kebangkitan Dorkas? Mungkinkah ia tidak akan menerima wawasan itu dari Roh Kudus, “Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada- Nya” (Kis.10:34,35)? Tidak ada seorang pun yang tahu. Tetapi inilah yang saya ketahui: Allah menginginkan bagi kita semua berbagai tempat di mana kita dapat “menyendiri” agar Ia dapat mengajar kita dengan cara yang khusus. Bagi banyak orang, akhir pekan merupakan waktu yang baik untuk pengalaman seperti itu. Sedangkan yang lainnya bisa mengatur waktu ditengah-tengah minggu. Jika saudaradapat menyisihkan hanya satu hari, seringkali ynag terbaik adalah hari Minggu. Tempat yang paling baik adalah di mana saja asalkan tidak di rumah. Meninggalkan rumah tidak hanya membebaskan saudara dari tanggung jawab rumah tangga, tetapi juga memantapkan pikiran saudar untuk belajar. Penginapan adalah tempat yang baik, demikian juga tempat peristirahatan. Sedangkan berkemah kurang baik karena saudara akan lebih terganggu dengan tugas-tugas setiap harinya. Seringkali tempat-tempat retret Katolik mau menerima dan dapat menyediakan tempat bagi mereka yang mengadakan retret pribadi. Retret kelompok yang terorganisasi hampir tidak pernah memberi kesempatan belajar yang serius, jadi yang terbaik adalah merencanakan retret pribadi. Oleh karena saudara sendirian saudara perlu mendisiplin diri dan waktu saudara dengan berhati-hati. Jika saudara masih baru dalam hal ini jangan terlalu memforsir agar tidak menjadi jenuh. Akan tetapi, setelah menjadi berpengalaman mungkin saudara dapat belajar dengan sungguh-sungguh selama 10 atau 12 jam setiap hari.
  • 10. Apa yang harus saudar pelajari? Hal ini bergantungan pada kebutuhan saudara. Saya tidak mengetahui keperluan saudara, tetapi saya mengetahui bahwa salah satu keperluan terbesar orang Kristen dewasa ini adalah membaca bagian-bagian yang panjang di Alkitab. Banyak kali pembacaan Alkitab terdiri atas bagian-bagian yang pendek sekali dan hanya sekali-sekali. Saya mengenal beberapa orang yang telah mengikuti kursus Alkitab, tetapi tidak pernah membaca seluruh kitab yang sedang mereka pelajari. Pertimbangkanlah untuk memilih sebuah kitab yang penting seperti kitab Kejadian atau Yeremia lalu membacaseluruh kitab itu sekaligus. Perhatikan struktur dan jalan cerita buku itu. Catatlah bagian-bagian yang sukar dan kembalilah ke bagian itu kemudian. Catatlah berbagai pikiran dan kesan. Kadang-kadang amat bijaksana untuk menyatukan pelajaran Alkitab dengan suatu buku rohani lainnya yang terkenal. Pengalaman-pengalaman retret seperti itu dapat mengubah hidup saudara. Pendekata lain untuk mempelajari Alkitab adalah mengambil kitab yang lebih pendek, seperti surat Efesus atau 1 Yohanes, kemudia membaca seluruh Alkitab setiap hari selama satu bulan. Dengan usaha yang dilakukan berulang-ulang ini maka struktur kitab akan tertanam di dalam pikiran saudara. Bacalah kitab itu tanpa mencoba untuk memasukkannya dalam kategori yang sudah tetap. Haraplah untuk mendengarkan hal-hal yang baru dengan cara yang baru pula. Catatlah setiap penemuan saudara. Sepanjang pelajaran ini saudara jelas memerlukan buku pembantu tambahan yang terbaik yang bisa didapat. Selain dari mempelajari Alkitab, jangan lupa mempelajari buku-buku klasik yang menceritakan pengalaman-pengalaman kristiani. Mulailah dengan buku Pengakuan St. Agustinus. Berikutnya bacalah Meniru Kristus oleh Thomas a Kempis. Jikalau saudara senang membaca buku bahasa Inggris, saudara dapat membaca yang berikut: The Practice of The Presence of God oleh Brother Lawrence, The Little Flowers of St. Francis oleh Brother Ugolino, Pensees oleh Blaise Pascal, The Table Talks oleh Martin Luther, Institutes of Christian Religion oleh Calvin. Di samping itu bacalah The Journal of George Fox atau mungkin Journal of John Wesley yang lebih terkenal, dan karya William Law, A Serious Call to a Devout and Holy Life (kata-katanya sesuai dengan perkembangan zaman). Dari abad ke- 20 bacalah A Testament of Devotion oleh Thomas Kelly, The Cost of Discipleship oleh Dietrich Bonhoeffer dan Mere Christianity oleh C.S. Lewis. Buku-buku tersebut di atas merupakan contoh. Masih ada banyak karaya penulisan lainnya yang sangat baik oleh pengarang-pengarang dari berbagai bidang disiplin. Banyak dari para pemikir ini memiliki persepsi yang luar biasa mengenai keadaan manusia. Sepatah kata peringatan perlu diberukan di sini. Jangan merasa kewalahan ataupun tawar hati karena ada banyak buku yang belum saudara baca. Mungkin saja saudara tidak akan
  • 11. membaca semua buku yang tercantum di atas dan tentu saja akan membaca buku-buku lain yang tidak tercantum. Buku-buku ini dicantumkan untuk memberi dorongan kepada saudara dengan cara menunjukkan jumlah pustaka yang tersedia untuk membimbing kita dalam perjalanan rohani ini. Banyak orang lain telah menempuh jalan yang sama dan telah meninggalkan petunjuk. Ingatlah bahwa kuncil disiplin belajar bukaannya membaca banyak buku, tetapi mengalami apa yang telah kita baca. Mempelajari“Buku” yang TidakLisan Sekarang kita sampai pada bagian yang paling kurang dipahami, tetapi mungkin merupakan bidang studi yang paling penting, yaitu pengamatan realitas dalam berbagai hal, peristitwa, dan perbuatan. Alam adalah tempat yang plaing mudah untuk memulai pelajaran ini. Tidaklah sulit untuk melihat bahwa seluruh tatanan ciptaan dapat mengajarkan sesuatu kepada kita. Yesaya mengatakan bahwa “... gunung-gunung serta bukit-bukit akan bergembira dan bersorak-sorai di depanmu, dan segala pohon-pohonan di padang akan bertepuk tangan” (Yes, 55:12. Hasil karya Sang pencipta dapat berbicara dan mengajar kita jika kita mau mendengarkan. Martin Buber bercerita tentang seorang rabi yang pergi ke sebuah kolam setiap subuh untuk belajar “lagu yang dinyanyikan katak-katak untuk memuji Tuhan” Kita memulai belajar tentang alam dengan jalan memberi perhatian. Kita melihat bunga atau burung. Kita mengamatinya dengan hati-hati dan dalam suasana doa. Andre Gide menggambarkan suatu waktu sementara kuliah di kelas, ketika ia melihat seekor kupu-kupu yang lahir kembali dari kepompongnya. Ia begitu takjub, terpesona, dan bersukacita karena metamorfose itu, kebangkitan itu. Dengan penuh semangat ia menunjukkannya kepada gurunya yang menjawab dengan nada kesal, “Apa! Tidakkah anda tahu bahwa kepompong adalah pembungkus seekor kupu-kupu? Setiap kupu-kupu yang anda lihat telah keluar dari kepompong. Hal itu memang wajar.” Dengan kecewa Gide menulis, “Saya menguasai ilmu hayat sebaik guru itu, atau mungkin lebih baik dari padanya... tetapi karena proses itu wajar saja, tidak dapatkah ia melihat bahwa itu sungguh-sungguh menakjubkan? Kasihan! Mulai hari itu saya kurang menyukai dia dan membenci pelajarannya.” Siapa yang tidak demikian! Guru itu hanya menimbun informasi, ia tidak belajar. Jadi, langkah pertama dalam mempelajari alam ialah pengamatan dengan sikap kagum. Sehelai daun dapat berbicara mengenai keteraturan dan keanekaragaman, kerumitan, dan simetri. Evelyn Underhill menuliskan:
  • 12. Pusatkanlah pikiran Anda seperti yang telah diajarkan oleh latihan-latihan ingatan. Kemudian—ketika perhatian tidak lagi terbuang-buang pada kejadian-kejadian sepele dan minat yang kurang penting dari kehidupan Pribadi Anda, tetapi tenang dan siap untuk melakukan pekerjaan yang akan Anda minta—regangkanlah diri melalui suatu tindakan kemauan yang penuh kasih kepada salah satu manifestasi hidup yang banyak sekali yang mengelilingi Anda. Biasanya Anda hampir tidak memperhatikannya kecuali Anda memerlukannya. Curahkanlah seluruh perhatian Anda kepadanya, jangan menariknya kepada diri Anda. Perhatian yang diberikan secara sadar—lebih lagi dengan bersemangat—perhatian penuh yang segera melebihi semua kesadran akan diri sendiri, yang terpisah dari hal yang dilihat namun menyertainya; inilahsyarat keberhasilan. Benda yang menjadi objek kontemplasi kita tidak menjadi soal. Dari pegunungan Alpen sampai seekor serannga, apa saja dapat kita perhatikan, asal saja sikap kita benar: karena segala sesuatu di dalam dunia yang menjadi perhatian Anda itu saling berhubungan, dan sesuatu yang benar-benar dipahami akan menjadi pintu gerbang kepada hal-hal yang lain. Langkah berikutnya adalah bersahabat dengan bunga dan pohon dan binatang kecil yang berkeriapan di tanah. Seperti Dr. Doolittle, yang diceritakan dalam dongeng, berbicaralah dengan binatang. Sudah tentu, saudara tidak bisa benar-benar berbicara satu sama lain ... atau mungkin saudara bisa? Memang ada komuniksai yang terjadi yang melebihi kata-kata—dan binatang bahkan tumbuhan, rupanya menanggapi persahabatan dan kasih sayang kita. Saya mengetahui hal ini sebab saya telah mencobanya. Demikian pula beberapa ilmuwan yang kenamaan, dan kami telah membuktikan kebenarannya. Mungkin kisah tentang St. Fransiskus dari Assisi yang menjinakkan serigala dari Gubbio dan berkhoybah kepad burung-burung bukan sesuatu yang dibuat-buat. Kita dapat yakin akan hal ini: jika kita mengasihi ciptaan kita akan belajar darinya. Dalam buku The Brothers Karamazov, Dostoevski menasihatkan : Cintailah semua ciptaan Tuhan, seluruhnya, setiap butir pasir di dalamnya. Cintailah setiap daun, setiap sinar cahaya Allah. Cintailah binatang, cintailah tanaman, cintaialah segala sesuatu. Jika Anda mencintai segala sesuatu, maka Anda akan menemukan rahasia ilahi di dalamnya. Setelah Anda melihatnya, Anda akan mulai mengertinya dengan lebih baik setiap hari. Sudah tentu ada banyak “buku” lain di samping alam yang harus kita pelajari. Jika saudara meneliti hubungan yang ada antara manusia, saudar akan mendapat didikan pada
  • 13. tingkat sarjana. Perhatikan, misalnya, berapa banyak pembicaraan kita ditujukan untuk membenarkan perbuatan kita. Hampir tidak mungkin kita berbuat sesuatu tanpa menjelaskan mengapa kita melakukannya. Tidak, kita harus menerangkannya, membenarkannya, menunjukan kebenarannya. Mengapa kita meras terdoronguntuk mengatakan keadaan yang sebenarnya? Oleh karena kesombongan dan ketakutan. Reputasi kita sedang dipertaruhkan! Sifat itu mudah kita lihat dalam diri para pedagang, penulis, pendeta, guru pada khususnya—mereka yang mata pencahariannya terjamin melalui kecakapannya dalam berkata- kata. Akan tetapi, jika diri kita sendiri menjadi pokok utama pelajaran dan penelaahan kita maka lama-kelamaan kita akan dilepaskan dari kesombongan. Kita tidak akan dapat berdoa seperti orang Farisi itu, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu karena aku tidak sama seperti semua orang lain ... “ (Luk. 18:11). Berilah perhatian pada hubungan-hubungan biasa yang saudara jumpai setiap hari: di rumah, di sekolah, dan di tempat pekerjaan. Perhatikan hal-hal yang menguasai orang. Ingat, saudara bukan mencoba untuk menuduh atau menghakimi seseorang, saudar hanya mencoba untuk belajar. Jika saudar memang mendapati roh menghakimi sedang timbul dalam diri saudara, perhatikannlah dan belajarlah. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, salah satu objek utama yang harus kita pelajari adalh diri kita sendiri. Kita harus mempelajari hal-hal yang harus mengendalikan diri kita. Perhatikan perasaan dalam batin dan perubahan suasana hati. Apa yang mengendalikan suasana hati saudara? Apa yang bisa saudara ketahui tentang diri saudara dari hal itu? Di dalam melakukan semuanya ini kita tidak mencoba untuk menjadi psikolog atau sosiolog amatir. Kita juga keranjingan untuk melakukan introspeksi yang berlebihan. Kita mempelajari perkara-perkara ini dengan roh rendah hati dan memerlukan lebih banyak lagi anugerah Tuhan. kita hanya ingin mengikuti ucapan Sokrates, “Kenalilah dirimu.” Dan melalui Roh Kudus yang terpuji itu kita mengharapkan agar Yesus menjadi guru kita yang hidup dan selalu menyertai kita. Sebaiknya kita mempelajari adat-istiadat dan kebudayaan serta kekuatan-kekuatan yang membentuknya. Juga, kita seharusnya merenungkan kejadia-kejadian pada zaman kita— dengan mula-mula memperhatikan dan mempertimbangkan apa yang dianggap sebagai atau bukan sebagai sesuatu “peristiwa besar” oleh kebudayaan kita. Lihatlah sistem nilai dari suatu kebudayaan—bukan apa yang dikatakan orang tentang keadaan dirinya, melainkan apa yang sebenarnya merupakan keadaan dirinya. Dan salah satu cara yang paling gamblang untuk melihat nilai-nilai budaya Amerika adalah dengan menonton acara-acara iklan di televisi mereka.
  • 14. Jangan segan mengajukan pertanyaan. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurang masyarakat yang berteknologi tinggi? Apa pengaruh industri makanan cepat siap terhadap tradisi pertemuan sekeluarga untuk makan bersama? Mengapa sulit dalam kebudayaan kita untuk menyediakaan waktu guna menggalang hubungan? Apakh individualisme Barat itu bermanfaat atau merusak? Hal-hal apa di dalam kebudayaan kita yang setuju dengan Injil dan apa yang tidak? Salah satu fungsi yang paling penting bagi para nabi Kristen pada zaman kita ini adalah kemampuan untuk mengetahui akibat-akibat dari bermacam-macam penemuan dan kekuatan-kekuatan lain dalam kebudayaan kita lalu menilainya. Belajar menghasilkan kesukaan. Biasanya untuk melakukan sesuatu yang baru mula- mula terasa amat sulit. Tetapi semakin besar kecakapan kita, semakin besar pula kesukaan kita. Alexander Pope berkata, “Tidak ada pelajaran yang tidak bisa membuat kita senang setelah ita berusah mempelajarinya.” Belajar merupakan suatu usaha yang amat bermanfaat. BAGIAN II Disiplin-Disiplin yang Terwujud Dalam Cara Hidup 6. DISIPLIN KETULUSAN HATI DAN KESEDERHANAAN Jika kita benar-benar memiliki ketulusan hati ini maka seluruh penampilan kita akan lebih jujur,lebih wajar.Ketulusan hati yang benar ini ... menyadarkan kita akan sifat keterbukaan, kelembutan, kepolosan, keriangan, dan ketenangan tertentu yang mempesonakan bila kita melihatnya dari dekat dan terus menerus, dengan mata jernih. O, betapa menyenangkan ketulusan hati ini!Siapa yang akan memberikannya padaku? Itulah yang aku inginkan.Inilah mutiara Injil—Francois Fenelon. Ketulusan hati adalah kebebasan. Bermuka-dua merupakan perbudakan. Ketulusan hati membawa sukacita dan keseimbangan. Sedangkan bermuka-dua menimbulkan kecamasan dan ketakutan. Penulis kitab Pengkhotbah mengatakan bahwa, “Allah telah menjadikan manusia sederhana (“jujur”, TB) tetapi persoalan-persoalan rumit yang dialami manusia telah dibuat olehnya sendiri” (Pkh.7:29, Alkitab Yerusalem). Disiplin Kristiani yang berhubungan dengan ketulusan hati merupakan suatu kenyataan batiniah yang menghasilkan suatu gaya hidup lahiriah. Aspek batiniah dan lahiriah dari
  • 15. ketulusan hati ini perlu sekali. Kita menipu diri sendiri bila percaya bahwa kita bisa memiliki kenyataan batiniah tanpa mempunyai pengaruh yang besar atas cara hidup kita. Mencoba untuk mengatur gaya hidup jujur dan sederhana secara lahiriah tanpa memiliki kenyataan batiniah hanya akan membawa kepada perbuatan baik yang mati. Ketulusan hati dimulai dalam satuan dan fokus batin. Itu berarti mengamalkan apa yang disebut Thomas Kelly sebagai “Pusat Ilahi”. Kierkegaard menangkap inti ketulusan Kristiani dalam judul yang mendalam dari bukunya. Purity Of Heart Is to Will One Thing (Ketulusan Hati Ialah Menghendaki Satu Hal). Mengalami kenyataan batiniah membebaskan kita secara lahiriah. Pembicaraan menjadi jujur dan benar. Hasrat untuk memiliki status dan posisi hilang, sebab kita tidak lagi memerlukan status dan posisi. Kita berhenti dari pemborosan yang mencolok, bukan karena tidak mampu, melainkan karena prinsip. Harta benda kita tersedia bagi orang lain. Kita ikut menyatu mengalami apa yang ditulis Richard E. Biyrd dalam catatannya setelah berbulan- bulan menyendiri di kutub Utara yang tandus, “Saya sedang belajar ... bahwa manusia dapat hidup secara mendalam tanpa harta benda berlimpah.” Kebudayaan pada zaman sekarang kehilangan kanyataan batiniah maupun gaya hidup lahiriah yang tulus dan sederhana. Batin manusia modern sudah retak dan tidak lengkap. Manusia modern terperangkap dalam persaingan yang banyak dan berat. Satu saat ia mengambil keputusan berdasarkan akal sehat; dan pada saat lain mengambil keputusan berdasarkan rasa takut akan pandangan orang lain tentang dirinya. Ia tidak mempunyai kesatuan atau fokus untuk dijadikan pusat hidupnya. Oleh karena tidak mempunyai Pusat Ilahi maka kebutuhan kita akan keamanan telah membawa kita untuk tergila-gila kepada benda. Kita harus dengan jelas mengerti bahwa hasrat akan kekayaan di masyarakat sekarang ini adalah gejala kelainan jiwa. Sifat itu merupakan kelainan jiwa sebab sama sekali kehilangan hubungan dengan kenyataan. Kita sangat menginginakn hal-hal yang tidak kita perlukan dan tidak kita senangi. “Kita membeli barang yang tidak kita inginkan untuk menimbulkan rasa kagum pada orang yang tidak kita sukai.” Di mana keusangan yang direncanakan berhenti; maka keusangan psikologis mengambil alih. Kita merasa malu untuk memakai pakaian atau mengendarai mobil sampai barang itu menjadi usang. Media massa telah meyakinkan kita bahwa tidak mengikuti perkembangan mode berarti tidak lagi sejalan dengan kenyataan. Inilah saatnya untuk menyadari kenyataan bahwa menyesuaikan diri dengan masyarakat yang sakit berarti kita menjadi sakit juga. Sebelum kita menyadari bahwa dalam hal ini kebudayaan kita tidak seimbang lagi, kita takkan sanggup
  • 16. mengatasi roh mamon di dalam diri kita, dan kita takkan menginginkan kesederhanaan dan ketulusan Kristiani. Psikosis ini telah merambas ke mitologi kita juga. Pahlawan modern adalah anak lelaki yang menjadi kaya, bukan ideal ordo Fransiskan atau agama Budha dari anak lelaki yang kaya yang dengan sukarela menjadi miskin. Ketamakan kita sebut ambisi. Penimbunan barang kita sebut kebijaksanaan. Keserakahan kita sebut kerajinan. Selanjutnya, amatlah penting untuk mengerti bahwa kebudayaan tandingan yang modern tidak merupakan perbaikan. Hanya merupakan perubahan yang dangkal dalam gaya hidup tanpa dengan serius menanggulangi persoalan-persoalan pokok yang menimbulkan masyarakat yang konsumtif. Kerna kebudayaan tandingan itu selalu kekurangan pusat yang positif, maka sudah pasti kebudayaan itu memburuk menjadi sepele. Art Gish telah berkata: Sebagian besar dari kebudayaan tandingan itu merupakan cermin dari segi-segi yang terburuk dari masyarakat lama yang sakit. Revolusi itu bukanlah obat bisu yang diperoleh dengan bebas, hubungan seks yang bebas, dan pengguguran bila diminta. Itu hanya merupakan hembusan napas terakhir dari kebudayaan tua dan tidak akan membawa kepada hidup baru. Paham erotisme bebas yang palsu, unsur-unsur sado-masokisme (sejenis perversiseks),dan iklan-iklan seks di kebanyakan penerbitan gelap merupakan bagian dari pemutarbalikan orde lama dan pernyataan kematian. Banyak orang dalam gerakan bawah tanah mengamalkan nilai-nilai yang sama,dari masyarakat yang mapan, hanya dalam bentuk yang terbalik. Dengan berani kita perlu menyampaikan cara-cara hidup baru yang lebih manusiawi. Kita harus berbicara menentang psikosis modern yang menentukan orang menurut berapa banyak yang dapat mereka hasilkan atau berapa banyak upah mereka. Kita pun harus mencoba memberi alternatif-alternatif baru yang tegas terhadap sistem sekarang yang bersifat mematikan. Disiplin Rohani yang berhubungan dengan ketulusan dan kesederhanaan bukan impian yang hilang, melainkan visun yang berulang terjadi sepanjang sejarah. Disiplin itu dapat dan harus kita miliki kembali. Alkitab dan hidup sederhana Sebelum mencoba untuk membentuk pandangan Kristiani berhubungan dengan hidup sederhana maka perlulah kita memusnahkan pikiran yang lazim bahwa ajaran Alkitab kabur dan tidak tegas mengenai persoalan-persoalan ekonomi. Begitu sering orang merasa bahwa tanggapan kita terhadap kekayaan merupakan perkara pribadi. Dikatakan bahwa ajaran Alkitab mengenai hal ini semata-mata bergantung pada penafsiran pribadi. Kita mencoba untuk
  • 17. percaya bahwa yesus tidak memusatkan perhatian pada soal-soal yang praktis yang menyangkut ekonomi. Pandangan seperti ini tidak dapat dibenarkan bila kita membaca Alkitab dengan seksama. Perintah-perintah Alkitab yang melawan pemerasan orang miskin dan penimbunan kekayaan Dinyatakan dengan gamblang dan terus terang. Alkitab menentang hampir setiap nilai ekonomi masyarakat kita sekarang ini. Misalnya, Perjanjian Lama menentang pandangan populer tentang hak mutlak atas tanah milik pribadi. Bumi adalah milik Tuhan dan oleh sebab itu tidak dapat dimiliki terus-menerus. Dalam tahun Yobel semua tanah dikembalikan kepada pemilik yang semula. Sebenarnya, maksud tahun Yobel adalah mengadakan pembagian kembali kekayaan secara teratur, karena kekayaan itu sendiri dipandang sebagai milik tuhan dan bukan milik manusia. Pandangan yang begitu radikal tentang ilmu ekonomi menentang hampir semua kepercayaan dan praktik zaman sekarang. Seandainya bangsa Israel dengan setia melaksanakan tahun Yobel, maka mereka sudah dapat mengakhiri masalah orang kaya yang menjadi semakin kaya sedang orang miskin menjadi semakin miskin. Tak henti-hentinya Alkitab secara meyakinkan menghakimi roh perbudakan dalam hati manusia yang timbul karena mencintai kekayaan, suatu hal yang serupa dengan penyembahan berhala. “Apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya,” bunyi nasihat pemazmur (Maz. 62:11). Hukum yang kesepuluh menentang ketamakan, keinginan hati untuk “memiliki”, yang membawa kepada pencurian dan penindasan. Orang bijaksana mengerti bahwa “Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh” (Ams 11:28). Yesus menyatakan perang terhadap materialisme pada zaman-Nya. Istilah orang Aram untuk kekayaan adalah “mamon” dan Yesus mencelanya sebagai allah saingan, “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Luk.16:13). Sering kali dengan tegas Ia berbicara tentang soal-soal ekonomi. Ia berkata, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah” dan “Celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu” (Luk. 6:20,24). Denga jelas sekali Ia melukiskan kesulitan orang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan sorga sama seperti seekor unta yang masuk ke lubang jarum. Sudah tentu, dengan Allah segala sesuatu mungkin, tetapi Yesus dengan jelas mengerti kesukarannya. Ia melihat bahwa kekayaan dapat mencengkeram sesorang. Ia mengerti bahwa “ dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada,” justru sebab itulah Ia memerintahkan para
  • 18. pengikut-Nya, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi” (Mat. 6:21,19). Ia tidak mengatakan bahwa hati hendaknya atau jangan berada di tempat harta itu ada. Ia menyatakan kenyataan yang jelas bahwa di mana pun saudaa mendapati harta maka di sana pula saudara akan mendapati hati. Ia menasihatkan pemimpin muda yang kaya agar tidak hanya memiliki sikap batin yang tak terpengaruh oleh harta miliknya, melainkan betul-betul mengesampingkan harta milik itu jika ia ingin memiliki kerajaan Allah (Mat. 19:16-22). Ia berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaan itu” (Luk 12:15). Ia menasihatkan orang- orang yang datang mencari Allah, “Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis ...” (Luk. 12:33). Ia memberikan perumpamaan seorang petani yang kaya yang hidupnya dipusatkan pada penimbunan harta—dan menyebut orang itu bodoh (Luk 12:16-21). Ia berkata jika kita sungguh-sungguh menginginkan kerajaan Allah, maka kita harus, seperti seorang saudagar yang sedang mencari mutiara-mutiara yang indah, bersedia untuk menjual segala milik kita agar bisa mendapatkannya (Mat. 13:45, 46). Ia memanggil semua orang yang mau mengiring Dia untuk masuk ke dalam kehidupan yang penuh kesukaan yang tidak memperdulikan harta milik, “Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu” (Luk. 6:30) Yesus lebih banyak berbicara mengenai masalah ekonomi dibanding dengan pokok persoalan sosial lain. Jika dalam masyarakat yang termasuk sederhana seperti itu Tuhan kita begitu menitikberatkan bahaya-bahaya rohani yang diakibatkan kekayaan, terlebih lagi kita yang hidup dalam kebudayaan yang makmur harus menghadapi masalah ekonomi ini dengan serius. Surat-surat kiriman mencerminkan keprihatinan yang sama. Paulus berkata, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai- bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan” (1 Tim. 6:9). Penilik jemaat seharusnya seorang yang bukan “hamba uang” (I Tim. 3:3). Demikian juga seorang diaken seharusnya “jangan serakah” (I Tim. 3:8). Penulis kitab Ibrani menasihatkan, “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman, ‘Aku sekali- kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau’” (Ibr. 13:5). Yakobus menyatakan bahwa pembunuhan dan peperangan disebabkan oleh hawa nafsu akan harta benda, “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu
  • 19. kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi” (Yak.4:2). Paulus menyebut ketamakan sebagai penyembahan berhala dan memerintahkan jemaat Korintus untuk mengambil tindakan disiplin yang keras terhadap setiap orang yang serakah (Ef. 5:5; I Korintus 5:11). Ia mengelompokkan keserakahan bersama-sama dengan penyembahan berhala dan pencurian lalu menyatakan bahwa orang yang hidup seperti itu tidak akan mewarisi kerajaan Allah. Paulus menasihatkan orang kaya agar tidak berharap pada kekayaan mereka tetapi pada Allah serta dengan kedermawanan membagikan dari milik mereka kepada orang lain (1 Tim. 6:17-19). Setelah mengemukakan hal-hal di atas saya harus segera menambahkan bahwa Allah bermaksud agar kita memiliki persediaan materiel yang secukupnya. Dewasa ini ada kesengsaraan karena kurangnya persediaan kebutuhan pokok, sama seperti ada kesengsaraan ketika orang mengutamakan penimbunan barang-barang materiel. Kemiskinan yang dipaksakan adalah jahat dan harus ditinggalkan. Alkitab juga tidak membiarkan asketisisme. Alkitab menyatakan dengan tetap dan tegas bahwa semua ciptaan itu baik adanya dan harus dinikmati. Asketisisme membuat pembagian yang tidak Alkitabiah antara dunia rohani yang baik dengan dunia materiel yang jahat serta dengan demikian mengharapkan keselamatan dengan jalan memberikan perhatian sesedikit mungkin kepada alam keberadaan yang fisik ini. Asketisisme dan hidup sederhana bertentangan satu sama lain. Berbagai kesamaan yang dangkal yang kadang-kadang terjadi jangan sekali-kali mengaburkan perbedaan yang radikal antara kedua paham ini. Asketisisme menolak harta milik. Hidup sederhana menempatkan harta pada tempat yang sewajarnya. Dalam asketisisme tidak ada tempat bagi “negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya”. Hidup sederhana dapat bersukacita dalam persediaan yang rahmani ini dari tangan Allah. Asketisisme baru merasa puas hati bila direndahkan. Hidup sederhana dapat menemukan kepuasan hati baik dalam kekurangan maupun dalam kelimpahan (Fil.4:12). Kesederhanaan adalah satu-satunyahal yang dapat mereorientasi kehidupan kita secukupnya sehingga harta milik dapat dinikmati dengan ikhlas tanpa menghancurkan kita. Tanpa kesederhanaan kita akan menyerah kepada roh “mamon” pada zaman yang jahat ini, atau kita akan terjerumus ke dalam asketisisme hukum yang non-Kristen. Keduanya akan membawa kepada penyembahan berhala. Dari segi rohani keduanya akan membawa maut. Di dalam Alkitab terdapat banyak sekali gambaran tentang persediaan materiel yang melimpah yang diberikan Allah kepada umat-Nya. “Sebab Tuhan, Allah-mu, membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik, ... suatu negeri ... di mana engkau tidak akan kekurangan apapun ... “ (Ul.8:7-9). Alkitab juga memberi banyak peringatan tentang
  • 20. bahayanya bila persediaan materiel tidak ditempatkan dalam perspektif yang semestinya. “Maka janganlah kau katakan dalam hatimu: kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini” (Ul. 8:17). Disiplin ketulusan dan kesederhanaan rohani memberikan perspektif yang kita perlukan. Kesederhanaan membebaskan kita untuk menerima persediaan Allah sebagai karunia yang bukan milik kita sendiri, dan yang dapat dibagikan dengan leluasa kepada orang lain. Setelah kita mengetahui bahwa dengan semangat yang sama Alkitab menolak untuk materialis dan asketik, maka kita siap untuk mengarahkan perhatian kita kepada pembentukan pengertian kristiani tentang ketulusan dan kesederhanaan. Satu Tempat untuk Berdiri Archimedes menyatakan, “Berikan aku tempat untuk berdiri dan aku akan memindahkan bumi.” Titik pusat seperti ini penting di dalam setiap kedisiplinan tetapi benar-benar penting dalam disiplin kesederhanaan. Dari semua disiplin, maka ketulusan dan kesederhanaan adalh yang paling nyata dan oleh sebab itu yang paling terbuka terhadap korupsi. Kebanyakan orang Kristen tidak pernah dengan serius menggumuli masalah kesederhanaan, dan tanpa merasa terganggu mereka mengabaikan nasihat Yesus yang banyak menegnai masalah ini. Alasannya sederhana: Disiplin ini secara langsung menantang kepercayaan diri kita dalam gaya hidup yang makmur. Namun, mereka yang sungguh-sungguh memperhatikan pengajaran Alkitab tentang kesederhanaan akan diperhadapkan dengan percobaan yang berat yang membawa kelegalisme (dengan ketat mematuhi perbuatan dan upacara hukum agama sebagai suatu upaya pembenaran). Dalam usaha yang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan pengajaran Yesus tentang ekonomi, amatlah mudah untuk mengacaukan penafsiran kita dengan ajaran yang sesungguhnya. Kita memakai busana ini atau membeli rumah jenis itu dan membenarkan pilihan kita sebagai hidup yang sederhana. Bahaya ini menjadikannya sangat penting untuk menempatkan dan dengan jelas menyatakan suatu titik pusat untuk kesederhanaan. Kita memiliki titik pusat itu dalam perkataan Yesus: Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lubang, namun
  • 21. diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung- burung itu? Siapakah diantara kamu yang karena kuatirnya dapat emnambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan memintal, namun Aku berkata kepadamu: Saomo daam segaa kemegahannya pun tidak berpakain seindah salah satu dari bunga itu. Jadi, jika demikian Allah memndandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi, Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat. 6:25-33). Titik pusat bagi disipin kesederhanaan adalah mencari kerajaan Allah dan kebenaran kerajaa-Nya dahulu–kemudian segala seuatu yang perlu akan datang menurut urutannya yang tepat. Tidaklah mungkin menilai terlalu tinggi wawasan Yesus dalam hal ini. Segala sesuatu bergantung apad mempertahankan hal yang “pertama” sabagai yang utama. Tidak ada sesuatu pun yang boleh mendahului kerajaan Allah, termasuk keinginan akan gaya hidup yang sederhana. Kesederhanaan menjdai penyembahan berhala jika hal ini lebih diutamakan daripada mencari kerajaan Allah. Soren Kierkegaard menulis: “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.” Apa maksudnya, apa yang harus saya lakukan, atau usaha macam apa yang bisa dikatakan sebagai mencari atau mengejar kerajaan Allah? Haruskah saya berusaha mencari pekerjaan yang cocok dengan bakat dan kemampuan saya agar dapat mempunyai pengaruh? Tidak, terlebih dahulu engkau harus mencari kerajaan Allah. Jika demikian, haruskah saya memberikan seluruh kekayaan saya kepada orang miskin? Tidak, Anda harus terlebih dahulu mencari kerajaan Allah. Jika demikian haruskah saya pergi memberitakan ajaran ini keseluruh dunia? Tidak, Anda harus mencari kerajaan Allah terlebih dahulu. Jika demikian maka sebetulnya tidak ada apa-apa yang saya lakukan. Sesungguhnya, dari satu segi itu berarti tidak melakukan apa-apa, menjadi tidak berarti apa-apa di hadapan Allah, belajar untuk berdiam diri; dalam kesunyian inilah terdapat permulaannya, yaitu cari dahulu kerajaan Allah....
  • 22. Memusatkan perhatian pada kerajaan itu menghasilkan realitas batiniah, dan tanpa realitas batiniah kita akan merosot sehingga terlibat dalam hal-hal sepele yang berhubungan denga legalisme.tidak ada hal lain yang bisa dijadikan titik pusat. Keinginan untuk keluar dari kesibukan yang tiada henti-hentinya tidak bisa menjadi titik pusat, pembagian kembali kekayaan dunia tidak bisa menjadi titik pusat, demikian pula menaruh perhatian terhadap ekologi tidak dapat. Satu-satunya hal yang dapat menjadi titik pusat dalam Disiplin Rohani berkenaan dengan kesederhanaan ialah mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenaran kerajaan itu, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat sosial. Semua hal lain itu bisa jadi berfaedah, tetapi pada saat hal-hal itu menjadi fokus segala usaha kita maka hal itu menjadi penyembahan berhala. memusatkan perhatian pada hal-hal itu sudah pasti akan menarik kita untuk menyatakan bahwa kegiatan khusus yang kita lakukan itu adalah kesederhanaan kristiani. Dan sebenarnya, jika kerajaan Allah benar-benar didahulukan, maka soal-soal ekologi, orang miskin, pembagian kembali kekayaan secara adil dan banyak hal lainakan diberikan perhatian yang semestinya. Orang yang tidak mencari dahulu kerajaan Allah itu sebenranya tidak mencarinya sama sekali, tidak peduli betapa bermanfaatnya penyembahan berhala yang telah dijadikan penggantinya. Seperti yang digambarkan Yesus dengan gamblang dalam ayat-ayat pokok di atas, kebebasan dari kekuatiran merupakan salah satu bukti batiniah dari usaha mencari kerajaan Allah terlebih dahulu. Kenyataan batiniah tentang kesederhanaan menyangkut kehidupan penuh sukacita yang tidak merisaukan harta benda. Orang serakah maupun orang pelit tidak mengalami kebebasan itu. Kebebasan itu tidak ada sangkut-paut dengan melimpah-ruahnya atau kekurangan harta. Itu merupakan suasana batin yang penuh percaya. Kenyataan bahwa seseorang hidup tanpa barang apa pun tidak menjamin bahwa orang itu hidup dalam kesederhanaan. Paulus mengajar bahwa cinta akan uang merupakan akar segala kejahatan, dan sering kali justru mereka yang memiliki uang paling sedikit itulah yang paling banyak mencintainya. Ada kemungkinan bahwa seseorang telah mengembangkan gaya hidup hlahiriah yang sederhana, tetapi hatinya dipenuhi kekuatiran. Sebaliknya, kekayaan tidak membebaskan kita dari kekuatiran. karena kekayaan dan kelimpahan datang secara munafik dengan berpakaian bulu domba serta berpura-pura menjadi pelindung terhadap kecemasan, tetapi kemudian kekayaan dan kelimpahan itu sendiri menjadi objek kecemasan ... kekayaan dan kelimpahan itu melindungi seseorang terhadap kecemasan itu hampir seperti serigala yang disuruh menggembalakan domba untuk melindunginya ... terhadap serigala....
  • 23. Kebebasan dari kecemasan ditandai oleh tiga sikap batin. Jika apa yang kita miliki itu telah kita terima sebagai satu pemberian, dan jika apa yang kita miliki harus dipelihara oleh Allah, dan jika apa yang kita miliki itu tersedia bagi orang lain, maka dengan demikian kita bebas dari kecemasan. Inilah kenyataan batin dari kesederhanaan. Akan tetapi, apabila kita percaya bahwa harta yang kita miliki itu adalah hak kita, dan jika apa yang kita miliki kita anggap harus dipegang erat-erat, dan jika apa yang kita miliki tidak tersedia bagi orang lain, maka kita hidup di dalam kecemasan. Orang-orang seperti itu takkan pernah mengenal kesederhanaan walaupun secara lahiriah mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkan “hidup sederhana”. Menerima apa yang telah kita miliki sebagai pemberian dari Allah adalah sikapbatin pertama dari kesederhkerja, tetapi kita tahu bahwa bukan pekerjaan kita yang memberikan apa yang kita miliki. Kita hidup oleh kasih karunia bahkan dalam hal “makanan sehari-hari”. Kita bergantung pada Allah sampai pada unsur-unsur yang terkecil pun dari hidup ini: udara, air, matahari. Apa yang kita miliki bukanlah hasil jerih payah kita melainkan pemeliharaan Allah yang rahmani. Jika kita dicobai untuk berpikir bahwa apa yang kita miliki merupakan jerih payah pribadi kita, maka kemarau yang sebentar saja atau kecelakaan yang kecil sudah dapat menunjukkan kepada kita lagi betapa sangat beruntung hidup kita dalam segala sesuatu. Mengetahui bahwa itu urusan Allah dan bukan urusan kita, untuk memelihara apa yang kita miliki adalah sikap batin kedua dari kesederhanaan. Allah sanggup melindungi apa yang kita miliki. Kita dapat mempercayai Dia. Apakah ini berarti bahwa kita tidak boleh memegang kunci mobil atau mengunci pintu? Sudah tentu bukan demikian. Tetapi kita tahu bahwa bukan gembok di pintu yang melindungi rumah kita. Akal sehat yang menyuruh kita mengambil tindakan pencegahan yang normal, tetapi jika kita percaya bahwa tindakan pencegahan itulah yang melindungi kita dan barang-barang kita, kita akan dilanda kekuatiran. Sebenarnya tindakan pencegahan yang “tahan maling” tidak ada. Jelasnya perkara initidak terbatas pada harta benda saja tetapi menyangkut hal lain, seperti reputasi kita atau pekerjaan kita. Kesederhanaan berarti kebebasan untuk mempercayai Allah dalam segala perkara ini. Menyediakan barang kepunyaan kita untuk membantu orang lain menandai sikap batin ketiga dari hidup sederhana. Pernah Martin Luther berkata, “Jika barang milik kita tidak tersedia bagi umum, maka barang itu merupakan barang curian.” Perkataan ini begitu sulit bagi kiuta karena kita takut akan masa depan. Kita berpegang erat-erat pada harta benda kita dan bukannya membaginya dengan orang lain karena kita kuatir akan masa depan. Akan tetapi, jika kita benar-benar percaya bahwa Allah adalah seperti yang dikatakan Yesus, maka kita tidak perlu kuatir. Pada saat kita memangdang Allah sebagai pencipta yang maha kuasa dan Bapa
  • 24. yang mengasihi kita, maka kita bisa membagi dengan orang lain karena kita tahu bahwa Ia akan memelihara kita. Jika seseorang memerlukan pertolongan, kita pun leluasa untuk menolong mereka. Sekali lagi, akal sehat akan menetapkan batas-batas kemurahan kita dan mencegah kita melakukans sesuatu yang bodoh. Jika kita mencari kerajaan Allah terlebih dahulu maka tiga sikap ini akan menjadi ciri hidup kita. Ketiga sikap ini bersama-sama menegaskan apa maksud Yesus ketika Ia berkata, “Janganlah kuatir.” Kenyataan batin kesederhanaan kristiani terdiri atas tiga sikap ini. Dan kita bisa memastikan bahwa jika kita hidup dalam kenyataan utama ini “segala sesuatu” yang diperlukan bagi kehidupan yang berkelimpahan akan menjadi milik kita juga. Kesederahanaan yang Diungkapkan Secara Lahiriah Menguraikan kesederhanaan hanya sebagai satu kenyataan batiniah berarti mengatakan sesuatu yang tidak benar. Kenyataan batiniah bukan suatu kenyataan sebelum itu diungkapakna secara lahiriah. Mengalami jiwa kesedrhanaan yang membebaskan itu akan mempengaruhi cara hidup kita. Seperti yang telah saya peringatkan sebelumnya, menerapkan kesederhanaan ini dalam cara-cara khusus berarti menghadapi resiko akan membuat kesederhanaan itu merosot menjadi peraturan-peraturanyang legalistik. Namun, resiko itulah yang harus saya ambil, karena menolak untuk mebicarakan hal-hal yang khusus berarti menurunkan disiplin ini menjadi sesuatu yang teoretis. Bagaimanapun juga, para penulis Alkitab terus-menerus mengambil resiko itu. Saya ingin menuliskan sepuluh prinsip yang mengontrol ungkapan kesederhanaan secara lahiriah. Prinsip-prinsip ini hendaknya jangan dianggap sebagai hukum, melainkan sebagai satu percobaan untuk mewujudkan arti kesederhanaan dalam kehidupan abad ke-20 ini. Pertama, belilah barang-barang yang benar-benar berguna bukan sebagai tanda kebesaran. Mobil hendaknya dibeli untuk digunakan, bukan karena gengsi. Coba pikirkan untuk menaiki sepeda saja. Dalam membangun atau membeli rumah, yang harus dipikirkan ialah kenyamanan rumah itu untuk didiami, bukan betapa takjubnya orang lainvmelihat rumah itu. Jangan ingin mempunyai lebih banyak ruangan daripada yang sebenarnya dibutuhkan. Bagaimanapun juga, siapa yang memerlukan tujuh kamar hanya untuk dua orang? Perhatikan pakaian saudara. Kebanyakan orang tidak memerlukan lebih banayk pakaian lagi. Mereka membeli lagi bukan karena mereka memerlukan pakaian, tetapi karena ingin mengikuti mode. Jangan hiraukan mode. Belilah hanya yang saudara perlukan. Pakailah pakaian suadara sampai rusak. Hentikan usaha untuk menarik poerhatian orang lain melalui
  • 25. pakaian saudara, tetapi pikatlah perhatian mereka dengan kehidupan saudara. Jika itu praktis untuk keadaan saudara, belajarlah membuat pakaian sendiri. Dan demi nama Tuhan (maksud saya secara harfiah) pakailah pakaian yang praktis daripada sebagai hiasan untuk tubuh saudara. John Wesley mengatakan, “mengenai ... pakaian, saya membeli yang paling kuat dan, umumnya, yang paling sederhana. Saya hanya membeli perkakas rumah tangga yang perlu dan murah. Kedua, tolaklah segala sesuatu yang menimbulkan kecanduan dalam diri saudara. Belajarlah untuk membedakan antara keperluan kejiawaan yang sesungguhnya, seperti keadaan lingkungan yang menyenangkan dengan ketagihan. Kurangilah atau hentikan pemaikaian minuman yang bergizi yang membuat ketagihan, seperti alkohol, kopi, teh, coca cola, dan lain sebagainya. Jika saudara telah ketagihan menonton televisi sebaiknya saudara menjualnya atau berikan kepada orang lain. Setiap media yang tidak bisa saudara tinggalkan, singkirkanlah: radio, stereo,majalah, film, surat kabar, buku bacaan. Coklat telah menjadi jenis makanan yang mengikat banyak orang. Jika uang telah mengikat hati saudara, berikan sebagian kepada orang lain dan merasakan kelepasan dalam hati saudara. Kesederhanaan adalah kebebasan, bukan perbudakan. Janganlah mau menjadi hamba kepada siapapun kecuali kepada Tuhan. Ketiga, kembangkan kebiasaan untuk memberikan barang saudara kepada orang lain. Jika saudara mendapati bahwa saudara mulai terikat pada barang tertentu pertimbangkan untuk memberikannya kepada orang lain yang memerlukannya. Saya masih ingat suatu hari Natal saya memutuskanbahwa daripada membeli atau mebuat suatu hadiah buat seorang tertentu, saya akan memberikannya sesuatu yang sangat berati bagi saya. Alasan saya itu mementingkan diri sendiri: saya ingun mengalami kebebasan yang datang dari perbuatan sederhana. Inipun untuk menjadi miskin dengan sukarela.pemberian itu berupa sepseda dengan persneling sepuluh. Saya ingat, pada saat saya menuju rumah orang itu untuk menyerahkan pemberian ini saya menyanyikan sebuah lagu yang kini mendapat arti yang baru, “dengan cuma-cuma engkau menerima, dengan cuma-cuma juga kauberi.” Kemaren anak saya yang berumur enam tahun mendengar bahwa seorang kawan sekolahnya memerlukan sebuah kotak roti untuk membawa bekal kepada saya apakah ia boleh memberikan kotaknya kepada kawannya itu. Haleluya! Jangan menimbun barang. Memiliki banyak barang yang tidak kita perlukan akan mempersulit kehidupan kita. Barang itu harus dipilih dan disimpan, lalu diseka debunya dan dipilih lagi lalu disimpan kembali, terus-menerus sampai menjemukan. Banyak diantara kita bisa saja memberikan setengah dari barang milik kita kepada orang lain, tanpa pengorbanan yang serius. Ada baiknya kita mengikuti nasihat Thoreau, “Hiduplah lebih sederhana.”
  • 26. Keempat, jangan mau dipengaruhi oleh semua propaganda produsen perkakas-perkakas modern. Alat yang katanya menghemat waktu hampir tidak pernah menghemat waktu. Hati- hatilah terhadap iklan yang mengatakan, “Alat itu begitu hemat sampai uang anda praktis sudah kembali dalam waktu enam bulan.” Kebanyakan alat dan perkakas dirancang agar rusak dan usang dan menyulitkan kehidupan kita, bukan menyenangkan. Masalah ini menjadi satu bencana dalam industri mainan anak-anak. Anak-anak kita tidak perlu dihibur dengan boneka yang bisa menangis, makan, ngompol, berkeringat, dan meludah. Sebuah boneka yang dibuat dari kain perca bisa lebih menghibur dan lebih awet. Sering kali anak-anak lebih senang jika bisa bermain dengan panci-panci tua daripada dengan permainan pesawat angkasa yang modern. Carilah permainan anak yang bersifat mendidik dan awet. Saudara sendiri dapat mencoba membuatnya. Biasanya alat-alat modern itu menghabiskan sumber-sumebr energi dunia. amerika serikat mempunyai penduduk kurang dari enam persen jumlah penduduk dunia, tetapi menggunakan kira-kira 33 persen dari energi dunia. Di Amerika Serikat, alat ac itu sendiri memakai sebanyak energi yang digunakan oleh seluruh negara Cina yang berpenduduk hampir satu milyar orang. Tanggung jawab lingkungan saja seharusnya mencegah kita memakai sebagian besar alat yang diproduksi sekarang ini. Para ahli propaganda berusaha meyakinkan kita bahwa oleh karena model terbaru dari alat ini atau itu mempunyai keistimewaan (hiasan kecil?) yang baru, maka kita harus menjual alat yang lama dan membeli yang baru. Mesin jahit mempunyai berbagai setik baru, perekam kaset mempunyai tombol-tombol baru, ensiklopedia mempunyai indeks baru. Dogma media seperti itu harus dengan hati-hati diteliti. Sering “keistimewaan-keistimewaan baru” merupakan suatu cara saja untuk membujuk kita agar membeli barang yang tidak kita perlukan. Mungkin lemari es itu bisa melayani kita dengan baik seumur hidup kita walaupun tanpa pembuat es yang otomatis dan warna-warni pelangi. Kelima, belajarlah untuk menikmati barang tanpa memilikinya. Memiliki barang merupakan satu obsesi dalam kebudayaan. Jika kita memilikinya, kita merasa dapat menguasai barang itu; dan jika kita bisa menguasainya, kita merasa dapat menikmatinya lebih banyak. Pikiran itu hanya sebuah khayalan. Banyak hal di dalam hidup ini dapat dinikmati tanpa memiliki atau menguasainya. Pakailah barang saudara bersama orang lain. Nikmatilah pantai tanpa merasa saudara harus membeli sebagian. Nikmatilah taman dan perpustakaan umum. Keenam, kembangkan penghargaan yang lebih dalam terhadap ciptaan Tuhan. dekatilah alam ini. Berjalanlah kapan saja saudara dapat. Dengarkanlah burung-burung berkicau—mereka itu utusan Tuhan. nikmatilah susunan rumput dan daun. Kagumilah warna-
  • 27. warni yang terdapat di mana-mana. Kesederahanaan berarti menemukan lagi bahwa “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya” (Mzm. 24:1). Ketujuh, pandanglah semua rencana “membeli sekarang, membayar kemudian” dengan keragu-raguan yang sehat. Rencana itu merupakan jebakan dan hanya akan lebih memperbudak saudara. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menghukum riba karena alasan-alasan yang baik. (“Riba” di dalam Alkitab bukan dipakai dalam arti kata modern sebagai bunga yang berlebihan; melainkan menunjuk pada bunga apa saja.) membungakan uang dipandang sebagai mengeksploitasi kemalangan orang lain, oleh sebab itu tidak diterima di kalangan Kristen. Yesus mencela hal menjalankan riba sebagai pertanda kehidupan lama dan menasihatkan para murid-Nya untuk “pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan” (Luk. 6:35). Perkataan Alkitab itu hendaknya jangan di tafsirkan sebagai semacam hukum yang universal yang wajib untuk semua kebudayaan pada segala waktu. Namun juga tidak boleh di anggap sebagai sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan masyarakat modern. Di balik semua perintah Alkitab itu terdapat himpunan hikmat (mungkin juga pengalaman yang amat pahit!) selama berabad-abad. Sudah tentu kebijaksanaan di samping kesederahaan menuntut agar kita berhati-hati sekali sebelum membuat utang. Delapan, taatilah perintah Yesus tentang pembicaraan yang jujur dan jelas. “Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Jikalau saudara menyanggupkan untuk melakukan suatu tugas, lakukanlah. Jauhilah kata-kata sanjungan dan perkataan yang setengah benar. Jadikan kejujuran dan ketulusan hati ciri yang istimewa dari tutur kata saudara. Hindari bahas yang dipakai golongan khusus dan spekulasi yang abstrak yang bertujuan untuk mengaburkan dan mempengaruhi bukannya untuk menerangi atau memberi informasi. Pembicaraan yang terus terang adalah sulit oleh karena kita jarang hidup di Pusat ilahi itu dan begitu jarang menanggapi bisikan sorgawi saja. Seringkali takut akan pendapat orang lain atau seribu satu alasan lain yang menentukan “ya” atau “tidak” kita bukan ketaatan kepada dorongan ilahi. Kemudian, jika ada kesempatan yang lebih menarik, atau situasi yang menjadi peluang yang lebih baik, dengan cepat kita membalikkan keputusan kita. Tetapi jika tutur kata kita keluar dari ketaatan kepada Pusat ilahi, maka tidak ada alasan untuk membalikkan “ya” menjadi “tidak” dan “tidak” menjadi “ya”. Kita akan hidup dalam ketulusan bicara sebab perkataan kita hanya akan berasal dari satu sumber. Soren Kierkegaard menulis, “Jika Anda sama sekali taat kepada Allah maka di dalam diri Anda tidak terdapat ketidak tentuan ... Anda tulus hati dihadapan Allah. .... Sesuatu yang selalu siap siaga terhadap semua kelicikan iblis dan semua perangkap pencobaan ialah ketulusan hati dan kesederhanaan.”
  • 28. Kesembilan, tolaklah segala sesuatu yang akan menyebabkan orang lain dianiaya. Mungkin saja tidak ada orang lain yang dapat mewujudkan prinsip ini dengan sepenuhnya seperti John Woolman, seorang penjahit golongan Quaker yang hidup pada abad ke-18. Buku hariannya yang terkenal berisi terlalu banyak petunjuk indah mengenai kerinduannya untuk hidup sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan orang lain dianiaya. Aku dipimpin untuk menyelidiki diriku dengan seksama apakah aku, sebagai individu, telah menjauhi segala sesuatu yang cenderung untuk mengobarkan perang atau yang berhubungan dengan perang, baik di negeri ini atau di Afrika; hatiku begitu prihatin agar pada masa yang akan datang di dalam segala perkara aku akan terus berpegang pada kebenaranyang murni, dan hidup serta berjalan di dalam kejujuran dan kesederhanaan sebagai seorang yang mengikut Kristus dengan sungguh-sungguh.... Banyak siksaan timbul karena kehidupan yang bermewah- mewah dan tamak, dengan bermacam-macam tindasan dan kejahatan lain yang menyertainya. Aku merasa bahwa melalui kemewahan dan ketamakan itu benih-benih malapetak dan kehancuran yang besar sedang ditabur dan bertumbuh dengan cepat di benua ini. Itulah salah satu pokok persoalan yang paling sulit dan paling peka yang harus dihadapi orang- orang Kristen pada abad ke-20 ini, namun kita harus menghadapinya. Apakah kita minum kopi dan makan siang dengan cara memeras kaum tani Amerika Latin? Di dalam dunia dengan sumber-sumber yang terbatas, apakah ambisi kita menjadi kaya akan membuat orang lain miskin? Haruskah kita membeli barang yang dibuat dengan cara memaksa orang melakukan pekerjaan yang menjemukan untuk memasang bagian-bagian alat itu? Apakah kita menikmati hubungan yang hierarkis dalam perusahaan atau pabrik yang membuat orang lain tetap berada di bwah kekuasaan kita? Apakah kita menindas anak-anak atau istrikita karena menganggap tugas-tugas tertentu terlalu hina? Seringkali penindasan itu berhubungan dengan rasisme dan perbedaan seks. Warna kulit masih mempengaruhi kedudukan orang dalam perusahaan. Jenis kelamin pelamar pekerjaan itu masih mempengaruhi jumlah gaji yang akan diterima mudah-mudahan Allah memberikan nabi-nabi deasa ini yang, seperti John Woolman, akan menarik kita dari keinginan untuk menjadi kaya “sehingga kita bisa “mematahkan kuk penindasan.” Kesepuluh, hindarilah apa saja yang mengalihkan saudara dari mencapai tujuan yang utama. George Fox memperingatkan: tetapi ada satu bahaya dan percobaan, yang menarik pikiran Anda dengan semua urusan itu; sehingga Anda hampir tidak bisa lagi melayani Tuhan, karena selalu ada teiakan,perusahaanku! Perusahaanku! Pikiran anda tidak hanya berpikir mengenai hal-hal itu, tetapi akan terserap olehnya.... Lalu, jika Tuhan Allah merintangi Anda dan menghentikan Anda di laut dan di
  • 29. daratan, mengambil semua barang Anda, agar pikiran Anda tidak berbeban lagi, maka pikiran yang berbeban itu akan resah,karena tidak berada dalam kuasa Allah. Kiranya Allah memberikan kita keberanian, kebijaksanaan, dan kekuatan untuk selalu memegang teguh prioritas nomor satu di dalam hidup kita, yaitu “mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya,” serta mengerti segala sesuatu yang terkandung dalam kata-kata itu. Melakukan yang demikian berarti hidup di dalam ketulusan dan kesederhanaan.