SlideShare a Scribd company logo
Batam Pos 
Minggu, 03 Februari 2008 
Tasbih dari Gunung Slamet 
Cerpen: Sigit Emwe 
Mbah Muslich masih memegangi jenggotnya yang telah beruban, tangannya pelan 
membelainya. Perlahan ia memperbaiki posisi pecinya yang agak kurang pas dirasaknnya. 
Kembali matanya tertuju pada koran pagi ditangannya. Dalam halaman yang dibacanya 
terdapat berita tentang kematian seorang istri kyai secara khusnul khotimah yaitu saat 
mengerjakan shalat. Mata Mbah Muslich jauh menerawang ke atas atap rumahnya yang 
buat dari jerami kering. Dalam-dalam ia hisap asap tembakau yang ia nyalakan berapa 
menit yang lalu. Dimejanya yang terbuat dari bambu tampak sebuah asbak terbuat dari 
tanah liat penuh dengan putung-putung rokok yang dihisapnya. Mbah Muslich tampak 
begitu gelisah, sekali-kali batuknya membuat tubuhnya terguncang dari posisi duduknya. 
*** 
Walaupun menyandang gelar Haji dan memiliki kelebihan indera keenam yaitu mengetahui 
apa yang tidak diketahui orang lain atau orang biasa menyebutnya ngarti sadurunge weruh, 
Mbah Muslich tetap lah Mbah Muslich yang dulu. Hidup dalam kesederhanaan dan 
kesendirian. Mbahi Muslich hidup seorang diri. Sebenarnya keponakannya pernah tinggal 
bersamanya sejak kecil, namun nasib berkata lain keponakannya yang berkerja sebagai 
pengrajin tasbih mati secara tragis dengan gantung diri di pohon manggga di depan rumah 
Mbah Muslich yang berada tepat di bawah kaki Gunung Slamet. Sejak kematian 
keponakannya Mbah Muslic memilih hidup membujang, apalagi anak, istripun ia tak 
punya. Meskipun tanahnya amatlah luas, Mbah Musich enggan untuk mencari pendamping 
hidup. Sebenarnya Mbah Muslich bukan lelaki yang membenci perempuan, namun ia 
merasa bahwa dirinya takkan mampu membahagiakan perempuan. 
Dulu ibu Mbah Muslich adalah seorang janda kaya, ia ditinggal mati suami tercinta dalam 
perang kemerdekaan. Waktu itu bapak dari Mbah Muslich adalah seorang pejuang yang 
gigih memperjuangkan kemerdekaan. Pada suatu malam ia bersama pasukannya tengah 
melakukan patroli untuk menjaga keamanan desanya. Tiba-tiba sebuah bom meledak tepat 
didepannya. Tubuhnya terpental kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya. Sejak itulah 
Muslich kecil menjadi anak yatim. 
Kehidupan menjadi anak yatim menempa Muslich kecil menjadi orang yang tahan banting. 
Hidup dalam kasih sayang ibunya membuat Muslich kecil begitu menghargai perempuan. 
Dari figur ibunya lah Muslich memiliki pandangan tersendiri terhadap perempuan. 
Seekor kucing belang yang turun dari atas meja membuyarkan lamunan Mbah Muslich. 
Sesaat Mbah Muslich menghisap dalam-dalam rokok terakhir sebelum membuangnya ke 
dalam asbak. Mbah Muslich beranjak dari tempat duduknya, Ia berjalan menuju sebuah 
sudut ruangan dan mengambil Al-Quran dari dalam lemari. 
Tiba-tiba terdengar orang mengucapkan salam dan beberapa saat kemudian terdengar suara 
orang mengetuk pintu rumah Mbah Muslich. Suara itu semakin keras, seperti begitu 
tergesa-gesa. Mbah Muslich memasukan kembali Al-Quran ke dalam lemari dan 
meletaknnya di atas tempatnya. Mbah Muslich kemudian berjalan menuju ke arah pintu 
untuk membuka dan mengetahui siapa yang datang. 
Seorang kakek tua berdiri di depan Mbah Muslich. Pakaiannya serba putih, dengan sorban 
putih dikepalanya. Ternyata Mbah Ronggo yang datang bertamu kerumah Mbah Muslich. 
Tampak wajah tua yang berkeriput Mbah Ronggo begitu pucat dan pasi, ada kecemasan 
tergambar dari raut wajahnya.
“Ada gerangan apa saudaraku berkenan berkunju ke gubugku ini” tanya Mbah Muslich 
sambil mempersilahkan Mbah Ronggo masuk ke dalam rumah dan mempersilahkan Mbah 
Ronggo untuk duduk. 
“Maafkan aku, jika kedatangan jasad ini mengganggu kekhusuanmu” jawab Mbah Ronggo. 
“Ada gerangan apa yang membuat saudaraku, berkenan hadir dalam wujud wadag ini, 
sepertinya ada masalah teramat penting engkau bawa kepadaku” Mbah Muslich menerka 
maksud kedatangan Mbah Ronggo. 
“Tentu saudaraku lebih tahu, dan bisa meraba masalah apa yang aku bawa untukmu” jawab 
Mbah Ronggo singkat. 
“Jika masalah itu, pastilah saudaraku lebih mumpuni dalam menyelesaikannya, namun 
marilah kita bahas masalah itu dengan lebih bijak dan lebih arif” ucapan Mbah Muslich 
terdengar datar. 
“Kehidupan ini semakin tua, kita semakin di makan usia, namun banyak yang belum bisa 
kita lakukan untuk menjaga keseimbangan alam ini” kata-kata dari Mbah Ronggo keluar 
penuh makna. 
“Itulah yang meski kita lakukan, cobalah saudaraku, bawa tasbih ini dan berikan kepada 
putramu, biarkan ia menyelesaiakan persoalannya, Inssa Allah masalahnya akan 
terselesaikan” Mbah Muslich mengambil tasbih dari lehernya dan memberikan kepada 
Mbah Ronggo. 
Tasbih berwarna kuning keemasan. Dengan tulisan Allah pada tiap butirannya. Kini telah 
ada di tangan Mbah Ronggo. Tanpa waktu yang lama Mbah Ronggo memohon pamit 
kepada Mbah Muslich. 
Di pesantrennya Gus Maktum tampak begitu gelisah, ia tengah menunggu kedatangan 
bapaknya. Berapa saat kemudian terdengar salam dari luar pesantren. Yang datang ternyata 
Mbah Ronggo. Tanpa berpanjang kata Mbah Ronggo memberikan tasbih pemberian dari 
Mbah Muslich kepada putranya Gus Maktum. 
Tampak wajah berseri-seri terpancar dari wajah Gus Maktum. Berulang-ulang diciumnya 
tangan Mbah Ronggo. Ekspresinya seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan 
dari bapaknya. 
“Anakku, sekarang temuilah istrimu dan berikan apa apa yang menjadi keinginannya” 
perintah Mbah Ronggo kepada Gus Maktum. 
Tanpa berpikir lama Gus Maktum menuju kamar di mana istrinya tengah duduk termenung. 
Tampak mata yang sembab dari sepasang mata yang indah milik istrinya. Seolah istrinya 
berusaha menahan kesedihan yang ia sembunyikan. 
“Istriku, ini tasbich bertuliskan lafal Allah dari gunung Slamet seperti persyaratkan yang 
kau ajukan kepadaku agar aku bisa menikah lagi” Gus Maktum menunjukan tasbih itu 
kepada istrinya. 
Dengan tangan sedikit gemetar istri Gus Maktum menerima tasbih tersebut. Dipandangnya 
tasbich itu dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya melayang pada seorang pemuda dusun di 
bawah kaki Gunung Slamet yang berprofesi sebagai pengrajin tasbih. Betapa perasaan
bersalah muncul dalam hatinya ketika tanpa alasan yang jelas ia harus meninggalkan 
dusunnya dan pemuda tercintanya itu untuk menikah dengan Gus Maktum seorang putera 
dari Kyai Terkenal di Jawa Timur. 
Pesta perkawinan Gus Maktum dengan istri keduanya digelar cukup meriah di pondok 
pesantren Gus Maktum, ada bend ternama yang dulu menjadi santri di pesantren itu di 
undang meramaikan pesta pernikahan itu. Selain itu kelompok hadroh dan para pemusik 
kasidah pun tak mau ketinggalan menyubangkan karyanya sbagai wujud ketakdiman 
kepada seorang guru. 
Malam semakin larut, Gus Maktum tampak begitu lelah menyambut tamu-tamu yang 
datang dari kota-kota dan pesantren-pesantren lainnya. Begitu juga kelelahan tampak 
menyelimuti istri kedua Gus Maktum yang berdandan layaknya seorang artis. Hanya saja 
menggunakan Jilbab, sehingga kemenorannya berdandan sedikit tertutupi. Gus Maktum da 
istri keduannya hendak beristirahat, mereka menarik diri dari keramaian pesta dan bergegas 
menuju ke dalam kamar. 
Tiba di dalam kamar, tiba-tiba istri kedua Gus Maktum menjerit histeris, tubuhnya tampak 
lunglai. Dihadapnnya terlihat sosok wanita dengan mengenakan pakaian shalat tampak 
bersimbah darah. Gus Maktum melihat istri pertamanya telah tak bernyawa dengan goresan 
di urat nadi tangannya. Dalam genggaman tangannya tampak tasbih berlafalkan nama Allah 
telah berwarna merah. Gus Maktum tak bisa berkata apa-apa, tubuhnya lemah. Kedua 
kakinya terasa terpaku di atas bumi. Begitu kaku. ***

More Related Content

Viewers also liked

Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Recomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenibleRecomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenible
Antoniobelen
 
BookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yoursBookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yours
Hans Goetze
 

Viewers also liked (7)

Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)
 
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
 
Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)
 
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
 
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
 
Recomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenibleRecomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenible
 
BookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yoursBookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yours
 

Similar to Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)

Eppak (mahwi air tawar)
Eppak (mahwi air tawar)Eppak (mahwi air tawar)
Eppak (mahwi air tawar)
Arvinoor Siregar SH MH
 
M46314 n6
M46314 n6M46314 n6
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening SenjaBuku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
MohHarisSuhud
 
Bangau menenun songket
Bangau menenun songketBangau menenun songket
Bangau menenun songket
Rohana Mazelan
 
Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Om budi (lumaksono)
Om budi (lumaksono)Om budi (lumaksono)
Om budi (lumaksono)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Ketika Musim Jamur Tiba
Ketika Musim Jamur Tiba Ketika Musim Jamur Tiba
Ketika Musim Jamur Tiba
tammi prastowo
 
Kereta malam
Kereta malamKereta malam
Kereta malam
Muhammad Ilham
 
Wangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibuWangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibu
radikalzen
 
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUSORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
primagraphology consulting
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
BackLinking
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
BackLinking
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Andri Goodwood
 
Tak bisa pulang (eh kartanegara)
Tak bisa pulang (eh kartanegara)Tak bisa pulang (eh kartanegara)
Tak bisa pulang (eh kartanegara)
Arvinoor Siregar SH MH
 

Similar to Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe) (14)

Eppak (mahwi air tawar)
Eppak (mahwi air tawar)Eppak (mahwi air tawar)
Eppak (mahwi air tawar)
 
M46314 n6
M46314 n6M46314 n6
M46314 n6
 
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening SenjaBuku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
 
Bangau menenun songket
Bangau menenun songketBangau menenun songket
Bangau menenun songket
 
Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)
 
Om budi (lumaksono)
Om budi (lumaksono)Om budi (lumaksono)
Om budi (lumaksono)
 
Ketika Musim Jamur Tiba
Ketika Musim Jamur Tiba Ketika Musim Jamur Tiba
Ketika Musim Jamur Tiba
 
Kereta malam
Kereta malamKereta malam
Kereta malam
 
Wangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibuWangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibu
 
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUSORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
 
Tak bisa pulang (eh kartanegara)
Tak bisa pulang (eh kartanegara)Tak bisa pulang (eh kartanegara)
Tak bisa pulang (eh kartanegara)
 

More from Arvinoor Siregar SH MH

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
Arvinoor Siregar SH MH
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
Arvinoor Siregar SH MH
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
Arvinoor Siregar SH MH
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
Arvinoor Siregar SH MH
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
Arvinoor Siregar SH MH
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
Arvinoor Siregar SH MH
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
Arvinoor Siregar SH MH
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
Arvinoor Siregar SH MH
 
Slavery
SlaverySlavery
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
Arvinoor Siregar SH MH
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
Arvinoor Siregar SH MH
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
Arvinoor Siregar SH MH
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
Arvinoor Siregar SH MH
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
Arvinoor Siregar SH MH
 

More from Arvinoor Siregar SH MH (20)

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
 
Slavery
SlaverySlavery
Slavery
 
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Rosa parks
 
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
 

Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)

  • 1. Batam Pos Minggu, 03 Februari 2008 Tasbih dari Gunung Slamet Cerpen: Sigit Emwe Mbah Muslich masih memegangi jenggotnya yang telah beruban, tangannya pelan membelainya. Perlahan ia memperbaiki posisi pecinya yang agak kurang pas dirasaknnya. Kembali matanya tertuju pada koran pagi ditangannya. Dalam halaman yang dibacanya terdapat berita tentang kematian seorang istri kyai secara khusnul khotimah yaitu saat mengerjakan shalat. Mata Mbah Muslich jauh menerawang ke atas atap rumahnya yang buat dari jerami kering. Dalam-dalam ia hisap asap tembakau yang ia nyalakan berapa menit yang lalu. Dimejanya yang terbuat dari bambu tampak sebuah asbak terbuat dari tanah liat penuh dengan putung-putung rokok yang dihisapnya. Mbah Muslich tampak begitu gelisah, sekali-kali batuknya membuat tubuhnya terguncang dari posisi duduknya. *** Walaupun menyandang gelar Haji dan memiliki kelebihan indera keenam yaitu mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain atau orang biasa menyebutnya ngarti sadurunge weruh, Mbah Muslich tetap lah Mbah Muslich yang dulu. Hidup dalam kesederhanaan dan kesendirian. Mbahi Muslich hidup seorang diri. Sebenarnya keponakannya pernah tinggal bersamanya sejak kecil, namun nasib berkata lain keponakannya yang berkerja sebagai pengrajin tasbih mati secara tragis dengan gantung diri di pohon manggga di depan rumah Mbah Muslich yang berada tepat di bawah kaki Gunung Slamet. Sejak kematian keponakannya Mbah Muslic memilih hidup membujang, apalagi anak, istripun ia tak punya. Meskipun tanahnya amatlah luas, Mbah Musich enggan untuk mencari pendamping hidup. Sebenarnya Mbah Muslich bukan lelaki yang membenci perempuan, namun ia merasa bahwa dirinya takkan mampu membahagiakan perempuan. Dulu ibu Mbah Muslich adalah seorang janda kaya, ia ditinggal mati suami tercinta dalam perang kemerdekaan. Waktu itu bapak dari Mbah Muslich adalah seorang pejuang yang gigih memperjuangkan kemerdekaan. Pada suatu malam ia bersama pasukannya tengah melakukan patroli untuk menjaga keamanan desanya. Tiba-tiba sebuah bom meledak tepat didepannya. Tubuhnya terpental kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya. Sejak itulah Muslich kecil menjadi anak yatim. Kehidupan menjadi anak yatim menempa Muslich kecil menjadi orang yang tahan banting. Hidup dalam kasih sayang ibunya membuat Muslich kecil begitu menghargai perempuan. Dari figur ibunya lah Muslich memiliki pandangan tersendiri terhadap perempuan. Seekor kucing belang yang turun dari atas meja membuyarkan lamunan Mbah Muslich. Sesaat Mbah Muslich menghisap dalam-dalam rokok terakhir sebelum membuangnya ke dalam asbak. Mbah Muslich beranjak dari tempat duduknya, Ia berjalan menuju sebuah sudut ruangan dan mengambil Al-Quran dari dalam lemari. Tiba-tiba terdengar orang mengucapkan salam dan beberapa saat kemudian terdengar suara orang mengetuk pintu rumah Mbah Muslich. Suara itu semakin keras, seperti begitu tergesa-gesa. Mbah Muslich memasukan kembali Al-Quran ke dalam lemari dan meletaknnya di atas tempatnya. Mbah Muslich kemudian berjalan menuju ke arah pintu untuk membuka dan mengetahui siapa yang datang. Seorang kakek tua berdiri di depan Mbah Muslich. Pakaiannya serba putih, dengan sorban putih dikepalanya. Ternyata Mbah Ronggo yang datang bertamu kerumah Mbah Muslich. Tampak wajah tua yang berkeriput Mbah Ronggo begitu pucat dan pasi, ada kecemasan tergambar dari raut wajahnya.
  • 2. “Ada gerangan apa saudaraku berkenan berkunju ke gubugku ini” tanya Mbah Muslich sambil mempersilahkan Mbah Ronggo masuk ke dalam rumah dan mempersilahkan Mbah Ronggo untuk duduk. “Maafkan aku, jika kedatangan jasad ini mengganggu kekhusuanmu” jawab Mbah Ronggo. “Ada gerangan apa yang membuat saudaraku, berkenan hadir dalam wujud wadag ini, sepertinya ada masalah teramat penting engkau bawa kepadaku” Mbah Muslich menerka maksud kedatangan Mbah Ronggo. “Tentu saudaraku lebih tahu, dan bisa meraba masalah apa yang aku bawa untukmu” jawab Mbah Ronggo singkat. “Jika masalah itu, pastilah saudaraku lebih mumpuni dalam menyelesaikannya, namun marilah kita bahas masalah itu dengan lebih bijak dan lebih arif” ucapan Mbah Muslich terdengar datar. “Kehidupan ini semakin tua, kita semakin di makan usia, namun banyak yang belum bisa kita lakukan untuk menjaga keseimbangan alam ini” kata-kata dari Mbah Ronggo keluar penuh makna. “Itulah yang meski kita lakukan, cobalah saudaraku, bawa tasbih ini dan berikan kepada putramu, biarkan ia menyelesaiakan persoalannya, Inssa Allah masalahnya akan terselesaikan” Mbah Muslich mengambil tasbih dari lehernya dan memberikan kepada Mbah Ronggo. Tasbih berwarna kuning keemasan. Dengan tulisan Allah pada tiap butirannya. Kini telah ada di tangan Mbah Ronggo. Tanpa waktu yang lama Mbah Ronggo memohon pamit kepada Mbah Muslich. Di pesantrennya Gus Maktum tampak begitu gelisah, ia tengah menunggu kedatangan bapaknya. Berapa saat kemudian terdengar salam dari luar pesantren. Yang datang ternyata Mbah Ronggo. Tanpa berpanjang kata Mbah Ronggo memberikan tasbih pemberian dari Mbah Muslich kepada putranya Gus Maktum. Tampak wajah berseri-seri terpancar dari wajah Gus Maktum. Berulang-ulang diciumnya tangan Mbah Ronggo. Ekspresinya seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan dari bapaknya. “Anakku, sekarang temuilah istrimu dan berikan apa apa yang menjadi keinginannya” perintah Mbah Ronggo kepada Gus Maktum. Tanpa berpikir lama Gus Maktum menuju kamar di mana istrinya tengah duduk termenung. Tampak mata yang sembab dari sepasang mata yang indah milik istrinya. Seolah istrinya berusaha menahan kesedihan yang ia sembunyikan. “Istriku, ini tasbich bertuliskan lafal Allah dari gunung Slamet seperti persyaratkan yang kau ajukan kepadaku agar aku bisa menikah lagi” Gus Maktum menunjukan tasbih itu kepada istrinya. Dengan tangan sedikit gemetar istri Gus Maktum menerima tasbih tersebut. Dipandangnya tasbich itu dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya melayang pada seorang pemuda dusun di bawah kaki Gunung Slamet yang berprofesi sebagai pengrajin tasbih. Betapa perasaan
  • 3. bersalah muncul dalam hatinya ketika tanpa alasan yang jelas ia harus meninggalkan dusunnya dan pemuda tercintanya itu untuk menikah dengan Gus Maktum seorang putera dari Kyai Terkenal di Jawa Timur. Pesta perkawinan Gus Maktum dengan istri keduanya digelar cukup meriah di pondok pesantren Gus Maktum, ada bend ternama yang dulu menjadi santri di pesantren itu di undang meramaikan pesta pernikahan itu. Selain itu kelompok hadroh dan para pemusik kasidah pun tak mau ketinggalan menyubangkan karyanya sbagai wujud ketakdiman kepada seorang guru. Malam semakin larut, Gus Maktum tampak begitu lelah menyambut tamu-tamu yang datang dari kota-kota dan pesantren-pesantren lainnya. Begitu juga kelelahan tampak menyelimuti istri kedua Gus Maktum yang berdandan layaknya seorang artis. Hanya saja menggunakan Jilbab, sehingga kemenorannya berdandan sedikit tertutupi. Gus Maktum da istri keduannya hendak beristirahat, mereka menarik diri dari keramaian pesta dan bergegas menuju ke dalam kamar. Tiba di dalam kamar, tiba-tiba istri kedua Gus Maktum menjerit histeris, tubuhnya tampak lunglai. Dihadapnnya terlihat sosok wanita dengan mengenakan pakaian shalat tampak bersimbah darah. Gus Maktum melihat istri pertamanya telah tak bernyawa dengan goresan di urat nadi tangannya. Dalam genggaman tangannya tampak tasbih berlafalkan nama Allah telah berwarna merah. Gus Maktum tak bisa berkata apa-apa, tubuhnya lemah. Kedua kakinya terasa terpaku di atas bumi. Begitu kaku. ***