SlideShare a Scribd company logo
“ KISAH SPIRITUALISME YANG KUAT DAN MENGESANKAN “
       The Tree of Life adalah salah satu contoh film yang memang
bukan film seperti pada umumnya yang selalu memberikan nilai konklusi
dalam sebuah kisah. Tetapi, film ini melontarkan berjuta pertanyaan yang
harus dijawab dari lubuk hati yang terdalam oleh pemeran utamanya.
Bahkan, para penonton pun akan diajak untuk ikut menanyakan hal yang
hanya bisa dijawab dalam hati kita. Apapun kata yang bisa dilontarkan
tidak akan cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dalam film ini.
Film panjang berdurasi 138 menit ini merupakan film peraih Piala Palem
Emas Festival Film Cannes 2011 yang dipuji banyak kritikus film sedunia. Film ini disutradarai
dan ditulis sendiri oleh seorang sutradara yang dikenal sebagai sutradara Hollywood yang paling
pemalu, tidak mau diwawancarai, bahkan tidak pernah datang ke pemutaran film-filmnya untuk
menjelaskan apa maksud dari film yang dibuatnya. Sang sutradara dari film ini bernama
Terrence Malick. Di usianya yang ke-67 tahun, Malick telah berhasil membuat lima film
termasuk The Tree of Life ini.
       Film Malick yang pertama berjudul Badlands (1973) yang bercerita tentang fiksifikasi
sebuah tragedi pembunuhan di wilayah tengah Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Lima tahun
kemudian, ia membuat film keduanya berjudul Days of Heaven (1978) tentang kisah hidup
petani pada tahun 1900-an. Sekitar 20 tahun kemudian, Malick baru membuat film lagi yang
berjudul The Thin Red Line (1998) tentang kisah kesia-siaan perang dengan latar atau setting
Perang Dunia II saat Amerika Serikat menyerbu Pulau Guadalcanal di Pasifik Selatan melawan
Jepang. Kemudian, pada tahun 2005 Malick menafsir ulang cerita Pocahontas lewat The New
World. Terakhir, ia membuat film terbarunya yang berjudul The Tree of Life (2011) tentang
makna sebuah keluarga dan kehidupan yang berkaitan dengan iman religi kristiani secara
mendalam.
       The Tree of Life memang bukanlah film yang mudah untuk diikuti oleh penontonnya.
Dalam film ini, Terrence Malick mengajak kita untuk memahami, mendalami, dan menyelami
betapa kompleksnya seluk-beluk kehidupan di dunia ini. Meskipun, kita hidup di bumi yang
sama namun masing-masing orang memiliki perspektif yang berbeda tentang hidup itu sendiri.
Film ini seakan-akan mengajak kita untuk bertamasya yang tidak biasa kepada Tuhan Sang
Pencipta. Film ini dimulai dengan kutipan ayat dari Perjanjian Lama dalam Alkitab: Where were

                                                                                             1
you when I laid the foundation of the earth? When the morning stars sang together, and all the
sons of God shouted for joy? (Job 38: 4 and 7). Lalu, Malick mengenalkan kita pada kehidupan
dalam sebuah keluarga Midwestern pada tahun 1950-an di Amerika Serikat yang terdiri dari
ayah, ibu, dan tiga orang anak laki-laki. Ceritanya bermula ketika sang Ibu menerima kabar
dengan mendapatkan telegram yang menyatakan bahwa salah satu putranya meninggal. Dilihat
dari latar waktu film ini, putranya meninggal pada usia 19 tahun dalam tugas militer di Perang
Vietnam yang berlangsung sekitar tahun 1960-an. Kabar kematian tentang seorang yang sangat
dicintai oleh ibunya membuka jalan pada pertanyaan-pertanyaan eksistensialis berlandaskan
iman kepada Tuhan, seperti “Dimanakah Engkau? Apakah Engkau tahu?” Kau membiarkan
seorang remaja mati. Untuk apa aku berbuat baik? Jika Kau tidak.”
       Kemudian, cerita berlanjut ke sosok anak sulung dari tiga bersaudara itu, Jack (Sean
Penn) yang mengalami flashback atau mengingat kembali pengalaman masa kecilnya yang akan
tetap membekas sampai ajal menjemput. Saat masih kecil, Jack Kecil (Hunter McCracken)
dibesarkan oleh kedua orang tua yang memiliki karakter yang berbeda. Jack Kecil melihat dunia
ini dari mata ibunya (Jessica Chastain) yang memiliki karakter lembut dan penuh kasih sayang
sehingga semuanya seakan-akan terlihat indah dan penuh kasih. Saat usia Jack bertambah,
ayahnya Mr. O’Brien (Brad Pitt) mulai menanamkan pendidikan yang sama sekali berbeda
dengan apa yang ia dapatkan dari ibunya. Semua yang pada awalnya terlihat indah perlahan-
lahan mulai memudar digantikan dengan kesuraman. Ayah Jack merupakan sosok pria yang
tegas dan keras sekali dalam mendidik anak-anaknya.
       Kehidupan tersebut ternyata membekas di hati dan pikiran Jack (Sean Penn) ketika sudah
dewasa. Jack kehilangan pegangan dan berpandangan memiliki masa depan suram akibat dari
perlakuan ayahnya sehingga dia sangat membenci sang Ayah. Dunia sudah berubah namun
sesuatu yang ada di dalam diri Jack sepertinya tetap membelenggu. Jack merasa jiwanya kosong
di dunia yang serba modern, ia mencari jawaban dan makna kehidupan sementara ia pun
mempertanyakan keimanannya. Tetapi, perlahan-lahan Jack berubah dan memahami makna
kehidupan itu sendiri. Ia mulai bisa memaafkan perilaku ayahnya yang selama ini ia benci. Dia
mulai menyusun puing-puing kehidupan dan jalan hidupnya untuk sesuatu yang lebih baik lagi di
masa depan. Jack mulai dapat mencari jati diri dan melupakan trauma masa lalunya.
       Musibah, malapetaka, kematian tidak memandang orang baik atau orang jahat. Jika
terjadi, itu sudah takdir dari Tuhan. Tapi terkadang manusia mempertanyakan apa yang sudah

                                                                                            2
menjadi takdir Tuhan. Pada titik ini, filmnya mempunyai kaitan dengan kisah Ayub dalam
Alkitab. Ayub ialah orang yang paling saleh di bumi pada masanya dan memiliki kekayaan
melimpah, lalu Tuhan memberinya cobaan. Ia bangkrut, anak-anaknya meninggal, serta cobaan
lain yang menguji kesetiannya pada Tuhan. Hingga pada akhirnya, Ayub lulus uji karena tetap
setia kepada Tuhan dan semua dipunyainya yang tadinya hilang dikembalikan berlipat-lipat
ganda. Di sinilah kemudian, adanya relevansi ayat Alkitab dari kitab Ayub yang dikutip di awal
film. Dalam Alkitab, Ayub sering mengajukan pertanyaan pada Tuhan, “Mengapa orang baik
selalu menderita?” Hal ini dijawab Tuhan seperti yang dikutip dalam ayat di atas sebab sebagai
Sang Pencipta, Tuhan bisa berkehendak apa saja. Film ini ingin mengatakan kuasa Tuhan pada
semesta, termasuk manusia di dalamnya yang tidak terbantahkan.
       Menurut saya, film ini tidak hanya sekedar bercerita melalui penuturan kisah perjalanan
batin sosok Jack hingga ia memasuki masa dewasa, tetapi juga ada pesan yang ingin
disampaikan Terrence Malick sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Pesan yang ingin
disampaikan Terrence Malick sebenarnya bukanlah pesan yang jauh dari kehidupan sehari-hari
kita. Apa yang dikisahkan Malick dalam film ini adalah apa yang terjadi dalam kehidupan setiap
manusia. Pergolakan batin, pencarian jati diri, dan kegalauan saat semua nilai yang ditanamkan
dari waktu kecil mulai jadi setumpuk pertanyaan besar. Hal yang menarik adalah Malick cukup
cermat menuangkan kisah dengan cara yang indah dan berhasil menyampaikan suatu pesan agar
tidak terlihat menceramahi dengan serangkaian dialog dan narasi. Sebagai tambahan yang dapat
memperindah film ini, Terrence Malick menyampaikan kisah ini tidak hanya dengan rangkaian
dialog yang bahkan bukan bagian paling banyak dari film drama ini, tetapi visual dan musik latar
yang memegang peran sangat penting dalam penuturan kisah kehidupan ini.
       Malick memilih cerita yang tidak mudah dan menyajikan cerita yang tidak mudah juga
dengan gaya khasnya, yaitu voice over puitis di tengah gambar-gambar indah terasa semakin
banyak di filmnya kali ini sehingga membuat ceritanya semakin sulit dicerna oleh para penonton.
Dua puluh menit adegan penciptaan alam semesta dimulai dari dentuman besar, munculnya
galaksi, kelahiran makhluk hidup pertama, masa dinosaurus, komet menghantam bumi, dan
dunia yang kita tinggali sekarang seolah-olah membuat terpaksa para penontonnya berusaha
keras mengartikan setiap gambar yang tersaji di layar untuk mencari makna maupun maksudnya.
Adegan penciptaan alam semesta tersebut menjadi titik eksplorasi cerita tertinggi dalam The Tree
of Life. Untuk saya, segala visual yang tersaji dalam film ini tinggal diikuti saja seperti sedang

                                                                                                3
membaca puisi dengan mengikuti irama dan keindahan diksi yang dipilih dari penyair tanpa
harus mencari maksud kata-kata dalam puisi yang hanya akan membuat lelah dan depresi.
Melalui film ini, Malick seakan-akan sedang berusaha membacakan puisinya sambil mengajak
kita bertamasya secara visual.
       Selain itu, saya juga melihat dan memahami ada sesuatu hal mengenai apa yang menjadi
makrokosmos dan mikrokosmos yang ingin disampaikan Malick dalam film ini. Dalam tingkat
makrokosmos, Tuhan menciptakan alam semesta yang mencipta dari ketiadaan menjadi apa yang
ada sekarang. Dalam tingkat mikrokosmos, pada sebuah keluarga dengan seorang kepala
keluarga otoriter, ibu yang penuh kasih sayang, serta ketiga anaknya, kita dapat melihat kuasa
Tuhan tetap ada. Saat seorang anggota meninggal, tak ada yang bisa dilakukan atas kuasa Tuhan
itu. Hal ini membuktikan semakin kuatnya pandangan teosentris di mana Tuhan menjadi pusat
atas apa yang berlaku di langit dan di bumi. Bukan lagi pandangan antroposentris yang
menyatakan manusia menjadi pusat sehingga melahirkan pandangan ateis, termasuk dalam
proses penciptaan alam semesta.
       Film The Tree of Life ini merupakan film dengan tingkat koneksi yang sangat kuat dan
memiliki kekuatan tinggi dalam komunikasi terhadap interaksi penonton. Film ini juga mampu
menarik posisi penonton untuk memahami dengan kuat posisi tokoh yang ada di film. Penataan
kamera, pengambilan shot-shot, visualisasi, editing gambar, alur cerita dan konflik, efek suara
bahkan musik, serta special effect dalam film ini memang sangat indah dan pantas mendapatkan
pujian. Semuanya akan tergambar dengan luar biasa yang terbalut dalam kisah yang sangat epik
dan fenomenal.
       Hampir sebagian besar film ini adalah potongan-potongan shot yang tersaji dalam visual
bukan dialog yang menghasilkan simfoni indah bersifat puitis dan tertata rapi. Film ini bisa
dideskripsikan sebagai analogi fashion dalam visualisasi sinematik. Banyak simbol dan metafora
yang membuat film ini layaknya puisi yang sangat luas untuk dipahami oleh pikiran yang
tertutup. Selain itu, karakter kuat yang dibawakan oleh tiap-tiap tokoh yang berperan juga ikut
menghidupkan film ini sehingga memberikan kesan menarik bagi para penontonnya. Brad Pitt,
Sean Penn, Jessica Chastain serta Jack muda (Hunter McCracken) tampil sangat efektif dengan
close-up shoots yang menampilkan perubahan emosional karakter mereka dalam film yang tidak
terlalu banyak dialog dan mengutamakan narasi berbisik yang berdialog dengan Tuhan ini. Alur
cerita dalam film ini juga bersifat non-linear sehingga para penonton yang ingin menikmati film

                                                                                             4
ini harus berhati-hati dalam mengikuti rangkaian konflik demi konflik yang terjadi. Akan tetapi,
semua itu tidak menjadi masalah karena para penonton dibantu untuk memahami dengan
penyajian visual yang menarik, apik, serta akting dari para pemainnya yang berkualitas.
       Dalam film ini, juga banyak disuguhkan sekuen-sekuen montase yang menarik oleh sang
sutradara. Seperti contohnya, ada salah satu sekuen montase yang sangat anggun dalam film ini
pada saat seorang manusia yang sedang mempertimbangkan dan merenungkan betapa luasnya
kosmos atau jagad raya ini dengan gambar seekor dinosaurus yang sedang mengalami
pendarahan dari luka yang fana di tepi pantai sambil menatap jauh ke langit. Sang sutradara juga
berusaha menghindari atau tidak mengambil pengambilan shot-shot yang sangat disengaja atau
sebagai isyarat untuk ditampilkan dalam film, tetapi lebih berimprovisasi dalam pengambilan
shot-shotnya dengan gaya yang ringan dalam rangkaian adegan untuk menemukan peristiwa-
peristiwa atau momen-momen unik dan penting yang sangat halus dengan aksi spontan dari para
pemainnya. Seperti contohnya, pada saat seekor kupu-kupu secara jelas dan nyata terbang
spontan menyentuh tangan Jessica Chastain yang membuatnya melakukan gerakan-gerakan
halus, seperti mengangkat bahu atau ada pergerakan dari matanya.
       Film The Tree of Life ini juga tidak terlalu banyak scoring. Efek-efek suara dan musik-
musik yang dihasilkan alam, berupa deru ombak, gesekan daun, suara pepohonan, formasi
burung, suara angin, dan lain sebagainya menjadi elemen yang sangat kuat dalam film ini.
Namun, adanya scoring yang kadang-kadang muncul mampu menimbulkan efek dramatis pada
adegan-adegan atau tampilan yang bersifat emosional. Di tambah lagi, adanya special effect
dalam film ini yang benar-benar dipersiapkan secara matang dan sangat cocok dengan visualisasi
yang dihasilkannya. Terutama, dalam adegan penciptaan alam semesta ternyata dibuat secara
tradisional dan sedikit unsur digital dengan berbagai bahan, seperti bahan kimia, cat, pewarna,
asap, pencahayaan, dan fotografi tingkat tinggi yang ternyata sangat bermanfaat dan efektif
terhadap visual yang dihasilkannya. Jadi, film The Tree of Life ini memang sangat menarik untuk
ditonton dan sangat direkomendasikan untuk orang-orang yang ingin menonton film yang lain
dari pada yang biasanya karena tingginya kreativitas dan improvisasi tidak terbatas si sutradara.




                                                                                                    5

More Related Content

What's hot

Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
PutriAgilya
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Lestari Moerdijat
 
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik) PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
tita_chubie
 
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesiaBab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Syaiful Ahdan
 
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasi
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasiPengertian perubahan dan pengembangan organisasi
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasiandreprathamm
 
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
Jihan Hidayah Putri
 
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukumImplementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
natal kristiono
 
System Approach
System ApproachSystem Approach
System Approach
Emirita Reta
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
ari susanto
 
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
Amphie Yuurisman
 
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem EtikaEsensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
dayurikaperdana19
 
Aliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori OrganisasiAliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori Organisasi
Siti Sahati
 
epistemologi
epistemologiepistemologi
epistemologi
M fazrul
 
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
eyepaste
 
Statistika Tabel Distribusi Frekuensi
Statistika Tabel Distribusi FrekuensiStatistika Tabel Distribusi Frekuensi
Statistika Tabel Distribusi Frekuensi
Addy Hidayat
 
pancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniapancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniarizka_pratiwi
 
Inovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di IndonesiaInovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di Indonesia
Fikahati Rachmawati
 
Laporan Hasil Observasi
Laporan Hasil ObservasiLaporan Hasil Observasi
Laporan Hasil Observasi
Zharfa Setiawan
 

What's hot (20)

Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
 
Makalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolahMakalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolah
 
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik) PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
PANCASILA (makalah pancasila sebagai etika politik)
 
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesiaBab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
 
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasi
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasiPengertian perubahan dan pengembangan organisasi
Pengertian perubahan dan pengembangan organisasi
 
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
343013441 review-jurnal-filsafat-pendidikan-1
 
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukumImplementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
Implementasi politik strategi nasional di bidang politik dan hukum
 
System Approach
System ApproachSystem Approach
System Approach
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
 
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
SEJARAH KURIKULUM TAHUN 1947, 1952, 1968, 1975
 
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem EtikaEsensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
 
Aliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori OrganisasiAliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori Organisasi
 
epistemologi
epistemologiepistemologi
epistemologi
 
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
Ukuran variasi atau dispersi (penyebaran)
 
Statistika Tabel Distribusi Frekuensi
Statistika Tabel Distribusi FrekuensiStatistika Tabel Distribusi Frekuensi
Statistika Tabel Distribusi Frekuensi
 
pancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniapancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi dunia
 
Materi kuliah pai
Materi kuliah paiMateri kuliah pai
Materi kuliah pai
 
Inovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di IndonesiaInovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di Indonesia
 
Laporan Hasil Observasi
Laporan Hasil ObservasiLaporan Hasil Observasi
Laporan Hasil Observasi
 

More from Alvin Agustino Saputra

ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIAANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
Alvin Agustino Saputra
 
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
Alvin Agustino Saputra
 
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa BaruPenelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
Alvin Agustino Saputra
 
Review Film Insider
Review Film InsiderReview Film Insider
Review Film Insider
Alvin Agustino Saputra
 
Managerial & Leadership Style
Managerial & Leadership StyleManagerial & Leadership Style
Managerial & Leadership Style
Alvin Agustino Saputra
 
Struktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
Struktur Organisasi dan Perilaku KomunikasiStruktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
Struktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
Alvin Agustino Saputra
 
Perilaku seks bebas
Perilaku seks bebasPerilaku seks bebas
Perilaku seks bebas
Alvin Agustino Saputra
 
Review film march of penguins
Review film march of penguinsReview film march of penguins
Review film march of penguins
Alvin Agustino Saputra
 
Review film dead poets society
Review film dead poets societyReview film dead poets society
Review film dead poets society
Alvin Agustino Saputra
 
Resensi film Soegija
Resensi film SoegijaResensi film Soegija
Resensi film Soegija
Alvin Agustino Saputra
 
Review film Cutting the Edge
Review film Cutting the EdgeReview film Cutting the Edge
Review film Cutting the Edge
Alvin Agustino Saputra
 
Resensi film "Eat, Pray, & Love"
Resensi film "Eat, Pray, & Love"Resensi film "Eat, Pray, & Love"
Resensi film "Eat, Pray, & Love"
Alvin Agustino Saputra
 
Resensi film "Maleena"
Resensi film  "Maleena"Resensi film  "Maleena"
Resensi film "Maleena"
Alvin Agustino Saputra
 
Kalender akademik ui 2012 2013
Kalender akademik ui 2012 2013Kalender akademik ui 2012 2013
Kalender akademik ui 2012 2013
Alvin Agustino Saputra
 
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
Alvin Agustino Saputra
 
The Most Romantic Places In The World
The Most Romantic Places In The WorldThe Most Romantic Places In The World
The Most Romantic Places In The World
Alvin Agustino Saputra
 
Indosiar merger dngn sctv
Indosiar merger dngn sctvIndosiar merger dngn sctv
Indosiar merger dngn sctv
Alvin Agustino Saputra
 
Profil sctv dan PT. Emtek
Profil sctv dan PT. EmtekProfil sctv dan PT. Emtek
Profil sctv dan PT. Emtek
Alvin Agustino Saputra
 

More from Alvin Agustino Saputra (20)

ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIAANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
ANCAMAN BUDAYA POP KOREA TERHADAP EKSISTENSI BUDAYA LOKAL DI INDONESIA
 
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
KONTROL KONSUMSI MEDIA PADA ANAK-ANAK DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI DAMPAK NE...
 
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa BaruPenelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
Penelitian Kemampuan Adaptasi Mahasiswa Baru
 
Review Film Insider
Review Film InsiderReview Film Insider
Review Film Insider
 
Managerial & Leadership Style
Managerial & Leadership StyleManagerial & Leadership Style
Managerial & Leadership Style
 
Struktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
Struktur Organisasi dan Perilaku KomunikasiStruktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
Struktur Organisasi dan Perilaku Komunikasi
 
Perilaku seks bebas
Perilaku seks bebasPerilaku seks bebas
Perilaku seks bebas
 
Review film march of penguins
Review film march of penguinsReview film march of penguins
Review film march of penguins
 
Review film dead poets society
Review film dead poets societyReview film dead poets society
Review film dead poets society
 
Resensi film Soegija
Resensi film SoegijaResensi film Soegija
Resensi film Soegija
 
Review film Cutting the Edge
Review film Cutting the EdgeReview film Cutting the Edge
Review film Cutting the Edge
 
Resensi film "Eat, Pray, & Love"
Resensi film "Eat, Pray, & Love"Resensi film "Eat, Pray, & Love"
Resensi film "Eat, Pray, & Love"
 
Resensi film "Maleena"
Resensi film  "Maleena"Resensi film  "Maleena"
Resensi film "Maleena"
 
Kalender akademik ui 2012 2013
Kalender akademik ui 2012 2013Kalender akademik ui 2012 2013
Kalender akademik ui 2012 2013
 
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
Presentasi Metode Penelitian Sosial- Babbie Ch. 11
 
The Most Romantic Places In The World
The Most Romantic Places In The WorldThe Most Romantic Places In The World
The Most Romantic Places In The World
 
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
 
MSTV
MSTVMSTV
MSTV
 
Indosiar merger dngn sctv
Indosiar merger dngn sctvIndosiar merger dngn sctv
Indosiar merger dngn sctv
 
Profil sctv dan PT. Emtek
Profil sctv dan PT. EmtekProfil sctv dan PT. Emtek
Profil sctv dan PT. Emtek
 

Review film Tree of Life

  • 1. “ KISAH SPIRITUALISME YANG KUAT DAN MENGESANKAN “ The Tree of Life adalah salah satu contoh film yang memang bukan film seperti pada umumnya yang selalu memberikan nilai konklusi dalam sebuah kisah. Tetapi, film ini melontarkan berjuta pertanyaan yang harus dijawab dari lubuk hati yang terdalam oleh pemeran utamanya. Bahkan, para penonton pun akan diajak untuk ikut menanyakan hal yang hanya bisa dijawab dalam hati kita. Apapun kata yang bisa dilontarkan tidak akan cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dalam film ini. Film panjang berdurasi 138 menit ini merupakan film peraih Piala Palem Emas Festival Film Cannes 2011 yang dipuji banyak kritikus film sedunia. Film ini disutradarai dan ditulis sendiri oleh seorang sutradara yang dikenal sebagai sutradara Hollywood yang paling pemalu, tidak mau diwawancarai, bahkan tidak pernah datang ke pemutaran film-filmnya untuk menjelaskan apa maksud dari film yang dibuatnya. Sang sutradara dari film ini bernama Terrence Malick. Di usianya yang ke-67 tahun, Malick telah berhasil membuat lima film termasuk The Tree of Life ini. Film Malick yang pertama berjudul Badlands (1973) yang bercerita tentang fiksifikasi sebuah tragedi pembunuhan di wilayah tengah Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Lima tahun kemudian, ia membuat film keduanya berjudul Days of Heaven (1978) tentang kisah hidup petani pada tahun 1900-an. Sekitar 20 tahun kemudian, Malick baru membuat film lagi yang berjudul The Thin Red Line (1998) tentang kisah kesia-siaan perang dengan latar atau setting Perang Dunia II saat Amerika Serikat menyerbu Pulau Guadalcanal di Pasifik Selatan melawan Jepang. Kemudian, pada tahun 2005 Malick menafsir ulang cerita Pocahontas lewat The New World. Terakhir, ia membuat film terbarunya yang berjudul The Tree of Life (2011) tentang makna sebuah keluarga dan kehidupan yang berkaitan dengan iman religi kristiani secara mendalam. The Tree of Life memang bukanlah film yang mudah untuk diikuti oleh penontonnya. Dalam film ini, Terrence Malick mengajak kita untuk memahami, mendalami, dan menyelami betapa kompleksnya seluk-beluk kehidupan di dunia ini. Meskipun, kita hidup di bumi yang sama namun masing-masing orang memiliki perspektif yang berbeda tentang hidup itu sendiri. Film ini seakan-akan mengajak kita untuk bertamasya yang tidak biasa kepada Tuhan Sang Pencipta. Film ini dimulai dengan kutipan ayat dari Perjanjian Lama dalam Alkitab: Where were 1
  • 2. you when I laid the foundation of the earth? When the morning stars sang together, and all the sons of God shouted for joy? (Job 38: 4 and 7). Lalu, Malick mengenalkan kita pada kehidupan dalam sebuah keluarga Midwestern pada tahun 1950-an di Amerika Serikat yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak laki-laki. Ceritanya bermula ketika sang Ibu menerima kabar dengan mendapatkan telegram yang menyatakan bahwa salah satu putranya meninggal. Dilihat dari latar waktu film ini, putranya meninggal pada usia 19 tahun dalam tugas militer di Perang Vietnam yang berlangsung sekitar tahun 1960-an. Kabar kematian tentang seorang yang sangat dicintai oleh ibunya membuka jalan pada pertanyaan-pertanyaan eksistensialis berlandaskan iman kepada Tuhan, seperti “Dimanakah Engkau? Apakah Engkau tahu?” Kau membiarkan seorang remaja mati. Untuk apa aku berbuat baik? Jika Kau tidak.” Kemudian, cerita berlanjut ke sosok anak sulung dari tiga bersaudara itu, Jack (Sean Penn) yang mengalami flashback atau mengingat kembali pengalaman masa kecilnya yang akan tetap membekas sampai ajal menjemput. Saat masih kecil, Jack Kecil (Hunter McCracken) dibesarkan oleh kedua orang tua yang memiliki karakter yang berbeda. Jack Kecil melihat dunia ini dari mata ibunya (Jessica Chastain) yang memiliki karakter lembut dan penuh kasih sayang sehingga semuanya seakan-akan terlihat indah dan penuh kasih. Saat usia Jack bertambah, ayahnya Mr. O’Brien (Brad Pitt) mulai menanamkan pendidikan yang sama sekali berbeda dengan apa yang ia dapatkan dari ibunya. Semua yang pada awalnya terlihat indah perlahan- lahan mulai memudar digantikan dengan kesuraman. Ayah Jack merupakan sosok pria yang tegas dan keras sekali dalam mendidik anak-anaknya. Kehidupan tersebut ternyata membekas di hati dan pikiran Jack (Sean Penn) ketika sudah dewasa. Jack kehilangan pegangan dan berpandangan memiliki masa depan suram akibat dari perlakuan ayahnya sehingga dia sangat membenci sang Ayah. Dunia sudah berubah namun sesuatu yang ada di dalam diri Jack sepertinya tetap membelenggu. Jack merasa jiwanya kosong di dunia yang serba modern, ia mencari jawaban dan makna kehidupan sementara ia pun mempertanyakan keimanannya. Tetapi, perlahan-lahan Jack berubah dan memahami makna kehidupan itu sendiri. Ia mulai bisa memaafkan perilaku ayahnya yang selama ini ia benci. Dia mulai menyusun puing-puing kehidupan dan jalan hidupnya untuk sesuatu yang lebih baik lagi di masa depan. Jack mulai dapat mencari jati diri dan melupakan trauma masa lalunya. Musibah, malapetaka, kematian tidak memandang orang baik atau orang jahat. Jika terjadi, itu sudah takdir dari Tuhan. Tapi terkadang manusia mempertanyakan apa yang sudah 2
  • 3. menjadi takdir Tuhan. Pada titik ini, filmnya mempunyai kaitan dengan kisah Ayub dalam Alkitab. Ayub ialah orang yang paling saleh di bumi pada masanya dan memiliki kekayaan melimpah, lalu Tuhan memberinya cobaan. Ia bangkrut, anak-anaknya meninggal, serta cobaan lain yang menguji kesetiannya pada Tuhan. Hingga pada akhirnya, Ayub lulus uji karena tetap setia kepada Tuhan dan semua dipunyainya yang tadinya hilang dikembalikan berlipat-lipat ganda. Di sinilah kemudian, adanya relevansi ayat Alkitab dari kitab Ayub yang dikutip di awal film. Dalam Alkitab, Ayub sering mengajukan pertanyaan pada Tuhan, “Mengapa orang baik selalu menderita?” Hal ini dijawab Tuhan seperti yang dikutip dalam ayat di atas sebab sebagai Sang Pencipta, Tuhan bisa berkehendak apa saja. Film ini ingin mengatakan kuasa Tuhan pada semesta, termasuk manusia di dalamnya yang tidak terbantahkan. Menurut saya, film ini tidak hanya sekedar bercerita melalui penuturan kisah perjalanan batin sosok Jack hingga ia memasuki masa dewasa, tetapi juga ada pesan yang ingin disampaikan Terrence Malick sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Pesan yang ingin disampaikan Terrence Malick sebenarnya bukanlah pesan yang jauh dari kehidupan sehari-hari kita. Apa yang dikisahkan Malick dalam film ini adalah apa yang terjadi dalam kehidupan setiap manusia. Pergolakan batin, pencarian jati diri, dan kegalauan saat semua nilai yang ditanamkan dari waktu kecil mulai jadi setumpuk pertanyaan besar. Hal yang menarik adalah Malick cukup cermat menuangkan kisah dengan cara yang indah dan berhasil menyampaikan suatu pesan agar tidak terlihat menceramahi dengan serangkaian dialog dan narasi. Sebagai tambahan yang dapat memperindah film ini, Terrence Malick menyampaikan kisah ini tidak hanya dengan rangkaian dialog yang bahkan bukan bagian paling banyak dari film drama ini, tetapi visual dan musik latar yang memegang peran sangat penting dalam penuturan kisah kehidupan ini. Malick memilih cerita yang tidak mudah dan menyajikan cerita yang tidak mudah juga dengan gaya khasnya, yaitu voice over puitis di tengah gambar-gambar indah terasa semakin banyak di filmnya kali ini sehingga membuat ceritanya semakin sulit dicerna oleh para penonton. Dua puluh menit adegan penciptaan alam semesta dimulai dari dentuman besar, munculnya galaksi, kelahiran makhluk hidup pertama, masa dinosaurus, komet menghantam bumi, dan dunia yang kita tinggali sekarang seolah-olah membuat terpaksa para penontonnya berusaha keras mengartikan setiap gambar yang tersaji di layar untuk mencari makna maupun maksudnya. Adegan penciptaan alam semesta tersebut menjadi titik eksplorasi cerita tertinggi dalam The Tree of Life. Untuk saya, segala visual yang tersaji dalam film ini tinggal diikuti saja seperti sedang 3
  • 4. membaca puisi dengan mengikuti irama dan keindahan diksi yang dipilih dari penyair tanpa harus mencari maksud kata-kata dalam puisi yang hanya akan membuat lelah dan depresi. Melalui film ini, Malick seakan-akan sedang berusaha membacakan puisinya sambil mengajak kita bertamasya secara visual. Selain itu, saya juga melihat dan memahami ada sesuatu hal mengenai apa yang menjadi makrokosmos dan mikrokosmos yang ingin disampaikan Malick dalam film ini. Dalam tingkat makrokosmos, Tuhan menciptakan alam semesta yang mencipta dari ketiadaan menjadi apa yang ada sekarang. Dalam tingkat mikrokosmos, pada sebuah keluarga dengan seorang kepala keluarga otoriter, ibu yang penuh kasih sayang, serta ketiga anaknya, kita dapat melihat kuasa Tuhan tetap ada. Saat seorang anggota meninggal, tak ada yang bisa dilakukan atas kuasa Tuhan itu. Hal ini membuktikan semakin kuatnya pandangan teosentris di mana Tuhan menjadi pusat atas apa yang berlaku di langit dan di bumi. Bukan lagi pandangan antroposentris yang menyatakan manusia menjadi pusat sehingga melahirkan pandangan ateis, termasuk dalam proses penciptaan alam semesta. Film The Tree of Life ini merupakan film dengan tingkat koneksi yang sangat kuat dan memiliki kekuatan tinggi dalam komunikasi terhadap interaksi penonton. Film ini juga mampu menarik posisi penonton untuk memahami dengan kuat posisi tokoh yang ada di film. Penataan kamera, pengambilan shot-shot, visualisasi, editing gambar, alur cerita dan konflik, efek suara bahkan musik, serta special effect dalam film ini memang sangat indah dan pantas mendapatkan pujian. Semuanya akan tergambar dengan luar biasa yang terbalut dalam kisah yang sangat epik dan fenomenal. Hampir sebagian besar film ini adalah potongan-potongan shot yang tersaji dalam visual bukan dialog yang menghasilkan simfoni indah bersifat puitis dan tertata rapi. Film ini bisa dideskripsikan sebagai analogi fashion dalam visualisasi sinematik. Banyak simbol dan metafora yang membuat film ini layaknya puisi yang sangat luas untuk dipahami oleh pikiran yang tertutup. Selain itu, karakter kuat yang dibawakan oleh tiap-tiap tokoh yang berperan juga ikut menghidupkan film ini sehingga memberikan kesan menarik bagi para penontonnya. Brad Pitt, Sean Penn, Jessica Chastain serta Jack muda (Hunter McCracken) tampil sangat efektif dengan close-up shoots yang menampilkan perubahan emosional karakter mereka dalam film yang tidak terlalu banyak dialog dan mengutamakan narasi berbisik yang berdialog dengan Tuhan ini. Alur cerita dalam film ini juga bersifat non-linear sehingga para penonton yang ingin menikmati film 4
  • 5. ini harus berhati-hati dalam mengikuti rangkaian konflik demi konflik yang terjadi. Akan tetapi, semua itu tidak menjadi masalah karena para penonton dibantu untuk memahami dengan penyajian visual yang menarik, apik, serta akting dari para pemainnya yang berkualitas. Dalam film ini, juga banyak disuguhkan sekuen-sekuen montase yang menarik oleh sang sutradara. Seperti contohnya, ada salah satu sekuen montase yang sangat anggun dalam film ini pada saat seorang manusia yang sedang mempertimbangkan dan merenungkan betapa luasnya kosmos atau jagad raya ini dengan gambar seekor dinosaurus yang sedang mengalami pendarahan dari luka yang fana di tepi pantai sambil menatap jauh ke langit. Sang sutradara juga berusaha menghindari atau tidak mengambil pengambilan shot-shot yang sangat disengaja atau sebagai isyarat untuk ditampilkan dalam film, tetapi lebih berimprovisasi dalam pengambilan shot-shotnya dengan gaya yang ringan dalam rangkaian adegan untuk menemukan peristiwa- peristiwa atau momen-momen unik dan penting yang sangat halus dengan aksi spontan dari para pemainnya. Seperti contohnya, pada saat seekor kupu-kupu secara jelas dan nyata terbang spontan menyentuh tangan Jessica Chastain yang membuatnya melakukan gerakan-gerakan halus, seperti mengangkat bahu atau ada pergerakan dari matanya. Film The Tree of Life ini juga tidak terlalu banyak scoring. Efek-efek suara dan musik- musik yang dihasilkan alam, berupa deru ombak, gesekan daun, suara pepohonan, formasi burung, suara angin, dan lain sebagainya menjadi elemen yang sangat kuat dalam film ini. Namun, adanya scoring yang kadang-kadang muncul mampu menimbulkan efek dramatis pada adegan-adegan atau tampilan yang bersifat emosional. Di tambah lagi, adanya special effect dalam film ini yang benar-benar dipersiapkan secara matang dan sangat cocok dengan visualisasi yang dihasilkannya. Terutama, dalam adegan penciptaan alam semesta ternyata dibuat secara tradisional dan sedikit unsur digital dengan berbagai bahan, seperti bahan kimia, cat, pewarna, asap, pencahayaan, dan fotografi tingkat tinggi yang ternyata sangat bermanfaat dan efektif terhadap visual yang dihasilkannya. Jadi, film The Tree of Life ini memang sangat menarik untuk ditonton dan sangat direkomendasikan untuk orang-orang yang ingin menonton film yang lain dari pada yang biasanya karena tingginya kreativitas dan improvisasi tidak terbatas si sutradara. 5