* What is Digital Marketing?
* Differentiation of taditional marketing and digital marketing
* Advantages of Digital Marketing
* What is SOSTAC on Social Media Marketing?
* Hootsuite Data : Digital in 2017 SouthEast Asia
* Digital Marketing Trends on 2018
* What is Digital Marketing?
* Differentiation of taditional marketing and digital marketing
* Advantages of Digital Marketing
* What is SOSTAC on Social Media Marketing?
* Hootsuite Data : Digital in 2017 SouthEast Asia
* Digital Marketing Trends on 2018
Berikut adalah bahan tayang untuk peserta diklat calon pranata humas tingkat ahli angkatan 7 tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kemkominfo dengan narasumber ahli, Dr Indiwan seto wahjuwibowo Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Tangerang Banten
Berikut adalah bahan tayang untuk peserta diklat calon pranata humas tingkat ahli angkatan 7 tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kemkominfo dengan narasumber ahli, Dr Indiwan seto wahjuwibowo Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Tangerang Banten
1. SINOPSIS TESIS
PROSES VIRAL MARKETING 4.0
(STUDI KASUS AXE AXELERATE)
Dosen penguji :
Prof. Dr. Rudy Hardjanto, M.M., M.Sn, Dr. Novita Damayanti, S.Sos., M.Si,
Dr. Hanafi Murtani, M.M
Dosen pembimbing :
Dr. Mediana Handayani, S.Sos., M.Si, Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos., M.Si
Penyusun:
Ibrahim Falahi, S.E., M.Ikom
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI
UNIV.PROF.DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
Abstrak:
Pada era digital ini pemasar merek mulai menyadari bahwa penyampaian ide-ide
promosi paling baik bukan dari pemasar ke konsumen tetapi dari konsumen ke
konsumen. Hal tersebut dilakukan dengan menciptakan percakapan diantara audiens
melalui cerita yang otentik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari khayalak audiens.
Komunikasi pemasaran digital terpadu AXE AXElerate dilakukan dengan
menggabungkan interaksi online dan offline serta disampaikan melalui alat-alat
komunikasi pemasaran digital yang beragam dan lengkap. Interaksi online dilakukan
dengan menciptakan webisodes AXElerate : the series yang ditayangkan di Youtube
serta didukung oleh kegiatan promo konten AXElerate melalui kegiatan social media
marketing, online sales promo dan online pr di media website, Facebook, Instagram,
blog dan portal media online. Interaksi offline mencakup kegiatan AXEleration project,
AXElerate Movie Premiere dan AXElerate Night sebagai rangkaian acara yang berhasil
memberikan pengalaman merek dan keterlibatan langsung kepada khalayak audiens
AXE AXElerate serta komunitas terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
proses kampanye komunikasi pemasaran digital terpadu AXE AXelerate yang
menerapkan pendekatan marketing 4.0 dan berhasil menjadi viral. Kampanye AXE
2. AXElerate telah melalui tiga proses inti dari konsep viral marketing. Proses pertama,
pengembangan dan produksi pesan viral dengan menggunakan metode storytelling dan
product placement. Dalam penelitian ini analisis sturktural naratif aktansial dan
fungsional Algirdas Greimas yang digunakan terhadap konten storytelling salah satu
video AXElerate : The Series menyatakan bahwa secara aktansial terdapat model objek,
subjek, penerima, penghambat, penolong dan pengirim. Selanjutnya, secara fungsional
seluruh tahapan pada cerita tersebut telah terpenuhi dengan adanya model situasi
awal, tahap uji kecakapan, tahap utama, dan situasi akhir. Proses kedua, penyemaian
pesan viral dengan memanfaatkan celebrity endorser sebagai hub dan influencer media
sosial sebagai bridges di dalam jaringan komunikasi multi step flow of information.
Proses ketiga, tracking kampanye viral marketing menggunakan alat ukur Youtube
subscribers growth, total youtube views, organic youtube views, completion rate dan
retention rate. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dan pendekatan
kualitatif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa AXE AXElerate memiliki enam
atribut merek yang humanis seperti fisik, emosi, intelektual, moral, sosial dan personal.
Kegiatan pemasaran konten AXE AXElerate yang didukung oleh celebrity endorser dan
influencer media sosial direncakanan secara sistematis, kolektif dan kolabratif sehingga
pesan promosi dapat menjadi viral dengan menyebar secara eksponensial di kalangan
khalayak audiens.
Keywords: Marketing 4.0, Komunikasi pemasaran digital, Viral marketing, Storytelling, Celebrity
endorser, Influencer media sosial.
A. Latar Belakang Masalah
Manusia saat ini sudah hidup dalam dua
dunia kehidupan, yaitu kehidupan dunia
nyata dan kehidupan dunia maya. Dunia
maya atau “cyber world” merupakan dunia
berbeda yang memungkinkan siapa saja di
seluruh pelosok bumi ini untuk dapat
berkomunikasi tanpa perlu bertemu
(Quey, 1997:2-3). Dunia yang berada di
ruang lain itu dikenal pula sebagai dunia
digital. Dalam era digital saat ini terdapat
dua generasi yaitu digital immigrant dan
digital native (Prensky, 2001a:1). Digital
immigrant tertarik dan berusaha untuk
menerima teknologi yang memiliki
manfaat bagi dirinya. Sedangkan Bagi
digital native, teknologi canggih
merupakan bagian dari kehidupan sehari-
hari mereka. mereka memiliki pengaruh,
uang dan juga kekuasaan untuk membuat
keputusan dan memiliki daya beli yang
terkuat bila dibandingkan dengan generasi
lainnya (Nugraha, 2014:11). Fenomena
tersebut mendorong beberapa perusahaan
pemilik merek untuk melakukan kegiatan
pemasaran dengan pendekatan baru yang
dinamakan Marketing 4.0 yaitu
melaksanakan aktifitas online
berdampingan dengan kegiatan
pemasaran offline mereka. Pemanfaatan
internet yang dua arah sebagai media
komunikasi pemasaran semakin
berkembang dan menambah pilihan
alternatif selain media tradisional. Hal
tersebut mendorong masyarakat untuk
memilih cerita atau mitos yang menyebar
di internet sebagai referensi pilihan-pilihan
produk dan jasa yang akan
dikonsumsinya, sehingga penting bagi
pemilik merek untuk menciptakan
percakapan diantara konsumen dengan
storytelling (Kotler dkk, 2017). Dalam
perspektif digital, tujuan dari komunikasi
3. pemasaran dicapai dengan menggunakan
internet yang mengembangkan dan
menggabungkan sepuluh alat komunikasi
online (online communication tools).
seperti search engine marketing, online
public relation, online sales
promo,interactive ads dan didukung
dengan offline communication untuk
memaksimalkan traffic ke situs online milik
perusahaan atau merek (Chaffey and
Smith. 2008:281). Salah satu perilaku dari
pengguna internet dalam menyampaikan
informasi adalah kecenderungan mereka
untuk berbagi link atau informasi kepada
pengguna media sosial lainnya sehingga
mendorong terjadinya viral marketing.
Viral marketing menggambarkan strategi
yang mendorong individu menyampaikan
pesan pemasaran kepada orang lain,
menciptakan potensi pertumbuhan
eksponensial dalam keterpaparan dan
pengaruh pesan. Seperti virus, strategi
semacam itu memanfaatkan perkalian
cepat untuk meledakkan pesan ke ribuan,
hingga jutaan (Kirby & Marsden,
2006:88).Salah satu merek yang sukses
melakukan kegiatan promosi sehingga
berhasil mejadi viral dengan penyebaran
pesan promosi melalui web series
YouTube adalah AXE, produk wewangian
dari PT Unilever Indonesia Tbk. AXE
meluncurkan 12 Episode web series
bertema “AXElerate: The Series” yang
telah sukses ditonton oleh lebih dari 15
juta viewers dalam jangka waktu 6 bulan
dan masuk ke dalam rangking 3 dari 10
besar YouTube Ads Leaderboard 2016,
ajang yang rutin digelar oleh Google
setiap tahunnya, yang juga merupakan
penghargaan pada video iklan paling
populer di YouTube Indonesia sepanjang
tahun. AXE menggabungkan interaksi
online dan offline untuk menciptakan
keterlibatan khalayak dalam kampanye
AXElerate dengan memanfaatkan
kekuatan konektivitas dan advokasi dari
para brand ambassador, influencer media
sosial, komunitas workshop AXEleration
project dan komunitas AXElerate Night
sehingga pesan AXElerate bisa menyebar
secara viral di media jejaring sosial.
Menyikapi hal tersebut perlu dikaji lebih
dalam mengenai pemanfaatan media
jejaring sosial youtube dalam aplikasi viral
marketing yang didukung oleh berbagai
alat komunikasi pemasaran digital sebagai
bentuk marketing 4.0 yang dilakukan oleh
AXE dengan kampanye AXElerate.
Identifikasi Masalah
Mengingat beragam dan banyaknya pesan
promosi yang menjangkau khalayak di era
digital, maka memungkinkan bagi
khalayak untuk mengabaikan promosi
online atau yang bersifat interuptif. Seiring
dengan keadaan ini, banyak perusahaan
yang akhirnya menyadari bahwa promosi
online produk, jasa ataupun ide-ide yang
paling baik bukan dari pemasar ke
konsumen tetapi dari konsumen ke
konsumen. Hal tersebut menjadi maksimal
setelah dipadukan dengan kegiatan offline
terkait, sehingga dapat menjangkau
khalayak sekaligus menciptakan
keterlibatan dengan mereka. seperti cara
kerja viral marketing yang didukung alat-
alat komunikasi pemasaran digital sebagai
bentuk pendekatan Marketing 4.0.
B. Maksud dan Tujuan Penelitian
Secara keseluruhan penelitian bermaksud
untuk menganalisa proses viral marketing
dalam komunikasi pemasaran digital 4.0
pada kampanye AXElerate. Untuk itu
tujuan penelitian ini adalah :
4. 1. Memaparkan proses marketing 4.0
dan komunikasi pemasaran digital
sebagai pendukung kampanye viral
marketing AXElerate
2. Memaparkan proses produksi dan
pengembangan pesan viral
kampanye AXElerate
3. Memaparkan proses penyemaian
kampanye viral marketing
Axelerate
4. Memaparkan proses tracking
kampanye viral marketing
AXElerate
C. Tinjauan Pustaka
D.1 Model pemasaran baru
Interaksi antara korporasi dan
pelanggannya berkembang menjadi
sebuah dialog, Pasar adalah
percakapan,(Levine dkk ,2000: xii).
Paradigma lama pemasaran langsung,
bisnis-ke-konsumen sedang terganggu
oleh model baru yaitu pemasaran
konsumen-ke-konsumen. Secara online,
konsumen memiliki informasi tanpa akhir
di ujung jari mereka. Mereka memiliki
kemampuan untuk membedakan antara
produk dan layanan dengan mudah. Yang
terpenting, mereka memiliki kemampuan
untuk berkomunikasi di antara mereka
tentang produk, sehingga mereka kurang
bergantung pada iklan karena mereka
melakukan penelitian sendiri. . Saat ini
loyalitas merek merupakan sebuah bentuk
kemapanan bagi perusahaan, sulit untuk
didapatkan (Levine dkk ,2000: xiv).
Pergeseran pola pikir ini menetapkan
tahap untuk pertimbangan lebih lanjut
tentang konsep pemasaran viral yang
didukung oleh berbagai alat komunikasi
pemasaran digital pada lingkungan
pemasaran 4.0.
D.1.a Marketing 4.0
Marketing 4.0 adalah pendekatan
pemasaran yang menggabungkan
interaksi online dan offline antara
perusahaan dan khalayak konsumen. Di
dunia yang semakin online, sentuhan
offline merupakan diferensiasi yang kuat.
Marketing 4.0 tentang memadukan gaya
dengan substansi. Marketing 4.0 juga
tentang memanfaatkan konektivitas
machine-to-machine untuk meningkatkan
produktivitas kegiatan pemasaran sambil
memanfaatkan konektivitas human-to-
human untuk memperkuat keterlibatan
pelanggan (Kotler dkk, 2017).
Ada 3 subkultur digital yang paling
berpengaruh yaitu pemuda, netizen dan
wanita yang telah lama diteliti secara
menyeluruh oleh pemasar, biasanya
sebagai segmen pelanggan yang terpisah.
Namun, Di dalam lingkungan Marketing
4.0 mereka dipertimbangkan sebagai
kekuatan kolektif. Selain itu, Membangun
merek yang humanis dengan 6 atribut
yaitu (1)Physicality (2)Intelektualitas
(3)Sociability (4)Emosionalitas
(5)Personability dan (6)Moralitas juga
merupakan salah satu ciri pendekatan
Marketing 4.0 (Kotler dkk, 2017).
Dalam Marketing 4.0, percakapan
diciptakan dengan pemasaran konten
yang meggeser peran pemasar dari
promotor merek menjadi storyteller. Hal
tersebut dilakukan agar tercapai
hubungan yang lebih dalam antara merek
dan khalayak konsumen. Creating
conversations with content. (Kotler dkk,
2017)
D.1.b Storytelling
Storytelling adalah salah satu bentuk
komunikasi yang paling tua dan memiliki
kekuatan yang besar. Storytelling
merupakan komunikasi dan penggunaan
cerita atau naratif, yang menggunakan
5. seperangkat elemen. Dalam pemasaran,
storytelling ialah bentuk narasi dimana
perusahaan menghubungkan dengan jati
diri dan filosofi mereka, dalam membuat
aktivitas periklanan dan produk
(SalzerMorling & Strannegard,2004:224)
Storytelling mencakup cerita fiksi maupun
non fiksi yang digunakan untuk menjual
cerita dari suatu produk. cerita merupakan
akun simbolik dari aksi kehidupan manusia
yang memiliki dimensi temporal. Cerita
memiliki tahap awal, tengah dan akhir.
Cerita dibuat melalui fase-fase dengan
koherensi, dan kejadian dalam cerita
disusun untuk mendemonstrasikan fase ini
(Schneider,Lang,Shin&Bradley, 2004:364).
Hubungan antara branding dan
storytelling semakin meningkat dalam era
digital. Pertukaran opini secara massif
mengenai perusahaan dan produk mereka
terdapat pada internet yang di dalamnya
terdapat pertukaran cerita yang mengalir
secara bebas. Pada era ini, munculah
yang dinamakan digital storytelling, yakni
storytelling dengan teknologi digital.
Cerita digital adalah narasi yang dibuat
berdasarkan cyberculture ( Bryan,
2011:3). Tujuan storytellin : (a) Memicu
aksi (b) Mengkomunikasikan siapa diri
anda (c) Mentransmisikan nilai (d)
Mendorong perubahan (e) Menjinakan
selentingan (f) Membagikan pengetahuan,
dan (g) Memimpin orang-orang menuju
masa depan (Denning, 2004:5).
D.2 Komunikasi pemasaran interaktif
terpadu
komunikasi pemasaran terdiri dari dua
unsur, yaitu ‘Komunikasi’ dan ‘Pemasaran’.
Komunikasi adalah proses dimana
pemikiran dan pemahaman disampaikan
antar individu atau antara organisasi
dengan individu. Sedangkan pemasaran
adalah sekumpulan kegiatan dimana
perusahaan dan organisasi lainnya
mentransfer nilai-nilai (pertukaran)
mereka dengan pelanggannya
(Shimp,2010:4). Komunikasi pemasaran
atau promosi merupakan salah satu
elemen dari bauran pemasaran, dan
merupakan suatu aktivitas yang terencana
dan terintegrasi dengan baik sehingga
menjadi kegiatan terpadu (Fill 2005:196).
Kegiatan terpadu dengan Integrasi dari
aktivitas komunikasi perusahaan yang
dulunya dilakukan oleh berbagai macam
divisi berbeda seperti advertising, sales
promotions, public relations (PR), direct
marketing, events, trade shows, dan
interactive communications (Belch dan
Belch,2003:9). Sementara yang
membedakan komunikasi pemasaran
digital dengan komunikasi pemasaran
pada umumnya adalah penggunaan media
interaktif yang memungkinkan
penggunanya untuk mengendalikan
jumlah atau tingkat informasi yang ingin
diperolehnya dari suatu pesan serta
mengedepankan interaksi atau timbal
balik dengan fasilitas internet
(Shimp,2010:540-541).
D.3 Pemasaran digital
Penggunaan teknologi komunikasi dan
internet untuk tujuan pemasaran secara
umum dapat disebut dengan beberapa
istilah yang maknanya dapat dianggap
sama antara lain cyber marketing, virtual
marketing, internet marketing, electronic
marketing (e-marketing), online marketing
dan digital marketing. Pemasaran digital
menciptakan bisnis yang dipimpin oleh
pelanggan, dimana pelanggan
berpartisipasi melalui dialog konstan,
dialog dinamis, mengungkapkan minat,
meminta atau memesan produk dan
layanan, memberi saran tentang
perbaikan, memberi umpan balik. Di mana
akhirnya, pelanggan menggerakkan bisnis.
E-marketing Mencakup penggunaan situs
6. web untuk memfasilitasi prospek
pelanggan, penjualan dan pengelolaan
layanan purna jual. E- marketing adalah
cara berpikir, cara menempatkan
pelanggan di jantung semua aktivitas
online yang dilakukan oleh perusahaan
(Chaffey & Smith 2008:13-18). Menurut
Chaffey & Smith (2008,22:23), Ada lima
tujuan dari digital marketing yaitu:
(1)Grow sales (2)Add value (give
customers extra benefits online) (3) Get
closer to customers (by tracking them,
asking them questions, creating a
dialogue, learning about them)
(4)Save cost (of service, promotions, sales
transactions and administrations, print,
post) (5) Extend the brand online
(Reinforce brand values in a tottaly new
medium).
Untuk mendapatkan pengunjung yang
tepat ke situs perusahaan agar tercapai
hasil pemasaran online yang tepat
membutuhkan berbagai saluran
komunikasi pemasaran digital seperti
website development, search engine
marketing, online public relation, social
media marketing, online sales promotion,
online partnership,interactive ads, opt-in
e-mail dan viral marketing dan offline
communication (Chaffey & Smith, 2008).
D.3.a Media periklanan digital
webisodes
Iklan di media internet yang berbentuk
video cukup populer di kalangan
pengiklan, video memiliki durasi kurang
lebih 15 detik hingga beberapa menit.
Selain itu, pengiklan juga sengaja
membuat iklan video dalam beberapa
episode atau lebih sering disebut dengan
webisodes. Webisodes merupakan aplikasi
dari brand content strategy, sebuah
strategi yang mengombinasikan aspek
hiburan dengan konten suatu merek.
Melalui strategi ini, konsumen tidak sadar
bahwa apa yang sedang ia lihat
merupakan sebuah iklan. Webisodes
biasanya digunakan untuk
mempromosikan produk atau jasa,
memperkenalkan musik, dan
mempublikasikan suatu acara (Blakeman,
2014:263). Konsumen dapat menikmati
tayangan webisodes di situs video
berbagi, seperti di situs video berbagi,
seperti Youtube.com ataupun di situs
resmi milik perusahaan. Webisodes
memberikan kesempatan bagi pengiklan
untuk mengemas pesan dalam bentuk alur
cerita yang dibagi dalam beberapa
episode. Fokus dari webisodes adalah
upaya untuk membangun suatu alur cerita
yang kuat agar pesan dapat tersampaikan
sesuai dengan keinginan pengiklan. Pada
dasarnya, webisodes menyampaikan
pesan yang sama dengan cara repetisi
melalu beberapa episode. Tema setiap
episode dapat berbeda-beda, tetapi
memiliki inti pesan yang sama.
Webisodesdapat memicu konsumen untuk
mengakses platform lain di internet yang
berkaitan dengan merek.
D.3.b Digital Key Performance
Indikator
Variabel dalam K.P.I dapat digunakan
untuk menilai keadaan internal organisasi
ataupun sebagai perbandingan dengan
organisasi lain. KPI yang umum digunakan
untuk menilai aktivitas online menurut
Smith dan Chaffey (2013:541-542)
diantaranya adalah: (a) Unique visitors,
Jumlah pengunjung individual terpisah
atau berbeda yang mengunjungi situs,
biasanya dihitung per bulan (b)
Conversion rates, Persentase pengunjung
yang dikonversi menjadi konsumen (c)
Total numbers of sessions or visits to a
web site, Jumlah total sesi atau kunjungan
pada situs web, e-marketer perlu
mengukur jejak halaman (page
7. impressions) sebagai pengukuran traffic
konsumen ke dalam situs (D) Repeat visits
atau Kunjungan berulang. Rata-rata
jumlah kunjungan per individu. Jumlah
total sesi dibagi dengan jumlah
pengunjung unik. Cookies bisa membantu
melacak kunjungan berulang. (e) Duration
(Durasi)
Rata-rata jangka waktu yang dihabiskan
pengunjung dalam situs (f) Most popular
pages or most popular product Halaman
paling popular atau produk paling popular,
bisa diidentfikasi dengan melihat halaman
apa yang paling menarik traffic paling
banyak dan dengan durasi terlama. (g)
Subscription rates, Jumlah pengunjung
yang berlangganan layananseperti opt-in
email dan newsletters. (h) Churn rates
(Tingkat keluar) – persentase pelanggan
keluar atau berhenti berlangganan,
setelah mendapat email .(i) Clickthrough
rates (CTR) (Tingkat klik) – dari iklan
banner atau tautan web dari situs lain. (j)
Social media engagement and ROI
(Keterlibatan media sosial dan ROI) –
kontak sosial baru, menyebarkan
pembicaraan, polaritas pembicaraan dan
penjualan yang dipengaruhi media sosial.
D.4 Viral marketing
Viral marketing memanfaatkan efek
jaringan internet dan dapat menjadi
efektif dalam menjangkau sejumlah besar
orang dengan cepat dengan cara yang
sama seperti virus komputer dapat
mempengaruhi banyak mesin di seluruh
dunia. Ini secara efektif merupakan
bentuk komunikasi word-of-mouth online
(Dave, 2003: 359). Viral Marketing,
membuat individu dari target pemirsa
menyampaikan pesan Anda kepada
seseorang dengan pikiran dan minat yang
sama, sehingga melakukan pemasaran
Anda untuk Anda, melalui jaringan kontak
mereka sendiri (Goldsmith, 2002: 2).hal
ini melibatkan teknik pemasaran yang
menggunakan jaringan sosial yang sudah
ada untuk meningkatkan kesadaran merek
atau untuk memperoleh tujuan pemasaran
lain (seperti penjualan produk) melalui
proses virus yang melipatgandakan diri
sendiri, serupa dengan menyebarkan
penyakit dan virus komputer. Hal ini bisa
disampaikan atau ditingkatkan melalui
word of mouth (perkataan dari mulut ke
mulut) dengan menggunakan efek
jaringan dari Internet. (wikipedia).
Pemasaran word-of-mouth versi internet,
yang melibatkan pembuatan pesan e-mail
atau acara pemasaran lainnya yang
sangat menular sehingga pelanggan ingin
mengirimkan /menceritannya kepada
teman mereka (Armstrong dan Kotler
2004: 90). Viral marketing
menggambarkan strategi yang mendorong
individu menyampaikan pesan pemasaran
kepada orang lain, menciptakan potensi
pertumbuhan eksponensial dalam
keterpaparan dan pengaruh pesan.
Seperti virus, strategi semacam itu
memanfaatkan perkalian cepat untuk
meledakkan pesan ke ribuan, hingga
jutaan (Kirby & Marsden, 2006:88).
Konten viral merupakan Materi kreatif
seperti gambar photoshop, game online,
video klip digital, atau bahkan teks
(lelucon, anekdot, kutipan dari transkrip
acara di reality show di TV, dll). dengan
Elemen sebagai berikut (Kirby &
Marsden,2006) : Emosi, Relevansi,
Orisinalitas, Kegunaan/Insentif, Hiburan,
Brand visibility, Unik, Kebaruan. Faktor
emosional dan Berbagi ketertarikan
merupakan elemen fundamental dari
kampanye pemasaran viral yang sukses,
maka informasi pesan viral, atau layanan
tersebut haruslah cukup relevan dengan
kebutuhan dan keinginan penerima pesan
untuk diteruskan kepada rekan-rekan
8. mereka atau orang dengan minat yang
sama (Fisher, 2009:191).
Penting bagi perusahaan yang
menggunakan strategi pemasaran viral
untuk mencapai kampanye yang sukses,
baik yang merupakan bagian dari inisiasi
pemasaran yang lebih luas atau tidak. Ada
tiga komponen inti bagi setiap kampanye
pemasaran viral (Kirby & Marsden,
2006:96):
produksi dan pengembangan pesan
Mengembangkan dan membentuk
agen viral yang membawa pesan
perusahaan dan menyebarkannya
dalam format digital.
Penyemaian
Mendistribusikan agen viral secara
online di tempat dan pada orang yang
mempunyai potensi besar dalam
memberikan pengaruh dan
penyebarannya.
Tracking
Mengukur hasil dari kampanye
tersebut untuk memberikan
akuntabilitas dan membuktikan
keberhasilannya.
D.5 Celebrity Endorser dan influencer
di media sosial
Pemasar dapat menyampaikan
pesan promosi dengan berbagai strategi
kreatif periklanan salah satunya adalah
celebrity endorser, penyampaian pesan
celebrity endorser di media sosial menjadi
saat ini tren. Celebrity endorser
merupakan setiap orang yang dikenal luas
oleh publik dan menggunakan
kepopulerannya tersebut dengan muncul
pada periklanan. Sedangkan Shimp (2010)
menyatakan bahwa selebriti adalah tokoh
yang dikenal masyarakat karena
prestasinya di dalam bidang yang
berbeda-beda dari golongan produk yang
didukung. Selebriti memiliki daya tarik
yang dapat dijadikan strategi yang efektif
bila digunakan oleh pengiklan dalam
mempromosikan produk maupun jasa.
Schiffman dan Kanuk (2008) membagi
daya tarik peenggunaan selebriti oleh
pemasar menjadi empat tipe, yaitu:
1. Pernyataan: didasarkan pada
pemakaian pribadi, seorang selebriti
membuktikan kualitas produk atau
jasa.
2. Dukungan: selebriti meminjamkan
namanya dan muncul atas nama suatu
produk atau jasa dimana selebriti
dapat berperan sebagai ahli ataupun
bukan.
3. Aktor: selebriti menyajikan suatu
produk atau jasa sebagai bagian dari
dukungan karakter.
4. Juru bicara: selebriti mewakili merek
atau perusahaan selama jangka waktu
tertentu. Perusahaan dapat memilih
selebrtiti berdasarkan daya tarik ini
untuk
Sedangkan, definisi influencer media
sosial hari ini berfokus terutama pada
penyebaran konten yang sering terjadi
melalui saluran media sosial. Oleh karena
itu influencer adalah "orang-orang yang
memiliki potensi lebih besar dari rata-rata
untuk mempengaruhi orang lain karena
atribut seperti frekuensi komunikasi,
persuasi pribadi dan sentralitas ke
jaringan sosial" (Nonprofit Business
Advisor, 2015). Juga Keller dan Berry
(2003) mendefinisikan influencer
mengenai jumlah followers dan reach,
influencer terhubung dengan baik dan
memiliki jumlah kelompok secara
signifikan lebih besar daripada rata-rata
orang amerika. Sebuah penelitian pada
Mei 2015 oleh Schlesinger Associates for
Augure menemukan bahwa 84%
profesional pemasaran dan komunikasi di
seluruh dunia berharap dapat
9. meluncurkan setidaknya satu kampanye
yang melibatkan influencer dalam 12
bulan ke depan Terkait dengan kampanye
influencer yang lebih beragam, anggaran
menjadi besar untuk mereka. Studi
Augur’s juga menemukan bahwa 61%
pemasar AS berencana untuk
meningkatkan anggaran influencer
marketing pada tahun 2015 (Marketers
Pair Up, 2015).Saat bermitra dengan
influencer, biro periklanan biasanya
melewati biro iklan. Agensi talent seperti
ini mewakili influencer dengan mewakili
mereka dan membantu negosiasi kontrak.
Agensi influencer juga memiliki hubungan
dengan biro iklan, di mana mereka dapat
merekomendasikan influencer untuk
kampanye sebuah merek. Agen-agen
influencer ini biasanya mengambil biaya
dari kompensasi influencer untuk layanan
mereka. Jumlah influencer yang tersedia
di agensi ini juga meningkat drastis.
D.6 Strategi kreatif pesan
Menurut James Webb Young, proses
strategi kreatif terdiri dari 5 (lima) tahap
dalam (Belch, 2015 : 246) 1. Immersion,
mengumpulkan informasi termasuk
melakukan riset. 2. Digestion, gali dan
olah informasi yang telah didapat. 3.
Incubation, tentukan masalah yang telah
kita pikirkan, dan ubah informasi yang kita
dapatkan menjadi sebuah pekerjaan. 4.
Illumination, munculnya sebuah ide-ide
kreatif. 5. Reality or verification, pelajari
ide yang telah mncul apabila sesuai dan
memecahkan masalah maka, eksekusi ide
tersebut menjadi sebuah solusi. Selain itu,
Terdapat beberapa pendekatan kreatif
pesan berdasarkan tujuan pesan melalui
The Facets Model of Effects, yaitu
perception, cognition, emotion,
persuasion, association, behavior
(Moriarty dkk, 2009: 245). Ide di balik
strategi kreatif adalah bahwa ada
sejumlah cara yang berbeda untuk
menyampaikan pesan. Pendekatan pesan
yang digunakan akan berbeda karena
disesuaikan dengan target audiens, situasi
pemasaran, produk atau jasa itu sendiri,
dan kategori produk. Hal ini dilakukan
untuk mencocokkan tujuan iklan dengan
cara yang terbaik dalam menyampaikan
pesan iklan. Untuk lebih memahami
bagaimana strategi kreatif digunakan
dalam iklan yang efektif, dapat dilihat
melalui The Facets Model of Effects dalam
gambar berikut ini (Wells dkk, 2007:384).
1. Perception. To create attention,
awareness, recognition, and recall
(Wells dkk,2007: 382). Persepsi adalah
proses dimana target audiens
menerima informasi melalui lima indera
dan menetapkan arti untuk itu. Iklan
dapat dikatakan efektif jika hal pertama
adalah berhasil mendapatkan attention-
perhatian target audiens. Kemampuan
untuk menarik perhatian adalah salah
satu kekuatan terbesar iklan. Dalam
iklan, sesuatu hal yang bersifat baru
atau mengejutkan sering digunakan
untuk mendapatkan perhatian (Wells
dkk, 2007:111). Selain mendapatkan
perhatian, awareness-kesadaran akan
iklan juga termasuk dalam proses
persepsi. Ketika target audiens
menyadari sesuatu dari iklan, maka
dapat dikatakan bahwa mereka telah
melihat dan atau mendengarnya
sebelumnya. Dengan kata lain,
kesadaran terjadi ketika sebuah iklan
awalnya membuat kesan. Faktor lain
dalam persepsi adalah memori, yang
mengacu pada cara target audiens
menyimpan informasi di dalam pikiran
mereka. Pengiklan tertarik dalam dua
faktor memori yaitu recognition-
pengenalan, target audiens ingatakan
iklan yang pernah dilihat dan atau
10. didengar, dan recall-mengingatkan
kembali, target audiens ingat akan
informasi yang disampaikan melalui
iklan tersebut (Wells dkk,2007: 112).
2. Cognitive. To deliver information and
understanding.
(Wells dkk, 2007: 382).Kognitif
mengacu pada bagaimana target
audiens merespon informasi, belajar,
dan memahami sesuatu. Aspek ini
adalah respon yang bersifat rasional
untuk pesan. Target audiens mungkin
membutuhkan sesuatu atau perlu tahu
sesuatu, dan informasi yang
dikumpulkan dalam menanggapi
kebutuhan yang mengarah ke
pemahaman. Informasi yang disimpan
dalam memori dapat dimunculkan
kembali bila diperlukan.(Wells dkk,
2007: 115)
3. Affective. To touch emotions and create
feelings
(Wells et al, 2007: 382). Respon afektif
mencerminkan perasaan target audiens
tentang sesuatu. Afektif
menggambarkan sesuatu yang
merangsang keinginan, menyentuh
emosi, dan menciptakan perasaan.
Liking-menyukai merek atau iklan
merupakan respon afektif yang penting
(Wells dkk, 2007: 116). Asumsinya
adalah jika target audiens menyukai
iklan maka perasaan positif akan
tersampaikan ke merek. Kemungkinan
bisa saja terjadi jika target audiens
yang menyukai iklan tetapi tidak
mampu mengingat merek, sehingga
perasaan positif yang dihasilkan oleh
iklan mungkin tidak selalu tersampaikan
ke merek (Wells dkk, 2007: 118).
4. Persuasion. To change attitudes, create
conviction and preference
(Wells dkk, 2007: 382). Persuasi adalah
tujuan yang secara sengaja untuk
mempengaruhi atau memotivasi
penerima pesan agar percaya dan atau
melakukan sesuatu. Persuasi dirancang
untuk mengubah sikap dan perilaku
serta membangun belief kepercayaan
(Wells dkk, 2007: 122). Hasil persuasi
yang efektif dalam menumbuhkan
conviction-keyakinan adalah target
audiens percaya akan sesuatu dengan
benar. Dalam hal efek iklan, keyakinan
ditunjukkan ketika target audiens
mengembangkan preference-pilihan,
berniat untuk mencoba atau membeli
suatu produk (Wells dkk, 2007: 123).
5. Transformation. To establish brand
identity and associations (Wells dkk,
2007: 382). Transformasi, seperti yang
dijelaskan oleh DDB Needham’s Bill
Wells berarti merek bermakna ketika
ditransformasikan dari produk menjadi
sesuatu yang istimewa, sesuatu yang
dibedakan dari produk lainnya dalam
kategori produk berdasarkan identitas
merek dan citra merek (Wells dkk,
2007:119). Sebuah identitas merek
harus khas, merupakan salah satu
produk tertentu dalam kategori yang
dikenali dan mudah diingat. Menyadari
merek berarti bahwa target audiens
tahu penanda identifikasi merek-nama,
logo, warna, jenis huruf, desain, slogan
dan dapat menghubungkan penanda
tersebut dengan memori pesan tentang
merek atau pengalaman masa lalu
dalam menggunakannya (Wells dkk,
2007: 120). Transformasi makna pesan
melalui iklan juga dapat membangun
asosiasi merek yaitu proses pembuatan
koneksi simbolik antara merek dan
karakteristik, kualitas, atau gaya hidup
yang mewakili citra merek dan
kepribadian (Wells et al, 2007: 118).
6. Behavior. To stimulate trial, purchase,
repurchase, or some other form of
11. action. (Wells et al, 2007: 382) Respon
yang melibatkan perilaku menjadi
tujuan yang paling penting dari iklan.
Dengan kata lain, efektivitas kampanye
iklan diukur dalam hal kemampuannya
untuk memotivasi target audiens
melakukan sesuatu, seperti mencoba
atau membeli suatu produk, atau
merespon dalam beberapa cara lain,
seperti mengunjungi toko,
mengembalikan kuisioner hasil survey,
menghubungi call center atau
mengunjungi website (Wells dkk, 2007:
126).
Selain itu gaya eksekusi kreatif iklan juga
mengacu pada pendekatan pesan yang
Digunakan untuk menarik perhatian
konsumen dan atau mempengaruhi
perasaan Mereka terhadap produk dan
jasa. Daya tarik iklan dapat dilihat sebagai
"sesuatu” yang Menggerakkan konsumen
berbicara kepada keinginan atau
kebutuhan mereka, dan menggairahkan
minat mereka, terdiri dari daya tarik
rasional, emosional dan gabungan antara
keduanya. (Belch & Belch, 2015: 301-
304). Pesan iklan dapat disajikan melalui
gaya eksekusi kreatif straight-sell or
factual message, scientific or technical
evidence, demonstration, comparison,
testimonial, slice of life, animation,
personality symbol, musical, imagery,
dramatization, humor dan combinations.
(Belch & Belch, 2015: 310-311).
D.7 Kerangka Pemikiran
Gambar D.7
Alur Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran ini peneliti
menyatakan bahwa ada fenomena yang
memperlihatkan tentang proses produksi
dan pengembangan pesan viral yang
didukung oleh konsep proses kreatif james
webb young, strategi pesan model efek
facet, executional framework dan
Storytelling. Selanjutnya, Proses
penyemaian kampanye viral marketing
yang dilakukan didukung oleh kegiatan
posting video viral di Youtube, konsep
seeding strategy dan konsep celebrity
endorser serta social media influencer.
Setelah itu, Proses tracking kampanye
pemasaran viral dengan perhitungan
seperti total views, subscibers,
engagement, completion reate dan
retention rate terkait durasi yang
dihabiskan penonton di Youtube
AXElerate. Kemudian ketiga elemen inti
pemasaran viral tersebut mendapatkan
dukungan dari alat-lat komunikasi
pemasaran digital berupa website &
media sosial, online PR, online Sales
Promo, Search Engine Optimization, dan
offline communication. Kegiatan tersebut
dilakukan berdasarkan lingkungan
pemasaran baru dengan pendekatan
pemasaran 4.0 yang memiliki beberapa
elemen seperti : (a) 3 Subkultur digital
berpengaruh (b) Atribut merek human
centric (c) Content marketing for brand
curiousity. Gabungan dari beberapa
konsep dan kegiatan komunikasi
pemasaran tersebut menghasilkan
kesuksesan bagi AXE dengan
mendapatkan lebih dari 15 juta lebih
viewers pada 12 episode video viral
AXElerate : The Series dalam kampanye
AXElerate.
12. D. Hasil penelitian dan pembahasan
E.1 Proses marketing 4.0 dan
komunikasi pemasaran digital
sebagai pendukung kampanye viral
marketing AXElerate
Kegiatan pemasaran AXE fokus pada
pembuatan konten di media sosial dan
AXE menggunakan data riset berbasis
Google sebagai dasar pertimbangan dalam
membuat keputusan tentang kegiatan
pemasarannya. Hal tersebut menjadi
indikasi bahwa AXE telah menempatkan
mereknya secara signifikan di dunia
online. Axelerate menggabungkan antara
interaksi online dan offline. interaksi
online berupa posting video viral yang
didukung oleh kegiatan promosi
menggunakan berbagai alat komunikasi
pemasaran digital. Selanjutnya, interaksi
offline yang dilakukan AXE terdiri dari
acara nonton bareng episode finale
AXElerate : The Series di bioskop CGV,
workshop AXEleration project yang
dimentori oleh brand ambassador dan
pesertanya disaring melalui proses seleksi.
Selain itu, AXE juga mengadakan acara
pesta penutup rangkaian acara bernama
AXElerate night yang diadakan di club
malam Foundry 8 Jakarta. Menurut
informan utama, acara offline yang
merupakan turunan dari konsep AXElerate
tersebut memiliki tujuan untuk
menjadikan audiens lebih dari hanya
sebagai penonton dan komentator media
sosial terhadap kampanye AXElerate,
tetapi menjadi bagian langsung dari
AXElerate, mendapatkan pengalaman
AXElerate sehingga khalayak konsumen
tersebut juga bisa ikut menyebarkan
pesan AXElerate secara natural.
AXElerate bertujuan untuk
mempengaruhi segmen sasaran digital
enthusiast atau 3 subkultur digital. dalam
Marketing 4.0 ada 3 subkultur digital
yang paling berpengaruh yang terdiri dari
netizen, pemuda dan wanita. Data primer
dari Informan menyatakan bahwa segmen
sasaran dari kampanye AXelerate adalah
pemuda dan digital enthusiast atau
netizen, dalam hal wanita juga termasuk
dalam kategori netizen. Dan didukung
oleh data sekunder berupa dokumen yang
dimiliki peneliti, bahwa saat ini pada
kampanye Axelerate, Axe lebih mendalami
sisi maskulinitas pria dimana para brand
ambassador dalam AXElerate juga
digemari oleh wanita dan menjadi
panutan bagi pria, tidak fokus pada wanita
sexy seperti kampanye Axe sebelumnya,
saat ini AXE fokus membuat cerita tentang
pria. Sehingga target audience iklan axe
saat ini menjadi luas lagi yaitu dapat
menarik perhatian penonton wanita.
Selain itu, dalam Marketing 4.0 merek
harus menjadi humanis, mempengaruhi
pelanggan sebagai teman tanpa membuat
mereka susah, untuk itu merek harus
memiliki enam atribut manusia sebagai
berikut: (Kotler dkk, 2017:82).
1. Physicality
Dalam kampanye AXElerate, AXE
mendefinisikan produknya terkait
dengan karakter jati diri asli dari
para brand ambassador secara
simbolik, varian produk AXE black
direpresentasikan oleh karakter
Chicco jerikho sebagai cowo kalem,
AXE gold direpresentasikan oleh
karakter Arifin Putra sebagai cowo
kelas dan AXE dark
direpresentasikan oleh Keenan
Pearce sebagai cowo sabi.
2. Intellectuality
Dalam kampanye AXElerate,
dokumen yang dimiliki peneliti
menyatakan bahwa AXE memiliki
pemikiran untuk menghasilkan
13. gagasan tentang menjawab
tantangan, menghadapi tekanan
dan ekspektas yang mereka temui
dalam hidup serta keluar dari zona
nyaman , serta mencoba hal baru,
selain itu AXE juga bertujuan
menginspirasi pria Indonesia bahwa
karakter yang kuat dan rasa
percaya diri bisa mengubah
tekanan dalam hidup menjadi
sebuah dorongan untuk selalu
berkembang. AXE juga memiliki
intelektualitas yang kuat inovatif
dan memiliki kemampuan dengan
meluncurkan kampanye model baru
yaitu AXElerate berformat video
konten storytelling yang
sebelumnya tidak pernah dilakukan
oleh pemasar produk lain didalam
industrinya.
3. Socialbility
AXE dalam rangkain kampanye
AXElerate juga melibatkan
pelanggan mereka secara melalui
beberapa media komunikasi
website, Facebook dan Instagram.
AXE berbagi konten menarik di
media sosial tentang fashion, film
dan motivasi serta inspirasi yang
berkaitan dengan konsep AXElerate
selama masa kampanye AXElerate.
AXE juga menciptakan kepribadian
yang ramah di media sosial yang
bersahabat, menyenangkan, dan
disukai dengan reponsif terhadap
pertanyaan maupun komentar di
saluran media sosial mereka,
seperti teman. AXE secara teratur
memposting konten dengan teknik
fotografi yang profesional dan
menarik di website, facebook dan
Instagtam, hal tersebut
membuatnya Axe lebih manusiawi.
sehinga menerima banyak word-of-
mouth online yang mengakibatkan
12 episode AXElerate : The Series
behasil menjadi viral dengan
meraih dua belas juga penonton
hanya dalam waktu 6 bulan periode
kampanye.
4. Emotionality
AXE dalam kampanye AXElerate
secara signifikan telah
menyampaikan pesan emosi yang
kuat. Axe menjadi merek yang
manusiawi karena berperan sebagai
inspirasi pembuka mata bagi
penontonnya. Informan utama
mengatakan bahwa khalayak
konsumen setelah menonton AXE
akan terbuka untuk melihat sebagai
sesuatu yang sebelumnya dia tidak
menyadarinya bahwa itu penting.
Dalam video viral AXelerate : The
Series sendiri ditanamkan quotes-
quotes yang sangat menyentuh sisi
emosional penonton. Ada scene di
dalam video viral AXelerate : The
Series yang memiliki kadar
emosional tinggi menurut informan,
adegan itu adalah episode Chicco
Jerikho dimana dia masuk ke dalam
laut dan berenang, lalu adegan
tersebut diiringi oleh narasi
backsound yang menyampaikan
quotes yang berbunyi seperti ini :
“Saat kamu tenggelam tapi kamu
bergerak maju, kamu bisa
mencapai tujuan kamu”. Hal seperti
itu dianggap sangat menyentuh sisi
emosional oleh infoman utama.
Disini AXE mendorong pria untuk
lebih percaya diri, bekerja keras
dan memiliki karakter yang kuat.
Dengan penyebaran video viral
AXElerate saat ini yang sudah
mencapai 18 juta penonton, AXE
sudah berhasil terhubung secara
14. emosional dengan pemuda, wanita
dan netizen di seluruh Indonesia
bahkan Asia Tenggara.
5. Personability
Dalam kampanye AXElerate, varian
produk AXE direpresentasikan oleh
karakter brand ambassador. Dalam
video viral AXElerate : The series.
karakter tersebut benar-benar tahu
dimana dan apa potensi mereka.
Karakter cowo sabi yang
merepresentasikan produk AXE
dark digambarkan sebagai pria
kreatif pemilik perusahaan agency
iklan yang bisa menjawab
tantangan dan tekanan dari client.
Karakter cowo kalem yang
merepresentasikan produk AXE
black digambarkan sebagai pria
introvert yang tidak pernah puas,
walaupun dia sudah menjadi aktor
terkenal tapi dia selalu memberikan
tantangan kepada dirinya dengan
selalu mencari peran di film layar
lebar dan membuka bisnis kopinya
sendiri. Selanjutnya ada karakter
cowo kelas bisa menjawab
tantangan akan kekurangan fisik
dirinya. mereka benar-benar tahu
dimana dan apa potensi mereka,
apa yang mereka bagus dan hebat
untuk lakukan, mereka juga
mengetahui apa yang sudah
mereka miliki dan mereka terus
belajar untuk dalam bidang itu.
Mereka menujukan rasa percaya
diri dan motivasi diri untuk
memperbaiki diri.
6. Moralitas
AXE dengan kampanye AXElerate
ingin mendorong pria Indonesia
untuk lebih mengenal karakter
mereka, dan menjadikannya
kekuatan untuk menjadi orang
yang terus progresif. Misi ini di
representasikan oleh AXE melalui
the untold stories video viral
AXElerate : The Series, cerita dari
perjalanan hidup tiga brand
ambassador Axe yaitu Chicco
Jerikho, Keenan Pearce dan Arifin
Putra, yang sangat dekat dan
relevan dengan pergulatan pria
Indonesia dalam menghadapi
berbagai tantangan di tengah
keseharian mereka.
Selain itu untuk mendukung kampanye
AXElerate secara keseluruhan, AXE
menggunakan berbagai saluran
komunikasi pemasaran digital seperti
website, online public relation, online sales
promotion dan offline communication,
dengan penjelasan sebagai berikut:
Website (axe.co.id), Social media
marketing (Facebook & Instagram AXE
id), Online PR (36 Portal Media Online
seperti mix.co.id, republika.co.is,
marketeers.com, nylon.com, popular-
world.com, tribunnews.com,
dewimagazine.com dan lain-lain ), Online
sales promotion dengan penjualan
merchandise bundling produk AXE di
asmaraku.com, Offline Communication
event AXElerate project, Movie premiere
finale dan AXelerate night
E.2 Proses produksi dan
pengembangan pesan viral
kampanye AXElerate
E.2.a Proses kreatif James Webb
Young
Proses kreatif metode james webb young
dalam proses produksi pesan viral
kampanye Axelerate yaitu (a) Immersion
dengan riset data dari google dan
pengumpulan informasi serta materi ide
dan konsep bersama dengan sutradara
15. dan komunitas penulis naskah film dari
visinema, agency ogilvy, mindshare serta
makna creative (b) Digestion, penyaringan
data dengan diskusi kolektif dan
kolaboratif tentang format, konten,
pemilihan brand ambassador, dan
keluaran keseluruhan kampanye axelerate
: The series. (c) Incubation, mengolah
informasi dengan cara menerjemahkan
ketiga varian axe yaitu axe dark chocolate,
axe gold, dan axe black ke dalam tiga
karakter brand ambassador. (d)
Illumination, dengan ditemukannya
gagasan tentang karakter cowo sabi, cowo
kalem dan cowo kelas yang
merepresentasikan ketiga varian produk
AXE black, AXE dark & AXE gold melalui
tiga brand ambassador (e)Reality of
verification, Tahap dimana Pihak AXE,
Visinema dan Setiap brand ambassador
melakukan verifikasi terhadap bentuk dari
naskah agar Bahasa dan karakter sesuai
dengan masing-masing karakter dari
brand ambassador.
E.2.b Strategi kreatif pesan
Peneliti Menggunakan model efek Facet
untuk analisa strategi kreatif pesan atau
konten kampanye AXELerate dengan
penjelasan sebagai berikut: (a) Facet
persepsinya, Keterlibatan ketiga brand
ambassador dan narasi cerita asli mereka
serta seni fotografi kontemporer pada
poster promosi merupakan faktor yang
menarik perhatian khalayak pada awalnya.
(b) Facet emosionalnya, Alur cerita yang
mendorong khalayak untuk dapat
menemukan jati diri dan rasa percaya diri.
Ditambah dengan efek backsound voice
over dari setiap brand ambassador yang
mengiringi cerita perjalanan mereka setiap
episodenya, setiap episode dalam iklan
axelerate : The series terdapat voice over
dari para brand ambassador di setiap
ceritanya berisikan dengan kata-kata
inspirasi dan motivasi (c) Facet
kognisinya, penggunaan kata axelerate
sebagai judul kampanye yang berarti
accelerate atau akselerasi yaitu bergerak
cepat dalam meraih mimpi, selain itu ada
frasa “axe” di awal kata “axelerate (d)
Association facetnya, adegan brand
ambassador memakai produk axe dan
representasi ketiga varian produk dengan
karakter brand ambassador. (d) Facet
persuasinya, pertanyaannya dan
pertanyaan dari brand ambassador di
akhir setiap episode video viral axelerate
yang mengajak penonton untuk selalu
bertanya pada diri sendiri tentang apa
selanjutnya yang akan mereka lakukan
dalam hidup agar menjadi lebih baik dari
sebelumnya. (e) behaviour facetnya,
Personifikasi tiga varian produk axe
terhadap ketiga brand ambassador
menciptakan susasana alam bawah sadar
khalayak audiens untuk dapat terhubung
melalui cerita yang AXElerate : The series
ini. Sehingga dengan merasa
terhubungnya audiens dengan produk
axe, akan mengajak para audiens untuk
tetap terinspirasi dan termotivasi dari
cerita para brand ambassador lalu
kemudian dapat mengubah perilaku
pembelian produk pewangi atau pola
hidup sehari-hari audiens secara tidak
langsung.
E.2.c Executional framework
Dalam kampanye AXElerate terdapat
kombinasi dari beberapa executional
framework yaitu, executional framwork
dramatisasi terkait alur cerita konflik
brand ambassador dengan dirinya sendiri
dalam video AXElerate. Executional
personality symbol terkait representasi
varian produk terhadap brand
ambassador. Executional framework
suasana atau mood terkait lokasi shooting
dengan keindahan alam, voice over
16. motivasi pada setiap episode AXElerate :
The Series.
E.2.d Product placement
AXE menampilkan produknya dengan
kesan bahwa keberadaan produk tersebut
seolah-olah menjadi bagian dari cerita di
dalam video viral AXElerete : The Series.
hal tersebut dapat dilihat dengan adanya
adegan pemakaian pewangi AXE oleh
ketiga brand ambassador di bagian tengah
video AXElerate : The Series. Adegan
tersebut berlangsung selama kurang lebih
3 detik sehingga termasuk dalam pesan
subliminal untuk mempengaruhi alam
bawah sadar penonton.
E.2.e Storytelling
Berikut merupakan model Aktansial
struktur narasi pada video viral AXelerate:
The Series Episode Keenan Pearce.
Berikut adalah model Fungsional video
AXElerate : The Series episode Keenan
Pearce
E.3 Proses penyemaian kampanye
viral marketing Axelerate
E.3.a Posting video viral Axelerate :
The Series di media online Youtube
AXE mempertimbangkan momentum
sebagai dasar keputusan waktu posting
video viral AXElerate: The Series,
momentum ramadhan dipilih sebagai
waktu terbaik untuk posting video
AXElerate : The Series di Youtube karena
khalayak konsumen biasanya bersifat
menambah konsumsi video hiburan pada
saat bulan puasa. Informan juga
menyatakan tentang dasar pertimbangan
dalam memilih media youtube sebagai
saluran distribusi utama Axelerate The
series adalah riset perilaku konsumsi
media digital dari google.
E.3.b Strategi seeding video viral
Axelerate : The Series pada
kampanye Axelerate
Penyebaran pesan AXElerate dalam
jaringan komunikasi jika dilihat dari sudut
pandang difusi inovasi dengan multi step
flow communication akan menyatakan
bahwa kampanye AXElerate merupakan
inovasi yang melalui proses difusi lewat
celebity endorser dan influecer sebagai
opinion leader dan netizen sebegai opinion
receiver, namun dalam hal ini netizen
tidak menjadi opinion receiver yang pasif,
tapi netizen menjadi opinion receiver aktif
yang menyebarkan kembali pesan
AXElerate kepada jaringan mereka di
media sosial seperti gambar berikut.
17. Selanjutnya Penyebaran pesan AXElerate
dalam jaringan komunikasi jika dilihat
dari sudut pandang strategi seeding hinz
dkk (2011) menyatakan bahwa celebrity
endorser atau brand ambassador masuk
kedalam kategori hubs, infulencer arief
muhammad dan bayu skak masuk ke
dalam kategori bridges, selanjutnya
netizen penonton dan penggemar
AXElerate sebagai kategori fringes.
E.4 Proses tracking kampanye viral
marketing Axelerate
Video AXElerate : The Series secara total
telah mendapatkan 18.000.0000 views
pada desember 2017, hal itu berarti
kampanye AXElerate telah berhasil
melampaui target KPI yang ditetapkan
oleh PT. Unilever Indonesia Tbk sebesar
300%. Keberhasilan dari kampanye
Axelerate juga dinilai dari pertumbuhan
subscriber dari channel Youtube AXE
Indonesia. Brand Building Manager AXE
menyatakan bahwa pertumbuhan
subscribers dari Youtube channel
merupakan hal yang sulit untuk
didapatkan oleh sebuah kampanye
sehinga hal ini merupakan prestasi yang
signifikan. Pelanggan video dari kanal
Youtube AXE telah bertambah 22.000
orang dari sejak video AXElerate : The
Series diluncurkan sampai dengan
desember 2017. Selain berdasarkan
jumlah views, AXE juga mengukur
kesuksesannya dengan mengukur
completion & retention rate. Completion &
retention rate adalah rata-rata waktu yang
dihabiskan untuk menonton video viral
AXElerate : The Series, tentang
bagaimana video tersebut membuat
penonton bertahan di channel Youtube
AXE dimana video viral AXElerate : The
series di posting. contohnya pada video
viral AXElerate episode Keenan pearce
pertama yang memiliki durasi 6.48 menit,
dilihat oleh rata-rata penonton selama
4.76 menit. Artinya video tersebut
mendapatkan completion & retention rate
sebesar 73%.
E.5 Kesimpulan
AXE menggunakan pendekatan baru
dalam pemasaran yaitu marketing 4.0
yang menggabungkan promosi online
video AXElerate : The Series dan acara
offline pendukung seperti AXEleration
project, AXElerate Movie Premiere &
AXElerate night. Selanjutnya dapat
disimpulkan bahwa AXE fokus pada
segmen penonton terkait konsep 3
subkultur era digital yaitu netizen, pemuda
dan wanita. Selanjutnya masih dalam
pendekatan Marketing 4.0 AXE juga fokus
pada penciptaan percakapan diantara
jaringan media sosial khalayak dengan
membuat bentuk storytelling dalam
kampanyenya. AXE juga memberikan
atribut humanis kepada merek nya
dengan 6 indikator seperti fisikalitas,
emosionalitas, intelektualitas, moralitas,
sosialitas dan personalitas. Kampanye
AXElerate dapat menyebar secara luas
dengan dukungan dari beberapa alat
komunikasi pemasaran digital seperti
website, facebook, instagram, online
public relation dengan penyebaran artikel
di 36 situs portal media, online public
relation tersebut juga mendorong optimasi
axe dan axelerate di mesin pencari google
terhadap (S.E.O), selanjutnya AXE juga
menggunakan alat online sales promo
dengan melakukan bundling produk
bersama merchandise yang dijual di
asmaraku.com. AXE dengan kampanye
AXElerate telah menjadi viral dengan
mendapatkan 15 juta lebih penonton pada
6 bulan pertama peluncuran video
AXElerate the series yang di posting di
Youtube. Untuk dapat mencapai viralitas
tersebut. AXE telah melalui proses
18. produksi dan pengembangan pesan viral ,
penyemaian pesan viral dan tracking
kampanye viral marketing axelerate
secara sitematis.
E.5 Saran
Penelitian selanjutnya mengenai viral
marketing terkait komunikasi pemasaran
digital dalam lingkungan marketing 4.0
sebaiknya menggunkaan metode
kuantitatif agar mendapatkan hasil yang
lebih akurat terkait strategi seeding dan
jaringan komunikasi yang telah membuat
pesan promosi menyebar secara viral di
dunia maya. Dan Saran bagi praktisi
pemegang merek terkait hal ini bahwa
selanjutnya kampanye komunikasi
pemasaran digital terpadu yang dijalankan
dapat direncanakan secara sistematis,
kolektif dan kolaboratif dengan melibatkan
beragam stakeholders merek AXE
sehingga dapat menyesuaikan dengan
dinamika yang terjadi dengan cepat
terkait perkembangan komunitas online
dan jaringan komunikasi online.
E.6 Daftar pustaka
Ardianto, Drs. Elvinaro, Msi dan Dra.
Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. 2005.
Komunikasi Massa – Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arifin, ali (2003). Viral Marketing: Konsep
baru berinvestasi dan berwirausaha. ANDI
Yogyakarta. Yogyakarta
Aaker, David A. (1997). Managing Brand
Equity: Capitalizing on The Value of a
Brand Name . New York: Free Press.
Assauri, Sofjan. 2013. Manajemen
Pemasaran. Jakarta : Rajawali Pers.
Batra, Rajeev. John G. Myers dan David A.
Aaker. (1996). Advertising management
Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
Berger, J., & Milkman, K. L. 2010. Social
Transmission, Emotion, and the Virality of
Online Content. Philadelphia: Marketing
Science Institute.
Belch, George E. & Michael A. Belch.
2003. Advertising and Promotion an
Integrated Marketing Communication
Perspective Eight Edition. New York:
McGraw-Hill
Blakeman,R. (2014). Nontraditional media
in Advertising and Marketing. London
2014
Cakim, Idil M. 2010.
Implementing Word Of Mouth
Marketing. John Willey & Sons,
Inc.
Christakis, Nicholas A. dan James H.
Flower. 2010. Connected : Dahsyatnya
Kekuatan Jejaring Sosial Mengubah Hidup
Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chaffey, D., & Smith, P. R. (2008). E-
Marketing excellence : Planning and
optimizing your digital marketing. (3rd
edition). UK: Butterworth-Heinemann.
Darma, Jarot S., Shenia A. 2009. Buku
Pintar Menguasai Internet. Jakarta:
Mediakita.
Datta p., Chowdbury, D., & Chakraborty,
B. 2005. Viral Marketing: New form of
word of mouth through internet. The
Business Review, Cambridge, 3 (2), 69-
75.
Dave, Chaffey et al. 2003. Internet
Marketing:Strategy, Implementation and
Practice. New Jersey:Prentice Hall.
19. Daymon, Christine & Holloway, Immy.
2008. Riset Kualitatif. Bandung: Bentang.
Dobele, A., Lindgree, A., Beverland, M.,
Vanhamme, J., Van Wijk, R. 2007. Why
Pass On Viral Messages? Because They
Connect Emotionally. Indiana, Elsevier
Inc., USA.
Dominick, Joseph R,dkk. 2012.
Broadcasting, Cable, the Internet, and
Beyond. An
introduction to modern Electronic Media.
Seventh Edition. New York: McGraw-Hill.
Duana, W., Gub, B., & Whinston, A.B.
(2008). Do online reviews matter?— An
empirical investigation of panel data.
Decision Support Systems, 45(3), 1007–
1016.
Elley, Brandon dan Tilley, Shayne. 2009.
Online Marketing Inside Out. Cambridge
Street Collingwood, Victoria, Australia.
Sitepoint Pty, Ltd.
Fill , Chris. (2005) . Marketing
Communications: Engagement, Strategies
and Practice . 4th edn Harrow, England :
Prentice Hall .
Fog, K., Budtz, C., Munch, P., &
Blanchette, S. (2010). Storytelling
Flick, Uwe. (2005). An Introduction to
Qualitative Research. London: SAGE
Publications.
Glaser, Barney G. dan Anselm L. Strauss.
(1967). The Discovery of Grounded
Theory: Strategies for Qualitative
Research. New York: Aldine de Gruyter.
Kriyantono, Rachmat. (2007). Teknik
Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh
Praktis Riset Media, Public Relations,
Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Yin, Robert K. (2003). Studi Kasus: Desain
dan Metode. Edisi Revisi cetakan
Keempat. Jakarta: Raja Grafind
Branding in Practice. Frderiksberg:
Samfundslitteratur Press.
Fisher, T. (2009). ROI in social media: A
look at the arguments. Database
Marketing & Customer
Strategy Management, Vol. 16, Issue 3:
189–195.
Forrest, Edward. (1999). Internet
Marketing Research : Resources and
Techniques. McGraw Hill, Australia.
Goldsmith, R. 2002. Viral Marketing: Get
Your Audience to Do Your Marketing for
You. London: Prentice Business.
Grifoni, P., D’Andrea, A., & Ferri, F. 2013.
An Integrated Framework For Online Viral
Marketing Campaign. International
Business Research, 22-30.
Hartline, Michael and OC.Ferrel.
2004. Marketing Strategy. New
York: South-Western College.
Hawkins, D., Mothersbaugh, D., & Best, R.
2007. Consumer Behaviour; Building
Marketing Strategy (10th
ed). New York:
McGraw-Hill.
Kabani, Shama Hyder. 2012. The Zen Of
Social Media Marketing: An Easier Way To
Build Credibility, Generate Buzz, and
Increase Revenue. Texas: Benbella
Kaikati, A. M., & Kaikati, J. G. 2004.
Stealth Marketing: How to Reach
Consumers Surreptitiously. California
Management Review, 46(4), 6-22.
20. Kartajaya, Hermawan. 2003. Marketing In
Venus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kennedy, John E. & R. Dermawan
Soemanagara,2006,Marketing
Communication: Taktik & Strategi, Bhuana
Ilmu Komputer, Jakarta
Kelley, Larry D. dan Donald W.
Jugenheimer. 2008.Advertising Media
Planning: A
Brand Management Approach. New York:
M.E.Sharpe, inc.
Kirby, J., & Marsden, P. 2006. Connected
Marketing: The Viral, Buzz and Word Of
Mouth Revolution. Oxford: Elsevier Ltd.
Kotler, Philip & Gary Armstrong. 2004.
Principle of Marketing. Pearson Prentice
Hall: New Jersey.
Kotler, P., & Keller, K.L. 2006. Marketing
Management (12th
ed). Pearson Prentice
Hall.
Kotler, Philip dan Kevin Ane Keller. (2007).
Manajemen Pemasaran. Jilid 1 dan 2. PT.
Indeks, Jakarta.
Kotler, P & Armstrong, G (2012).
Principles of Marketing (14th
ed). New
Jersey: Prentice-Hall
Kotler, P, Kartajaya, H, Setiawan, I, 2017,
Marketing 4.0, John Wiley and Sons Inc,
New Jersey.
Kleinberg, J. 2008. The Convergence of
Social and Technological Networks.
Communication of ACM, 51(11), 66-72.
Kulp, S.C. 2007. Advertising amongs
Ourselves: A Qualitative Study of Viewer
Attitudes towards Viral Marketing. Chapel
Hill: Proquest Information and Learning
Company.
Lovelock, C., Wirtz, J., Hean, T.K., &
Xiongwen, L. 2005. Services marketing in
asia: people, technology, strategy (2nd
ed.). First Lok Yang Road Jurong,
Singapore: Pearson Education South Asia
Pte Ltd.
Lloyd,Carla V. 1999. Advertising media A
changing marketplace.USA: Syracuse
University.
Milstein, S., Chowdhury, A., Hochmuth,
G., Lorica, B., & Magoulas, R. (2008).
Twitter and the micro-messaging
revolution: Communication, connections,
and immediacy—140 characters at a time.
Sebastopol, CA: O’Reilly Media.
Mohammed, Rafi A., Fisher, Robert J.,
Jaworski, Bernard J. , Paddison, Gordon J.
2003. Internet Marketing: Building
Advantage in a Networked Economy, 2nd
edition.: New York : McGraw Hill,Inc.
Neuman, Lawrence W. 2006. Social
Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches. Pearson
Education, Inc.
Nugraha, Tuhu. 2014. WWW.HM. Jakarta:
Upnormals Publishing
Patton, MQ. 1991. How to Use Qualitative
Methods in Evaluation. London: Sage.
Cordiner, R. (2009). Campaign. IPA
Excellence Diploma Delegates Class
of 2007-8.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi
Kualitatif. Yogyakarta: PT. Lkis.
Poerwandari, E. Kristi. 2007. Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi
UI.
21. Pousttchi, K., & Wiedemann, D. G. 2007.
Success Factors in Mobile Viral Marketing:
A Multi-Case Study Approach.
International Conference on The
Management of Mobile Business (pp. 1-8).
Toronto:IEEE.
Quey, Tracy La. (1997). Sahabat Internet
: Pedoman Bagi Pemula untuk Memasuki
Jaringan Global. Bandung: ITB Bandung.
Rafiq, M. & Ahmed, P.K. (1995). Using the
7P as a generic marketing mix: An
exploratory survey of UK and European
marketing academics. Marketing
intelligence and planning. 13(9). 4-15.
Royan, Frans M. (2004). Marketing
Selebriti “Selebriti dalam Iklan dan
Strategi Selebriti Memasarkan Diri
Sendiri”. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Rayport, J. 1996. The Virus of Markering.
Fast Company.
Readon, J. 2009. Viral Marketing:
Alternative Reality. Brand Strategy. 44.
Rodic, N., & Koivisto, E. 2012. Best
Practices in Viral Marketing. Aalto
University School of Economics,
Departement of Marketing. Helsinki: Aalto
MediaMark.
Safko, Lon & David K. Brake. 2009. The
Social Media Bible : Tactics, Tools, and
Strategies for Business Success. New
Jersey: John Willey & Sons, Inc.
Scott, D., M. 2007. The New Rules of
Marketing & PR : How to Use News
Relases, Blogs, Podcasting. Viral
Marketing & Online Media to Reach
Buyers Directly. New Jersey: John Willey
& Sons, Inc.
Shimp, Terence A. 2010. Advertising
Promotion and Other Aspects Of
Integrated Marketing Communication 8th
Edition. Canada: Nelson Education, Ltd
Silver, David & Massanari, Adrienne
(eds.). (2006). Critical Cyberculture
Studies. New York dan London: New York
University Press.
Solis, Brian. 2010. Engage. John Willey &
Sons, Inc : New Jersey.
Solis, Brian and Deirdre Breakenridge.
2009. Putting the Public Back in Public
Relations. New Jersey: FT Press.
Sugiyama, Kotaro., Andre, Tim. (2011).
The Dentsu Way. McGraw-Hill. New York
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Teixeria, T. 2102. The New Science of
Viral Ads. Harvard Business Review, pp.
25-27.
Watts, D. J., Perreti, J., & Frumin, M.
2007. Viral Marketing for the Real World.
Harvard Business Review.
Wells William, Sandra Moriarty, dan John
Burnett. 2006. Advertising Principles &
Practice. Canada: Pearson Education
International.
Welker, C. B. 2002. The Paradigm of Viral
Communication. Information Services &
Use, 22(1), 3-8.
Walmsley, A. (2007), New Media: The Age
of the Trialogue. The Marketer,
Yin K. Robert. 2005. Studi Kasus: Desain
& Metode. PT. Raja Grafindo Persada
Ibarra, H., & Lineback, K. (2005). What's
Your Story. Harvard Business Review.
22. Angel, Robert, Sexsmith, & Joseph.
(2009). Social networking: the view from
the C-suite. Ivey
Business Journal, Vol. 73, Issue 4.
Bulkeley. W. 2002. E-Commerce:
Advertisers Find a Friend in Viral
Marketing [Electronic version]. The Wall
Street Journal Europe,p.25
Bryan, A. (2011). The New Digital
Storytelling. USA: ABC-Clio.
Clifford-Marsh, E. 2009. Viral Marketing
[Electronic version]. Revolution, 50-52.
Hasic, Ajdin & Sobtsenko, Olga, (2009).
The impact of viral marketing on brand
awareness (the study of sme’s).
Jonkoping international Business School.
Sweden
Lamitasari, Deni. (2011). Pengaruh
Celebrity Endorser terhadap Respon
Konsumen (Studi pada Iklan Televisi
Samsung Versi Dian Sastro dan Nicholas
Saputra). Skripsi Universitas Indonesia.
Petrescu, Maria dan Dr. Pradeep
Korgaonkar. Viral Advertising in Social
Media.
Florida Atlantic University.
Denning, S. (2004). Telling Tales.
Harvard Business Review.
Hinz, O., Skiera, B, Barrot, C, & Becker,
J.U.2011. Seeding Strategies for Viral
Marketing: An Empirical Comparison.
Journal of Marketing, 55-71.
Helm.S. 2000. Viral Marketing-Establishing
Customer Relationship by World-of-Mouth.
Electronic Markets.
Hatem El-Gohary, 2010, E-Marketing - A
literature Review from a Small Businesses
perspective, International Journal of
Business and Social Science, Vol. 1, No. 1,
Ibarra, H., & Lineback, K. (2005). What's
Your Story. Harvard Business Review.
McKee, R. (2003). Storytelling that Moves
People. Harvard Business Review.
Mangold, W. G., & Faulds, D. J. (2009).
Social Media: The New Hybrid Element of
the Promotion Mix, Business Horizons,
5(4), 357-365.
Magnini, V., E. Honeycutt, and A. Cross.
"Understanding the use of celebrity
endorsers for hospitality firms." Journal
of Vacation Marketing 14, no. 1 (January
1, 2008): 57-69.
http://www.proquest.com/.
Ohanian, Roobina. 1990. Constraction and
Validation of a Scale to Measure Brand
endorsers’ Perceived Expertise,
Trustworthiness, and Attractiveness.
JSTOR : ME. Sharp, Inc. Journal of
Advertising Vol. 19, No.3
Porter, Lance, and Guy Golan,2006, From
Subservient Chickens to Brawny Men: A
Comparison of Viral Advertising to
Television Advertising," Journal of
Interactive Advertising,
Schneider, E., Lang, A., Shin, M., &
Bradley, S. (2004). Death with a Story.
Human Communication Research Vol 30
no 3.
Seno, Diana and Bryan A. Lukas. (2007).
“The equity effect of product endorsement
by celebrities: A conceptual framework
from a co-branding perspective” European
Journal of Marketing Vol.41 No.1/2. 2007
pp.121- 134
23. Tandi. 2016. Sosiologi Digital: Suatu
Paradigma Baru dalam Kajian Ilmu Sosial .
SOSIO
DIDAKTIKA: Social Science Education
Journal, 3(2), 2016, 135-146.
doi:10.15408/sd.v3i2.5055.
Woerndl Maria, Savvas Papagiannidis,
Michael Bourlakis, Feng Li. 2008. Internet-
Induced Marketing Techniques: Critical
Factors in Viral Marketing Campaigns. Int.
Journal of Bussines Science and Applied
Management. Vol 3, Issue 1.