Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dikenakan kepada Wajib Pajak luar negeri atas penghasilan yang berasal dari Indonesia. Secara garis besar dijelaskan tentang objek pemotongan, tarif pemotongan, sifat pemotongan, dan pengecualian atas pemotongan PPh Pasal 26. Juga disediakan beberapa contoh kasus perhitungan PPh Pasal 26.
Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 26, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Presentasi Pajak Penghasilan 24 yang dibuat oleh umiatul azizah dan irma nugraheni sebagai tugas presentasi mata kuliah perpajakan. Presentasi ini berisi mengenai gambaran dari pajak penghasilan pasal 24 yang berisi mengenai pengertian dan penjelasan lainnya. Presentasi ini dibuat berdasarkan hasil dari beberapa sumber yang kami cari dari informasi yang berasal dari makalah, jurnal, maupun web browser yang tersedia di internet. Kami harap presentasi ini dapat berguna bari setiap pembaca yang mengakses informasi mengenai pph pasal 24
Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 26, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Presentasi Pajak Penghasilan 24 yang dibuat oleh umiatul azizah dan irma nugraheni sebagai tugas presentasi mata kuliah perpajakan. Presentasi ini berisi mengenai gambaran dari pajak penghasilan pasal 24 yang berisi mengenai pengertian dan penjelasan lainnya. Presentasi ini dibuat berdasarkan hasil dari beberapa sumber yang kami cari dari informasi yang berasal dari makalah, jurnal, maupun web browser yang tersedia di internet. Kami harap presentasi ini dapat berguna bari setiap pembaca yang mengakses informasi mengenai pph pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki ArdoniRiki Ardoni
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri. UU PPh menganut prinsip world-wide income atau global taxation system. Penghasilan wajib pajak dalam negeri dari manapun sumbernya akan di pajaki di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UU PPh ini, Pajak yang dibayar atau terutang di Luar Negeri atas penghasilan dari Luar Negeri yang diterima /diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama di Indonesia.
Jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi (dikreditkan) dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri. Akan tetapi tidak boleh melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
WAJIB pajak dalam tahun pajak berjalan melunasi pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...roma rizki wanda siregar
Penjelasan mengenai PPh Pasal 4 Ayat 2 dan PPh pasal 23, Beserta undang -Undang, Pemotongan, penagihan dan perlakuannya.
PPh Pasal 4 ayat 2 ( Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 ) atau disebut juga PPh final adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki ArdoniRiki Ardoni
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri. UU PPh menganut prinsip world-wide income atau global taxation system. Penghasilan wajib pajak dalam negeri dari manapun sumbernya akan di pajaki di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UU PPh ini, Pajak yang dibayar atau terutang di Luar Negeri atas penghasilan dari Luar Negeri yang diterima /diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama di Indonesia.
Jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi (dikreditkan) dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri. Akan tetapi tidak boleh melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
WAJIB pajak dalam tahun pajak berjalan melunasi pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...roma rizki wanda siregar
Penjelasan mengenai PPh Pasal 4 Ayat 2 dan PPh pasal 23, Beserta undang -Undang, Pemotongan, penagihan dan perlakuannya.
PPh Pasal 4 ayat 2 ( Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 ) atau disebut juga PPh final adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
Program sarjana merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah.
Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional.
3. 4
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).
4. 5
Objek Pemotongan PPh Pasal 26
1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
2. individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun
atau 12 bulan,
3. perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu BUT di Indonesia.
8. Tax treaty (P3B) adalah perjanjian perpajakan antara dua negara
yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan
berbagai usaha penghindaran pajak.
Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk
menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di
antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan
berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang
bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.
Tax treaty (P3B)
9. Pasal 26 Jenis Penghasilan Tarif
Ayat1
a. Deviden(PP Nomor 1 Tahun 2007) 10% / SesuaiPersetujuan P3B
b.Bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
d.Imbalansehubungan dengan jasa,
pekerjaan,dan kegiatan;
e. Hadiahdan penghargaan;
f. Pensiun dan pembayaran berkala
lainnya;
g.Premi swap dan transaksilindung nilai
lainnya; dan/atau
h.Keuntungan karenapembebasanutang.
20% x Penghasilan Bruto / sesuai
dengan P3B
10. Pasal 26 Jenis Penghasilan Penghasilan Neto Tarif
Ayat2
Penghasilan dari penjualan
harta atau pengalihan harta di
Indonesia.
PMKNo.82/PMK.03/2009
Perhiasan mewah, berlian,
emas, intan, jam tangan
mewah, barang antik, lukisan,
mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang
ringan
PMKNo.82/PMK.03/2009
25%x HargaJual
20%x Penghasilan Neto
Premi asuransi dan reasuransi
yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi luar
negeri.
a. Premi yang dibayar kepada perusahaan
asuransi LN (50%darijumlahpremiyang
dibayar /penghasilan bruto)
b. Premi yang dibayar perusahaan asuransi
DL kepada perusahaan asuransi LN (10%
dari jumlah premiyangdibayar
/penghasilan bruto)
c. Premi yang dibayar perusahaan
reasuransi DL kepada perusahaan
asuransi LN (5%darijumlah premiyang
dibayar /penghasilan bruto)
11. Pasal 26 Jenis Penghasilan Penghasilan Neto Tarif
Ayat 2 (a)
Penghasilandari penjualan
atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal18 ayat (3c)
PMKNo.258/PMK.03/2008
25 %x HargaJual
dan bersifatfinal
20%x PenghasilanNeto
13. 13
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan,
tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar
bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni
2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pelaporan pada hari
kerja sebelum hari libur.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
PPh 26
14. 14
Pengecualian
Pengecualian Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2011
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia
dengan syarat:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
15. PPh Pasal 26 (1)
Mr X merupakan karyawan asing dari negara yang tidak memiliki tax treaty (P3B)
dengan Indonesia dan baru bekerja kurang dari 183 hari. Pada bulan September 2019,
ia akan menerima gaji sebesar USD 2200. Kurs Menteri Keuangan pada saat
pemotongan adalah Rp 14.072 untuk USD 1.00.
Maka, perhitungan tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan Mr X dapat dilihat sebagaimana
berikut ini:
Penghasilan bruto gaji sebulan: USD 2200 x Rp. 14.072 = Rp 30.958.400
PPh Pasal 26 terutang adalah: 20% x Rp. 30.958.400 = Rp 6.191.680
16. Contoh Kasus Pinjaman Luar Negeri
PT A menerima pinjman dari X Pte Ltd yang berdomisili di Singapura. Sebagai imbalan
atas pemberian pinjaman tersebut PT A membayat bunga kepada X Pte Ltd. Dengan
pokok pinjaman $5000 dan harus membayar bunga setiap bulan
17. Jadi bunga yang harus dibayar setiap bulan yaitu kurs 14,425 :
= Pokok Pinjaman x Bunga pinjaman
= ($5000 x 14,425) x 2 %
= Rp 3,856,250
PPh 26 yang harus dipotong
=Rp 3,856,250 x 10%
= Rp 385,625
18. PPh Pasal 26 (4)
20% x (PKP – PPh terutang)
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp. 17.500.000.000,-
PPh Pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang: 25% x Rp. 17.500.000.000,-
Penghasilan setelah dikurangi pajak
Rp.17.500.000.000,-
Rp. 4.375.000.000,- (-)
Rp.13. 125.000.000,-
PPh Pasal 26 yang terutang:
20%x Rp. 13.125.000.000,-= Rp. 2.625.000.000,-
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp. 13.125.000.000,-
tidak dipotong PPh Pasal 26.