Peraturan Presiden ini mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perubahan tersebut mencakup pengaturan tentang definisi pengadaan tanah, cara pengadaan tanah, pembentukan panitia pengadaan tanah, tugas panitia, dan penetapan besaran ganti rugi.
Tugas akhir KKD*).........
Kursus paling seru yang pernah kualami selama hidup (lebayyyy...)
tak terlupakan...
berat tapi sangat bermanfaat, serasa jadi mahasiswa S2 di FE UI :D
(lagi-lagi... walaupun ilmu yang didapat belum bisa diaplikasikan, yang penting ilmu itu bisa dibagikan, semoga bisa bermanfaat)
* KKD = Kursus Keuangan Daerah oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.
Terimakasih DJPK, Terimakasih LPEM FE UI
menurut saya ada contoh gambar di hal 18 dan 38 yang kurang sesuai untuk hutan kota, dimana sebaiknya tidak ada perkerasan permanen di hutan kota. contoh daripada menggunakan concrete block sebaiknya menggunakan grass block. Contoh lain adalah dari gambar contoh hutan kota di hal 38 mungkin kurang tepat untuk hutan kota karena persentasi bangunan sudah sangat besar dan vegetasi terbatas. Model dalam contoh di hal 38 lebih tepat disebut taman kota. :)
biar jangan lupa sama ilmu yang pernah didapat, walaupun mungkin tidak atau belum bisa diaplikasikan dalam pekerjaan karena satu dan lain hal ;)
yang penting ilmu itu dibagikan, mudah2an bisa bermanfaat.
demikian juga presentasi ini, saya buat dari diktat salah satu materi yang diikuti dalam Pelatihan dan Apresiasi Ketahanan Pangan, di Bandung Agustus 2007
Waktu itu disampaikan dengan sangat menarik dan berkesan oleh: Dr.Ir.Yayuk Farida Baliwati, MS (GMSK – IPB)
Diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Prov. Jawa Barat
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdfIndra Sofian
Administrasi dilibatkan
dalam urusan Pertanahan, hal-hal yang
dianggap penting mengenai Administrasi Pertanahan, hak atas tanah harus didaftarkan
pada Kantor Pertanahan
HAK MILIK dalam UU AGRARIA DI INDONESIAfajararyanto4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) merupakan landasan hukum utama yang mengatur hak atas tanah dan sumber daya alam terkait di Indonesia. UUPA mengidentifikasi berbagai jenis hak atas tanah, yang memberikan wewenang kepada individu atau entitas untuk memanfaatkan atau memiliki tanah sesuai dengan tujuan dan kepentingan tertentu.
Salah satu hak yang paling mendasar dan luas adalah **Hak Milik**. Pasal 20 UUPA menetapkan bahwa hak milik memberikan pemiliknya wewenang penuh untuk memiliki, memegang, menggunakan, memanfaatkan, dan memusakakan benda-benda, termasuk tanah, sesuai dengan keinginan dan kepentingannya. Ini adalah hak yang paling komprehensif dan kuat dalam hal kepemilikan tanah.
Selanjutnya, **Hak Guna Usaha** memberikan wewenang kepada individu atau entitas untuk memanfaatkan tanah untuk kegiatan pertanian. Dengan izin ini, pemegang hak dapat menanam dan memanen hasil hutan yang tumbuh di atas tanah, memberikan kontribusi penting dalam sektor pertanian dan pengelolaan sumber daya alam.
**Hak Guna Bangunan** memberikan izin untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan merupakan hak milik. Hal ini memungkinkan pemilik bangunan untuk mengembangkan dan memanfaatkan lahan dengan membangun struktur sesuai dengan peruntukannya.
Sementara itu, **Hak Pakai** membolehkan individu atau keluarga untuk memakai dan memperoleh hasil dari tanah negara atau tanah milik orang lain untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Hak ini memberikan fleksibilitas kepada pemegangnya untuk memanfaatkan tanah tanpa harus memiliki kepemilikan penuh.
Selanjutnya, **Hak Sewa** memungkinkan individu atau entitas untuk menggunakan tanah atau bangunan yang dimiliki oleh pihak lain dengan membayar sejumlah uang atau nilai tertentu. Hal ini sering digunakan dalam transaksi properti komersial atau tempat tinggal.
**Hak Membuka Tanah** memberikan wewenang untuk membuka tanah untuk kepentingan pertanian atau kegiatan lain yang memerlukan pengolahan tanah. Ini adalah hak yang penting dalam pengembangan sektor pertanian dan pengelolaan lahan.
**Hak Memungut Hasil Hutan** memungkinkan individu atau entitas untuk mengambil hasil hutan yang tumbuh di atas tanah negara atau tanah hak milik. Hak ini mendukung kegiatan pengelolaan hutan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Selain hak-hak tersebut, UUPA juga memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan jenis hak lainnya melalui undang-undang yang lebih khusus dan mengatur hak-hak sementara sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA.
Dengan demikian, UUPA memberikan kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur hak atas tanah di Indonesia, memastikan bahwa tanah dapat dimanfaatkan dengan efisien dan sesuai dengan kepentingan nasional dan masyarakat.
1. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005
TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan terhadap
hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum, dipandang perlu mengubah Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106);
2. 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324);
5. Undang-Undang ...
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
6. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
3. “Pasal 1
3. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah.”
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 2 ...
- 3 -
“Pasal 2
(1) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah.
(2) Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
4. “Pasal 3
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip
penghormatan terhadap hak atas tanah.”
4. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 5
Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi :
a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di
ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran
air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. waduk ...
- 4 -
b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan
pengairan lainnya;
c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul
penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain
bencana;
e. tempat pembuangan sampah;
5. f. cagar alam dan cagar budaya;
g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.”
5. Ketentuan Pasal 6 ayat (5) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut :
“Pasal 6
(1) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah
kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia
pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh
Bupati/Walikota.
(2) Panitia Pengadaan Tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta dibentuk oleh Gubernur.
(3) Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah
kabupaten/kota atau lebih, dilakukan dengan bantuan
panitia pengadaan tanah provinsi yang dibentuk oleh
Gubernur.
(4) Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah provinsi
atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan
tanah yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang
terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur Pemerintah
Daerah terkait.
(5) Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur
Badan Pertanahan Nasional.”
6. Ketentuan ...
- 5 -
6. 6. Ketentuan Pasal 7 huruf c diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi
sebagai berikut :
“Pasal 7
Panitia pengadaan tanah bertugas :
a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada
kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan
atau diserahkan;
b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan
dokumen yang mendukungnya;
c. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan;
d. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada
masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau
pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan
pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik
baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media
elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat
yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang
hak atas tanah;
e. mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak
atas tanah dan instansi pemerintah dan/atau pemerintah
daerah yang memerlukan tanah dalam rangka
menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;
f. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada
para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda lain yang ada di atas tanah;
7. g. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah;
h. mengadministrasikan ...
- 6 -
h. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua
berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak
yang berkompeten.”
7. Menambah Pasal 7A yang berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 7A
Biaya Panitia Pengadaan Tanah diatur lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan Kepala Badan
Pertanahan Nasional.”
8. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal
10 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 10
(1) Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan
umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan
secara teknis tata ruang ketempat atau lokasi lain, maka
musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama
8. 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal undangan pertama.
(2) Apabila setelah diadakan musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, panitia
pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan
menitipkan ganti rugi uang kepada pengadilan negeri
yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang
bersangkutan.
(3) Apabila ...
- 7 -
(3) Apabila terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka
panitia menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan
negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang
bersangkutan.”
9. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 13
Bentuk ganti rugi dapat berupa :
a. Uang; dan/atau
b. Tanah pengganti; dan/atau
c. Pemukiman kembali; dan/atau
9. d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c;
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.”
10. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf a diubah, sehingga Pasal 15
berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 15
(1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas :
a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai
nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual
Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh
panitia;
b. nilai ...
- 8 -
b. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat
daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;
c. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah
yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
(2) Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi,
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh
10. Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.”
11. Menambah Pasal baru antara Pasal 18 dan Pasal 19 menjadi
Pasal 18A, yang berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 18A
Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada di
atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti
rugi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden,
karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang
bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan
Tinggi agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas
Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan
Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan
Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada
di Atasnya.”
Pasal II ...
- 9 -
Pasal II
11. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juni 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum,
Lambock V. Nahattands