Peraturan Daerah ini mengatur tentang penataan, pengaturan, dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Klaten. Pedagang kaki lima dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu yang menetap, tidak menetap, dan musiman. Pedagang kaki lima hanya diperbolehkan berjualan di lokasi yang ditetapkan oleh pemerintah dengan memiliki izin penggunaan lokasi. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban tert
1. BUPATI KLATEN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
PENATAAN, PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KLATEN,
Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima adalah satu segi kehidupan
masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, maka
perlu melakukan penataan, pengaturan dan pembinaan
demi kemajuan usahanya dan diharapkan mampu
menunjang perekonomian masyarakat serta mewujudkan
lingkungan Kabupaten yang bersih, sehat, rapi dan indah ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penataan, Pengaturan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) ;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
2. Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444) ;
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025) ;
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059) ;
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234 );
10.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258) ;
11.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara
3. Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
13.Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan , Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan ;
14.Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Klaten
Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten (Lembaran
Daerah Kabupaten Klaten Tahun 1987 Nomor 10 Seri D
Nomor 5);
15.Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 2 Tahun 2008
tentang Penetapan Kewenangan Urusan Pemerintahan
Daerah Kabupaten Klaten (Lembaran Daerah Kabupaten
Klaten Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten Nomor 11);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KLATEN
Dan
BUPATI KLATEN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN, PENGATURAN
DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Klaten.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. 3. Bupati adalah Bupati Klaten.
4. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL atau dengan
sebutan lain Pedagang Kreatif Lapangan adalah perorangan yang
melakukan penjualan barang dan/atau jasa dengan menggunakan
bagian jalan, trotoar dan tempat untuk kepentingan umum yang
keberadaannya tidak boleh mengganggu fungsi publik, keindahan,
keamanan dan ketertiban umum.
5. PKL Menetap adalah PKL yang melakukan usaha tanpa jangka waktu
dan menetap di lokasi tertentu.
6. PKL Tidak Menetap adalah PKL yang melakukan usaha dibatasi oleh
waktu tertentu dan menetap di lokasi tertentu dan/atau PKL yang
melakukan usaha secara berpindah pindah dengan menempati
bangunan atau sarana usaha yang dapat dibongkar/mudah dipindah.
7. PKL Musiman adalah PKL yang melakukan usaha untuk kegiatan
tertentu dan dalam waktu tertentu.
8. Jalan Umum adalah setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka
untuk lalu lintas umum.
9. Tempat usaha PKL adalah tempat umum yaitu tepi jalan umum, trotoar
dan lapangan serta tempat lain diatas tanah Negara yang ditetapkan
oleh Bupati.
10. Tempat Umum adalah tempat yang meliputi taman kota, lapangan, alun-
alun dan fasilitas umum lainnya yang dikuasai/dimiliki oleh Pemerintah
Daerah.
11. Fasilitas umum adalah lahan, bangunan dan peralatan atau
perlengkapan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk
dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
12. Trotoar adalah bentuk bangunan yang khusus diperuntukkan bagi
orang yang berjalan kaki.
13. Saluran Umum adalah saluran yang berfungsi sebagai saluran tertutup
atau terbuka yang berfungsi mengalirkan air dari hulu ke hilir secara
terus menerus yang bukan sebagai saluran pematusan persil.
14. Izin adalah izin untuk memakai lokasi bagi pedagang kaki lima yang
telah ditetapkan oleh Bupati.
5. BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Penataan, pengaturan dan pemberdayaan PKL dimaksudkan untuk:
a. Memberikan dasar hukum dalam penataan, pengaturan dan
pemberdayaan PKL;
b. Meningkatkan kesejahteraan PKL; dan
c. Meningkatkan peran PKL dalam pertumbuhan perekonomin Daerah.
(2) Penataan, pengaturan dan pemberdayaan PKL bertujuan untuk:
a. Terciptanya kepastian hukum bagi PKL untuk melakukan usaha;
b. Tercapainya kesejahteraan PKL; dan
c. Terwujudnya peran PKL dalam mendukung pertumbuhan perekonomian
Daerah.
BAB III
PENGELOMPOKAN PKL
Pasal 3
PKL dalam melakukan usahanya dikelompokkan sebagai berikut:
a. PKL menetap;
b. PKL tidak menetap; dan
c. PKL Musiman.
BAB IV
KETENTUAN KEGIATAN USAHA PKL
Pasal 4
(1) Untuk menjaga ketertiban, keindahan, keamanan, ketentraman dan
kebersihan di Daerah, dilarang menggunakan tempat umum, jalan umum,
trotoar, kawasan tertib lalu lintas dan di atas saluran umum sebagai
tempat kegiatan usaha PKL, kecuali lokasi yang ditetapkan dan diizinkan
oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) PKL yang menempati lokasi yang ditetapkan oleh Bupati atau pejabat yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membentuk
Paguyuban PKL.
(3) Bupati dalam menetapkan tempat-tempat umum, jalan-jalan umum,
trotoar, kawasan tertib lalu lintas dan saluran umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kepentingan sosial,
ekonomi, ketertiban, kebersihan dan keindahan lingkungan sekitarnya
serta memperhatikan keadaan pasar maupun jenis barang yang
diperdagangkan.
6. Pasal 5
(1) Setiap PKL yang dapat menggunakan tempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) harus bertanggung jawab terhadap ketertiban,
keamanan, kebersihan dan keindahan serta menjaga kesehatan
lingkungan di sekitar tempat kegiatan usahanya.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB V
IZIN PENGGUNAAN LOKASI
Pasal 6
(1) Setiap PKL yang akan menggunakan tempat kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus mendapatkan Izin Penggunaan
Lokasi dari Bupati.
(2) Izin Penggunaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan memperhatikan:
a. tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki;
b. tidak bertentangan dengan peraturan lalu lintas;
c. tidak bertentangan dengan peraturan perparkiran; dan
d. tidak menempati dan mengganggu kepentingan publik, keamanan,
keindahan dan ketertiban umum.
(3) Izin Penggunaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh
dipindahtangankan kepada siapapun tanpa persetujuan Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk.
(4) Izin Penggunaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah
diberikan dapat dicabut, apabila :
a. Pemegang izin meninggal dunia atau pemegang izin sudah tidak
melakukan usaha sebagai PKL;
b. Tempat atau fasilitas umum tersebut tidak lagi dinyatakan sebagai
tempat bagi kegiatan PKL; atau
c. Pemegang izin melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Terhadap pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
diberikan ganti rugi dalam bentuk apapun.
(6) Khusus PKL tidak menetap dan PKL musiman akan diberikan izin, sesuai
dengan jenis usahanya oleh pejabat yang ditunjuk.
7. (7) Prosedur dan mekanisme pemberian izin penggunaan lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 7
(1) Setiap PKL yang menggunakan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), dikenakan retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Waktu kegiatan usaha PKL ditentukan dan ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Bupati.
BAB VI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 8
(1) Dalam menjalankan kegiatan usaha, PKL berhak :
a. Mendapatkan pelayanan pendaftaran penggunaan lokasi PKL;
b. Mendapatkan informasi terkait dengan kebijakan PKL;
c. Mendapatkan pemberdayaan usaha;
(2) Dalam melakukan kegiatan usaha PKL mempunyai kewajiban:
a. Memiliki Izin Penggunaan Lokasi;
b. Menjadi anggota paguyuban PKL yang dibuktikan dengan Kartu Tanda
Anggota yang dikeluarkan oleh pengurus paguyuban yang disahkan oleh
Pejabat yang ditunjuk;
c. Memelihara dan mengelola kebersihan, keamanan, keindahan,
ketertiban dan kesehatan lingkungan;
d. Mencegah timbulnya bahaya kebakaran;
e. Menempati lokasi yang telah ditetapkan oleh Bupati;
f. Membayar retribusi;
g. Membawa pulang peralatan usaha dan barang dagangannya apabila
batas waktu usaha yang telah ditetapkan berakhir;
h. Melaksanakan kewajiban lain sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Dalam melakukan kegiatan usaha PKL dilarang:
a. Mendirikan bangunan permanen maupun semi permanen di lokasi yang
telah ditetapkan oleh Bupati;
b. Memindahtangankan Izin Pemakaian Lokasi;
c. Menggunakan peralatan usaha selain yang telah ditetapkan;
d. Menggunakan fasilitas usaha selain yang telah ditentukan;
8. e. Membuang limbah di luar tempat yang telah disediakan; dan
f. Mengotori serta merusak lingkungan.
BAB VII
PEMBERDAYAAN PKL
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan pemberdayaan PKL, Bupati memberikan pembinaan
melalui unit teknis yang membidangi berupa bimbingan, pengaturan dan
penyuluhan.
(2) Tata cara pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 10
(1) Dalam menjalankan kegiatan usaha, PKL yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan/atau menempati usaha
di luar lokasi yang ditetapkan, diberikan peringatan 3 (tiga) kali berturut-
turut.
(2) Terhadap PKL yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam waktu 3 x 24 jam Bupati atau pejabat yang ditunjuk berhak
melakukan penertiban dan pengamanan terhadap barang dagangannya.
(3) Dalam hal barang dagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
karena sifatnya cepat berubah, rusak, busuk dan atau mengganggu
lingkungan dan kesehatan, Bupati atau pejabat yang ditunjuk berhak
mengambil dan memusnahkannya.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 11
(1) Barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6
ayat(1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
9. BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 12
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana tersebut ;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada
huruf e ;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi ;
j. menghentikan penyidikan ;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
10. BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten.
Ditetapkan di Klaten
pada tanggal 27 Agustus 2012
BUPATI KLATEN,
SUNARNA
Diundangkan di Klaten
pada tanggal 27 Agustus 2012
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KLATEN,
SARTIYASTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2012 NOMOR 12
11. PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
PENATAAN, PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
I. UMUM
Pedagang kaki lima merupakan suatu kegiatan bidang usaha khususnya
bagi golongan ekonomi lemah yang perlu mendapatkan pembinaan untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta perlu juga diadakan penertiban dalam
rangka mewujudkan lingkungan kabupaten yang bersih, sehat, rapi dan indah.
Selama ini untuk pedagang kaki lima tersebut belum ada pengaturannya
secara tegas dan terperinci, karena itu dalam Peraturan Daerah ini diatur
penyelenggaraan kegiatan usaha dimaksud.
Dengan diadakannya pengaturan pedagang kaki lima ini tidak berarti
Pemerintah Kabupaten akan membiarkan pedagang kaki lima untuk terus
tumbuh semakin besar dengan mendirikan tempat-tempat usaha yang
permanen di tempat tersebut, tetapi apabila pedagang kaki lima tersebut telah
tumbuh dan berkembang menjadi besar, dalam jangka waktu tertentu
diharapkan akan dapat pindah ke pasar-pasar atau toko-toko, sesuai dengan
jenis barang dagangannya. Maka untuk pengaturan pelaksanaannya agar
mempunyai landasan hukum perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
12. Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 84