Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria.
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria.
Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Kegiatan Restorasi Gambut Tahun Anggaran 2019 kepada Gubernur Riau, Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Selatan, dan Gubernur Papua
Peraturan Menteri Nomor P.34/MENLHK/Setjen/KUM.1/5/2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Penataan Ruang
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang
Permen PU Nomor 21 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengemb...Oswar Mungkasa
Bahan presentasi disajikan oleh Ditjen Cipta Karya PU dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Kegiatan Restorasi Gambut Tahun Anggaran 2019 kepada Gubernur Riau, Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Selatan, dan Gubernur Papua
Peraturan Menteri Nomor P.34/MENLHK/Setjen/KUM.1/5/2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Penataan Ruang
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang
Permen PU Nomor 21 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengemb...Oswar Mungkasa
Bahan presentasi disajikan oleh Ditjen Cipta Karya PU dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasiinfosanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi sebagai dokumen pusat dalam rangka penyusunan RPI2JM ( Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah), Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum
Mewujudkan Kota Sehat. Pembelajaran Mancanegara bagi Penyempurnaan Kota Sehat...oswarmungkasa1
telah lama dipahami bahwa perencanaan kota berdampak nyata terhadap kondisi kesehatan kota.. misal saja kegagalan sistem transportasi kota berdampak pada kemacetan yang berujung meningkatnya polusi udara. WHO telah meluncurkan program Kota Sehat sejak 40 tahun lalu dan Indonesia sejak 30 tahun lalu telah mengadopsi konsep Kota Sehat. namun perkembangannya belum seberhasil program Kota Sehat WHO di Eropa. Hasil telaahan ini memotret pembelajaran mancanegara sebagai masukan bagi penyempurnaan Kota Sehat Indonesia.
Strategi E Development ~ Pemantapan OTDA 25 Ags 2008Tatang Taufik
Bahan pengantar diskusi dalam seminar "Pemantapan Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat" di Negara - Jembrana, 25 Agustus 2008
Implementasi Program Kota tanpa Kumuh (Kotaku) di Kelurahan Kemang Agung Keca...windalimbanadi
Dokumen word/pdf ini milik Sang Penulis dan direview dalam bentuk PPT oleh saya pribadi.
Di Review Oleh: Winda M. Limbanadi (Mahasiswi Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sam Ratulangi).
Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Ber...Oswar Mungkasa
Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan berbagai kementerian yaitu Bappenas, Kementerian PU, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan. Proses penyusunannya difasilitasi oleh AusAID dan WSP EAP Bank Dunia. Proses penyusunannya berlangsung selama 5 tahun dan disepakati pada tahun 2003.
1. POKOK-POKOK PIKIRAN DAN ASPIRASI DPRD PROVINSI BANTEN
TENTANG PERLINDUNGAN dan PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN 2016
Pada Acara :
FORUM SKPD BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2015
Anyer, 4 Maret 2015
Disampaikan Oleh :
HM. SAYUTI S.Sos I
KETUA KOMISI IV DPRD BANTEN
1
2. • UUD 1945
• Bab VI : Pemerintahan Daerah Pasal 18 Ayat (1), (3) , (7) : “Unsur
Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD”
• UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3)
• Bab V Pasal (315) : DPRD Provinsi merupakan Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara
Pemerintahan Daerah Provinsi
• UUD 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
• Bab VIII : Perangkat Daerah
Pasal (208) Ayat (1) : Kepala Daerah dan DPRD dalam
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dibantu oleh Perangkat
Daerah atau SKPD
2
5. 5
TUGAS & FUNGSI
KEWENANGAN DPRD
BUDGETING
Optimalisasi PAD
Sumber-Sumber
Pendapatan
Pemanfaatan
Potensi SDA
Optimalisasi
Infrastruktur
Terbangun
Perencanaan dan
Penganggaran
APBD
LEGISLASI
Revisi RPJMD
Basis TRISAKTI
dan Prioritas
Nawacita
Penyesuaian
Prioritas
Pemb.DaerahKeterpaduan
Target Program
Pemerintah di
Daerah Revisi Target
Kinerja Berdasar
Tupoksi
KelembagaanDinamika dan
Aspirasi
Masyarakat
Revisi Tata Ruang
Pra Kondisi dgn
Pem Kab/Kota,
(Paduserasi
Ruang)
MOU dgn
Kab/Kota
Arahan Ruang dr
Pem.Pusat
Koordinasi Tata
Ruang DKI, Jabar,
Lampung
Dunia Usaha dan
Aktivitas Ekonomi
Masyarakat
Data Spatial
Kawasan
Ekonomi
PENGAWASAN
Evaluasi
Pelaksanaan APBD
Evaluasi PERDA dan
Keputusan Kepala
Daerah
Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah :
UU No 17 Tahun 2014 (MD3)
UU No 23 Tahun 2014 (Pemda)
6. 6
LANGKAH-LANGKAH OPTIMALISASI PAD
1. Identifikasi Potensi Alam
GEOGRAFI
Luas
Wilayah
8.651,20 Km2 (UU No. 23 Tahun 2000)
Pembagian
Wilayah
Administra
si
• 4 Kabupaten dan 4 kota
• 155 Kecamatan
• 278 Kel. & 1.273 Desa
• 1.551 Desa/Kel
Letak
Wilayah
1050 01’11” - 1060 07’’12” BT
050 07’50” - 07001’01” LS
Batas
Wilayah
Utara : Laut Jawa
Timur : DKI Jakarta & Jabar
Selatan : Samudera Hindia
Barat : Selat Sunda
Panjang
Pantai
: 517,42 Km
Jumlah
Pulau Kecil
: 61 pulau
DEMOGRAFI WILAYAH ADMINISTRASI
Jumlah
Penduduk
2012
: 11.248.947 Jiwa
(BPS)
1. Kab.
Lebak
5. Kota
Tangerang
LPP 2000-
2010
: 2,16 % 2. Kab.
Pandeglan
g
6. Kota
Cilegon
Kepadatan
Penduduk
: 1.300 jiwa/
Km²
3. Kab.
Serang
7. Kota
Serang
4. Kab.
Tangerang
8. Kota
Tangsel
8. BANDARA
UDARA
PELABUHAN
LAUT /
DERMAGA
BANDARA SOEKARNO – HATTA :
Pengembangan Bandara Soekarno
Hatta dari ± 1.800 ha menjadi ± 2.400
ha untuk Runway dan Terminal
BANDARA CURUG :
Pengembangan fungsi sebagai Pusat
Pendidikan Penerbang dan bandara
yang melayani ‘General Aviation’ dan
Pusat Perawatan Pesawat Terbang.
PELABUHAN BINUANGEUN :
Peningkatan Fasilitasi dan Prasarana
Penampungan Ikan
BANDARA TANJUNG LESUNG
(BANTEN SELATAN) :
Pembangunan Bandara baru untuk
mendukung pariwisata sekaligus untuk
evakuasi bencana
PELABUHAN INTERNASIONAL HUB
BOJONEGARA :
Penyelesaian Pembangunan Pelabuhan
di Kawasan Inti Pelabuhan (500 Ha)
2. Identifikasi Infrastruktur Buatan
9. 9
LANGKAH-LANGKAH REVISI RPJMD
REVISI
RPJMD
Basis
Pembangunan
Daerah
(TRISAKTI)
Kedaulatan
Dalam Politik
Berdikari dalam
Ekonomi
Kepribadian
dalam
Kebudayaan
Revisi Target
Kinerja
Berdasarkan
Tupoksi
Aspirasi
Masyarakat
1. Keterpaduan Arah dan Kebijakan Pusat Daerah :
- Mainstreaming TRISAKTI Sebagai Wadah Dalam
Menyusun Arah dan Kebijakan Pembangunan Daerah
- Penyusunan Prioritas Pembangunan Daerah yang
Bersinergi Dengan NAWACITA (9 Prioritas)
2. Revisi Target Kinerja Berdasarkan Tupoksi :
- Capaian Target Program pada Masing2 Kelembagaan
- Menyusun Target Kinerja Program Berdasarkan
NAWACITA pada Masing2 Kelembagaan
3. Aspirasi Masyarakat :
- Memaksimalkan Hasil Reses Anggota DPRD Dalam
Penyusunan Jaring Aspirasi Masyarakat ke Dalam
RKPD
- Mengemas Program Kebutuhan Masyarakat Dengan
Kemampuan Keuangan Pembangunan
10. 10
LANGKAH-LANGKAH MEREVISI RTRW
1. Membangun Keterpaduan Ruang dengan Pemerintah Kab/Kota
:
- Raker Bidang / SKPD Provinsi Dengan Kab/Kota
- MOU Bersama Tentang Fakta dan Rencana Ruang
2. Memperhatikan Arahan Ruang Nasional :
- Pengembangan Ruang Kawasan Ekonomi / Khusus / Pariwisata
dsb
- Arahan Ruang Wilayah Banten Dalam Skala Ekonomi dan
Pertahanan Nasional
- Arahan Ruang Wilayah Banten Dalam Mendukung Ibu Kota
Negara
3. Keterpaduan Ruang Dengan Aktivitas Ekonomi Masyarakat :
- Kepemilikan Tanah dan Bangunan Oleh Masyarakat / Dunia
Usaha
- Kelonggaran Ruang Untuk Aktivitas Dunia Usaha
- Evaluasi Pemanfaatan Ruang Dunia Usaha
DALAM MEREVISI TATA RUANG HENDAKNYA DIPAHAMI BAHWA KEGIATAN INI
DIMAKSUDKAN UNTUK REVITALISASI RUANG BUKAN MEREVISI BUKU RTRW
SEHINGGA ADA LANGKAH-LANGKAH PRA KONDISI DENGAN KAB/KOTA
REVISI
RTRW
Keterpaduan
Ruang
Dengan
Pem.Kab/Kota
Arahan
Ruang
Nasional
Keterpaduan
Ruang Dengan
Aktivitas
Ekonomi
Masyarakat
11. SLHD
Status lingkungan hidup merupakan salah satu jenis informasi yang wajib diinformasikan
kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
lingkungan hidup merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah,
sehingga daerah sesuai dengan kewenangannya menjadi sumber data utama dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
TUJUAN
1. Memberikan arahan tentang cara penyusunan SLHD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Adanya keseragaman SLHD Provinsi maupun SLHD Kabupaten/Kota.
3. Memperjelas informasi yang diperlukan dalam penyusunannya
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman ini meliputi:
1. Kualitas lingkungan hidup berdasarkan media air, udara, dan lahan
2. Kualitas dan kuantitas sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati
3. Kualitas penduduk dan sosial ekonomi
12. STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)
LATAR BELAKANG
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan
Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and
Development - UNCED) di Rio de Janeiro, tahun 1992, telah menghasilkan
strategi pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan ke dalam Agenda
21. Dalam Agenda 21 Bab 40, disebutkan perlunya kemampuan
pemerintahan dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data dan informasi
multisektoral pada proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan
pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut menuntut ketersediaan data,
keakuratan analisis, serta penyajian informasi lingkungan hidup yang
informative.
Pada pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
13. Secara rutin menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan kini dan prospeknya di masa
mendatang yang akurat, berkala, dan terjangkau bagi publik, pemerintah, organisasi non-
pemerintah, serta pengambil keputusan;
Memfasilitasi pengembangan, penilaian dan pelaporan himpunan indikator dan indeks
lingkungan yang disepakati pada tingkat nasional;
Menyediakan peringatan dini akan masalah potensial, serta memungkinkan adanya evaluasi
akan rencana mendatang;
Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk menjawab perubahan
lingkungan, termasuk kemajuan dalam mencapai standard dan target lingkungan;
Memberikan sumbangan dalam menelaah kemajuan bangsa dalam menjamin keberlanjutan
ekologis;
Merancang mekanisme integrasi informasi lingkungan, sosial, dan ekonomi, dengan tujuan
untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang keadaan bangsa;
Mengidentifikasi adanya jeda (gap) pengetahuan tentang kondisi dan kecenderungan
lingkungan, serta merekomendasikan strategi penelitian dan pemantauan untuk mengisi jeda
tersebut; serta
Membantu pengambil keputusan untuk membuat penilaian yang terinformasi mengenai
konsekuensi luas dari kebijakan dan rencana sosial, ekonomis dan terkait lingkungan, serta
untuk memenuhi kewajiban bangsa untuk pelaporan lingkungan
MANFAAT PELAPORAN SLHD
14. PENGGUNA POTENSIAL SLHD
Berikut ini adalah daftar beberapa pengguna potensial
tersebut:
1. Masyarakat umum, termasuk juga beberapa
kelompok masyarakat dengan kepentingan tertentu;
2. Sekolah, pada tingkat dasar, menengah, serta
tingkat lanjut;
3. Kelompok industri;
4. Pengambil keputusan pemerintahan;
5. Perencana dan pengelola sumber daya alam;
6. Media cetak dan elektronik; serta
7. Lembaga internasional.
15. 15
Prioritas Penanganan 2016
berdasarkan Kawasan Strategis Provinsi
Banten Water Front City
KSE Bojonegara
Kota Kekerabatan Maja
Kawasan AKARSARI
Tanjung Lesung
Water Front City
Sport City
Kawasan Cibaliung Kawasan Malingping
KP3B
KSE Cilegon
PLTU Suralaya
PLTU Lontar
Kawasan Baduy
PLTU Labuan
PLT Panas Bumi Gn. Karang
Waduk Karian
DAS Cidanau
Waduk Sindang Heula
Kawasan Strategis Berdasarkan Sdt.
Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Kawasan Strategis Berdasarkan Sdt.
Kepentingan Fungsi Dan Daya
Dukung LH
Kawasan Bayah
Kawasan Teluk Naga
Bandara Panimbang
Bandara Soetta
Rencana TPSA Regional
Kawasan Strategis Berdasarkan Sdt.
Kepentingan Pendayagunaan
Sumber Daya Alam dan Teknologi
Tinggi
Kawasan Strategis Berdasarkan Sdt.
Kepentingan Sosial Budaya
Banten Lama
16. Renja 2016 harus memperhatikan rancangan isu-isu strategis dan prioritas Pembangunan 2016
Membuat untuk Renja 2016 berdasarkan urutan prioritas SKPD
Penyusunan Renja 2016 harus sudah mempertimbangkan dokumen perencanaan, ketersediaan lahan, kendala/permasalahan
program/kegiatan TA 2014
Penyusunan Renja 2016 harus sudah mempertimbangkan kendala/permasalahan program/kegiatan TA 2014
Penyusunan Renja Berdasarkan Kewenangan memperhatikan UU No. 23 Tahun 2014
Penyusunan Renja 2016
17. Visi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten
Visi adalah pandangan atau wawasan jauh ke depan, merupakan arah kemana dan
bagaimana suatu organisasi dalam mewujudkan tahapan pencapaian tujuan secara
konsisten, antisipatif, inovatif dan produktif. Visi dapat membantu organisasi untuk
mendefinisikan kemana organisasi akan dibawa dan membantu mendefinisikan bagaimana
pelayanan harus dilaksanakan. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Visi adalah rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dan mewujudkan Visi Provinsi
Banten serta mewujudkan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai mana amanah dari Undang Undang Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2007
Pasal 5 ayat (1), maka sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta masukan-masukan dari
pengampu kepentingan (stakeholders) agar Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Banten memiliki pandangan ke depan secara konsisten, antisipatif, inovatif serta produktif,
maka dirumuskan Visi Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 –
2017 sebagai berikut :
18. “BERSATU MEWUJUDKAN BANTEN
BERWAWASAN LINGKUNGAN”
Pada visi BLHD Provinsi Banten 2012-2017 terdapat kata kunci utama
yakni berwawasan lingkungan. Berwawasan lingkungan, mempunyai
pengertian bahwa berbagai pertimbangan arah pembangunan daerah,
kebijakan, program, kegiatan dan anggaran harus didasarkan atas
pertimbangan kondisi daya dukung lingkungan dan dalam upaya
meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Lingkungan mempunyai
ruang lingkup lingkungan fisik yang akan memberi nilai kehidupan
yang lebih baik bagi masyarakat baik saat ini dan masa yang akan
datang dengan lebih memperhatikan kesinambungan. Pengertian
berwawasan lingkungan adalah berbagai hasil pembangunan yang
bersifat prasarana fisik diharapkan menghasilkan suatu kondisi
lingkungan dengan kualitas yang tidak melebihi batas ambang baku
mutu lingkungan.
19. Misi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten
Sementara itu, Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah
sebagai penjabaran dan upaya mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan
misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan (stakeholders)
dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Misi suatu instansi harus jelas dan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi. Misi juga terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi
pemerintah. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Misi adalah rumusan umum mengenai
upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
Misi pertama Pembangunan Provinsi Banten 2012 –2017 sebagai upaya dalam mewujudkan
visi seperti tercantum pada Dokumen RPJMD Provinsi Banten 2012 –2017 adalah
“Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah Mendukung Pengembangan
Wilayah/Kawasan Berwawasan Lingkungan, ditujukan untuk konektivitas pengembangan
wilayah/kawasan guna percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Banten serta
meningkatkan layanan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing daerah
20. dengan prinsip pembangunan berkelanjutan”.
Pernyataan misi mengandung secara eksplisit apa yang harus dicapai oleh organisasi dan
kegiatan spesifik apa yang harus dilaksanakan dalam upaya mencapai visi. Pernyataan misi
BLHD Provinsi Banten yang dirumuskan, juga sekaligus mencerminkan pandangan organisasi
tentang kemampuan dirinya, dan hal yang sangat penting untuk mengarahkan organisasi agar
eksis dan dapat mengikuti perkembangan lingkungan eksternal, global dan semangat otonomi
daerah, serta harus senantiasa berusaha mewujudkan keselarasan hubungan antara
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat luas secara umumnya melalui kaidah-kaidah utama
yaitu partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.
Sejalan dengan pemikiran tersebut maka BLHD Propinsi Banten memiliki misi :
Meningkatkan penataan lingkungan yang berkelanjutan.
Meningkatkan pengendalian pencemarandan pemulihan lingkungan hidup serta adaptasi
perubahan iklim.
Meningkatkan konservasi sumberdaya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan hidup.
MeningkatkanKapasitas SDM, Kelembagaan dan Pelayanan Informasi Lingkungan Hidup.
MeningkatkanPembinaan dan Penaatan Hukum Lingkungan
21. LANGKAH-LANGKAH YANG DISIAPKAN
EKSEKUTIF DALAM PENCAPAIAN REFORMASI
BIROKRASI
1. Evaluasi Kelembagaan
2. Evaluasi Kualitas & Jumlah Pegawai
3. Beban Kerja Sesuai Tupoksi
4. Pemetaan SDM
5. Penempatan Pegawai