SlideShare a Scribd company logo
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di rumah sakit
merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk menciptakan
tempat kerja/ lingkungan kerja yang sehat dan aman sehingga terbentuk
masyarakat pekerja yang sehat, khususnya di fasilitas kesehatan seperti di
rumah sakit. Pekerja di berbagai fasilitas kesehatan merupakan kelompok
masyarakat yang sangat berperan dalam mencapai Indonesia sehat.
K3 merupakan suatau upaya untuk menekan atau mengurangi risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan K3 di fasilitas kesehatan
mencakup upaya K3 di berbagai tempat kerja. Fasiltas sanitasi seperti rumah
sakit, puskesmas, klinik bersalin, balai kesehatan, laboratorium dan klinik
perusahaan. pemeliharaan K3 di fasilitas kesehatan sangat penting untuk
mendukung baik bagi masyarakat pekerja manajemen maupun pengunjung
agar dapat hidup dan bekerja secara sehat serta nyaman.
B. Deskripsi Singkat Mata Kuliah
Materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit melakukan kajian tentang :
pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit, kasus penyakit
akibat lingkungan di rumah sakit, pengawasan kasus penyakit akibat
lingkungan di rumah sakit, dan praktek pengukuran sanitasi rumah sakit
2
C. Manfaat Modul Pembelajaran
Modul mata kuliah ini disusun untuk membantu mahasiswa untuk
melaksanakan program belajar mengajar serta memeperoleh pengetahuan dan
keterampilan tentang Sanitasi Rumah Sakit
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengetahui materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit, mahasiswa
diharapkan :
1. Memahami pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit
2. Memahami dan melakukan pendataan kasus penyakit akibat lingkungan
di rumah sakit
3. Memahami dan melakukan pengawasan kasus penyakit akibat lingkungan
di rumah sakit
4. Memahami dan melakukan praktik pengukuran sanitasi rumah sakit
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Garis besar materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit, meliputi :
1. Pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit :
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Ruang lingkup
2. Kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit :
a. Pengertian
b. Ruang lingkup
3
c. Sistem pendataan
3. Pengawasan kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit :
a. Penyusunan instrumen
b. Pelaksanaan
c. Laporan hasil
4. Praktik pengukuran sanitasi rumah sakit :
a. Pengertian
b. Ruang lingkup
c. Penyusunan instrumen
d. Pelaksanaan
e. Laporan hasil
II. PENGAWASAN KASUS PENYAKIT AKIBAT LINGKUNGAN
1. Penyusunan Instrumen
Penyusunan instrumen pengawasan persyaratan kesehatan lingkungan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 meliputi persyaratan penyehatan ruang dan bangunan
dan halaman rumah sakit, persyaratan hygiene dan sanitasi makanan minuman,
penyehatan air, pengelolaan limbah, pengelolaan pencucian linen (laundry),
pengendalian serangga tikus dan binatang pengganggu lainnya, dekontaminasi
melalui desinfeksi dan sterilisasi, persyaratan pengamanan radiasi.
4
Persyaratan masing – masing variabel kesehatan lingkungan rumah sakit
tersebut antara lain :
A. Pengertian
1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan
halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan
kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan
kegiatan rumah sakit.
2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas
penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan
rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
3. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang
bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.
4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan.
5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau
kondisi ruang bangunan dan halaman bebasdari bahaya dan risiko
minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja.
B. Persyaratan
1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang
kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan
orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
5
b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas
lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai
dan dilengkapi dengan rambu parkir.
c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi
untuk mengatasinya.
d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.
e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak
terdapat genangan air dan dibuat landai menuju kesaluran terbuka
atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan
dengan luas halaman.
g. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan limbah.
h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu
yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya
serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.
2. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
6
a. Lantai
1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan
rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.
3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/lengkung agar mudah dibersihkan
b. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat.
c. Ventilasi
1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai.
3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian
udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan
penghawaan buatan/mekanis.
4) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan
peruntukkan ruangan.
d. Atap
1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
7
2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal
petir.
e. Langit-langit
1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
f. Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi
genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes.
g. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
h. Jaringan Instalasi
1) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah,
gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain-
lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman
digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
2) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
i. Lalu Lintas Antar Ruangan
8
1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain
sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan,
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan
serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
2) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi
dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan
petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya
atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD
(Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari
lantai terdekat bila listrik mati.
3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan
dilengkapi ram untuk brankar.
j. Fasilitas Pemadam Kebakaran
Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam
kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Ruang Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi
serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan
ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai
berikut :
9
a. Zona dengan Risiko Rendah
Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang
pendidikan/pelatihan.
1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang.
2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan
dinding harus berbentuk konus.
3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang
kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan
tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. Lebar pintu minimal 1,20
meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela
minimal 1,00 meter dari lantai.
4) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang
dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya
pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan
penghawaan mekanis (exhauster).
5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal
1,40 meter dari lantai.
b. Zona dengan Risiko Sedang
Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit
menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien.
Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan
persyaratan pada zona risiko rendah.
10
c. Zona dengan Risiko Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif,
laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang
bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
2) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik
setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.
3) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan
ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang
dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut,
tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap
dilengkapi dengan transfer cassette.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus
berbentuk konus.
5) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat,
warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi
minimal 2,70 meter dari lantai.
6) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan
ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lanti.
7) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal
1,40 meter dari lantai.
11
d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang
patologi dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit,
atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna
terang.
2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi
minimal 2,70 meter dari lantai.
3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan
semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan
dan berwarna terang.
5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu
bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum
pemasangan langit-langit.
6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai.
7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri
yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang
terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter
dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar
operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah
ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan
udara UCA (Ultra Clean Air) System.
12
8) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar,
untuk itu harus dibuat ruang antara.
9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang
operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan keruang steril
dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka
dan ditutup.
10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah
lantai atau di atas langit-langit.
11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
C. Penyehatan Hygiene Dan Sanitasi Makanan Minuman
1. Pengertian
a. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan dan dapur rumah sakit untuk pasien dan
karyawan; makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan
rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit.
b. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci
piring, membuang bagian makanan yang rusak.
c. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih,
menyediakan tempat sampah dan lain-lain.
2. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan
13
a. Angka kuman E.Coli pada makanan harus 0/gr sampel makanan dan
pada minuman angka kuman E.Coli harus 0/100 ml sampel minuman.
b. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyak-
banyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman E.Coli.
c. Makanan yang mudah membususk disimpan dalam suhu panas lebih
dari 65,5° atau dalam suhu dingin kurang dari 4° C. Untuk makanan
yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan suhu – 5° C sampai -1° C.
d. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10° C.
e. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :
Tabel 1.
Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Bahan Makanan
Jenis Bahan
Makanan
Digunakan untuk
3 hari atau
kurang
1 minggu atau
kurang
1 minggu atau
lebih
Daging, ikan, udang,
dan olahannya
-50C sampai 00C -100C sampai 50C Kurang dari -
100C
Telur, susu, dan
olahannya
50C sampai 70C -50C sampai 00C Kurang dari -10C
Sayur, buah, dan
minuman
100C 100C 100C
Tepung dan biji 250C 250C 250C
f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80 -90 %.
g. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai,
dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm
14
3. Tata Cara Pelaksanaan
a. Bahan Makanan dan Makanan Jadi
1) Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan berkualitas
baik.
2) Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari instalasi Gizi
atau dari luar rumah sakit/jasaboga harus diperiksa secara fisik, dan
laboratorium minimal 1 bulan Peraturan Mnteri Kesehatan No.
715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
Jasaboga.
3) Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari
sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum
dihidangkan.
4) Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan
merek serta dalam keadaan baik.
b. Bahan Makanan Tambahan
Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis
buatan) harus sesuai dengan ketentuan.
c. Penyimpanan Bahan Makan dan Makanan Jadi
Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan
dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya,
serangga dan hewan lain.
1) Bahan Makanan Kering
a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian
yang tinggi
15
b) Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air
(air bersih maupun air limbah)untuk menghindari terkena
bocoran.
c) Tidak ada drainase disekitar gudang makanan.
d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak
dengan ketinggian rak terbawah 15 cm – 25 cm.
e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga
kurang dari 22° C.
f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga.
g) Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat
untuk menjaga sirkulasi udara.
2) Bahan Makanan Basah/ Mudah Membusuk dan Minuman
a) Bahan makanan seperti buah, sayuran, dan minuman,
disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling)10°C – 15
°C.
b) Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali
disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) 4 °C–
10°C.
c) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka
waktu sampai 24 jam disimpan pada penyimpanan dingin
sekali (freezing) dengan suhu 0 °C – 4 °C.
d) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka
waktu kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku
(frozen) dengan suhu < 0 °C.
16
e) Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan
suhu.
f) Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain)
harus tertutup.
g) Pengambilan dengan cara First in First Out (FIFO), yaitu
yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak
ada makanan yang busuk.
3) Makanan Jadi
a) Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan
logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang
berlaku.
b) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau
dikemas dan tertutup serta segera disajikan
d. Pengolahan Makanan
Unsur-unsur yang terkait dengan pengolahan makanan :
1) Tempat Pengolahan Makanan
a) Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur) sesuai
dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan ruangan dapur
b) Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu
dibersihkan dengan antiseptik.
c) Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sungkup asap.
17
d) Intensitas pencahayaan diupayakan tidak kurang dari 200 lux.
2) Peralatan Masak
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan
dalam proses pengolahan makanan.
a) Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada
makanan
b) Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.
c) Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-
garam yang lazim dijumpai dalam makanan.
d) Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya
didesinfeksi dan dikeringkan.
e) Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan
kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor.
3) Penjamah Makanan
a) Harus sehat dan bebas dari penyakit menular.
b) Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa kesehatannya
oleh dokter yang berwenang.
c) Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelidung
pengolahan makanan dapur.
d) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari
kamar kecil.
4) Pengangkutan Makanan
Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya, yaitu :
18
a) Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang
tertutup dan bersih.
b) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih
tersedia udara untuk ruang gerak.
c) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur
untuk mengangkut bahan/barang kotor.
5) Penyajian Makanan
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan
peralatan yang dipakai harus bersih
a) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.
b) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat
ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu
mnimal 60° C dan 4° C untuk makanan dingin.
c) Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan
berpakaian bersih.
d) Makanan jadi harus segera disajikan.
e) Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan
kepada pasien.
e. Pengawasan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
Pengawasan dilakukan secara :
1) Internal
Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas
penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit.
19
Pemeriksaan parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan
sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan
minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap,
air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah.
Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan
sampel minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran,
daging, ikan laut.
Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan
minimal 2 (dua) kali dalam setahun.
Bila terjadi keracunan makanan dan minuman d irumah sakit
maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan
minuman untuk diperiksakan ke laboratorium.
2) Eksternal
Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas
Sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara
insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas.
D. Penyehatan Air
1. Pengertian
a. Air minum adalah air ayng melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
20
b. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui
tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air minum.
2. Persyaratan
a. Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum.
b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
1) Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah seperti
dari PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi
dapat melakukan pengolahan tambahan dengan catridge filter dan
dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan ultra violet (UV)
2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang
dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan
pengenceran dalam hemodialisis.
c. Tata Laksana
Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans
kualitas air antara lain meliputi :
1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;
2) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
21
3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium; dan
4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
5) Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi
sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen
Kesehatan.
6) Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau
air bersih rumah sakit tercantum dalam tabel 2.
Tabel 2.
Jumlah Sampel Air untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menurut Jumlah
Tempat Tidur
Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Minumu Sampel Air Perbulan
untuk Pemeriksaan Mokrobilogik
Air Minum Air Bersih
25-100 4 4
101-400 6 6
401-1000 8 8
>1000 10 10
d. Pemeriksaan kimia air minum dan/atau air bersih dilakukan minimal 2
(dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim
hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing pada tempat
penampungan (reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.
22
e. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik
terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin,
kamar bayi, dan ruang makan, tempat penampungan (reservoir), secara
acak pada kran-kran sepanjang sistem distribusi, pada sumber air, dan
titik-titik lain yang rawan pencemaran.
f. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut diatas dikirim dan diperiksakan
pada laboratorium yang berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat.
g. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh
pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas
Kesehatan.
h. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam rangka
pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah
sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada sarana penyediaan air
minum dan/atau air bersih rumah sakit untuk diperiksakan pada
laboratorium.
i. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas
air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan disinfektan kaporit,
pH dan kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal dari sistem
perpipaan dan/atau pengolahan air pada titik/tempat yang dicurigai
rawan pencemaran.
j. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan
lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemeriksaan
laboratorium.
23
k. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang
menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai
parameter yang menyimpang.
l. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko
pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana.
E. Pengelolaan Limbah
1. Pengertian
a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
c. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
d. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
24
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
f. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
h. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan
yang sangat infeksius.
i. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
j. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle)
2. Persyaratan
a. Limbah Medis Padat
1) Minimasi Limbah
25
a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber.
b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan
kimia dan farmasi.
d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah
medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut
harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka
sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat
membukanya.
4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat
digunakan kembali.
5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai Tabel 3. Untuk menguji
26
efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes
Bacillus subtilis.
Tabel 3.
Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali
Metode Serilisasi Suhu
Waktu
Kontak
1. Sterilisasi dengan panas
a. “sterilisasi kering dalam oven
‘poupinel”
b. “sterilisasi basah dengan otoklaf
2. Setrilisasi dengan bahan kimia
a. “Ethylene oxide (gas)”
b. “Glutaraldehyde (cair)”
1600C
1700C
1210C
500C-600C
-
120 menit
60 menit
30 menit
3-8 jam
30 menit
6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada
Tabel 3.
7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti Tabel 4.
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
27
Tabel 4.
Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai dengan Kategori
No Kategori Warna Kontainer/
Kantong Plastik
Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah Kantong boks timbal
dengan simbol radioaktif
2 Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik kuat, antii
bocor, atau kontainer yang
dapat disterilisasi dengan
otoklaf
3 Limbah infeksius,
patologi, dan
anatomi
Kuning Plastik kuat dan anti bocor
atau kontainer
4 Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan
anti bocor
5 Limbah kimia dan
farmasi
Cokelat - Kantong plastik atau
kontainer
9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti
bocor, dan diberi label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis”.
c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat
di Lingkungan Rumah Sakit
1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.
2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling
lama 24 jam.
28
d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat yang
kuat.
2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus.
e. Pengolahan dan Pemusnahan
1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke
tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi
kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis
padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah
medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf
atau dengan pembakaran menggunakan insinerator.
a) Limbah Medis Non Padat
(1) Pemilahan dan Pewadahan
(a) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan
dari limbah medis padat dan ditampung dalam
kantong plastik warna hitam.
(b) Tempat Pewadahan
(1)) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus
dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai
pembungkus limbah padat dengan lambang
”domestik” warna putih.
29
(2)) Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah
pada melebih 2 (dua) ekor per-block grill, perlu
dilakukan pengendalian padat.
(2) Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
(a) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat
kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grill atau
tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian.
(b) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian
serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal
1 (satu) bulan sekali.
(3) Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis
harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.
b) Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke
badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku
mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah
setempat.
c) Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah
medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan
30
Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/12/1995
tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
3. Tata Laksana
a. Limbah Medis Padat
1) Minimisasi Limbah
a) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah
sebelum membelinya.
b) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
c) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada
secara kimiawi.
d) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti
dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.
e) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku
sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
f) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
g) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
h) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan
i) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar
oleh distributor.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sototksis, limbah
31
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
b) Tempat pewadahan limbah medis padat :
(1) Terbuat dari bahan yang kuat, cuup ringan, tahan karat,
kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
(2) Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia
tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat
nonmedis.
(3) Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari
apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.
(4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang
aman.
(5) Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan
sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah
harus segera dibersihkan dengan larutan disinfektan
apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk
kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung
dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
c) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum
hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.
32
d) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama
untuk radioterapi seperti puns, needles, atau seeds.
e) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan
ethylene oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum
dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut
sangat berbahaya, maka sterilisasi harus dilakukan oleh
petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi
kurang efektif secara mikrobiologi.
f) Upaya khsus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus
pencemaran spongiform encephalopathies.
3) Tempat Penampungan Sementara
a) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di
lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-
lambatnya 24 jam.
b) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka
limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama
dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai
insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya
24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
4) Transportasi
33
a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang
kuat dan tertutup.
b) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan
manusia maupun binatang.
c) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat
pelindung diri yang terdiri :
(1) Topi/helm;
(2) Masker;
(3) Pelindung mata;
(4) Pakaian panjang (coverall);
(5) Apron untuk industri;
(6) Pelindung kaki/sepatu boot; dan
(7) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty
gloves)
5) Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
a) Limbah Infeksius dan Benda Tajam
(1) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan
persediaan agen infeksius dari laboratorium harus
disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti
dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius
yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
(2) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah
34
infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda
tajam.
(3) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang
ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika
residunya sudah aman.
b) Limbah Farmasi
(1) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan
insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln,
dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana
air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus
menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti
rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.
(2) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus
dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam
jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan,
supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas
1.000° C.
c) Limbah Sitotoksis
(1) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh
dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran
limbah umum.
(2) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke
perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada
suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum
35
dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa
harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada
insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut
sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
(3) Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan
untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi
pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang
berbahaya ke udara.
(4) Insinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu
1.200° C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu
1.000° C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua
sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan
penyaring debu.
(5) Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan
pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan
rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah
kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas
850° C.
(6) Insinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran
terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.
(7) Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa
sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan
tidak hanya untuk residu obat tapi juga pencucian tempat
urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
36
(8) Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi oksidasi oleh
Kalium permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4),
penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi
dengan nikel dan aluminium.
(9) Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi
yang sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau
cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik.
Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam
menangani obat sitotoksik.
(10) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia
tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat
dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
d) Limbah Bahan Kimiawi
(1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa
Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula,
asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran
air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus
memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang
ada seperti bahan melayang, sushu, dan pH.
(2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah
Kecil.
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti
residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang
37
dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun
(landfill).
(3) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar.
Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus
murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih
ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung oleh
limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti
banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan
pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida
yang mengandung klorin atau florin tidak boleh
diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat
pembersih gas.
(4) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia
berbahaya tersebut ke distributornya yang akan
menanganinya dengan aman, atau dikirim ke negara lain
yang mempunyai peralatan yang cocok untuk megolahnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan
limbah kimia berbahaya:
(a) Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus
dipisahkan untuk menghindari rekasi kimia yang tidak
diinginkan.
(b) Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak
boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
38
(c) Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak
boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan
mudah terbakar.
(d) Limbah padat bahan kimia berbahaya cara
pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada instansi yang berwenang.
e) Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi
1) Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak
boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari
udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke
landfill karena dapat mencemari air tanah.
2) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang
mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan
logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah
dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai
pembuangan akhir untuk limbah yang berbahaya. Cara
lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi
kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam
jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.
f) Kontainer Bertekanan
1) Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer
bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan
kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat
dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.
39
Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam
botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia
berbahaya untuk pembuangannya.
2) Cara pemuangan yang tidak diperbolehkan adalah
pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.
(a) Kontainer yang masih utuh.
(b) Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke
penjualnya adalah:
(1) Tabung atau silinder nitrogen oksida yang
biasanya disatukan dengan peralatan anestesi.
(2) Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan sterilisasi.
(3) Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen,
nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan,
siklopropana, hidrogen, gas elpiji, dan asetilin.
(c) Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus
dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru
dibuang ke landfill.
(d) Kaleng aerosol
Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang
bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik
hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi.
Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong
40
kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng
aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan
ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.
g) Limbah Radioaktif
1) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur
dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut
peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga
yang terlatih.
2) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif
yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau
penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih
khusus di bidang radiasi.
3) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian
bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
4) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk
monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang
baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam
pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui
datanya setiap waktu
5) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah
berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan,
pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori
yang memungkinkan adalah :
41
(a) Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-
lived), (misalnya umur paruh < 100 hari), cocok untuk
penyimpanan pelapukan,
(b) Aktifitas dan kandungan radionuklida,
(c) Bentuk fisika dan kimia,
(d) Cair : berair dan organik,
(e) Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau
padatan yang melayang),
(f) Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila
ada) dan dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan
(bila ada),
(g) Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup
yang dihabiskan,
(h) Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung
bahan berbahaya (patogen, infeksius, beracun).
6) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah
dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
(a) Secara jelas diidentifikasi,
(b) Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
(c) Sesuai dengan kandungan limbah,
(d) Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman,
(e) Kuat dan saniter.
7) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah:
(a) Nomor identifikasi,
42
(b) Radionuklida,
(c) Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal
pengukuran,
(d) Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),
(e) Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran,
(f) Orang yang bertanggung jawab.
8) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan
kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan
isolasi plastik.
9) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan
persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian
diserahkab kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut
atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis
limbah medi termasuk limbah radioaktif tidak boleh
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik
(landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu
sampai memenuhi persyaratan.
b. Limbah Padat Non-Medis
1) Pemilahan Limbah Padat Non-Medis
a) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah
yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali.
43
b) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara
limbahbasah dan limbah kering.
2) Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis
a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air, dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada
bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa
mengotori tangan.
c) (Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau
sesuai dengan kebutuhan.
d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24
jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah,
maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor
penyakit atau binatang pengganggu.
3) Pengangkutan
Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat
penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
4) Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara
a) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis
sementara dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan
dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat
tersebut tidak merupakan sumber bau, dan lalat bagi lingkungan
sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi.
44
b) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air,
bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak
diisi serta mudah dibersihkan.
c) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan
pengangkut limbah padat.
d) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
5) Pengolahan Limbah Padat
Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau
memusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah
yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali
untuk limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk.
6) Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir
Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan
akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau badan
lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimapangannya.
1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran
tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta
terpisah dengan saluran air hujan.
45
2) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada
atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
3) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui
debit harian limbah yang dihasilkan.
4) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan
saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.
5) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus
dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan
pihak lain atau pihak yang berwenang.
6) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent)
dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan
sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung
atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai
ketentuan BATAN.
8) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan
bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.
d. Limbah Gas
1) Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun
46
2) Suhu pembakaran minimum 1.000° C untuk pemusnahan bakteri
patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.
3) Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.
4) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak
memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.
e. Pengelolaan limbah medis rumah sakit secara rinci mengacu pada
pedoman pengelolaan limbah medis sarana pelayanan kesehatan.
F. Pengendalian Serangga, Tikus Dan Binatang Pengganggu Lainnya
1. Pengertian
a) Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan
binatang pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi
vektor penularan penyakit.
2. Persyaratan
a) Kepadatan jentik Aedes sp yang diamati melalui indeks kontainer
harus 0 (nol).
b) Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan
nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.
c) Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutana pada
dapur, gudang makanan, dan ruangan steril.
d) Tidak ditemukannya tandaq-tanda keberadaan tikus terutana pada
daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit.
47
e) Tidak ditemukannya lalat di dalam bangunan tertutup (core) di
rumah sakit.
f) Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.
3. Tata Laksana
a) Surveilans
1) Nyamuk
(a) Pengamatan Jentik
Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di
setiap sarana penampungan air, sekurang-kurangnya setiap
1 (satu) minggu untuk mengetahui adanya atau keadaan
populasi jentik nyamuk, dilakukan secara teratur. Selain itu,
dilakukan juga pengamatan jentik nyamuk spesies lainnya
di tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan
vektor penyakit malaria di sekitar lingkungan rumah sakit
seperti saluran pembuangan air limbah.
(b) Pengamatan lubang dengan kawat kasa
Setiap lubang di dinding harus ditutup dengan kawat kasa
untuk mencegah nyamuk masuk.
(c) Konstruksi pintu harus membuka ke arah luar.
2) Kecoa
(a) Mengamati keberadaan kecoa yg ditandai dgn adanya
kotoran, telur kecoa, dan kecoa hidup atau mati di setiap
ruangan.
48
(b) Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter,
setiap 2 (dua) minggu.
(c) Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera
dilakukan pemberantasan.
3) Tikus
Mengamati/memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di
tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat
perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan adanya
keberadaan tikus, antara lain : kotoran, bekas gigitan, bekas
jalan, dan tikus hidup. Ruang-ruang tersebut anatara lain di
daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit, antara lain dapur,
ruang perawatan, laboratorium, ICU, radiologi, UGD, ruang
operasi, ruang genset/panel, ruang administrasi, kantin, ruang
bersalin, dan ruang lainnya.
4) Lalat
Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan
fly grill pda daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi
lalat, terutama di tempat yang diduga sebagai tempat perindukan
lalat seperti tempat sampah, saluran pembuangan limbah padat
dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur.
5) Binatang penggangu lainnya
Mengamati/memantau secara berkala kucing dan anjing.
b) Pencegahan
1) Nyamuk
49
(a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
Mengubur, Menguras, Menututp (3M)
(b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran
dalam keadaan tertutup.
(c) Pembersihan tananam sekitar rumah sakit secara berkala
yang menjadi tempat perindukan.
(d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan
kelambu terutama di ruang perawatan anak.
2) Kecoa
(a) Menyimpan bahan makanan dan amkaan siap saji pda
tempat tertutup.
(b) Pengelolaan sampah yang memenuhi sayarat kesehatan.
(c) Menututp lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak
masuk ke dalam ruangan.
3) Tikus
(a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di
dinding, plafon, pintu, dan jendela.
(b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat
kesehatan.
4) Lalat
Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memnuhi syarat
kesehatan.
5) Binatang pengganggu lainnya
50
Melakukan pengelolaan makanan dan limbah yang memenuhi
syarat kesehatan.
c) Pemberantasan
1) Nyamuk
(a) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk
Aedes sp. > 0 dengan abatisasi.
(b) Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan
menggunakan predator.
(c) Melakukan oiling untuk memberantas culex.
(d) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di
rumah sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di
rumah sakit.
2) Kecoa
(a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu
membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
(b) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan
kimiawi.
(1) secara fisik atau mekanis :
(a)) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
(b)) Menyiram tempat perindukan dengan air panas
(c)) Menutup celah-celah dinding
51
(2) Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida
dengan pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat
dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
4) Lalat
Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan)
melebihi 2 (dua) ekor per block grill maka dilakukan
pengendalian lalat secara fisik, biologik, dan kimia.
5) Binatang pengganggu lainnya
Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
(a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit.
(b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk
menangkap kucing dan anjing.
2. Pelaksanaan
a. Latar belakang penyelenggaraan K3 rumah sakit
Penyelenggaraan K3 di rumah sakit merupakan upaya meminimalkan
pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) melalui upaya
promotif, preventif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan
lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat,
52
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang
lain di sekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang opimal.
Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit. Keselamatan
kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana di dalamnya terdapat
aspek manusia, alat, mesin, lingkungan, dan bahaya kerja.
b. Kebijakan rumah sakit tentang K3 rumah sakit
Kebijakan tentang keselamatan kerja antara lain :
1) Pembentukan Panitia K3
Panitia ini sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya
keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana di rumah
sakit, sebagai upaya untuk meminimalkan terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja, sehingga ditetapkan
 Perlunya untuk membentuk dan mengangkat panitia K3 di
rumah sakit yang merupakan organisasi non struktural
 Panitia K3 rumah sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga
yang menjadi anggota panitia K3 rumah sakit, dan tenaga
pendukung adalah tenaga/ pegawai yang melaksanakan fungsi
K3 rumah sakit
 Panitia K3 rumah sakit memiliki sistem komunikasi internal dan
eksternal
 Sistem komunikasi internal menggunakan pesawat intercom
nomor dan telpon nomor. Sistem komunikasi eksternal
53
menggunakan sambungan pesawat telpon nomor langsung dan
pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain untuk
faxsimile
 Bilamana terjadi bencana di rumah sakit, maka pesawat dengan
nomor tersebut di atas hanya diperuntukkan penggunaannya
oleh panitia K3 rumah sakit selain panitia K3 rumah sakit
dilarang menggunakan pesawat telpon tersebut.
2) Keselamatan Kerja
Pelaksanaan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Keselamatan
kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan – kegiatan seperti :
 Pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin
 Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan pra pekerjaan terhadap
semua calon pegawai
 Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan berkala sesuai
ketentuan
 Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan khusus
 Ditetapkannya tempet – tempat yang dianggap beresiko di
lingkungan rumah sakit
 Dalam menjalakan tugasnya, setiap pegawai menggunakan alat
pelindung diri sesuai ketentuan yang berlaku
54
 Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang K3, bila ada
partisipasi aktif dari seluruh pegawai dan unit kerja yang terkait
 Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja, yaitu suatu sistem yang mengatur
pelaporan semua jenis pnyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
saat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan
oleh kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman, sistem dapat
terlaksana
 Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksankan secara
terkoordinasi antara pengguna, panitia K3 dan departemen
logistik, dan dalam hal pengadaan barang B3 perlu disertakan
lembar data keselamatan/ Material Safety Data Sheet (MSDS)
dari rekanan pemasok
 Dilaksanakan sertifikasi untuk alat – alat tertentu sesuai dengan
ketetapan dalam peraturan perundang – undangan
 Rumah sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani
limbah seperti IPAL untuk limbah cair dan pengelolaan limbah
medis dan non medis yang dikelola oleh pihak kedua (dari luar
rumah sakit)
 Rumah sakit wajib menyediakan faslitas sanitasi
 Disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu
terpelihara baik dengan adanya pengecekan sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan
55
3) Pendidikan dan Pelatihan K3
Pendidikan dan pelatihan K3 di rumah sakit, ditetapkan sebagai
berikut :
 Setiap pegawai di rumah sakit diberikan kesempatan mengikuti
pendidikan dan pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan di bidang K3
 Rumah sakit melalui urusan dklat menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan K3 bagi pegawai secara berkala dan
berkesinambungan
 Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan
dengan kebutuhan, kemajuan dan perkembangan K3
 Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop,
pertemuan ilmiah, dll
4) Evaluasi dan Pelaporan
Evaluasi dan pelaporan tentang kegiatan – kegiatan K3 di Rumah
Sakit adalah sebagai berikut :
a) Memuat seluruh aspek K3, yaitu :
 Disaster program
 Pencegahan dan pengendalian kebakaran
 Keamanan pasien, pengunjung dan pegawai
 Keselamatan dan kesehatan pegawai
 Pengelolaan bahan dan barang berbahaya
 Kesehatan lingkungan kerja
 Sanitasi rumah sakit
56
 Sertifikasi/ kaliberasi sarana. Prasarana dan perlatan
 Pengelolaan limbah padat, cair dan gas
 Pendidikan dan latihan K3
 Pengumpulan, pengolahan, dan pelaporan data
b) Evaluasi ini dilakukan untuk jangka waktu yang ditentukan
sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan
3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya
c) Hasil evaluasi dibuatkan laporannya disampaikan kepada
direktur rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk
jangka waktu 1 tahun
5) Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu K3 Rumah Sakit meliputi :
 Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan
kausus K3
 Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit
oleh panita K3 rumah sakit
 Hasil analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada
direktur rumah sakit
6) Pembentukan Organisasi Panitia K3
Kegiatan – kegiatan K3 rumah sakit hatus dapat meminimalkan
terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja serta
memberikan rasa aman akan adanya bencana dan kebakaran.
Berdasarkan hal tersebut, maka di pandang perlu untuk menunjuk
57
dan mengangkat panitia K3 rumah sakit yang merupakan organisasi
non struktural yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga penunjang.
a) Prosedur pembentukan panitia K3
Panitia K3 Rumah Sakit (PK3RS) ditunjuk dan diangkat
langsung oleh direktur rumah sakit berdasarkan pada usulan –
usulan dan pertimbangan yang disampaikan oleh wakil direktur
umum dengan tetap memperhatikan prestasi kerja masing –
masing PK3RS , kemudian ditetapkan dalam surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit.
b) Organisasi dan pola ketenagaan
 Organisasi
Sebagai organisasi non struktural, PK3RS memiliki struktur
organisasi sendiri dan hubungannya dengan organisasi
struktural rumah sakit.
Struktur organisasi PK3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu :
- Tenaga staf yaitu tenaga yang menjadi anggota panitia
K3
- Tenaga pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang
melaksanakan fungsi K3
Sebagai pimpinan PK3RS ditetapkan ketua PK3RS
bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit. Ketua
PK3RS membawahi tenaga staf PK3RS yang terdiri dari
beberapa tim dan membawahi tenaga pendukung PK3RS.
58
Sekretaris PK3RS membantu ketua dalam menjalankan
kegiatan manajemen K3RS.
 Tugas dan Tanggung Jawab
Ketua PK3RS mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut :
- Memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur
mengenai masalah K3
- Menghimpun dan mengolah segala data atau
permasalahan K3 di tempat kerja masing – masing
bidang/ bagian
- Mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan,
pendidikan dan latihan serta penelitian K3
- Tercapainya sasaran untuk menurunkan tingkat
kecelakaan kerja di rumah sakit
- Bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah
sakit
 Staf panitia PK3RS mempunyai tugas sebagai berikut :
- Bertanggung jawab langsung kepada Ketua Panitia K3
RS
- Bertanggung jawab menyusun dan menetapkan program
PK3RS sesuai kedudukannya dalam tim di staf
- Bertugas melaksanakan kegiatan yang telah tersusun
dalam program PK3RS
59
- Membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan program dan
disampaikan kepada ketua PK3RS
 Pendukung PK3RS, mempunyai tugas sebagai berikut :
- Bertugas melaksanakan kegiatan – kegiatan program
PK3RS
- Bertugas memberikan usulan/ saran untuk peningkatan
pelaksanaan program PK3RS
- Bertanggung jawab kepada ketua PK3RS
c) Pendukung PK3RS
 Anggota pendukung PK3RS adalah seluruh pegawai rumah
sakit yang setingkat dengan Kepala Urusan / instalasi/
kepala perawat dan penanggung jawab ruangan
 Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3
 Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat,
mengingat pola kerja di rumah sakit pada umumnya yang
terbagi menjadi 3 shift kerja, maka ditetapkan pola tenaga
K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 agar
dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 disetiap
shiftnya, sebagai berikut :
- Shift pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24
orang yang terdiri dari Kepala Instalasi/ perawat/
urusan yang bertugas saat itu
- Shift sore dan shift malam disediakan tenaga
pendukung masing – masing shift sebanyak 18 orang
60
yang terdiri dari penanggung jawab shift disetiap
ruangan ditambah dengan seorang dokter IGD dan
Kepala Jaga. Dengan demikian dapat dihitung bahwa
seluruh tenaga pendukung yang tersedia di Rumah
Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang
c. Keselamatan Kerja
Dalam undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal
23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja
wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja
yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya untuk memperoleh produktivitas kerja yang
optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah
sekumpulan kegiatan yang menganalisa, menilai dan memberikan
masukan dalam upaya menjamin terciptanya kondisi produktivitas
dapat ditingkatkan.
Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di rumah sakit
mengacu pada perundang – undangan yang berlaku meliputi :
- Penyediaan air bersih dan air minum
- Pengelolaan limbah
- Pengelolaan sampah
- Pengendalian serangga dan binatang pengganggu
- Sanitasi makanan
61
- Penyehatan ruang laundry
- Infeksi nosokomial
- Desinfeksi
- Penyuluhan kesehatan lingkungan
- Pencahayaan ruangan
- Penyehatan udara
- Kebisingan ruangan
- Instalasi listrik
- Instalasi pemadam kebakaran
- Fasilitas toilet
- Ketenagaan
- Alat pelindung diri
- Sertifikasi peralatan medik dan umum
- Penetapan tempat – tempat beresiko
- Fasilitas perlengkapan keamanan pasien
d. Pendidikan dan Latihan
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman secara sistematik dari suatu pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman yang ingin didapatkan. Ruang lingkup kegiatan diklat
adalah diklat kelas yaitu untuk membahas teori dan diskusi sesuai
dengan materi yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur – unsur
K3. Simulasi dilakukan yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti pemadaman api dengan
APAR dan evakuasi pasien.
62
e. Sistem Evaluasi dan Pelaporan
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan –
kegiatan atau yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegaiatan membuat
analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.
Kegiatannya meliputi :
 Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3
rumah sakit
 Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil
pelaksanaan kegiatan K3
 Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
 Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan
kepada direktur rumah sakit
3. Laporan Hasil
Laporan hasil pengawasan terhadap kasus penyakit akibat lingkungan
didasarkan kepada hasil pengamatan dan checklist yang terdapat pada
lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu formulir penilaian pemeriksaan kesehatan
lingkungan (inspeksi sanitasi) rumah sakit. Hasil pengamatan tersebut akan
di tuangkan dalam bentuk deskripsi laporan pengamatan dan bentuk
penilaian terhadap kondisi sanitasi lingkungan rumah sakit berdasarkan
petunjuk pengisian formulir, kemudian ditarik kesimpulan hasil penilaian
sesuai dengan tipe rumah sakit.
63
III. PENUTUP
A. Rangkuman
1. Penyusunan instrumen pengawasan persyaratan kesehatan lingkungan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 meliputi persyaratan penyehatan ruang dan
bangunan dan halaman rumah sakit, persyaratan hygiene dan sanitasi
makanan minuman, penyehatan air, pengelolaan limbah, pengelolaan
pencucian linen (laundry), pengendalian serangga tikus dan binatang
pengganggu lainnya, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi,
persyaratan pengamanan radiasi.
64
2. Penyelenggaraan K3 di rumah sakit merupakan upaya meminimalkan
pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) melalui upaya
promotif, preventif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan
lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang lain di
sekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang opimal. Upaya tersebut
dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan produktifitas pekerja rumah sakit. Keselamatan kerja diterapkan di
lingkungan kerja yang mana di dalamnya terdapat aspek manusia, alat,
mesin, lingkungan, dan bahaya kerja.
3. Laporan hasil pengawasan terhadap kasus penyakit akibat lingkungan
didasarkan kepada hasil pengamatan dan checklist yang terdapat pada
lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu formulir penilaian pemeriksaan kesehatan
lingkungan (inspeksi sanitasi) rumah sakit. Hasil pengamatan tersebut
akan di tuangkan dalam bentuk deskripsi laporan pengamatan
B. Evaluasi
1. Apakah yang dimaksud dengan keselamatan kerja?
2. Undang – undang apakah yang digunakan sebagai acuan dalam
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit?
3. Apakah yang dmaksud dengan PK3RS?
4. Sebutkan tugas PK3RS?
5. Apakah maksud dan tujuan dalam pembentukan panitia K3?

More Related Content

Similar to modul rs

Environmental Engineering.pptx
Environmental Engineering.pptxEnvironmental Engineering.pptx
Environmental Engineering.pptxssuser4b5b18
 
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsPermenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsErikoRiko
 
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdf
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdfMANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdf
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdfUPTD Puskesmas Graha Indah
 
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptx
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptxMANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptx
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptxUPTD Puskesmas Graha Indah
 
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdf
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdfBAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdf
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdfSinta Lestari
 
Pedoman teknis bangunan RS
Pedoman teknis bangunan RSPedoman teknis bangunan RS
Pedoman teknis bangunan RSReynaldoArya
 
Ppt teknis bangunan rumah sakit
Ppt teknis bangunan rumah sakitPpt teknis bangunan rumah sakit
Ppt teknis bangunan rumah sakitFajar011
 
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.doc
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.docA. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.doc
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.docbembykumbara
 
CPOB sanitasi dan hygiene.pptx
CPOB sanitasi dan hygiene.pptxCPOB sanitasi dan hygiene.pptx
CPOB sanitasi dan hygiene.pptxFauziahNurHutauruk
 
12. kebersihan lingkungan.pptx
12. kebersihan lingkungan.pptx12. kebersihan lingkungan.pptx
12. kebersihan lingkungan.pptxmorsimo
 

Similar to modul rs (20)

Environmental Engineering.pptx
Environmental Engineering.pptxEnvironmental Engineering.pptx
Environmental Engineering.pptx
 
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsPermenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
 
1. kepmenkes1204
1. kepmenkes12041. kepmenkes1204
1. kepmenkes1204
 
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdf
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdfMANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdf
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (2) (4).pdf
 
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptx
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptxMANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptx
MANAJEMEN SARANA ,PRASARANA,ALAT KESEHATAN (edit)[1].pptx
 
Kamar operasi
Kamar operasiKamar operasi
Kamar operasi
 
Standar kamar operasi
Standar kamar operasiStandar kamar operasi
Standar kamar operasi
 
Konsep AKBID PARAMATA
Konsep AKBID PARAMATA Konsep AKBID PARAMATA
Konsep AKBID PARAMATA
 
Agus susilo
Agus susiloAgus susilo
Agus susilo
 
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdf
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdfBAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdf
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdf
 
Pedoman teknis bangunan RS
Pedoman teknis bangunan RSPedoman teknis bangunan RS
Pedoman teknis bangunan RS
 
Persyaratan teknis bangunan rs
Persyaratan teknis bangunan rsPersyaratan teknis bangunan rs
Persyaratan teknis bangunan rs
 
Ppt teknis bangunan rumah sakit
Ppt teknis bangunan rumah sakitPpt teknis bangunan rumah sakit
Ppt teknis bangunan rumah sakit
 
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.doc
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.docA. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.doc
A. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI.doc
 
CPOB sanitasi dan hygiene.pptx
CPOB sanitasi dan hygiene.pptxCPOB sanitasi dan hygiene.pptx
CPOB sanitasi dan hygiene.pptx
 
12. kebersihan lingkungan.pptx
12. kebersihan lingkungan.pptx12. kebersihan lingkungan.pptx
12. kebersihan lingkungan.pptx
 
1 dr Herry.pptx
1 dr Herry.pptx1 dr Herry.pptx
1 dr Herry.pptx
 
frs 28-41.pptx
frs 28-41.pptxfrs 28-41.pptx
frs 28-41.pptx
 
Metodologi penelitian
Metodologi penelitianMetodologi penelitian
Metodologi penelitian
 
5 Hal Mendasar Dalam Desain Laboratorium Mikrobiologi
5 Hal Mendasar Dalam Desain Laboratorium Mikrobiologi 5 Hal Mendasar Dalam Desain Laboratorium Mikrobiologi
5 Hal Mendasar Dalam Desain Laboratorium Mikrobiologi
 

modul rs

  • 1. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di rumah sakit merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk menciptakan tempat kerja/ lingkungan kerja yang sehat dan aman sehingga terbentuk masyarakat pekerja yang sehat, khususnya di fasilitas kesehatan seperti di rumah sakit. Pekerja di berbagai fasilitas kesehatan merupakan kelompok masyarakat yang sangat berperan dalam mencapai Indonesia sehat. K3 merupakan suatau upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan K3 di fasilitas kesehatan mencakup upaya K3 di berbagai tempat kerja. Fasiltas sanitasi seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, balai kesehatan, laboratorium dan klinik perusahaan. pemeliharaan K3 di fasilitas kesehatan sangat penting untuk mendukung baik bagi masyarakat pekerja manajemen maupun pengunjung agar dapat hidup dan bekerja secara sehat serta nyaman. B. Deskripsi Singkat Mata Kuliah Materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit melakukan kajian tentang : pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit, kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit, pengawasan kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit, dan praktek pengukuran sanitasi rumah sakit
  • 2. 2 C. Manfaat Modul Pembelajaran Modul mata kuliah ini disusun untuk membantu mahasiswa untuk melaksanakan program belajar mengajar serta memeperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang Sanitasi Rumah Sakit D. Tujuan Pembelajaran Setelah mengetahui materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit, mahasiswa diharapkan : 1. Memahami pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit 2. Memahami dan melakukan pendataan kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit 3. Memahami dan melakukan pengawasan kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit 4. Memahami dan melakukan praktik pengukuran sanitasi rumah sakit E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok Garis besar materi perkuliahan Sanitasi Rumah Sakit, meliputi : 1. Pengertian, tujuan, dan ruang lingkup sanitasi rumah sakit : a. Pengertian b. Tujuan c. Ruang lingkup 2. Kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit : a. Pengertian b. Ruang lingkup
  • 3. 3 c. Sistem pendataan 3. Pengawasan kasus penyakit akibat lingkungan di rumah sakit : a. Penyusunan instrumen b. Pelaksanaan c. Laporan hasil 4. Praktik pengukuran sanitasi rumah sakit : a. Pengertian b. Ruang lingkup c. Penyusunan instrumen d. Pelaksanaan e. Laporan hasil II. PENGAWASAN KASUS PENYAKIT AKIBAT LINGKUNGAN 1. Penyusunan Instrumen Penyusunan instrumen pengawasan persyaratan kesehatan lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 meliputi persyaratan penyehatan ruang dan bangunan dan halaman rumah sakit, persyaratan hygiene dan sanitasi makanan minuman, penyehatan air, pengelolaan limbah, pengelolaan pencucian linen (laundry), pengendalian serangga tikus dan binatang pengganggu lainnya, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi, persyaratan pengamanan radiasi.
  • 4. 4 Persyaratan masing – masing variabel kesehatan lingkungan rumah sakit tersebut antara lain : A. Pengertian 1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit. 2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. 3. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan. 4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan. 5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebasdari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. B. Persyaratan 1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
  • 5. 5 b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir. c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya. d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok. e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup. f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju kesaluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman. g. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah. h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya. 2. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
  • 6. 6 a. Lantai 1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. 2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. 3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan b. Dinding Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat. c. Ventilasi 1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik. 2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai. 3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis. 4) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukkan ruangan. d. Atap 1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
  • 7. 7 2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir. e. Langit-langit 1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. 2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai. 3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. f. Konstruksi Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. g. Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. h. Jaringan Instalasi 1) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain- lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. 2) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum. i. Lalu Lintas Antar Ruangan
  • 8. 8 1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi. 2) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati. 3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar. j. Fasilitas Pemadam Kebakaran Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Ruang Bangunan Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :
  • 9. 9 a. Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan. 1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang. 2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai. 4) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster). 5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. b. Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.
  • 10. 10 c. Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. 2) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang. 3) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette. 4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 5) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 6) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lanti. 7) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.
  • 11. 11 d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit, atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang. 2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup. 4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang. 5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit. 6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai. 7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System.
  • 12. 12 8) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara. 9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan keruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka dan ditutup. 10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit-langit. 11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis. C. Penyehatan Hygiene Dan Sanitasi Makanan Minuman 1. Pengertian a. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dan dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan; makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit. b. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci piring, membuang bagian makanan yang rusak. c. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain. 2. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan
  • 13. 13 a. Angka kuman E.Coli pada makanan harus 0/gr sampel makanan dan pada minuman angka kuman E.Coli harus 0/100 ml sampel minuman. b. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyak- banyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman E.Coli. c. Makanan yang mudah membususk disimpan dalam suhu panas lebih dari 65,5° atau dalam suhu dingin kurang dari 4° C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan suhu – 5° C sampai -1° C. d. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10° C. e. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut : Tabel 1. Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Bahan Makanan Jenis Bahan Makanan Digunakan untuk 3 hari atau kurang 1 minggu atau kurang 1 minggu atau lebih Daging, ikan, udang, dan olahannya -50C sampai 00C -100C sampai 50C Kurang dari - 100C Telur, susu, dan olahannya 50C sampai 70C -50C sampai 00C Kurang dari -10C Sayur, buah, dan minuman 100C 100C 100C Tepung dan biji 250C 250C 250C f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80 -90 %. g. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm 2) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm 3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm
  • 14. 14 3. Tata Cara Pelaksanaan a. Bahan Makanan dan Makanan Jadi 1) Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan berkualitas baik. 2) Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari instalasi Gizi atau dari luar rumah sakit/jasaboga harus diperiksa secara fisik, dan laboratorium minimal 1 bulan Peraturan Mnteri Kesehatan No. 715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. 3) Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum dihidangkan. 4) Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merek serta dalam keadaan baik. b. Bahan Makanan Tambahan Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis buatan) harus sesuai dengan ketentuan. c. Penyimpanan Bahan Makan dan Makanan Jadi Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain. 1) Bahan Makanan Kering a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang tinggi
  • 15. 15 b) Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air (air bersih maupun air limbah)untuk menghindari terkena bocoran. c) Tidak ada drainase disekitar gudang makanan. d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan ketinggian rak terbawah 15 cm – 25 cm. e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22° C. f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. g) Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga sirkulasi udara. 2) Bahan Makanan Basah/ Mudah Membusuk dan Minuman a) Bahan makanan seperti buah, sayuran, dan minuman, disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling)10°C – 15 °C. b) Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) 4 °C– 10°C. c) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam disimpan pada penyimpanan dingin sekali (freezing) dengan suhu 0 °C – 4 °C. d) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu < 0 °C.
  • 16. 16 e) Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan suhu. f) Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus tertutup. g) Pengambilan dengan cara First in First Out (FIFO), yaitu yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak ada makanan yang busuk. 3) Makanan Jadi a) Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku. b) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan tertutup serta segera disajikan d. Pengolahan Makanan Unsur-unsur yang terkait dengan pengolahan makanan : 1) Tempat Pengolahan Makanan a) Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur) sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan ruangan dapur b) Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu dibersihkan dengan antiseptik. c) Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan sungkup asap.
  • 17. 17 d) Intensitas pencahayaan diupayakan tidak kurang dari 200 lux. 2) Peralatan Masak Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan. a) Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan b) Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor. c) Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam- garam yang lazim dijumpai dalam makanan. d) Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan. e) Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor. 3) Penjamah Makanan a) Harus sehat dan bebas dari penyakit menular. b) Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang. c) Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelidung pengolahan makanan dapur. d) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil. 4) Pengangkutan Makanan Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu :
  • 18. 18 a) Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup dan bersih. b) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak. c) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan/barang kotor. 5) Penyajian Makanan Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang dipakai harus bersih a) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup. b) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu mnimal 60° C dan 4° C untuk makanan dingin. c) Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih. d) Makanan jadi harus segera disajikan. e) Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien. e. Pengawasan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman Pengawasan dilakukan secara : 1) Internal Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit.
  • 19. 19 Pemeriksaan parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap, air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah. Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam setahun. Bila terjadi keracunan makanan dan minuman d irumah sakit maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan minuman untuk diperiksakan ke laboratorium. 2) Eksternal Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas. D. Penyehatan Air 1. Pengertian a. Air minum adalah air ayng melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
  • 20. 20 b. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air minum. 2. Persyaratan a. Kualitas Air Minum Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus 1) Ruang Operasi Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah seperti dari PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan catridge filter dan dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan ultra violet (UV) 2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan pengenceran dalam hemodialisis. c. Tata Laksana Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans kualitas air antara lain meliputi : 1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih; 2) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
  • 21. 21 3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium; dan 4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air. 5) Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen Kesehatan. 6) Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau air bersih rumah sakit tercantum dalam tabel 2. Tabel 2. Jumlah Sampel Air untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menurut Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Minumu Sampel Air Perbulan untuk Pemeriksaan Mokrobilogik Air Minum Air Bersih 25-100 4 4 101-400 6 6 401-1000 8 8 >1000 10 10 d. Pemeriksaan kimia air minum dan/atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing pada tempat penampungan (reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.
  • 22. 22 e. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat penampungan (reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang sistem distribusi, pada sumber air, dan titik-titik lain yang rawan pencemaran. f. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut diatas dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat. g. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan. h. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam rangka pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada sarana penyediaan air minum dan/atau air bersih rumah sakit untuk diperiksakan pada laboratorium. i. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal dari sistem perpipaan dan/atau pengolahan air pada titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran. j. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemeriksaan laboratorium.
  • 23. 23 k. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai parameter yang menyimpang. l. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana. E. Pengelolaan Limbah 1. Pengertian a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis. c. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. d. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
  • 24. 24 mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. f. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. h. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. i. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. j. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle) 2. Persyaratan a. Limbah Medis Padat 1) Minimasi Limbah
  • 25. 25 a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber. b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang 1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah 2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali. 3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. 4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali. 5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi sesuai Tabel 3. Untuk menguji
  • 26. 26 efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis. Tabel 3. Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali Metode Serilisasi Suhu Waktu Kontak 1. Sterilisasi dengan panas a. “sterilisasi kering dalam oven ‘poupinel” b. “sterilisasi basah dengan otoklaf 2. Setrilisasi dengan bahan kimia a. “Ethylene oxide (gas)” b. “Glutaraldehyde (cair)” 1600C 1700C 1210C 500C-600C - 120 menit 60 menit 30 menit 3-8 jam 30 menit 6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel 3. 7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label seperti Tabel 4. 8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
  • 27. 27 Tabel 4. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai dengan Kategori No Kategori Warna Kontainer/ Kantong Plastik Lambang Keterangan 1 Radioaktif Merah Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif 2 Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik kuat, antii bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf 3 Limbah infeksius, patologi, dan anatomi Kuning Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer 4 Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor 5 Limbah kimia dan farmasi Cokelat - Kantong plastik atau kontainer 9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis”. c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat di Lingkungan Rumah Sakit 1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup. 2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
  • 28. 28 d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit 1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat yang kuat. 2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus. e. Pengolahan dan Pemusnahan 1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. 2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insinerator. a) Limbah Medis Non Padat (1) Pemilahan dan Pewadahan (a) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam. (b) Tempat Pewadahan (1)) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang ”domestik” warna putih.
  • 29. 29 (2)) Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2 (dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian padat. (2) Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan (a) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian. (b) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan sekali. (3) Pengolahan dan Pemusnahan Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan. b) Limbah Cair Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat. c) Limbah Gas Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan
  • 30. 30 Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. 3. Tata Laksana a. Limbah Medis Padat 1) Minimisasi Limbah a) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya. b) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia. c) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi. d) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan. e) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun. f) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan g) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa. h) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan i) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor. 2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang a) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sototksis, limbah
  • 31. 31 kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. b) Tempat pewadahan limbah medis padat : (1) Terbuat dari bahan yang kuat, cuup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. (2) Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat nonmedis. (3) Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah. (4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman. (5) Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi. c) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.
  • 32. 32 d) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi seperti puns, needles, atau seeds. e) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya, maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi. f) Upaya khsus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran spongiform encephalopathies. 3) Tempat Penampungan Sementara a) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat- lambatnya 24 jam. b) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang. 4) Transportasi
  • 33. 33 a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. b) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang. c) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri : (1) Topi/helm; (2) Masker; (3) Pelindung mata; (4) Pakaian panjang (coverall); (5) Apron untuk industri; (6) Pelindung kaki/sepatu boot; dan (7) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves) 5) Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat a) Limbah Infeksius dan Benda Tajam (1) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi. (2) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah
  • 34. 34 infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam. (3) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman. b) Limbah Farmasi (1) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi. (2) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas 1.000° C. c) Limbah Sitotoksis (1) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum. (2) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum
  • 35. 35 dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai. (3) Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. (4) Insinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200° C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000° C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu. (5) Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850° C. (6) Insinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis. (7) Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
  • 36. 36 (8) Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi oksidasi oleh Kalium permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4), penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan aluminium. (9) Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik. (10) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih. d) Limbah Bahan Kimiawi (1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, sushu, dan pH. (2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil. Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang
  • 37. 37 dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill). (3) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar. Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas. (4) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk megolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia berbahaya: (a) Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari rekasi kimia yang tidak diinginkan. (b) Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
  • 38. 38 (c) Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar. (d) Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang. e) Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi 1) Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. 2) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa. f) Kontainer Bertekanan 1) Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.
  • 39. 39 Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya. 2) Cara pemuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak. (a) Kontainer yang masih utuh. (b) Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah: (1) Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi. (2) Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi. (3) Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas elpiji, dan asetilin. (c) Kontainer yang sudah rusak Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill. (d) Kaleng aerosol Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong
  • 40. 40 kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada. g) Limbah Radioaktif 1) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga yang terlatih. 2) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi. 3) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan. 4) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap waktu 5) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :
  • 41. 41 (a) Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short- lived), (misalnya umur paruh < 100 hari), cocok untuk penyimpanan pelapukan, (b) Aktifitas dan kandungan radionuklida, (c) Bentuk fisika dan kimia, (d) Cair : berair dan organik, (e) Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau padatan yang melayang), (f) Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada), (g) Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan, (h) Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya (patogen, infeksius, beracun). 6) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus : (a) Secara jelas diidentifikasi, (b) Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan (c) Sesuai dengan kandungan limbah, (d) Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman, (e) Kuat dan saniter. 7) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah: (a) Nomor identifikasi,
  • 42. 42 (b) Radionuklida, (c) Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran, (d) Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain), (e) Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran, (f) Orang yang bertanggung jawab. 8) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik. 9) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian diserahkab kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis limbah medi termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai memenuhi persyaratan. b. Limbah Padat Non-Medis 1) Pemilahan Limbah Padat Non-Medis a) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali.
  • 43. 43 b) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbahbasah dan limbah kering. 2) Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan. c) (Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan. d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu. 3) Pengangkutan Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup. 4) Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara a) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan sumber bau, dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi.
  • 44. 44 b) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air, bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi serta mudah dibersihkan. c) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut limbah padat. d) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam. 5) Pengolahan Limbah Padat Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau memusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk. 6) Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. c. Limbah Cair Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimapangannya. 1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.
  • 45. 45 2) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. 3) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan. 4) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril. 5) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak yang berwenang. 6) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN. 8) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan. d. Limbah Gas 1) Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat, dan dioksin dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun
  • 46. 46 2) Suhu pembakaran minimum 1.000° C untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga. 3) Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu. 4) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu. e. Pengelolaan limbah medis rumah sakit secara rinci mengacu pada pedoman pengelolaan limbah medis sarana pelayanan kesehatan. F. Pengendalian Serangga, Tikus Dan Binatang Pengganggu Lainnya 1. Pengertian a) Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit. 2. Persyaratan a) Kepadatan jentik Aedes sp yang diamati melalui indeks kontainer harus 0 (nol). b) Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan. c) Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutana pada dapur, gudang makanan, dan ruangan steril. d) Tidak ditemukannya tandaq-tanda keberadaan tikus terutana pada daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit.
  • 47. 47 e) Tidak ditemukannya lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit. f) Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing. 3. Tata Laksana a) Surveilans 1) Nyamuk (a) Pengamatan Jentik Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di setiap sarana penampungan air, sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) minggu untuk mengetahui adanya atau keadaan populasi jentik nyamuk, dilakukan secara teratur. Selain itu, dilakukan juga pengamatan jentik nyamuk spesies lainnya di tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan vektor penyakit malaria di sekitar lingkungan rumah sakit seperti saluran pembuangan air limbah. (b) Pengamatan lubang dengan kawat kasa Setiap lubang di dinding harus ditutup dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk masuk. (c) Konstruksi pintu harus membuka ke arah luar. 2) Kecoa (a) Mengamati keberadaan kecoa yg ditandai dgn adanya kotoran, telur kecoa, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan.
  • 48. 48 (b) Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter, setiap 2 (dua) minggu. (c) Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera dilakukan pemberantasan. 3) Tikus Mengamati/memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan adanya keberadaan tikus, antara lain : kotoran, bekas gigitan, bekas jalan, dan tikus hidup. Ruang-ruang tersebut anatara lain di daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU, radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset/panel, ruang administrasi, kantin, ruang bersalin, dan ruang lainnya. 4) Lalat Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly grill pda daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat, terutama di tempat yang diduga sebagai tempat perindukan lalat seperti tempat sampah, saluran pembuangan limbah padat dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur. 5) Binatang penggangu lainnya Mengamati/memantau secara berkala kucing dan anjing. b) Pencegahan 1) Nyamuk
  • 49. 49 (a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur, Menguras, Menututp (3M) (b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup. (c) Pembersihan tananam sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan. (d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama di ruang perawatan anak. 2) Kecoa (a) Menyimpan bahan makanan dan amkaan siap saji pda tempat tertutup. (b) Pengelolaan sampah yang memenuhi sayarat kesehatan. (c) Menututp lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dalam ruangan. 3) Tikus (a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu, dan jendela. (b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. 4) Lalat Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memnuhi syarat kesehatan. 5) Binatang pengganggu lainnya
  • 50. 50 Melakukan pengelolaan makanan dan limbah yang memenuhi syarat kesehatan. c) Pemberantasan 1) Nyamuk (a) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp. > 0 dengan abatisasi. (b) Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan predator. (c) Melakukan oiling untuk memberantas culex. (d) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit. 2) Kecoa (a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan. (b) Pemberantasan kecoa Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. (1) secara fisik atau mekanis : (a)) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul (b)) Menyiram tempat perindukan dengan air panas (c)) Menutup celah-celah dinding
  • 51. 51 (2) Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan. 3) Tikus Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun. 4) Lalat Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 (dua) ekor per block grill maka dilakukan pengendalian lalat secara fisik, biologik, dan kimia. 5) Binatang pengganggu lainnya Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan : (a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit. (b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing dan anjing. 2. Pelaksanaan a. Latar belakang penyelenggaraan K3 rumah sakit Penyelenggaraan K3 di rumah sakit merupakan upaya meminimalkan pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) melalui upaya promotif, preventif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat,
  • 52. 52 tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang lain di sekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang opimal. Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit. Keselamatan kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana di dalamnya terdapat aspek manusia, alat, mesin, lingkungan, dan bahaya kerja. b. Kebijakan rumah sakit tentang K3 rumah sakit Kebijakan tentang keselamatan kerja antara lain : 1) Pembentukan Panitia K3 Panitia ini sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana di rumah sakit, sebagai upaya untuk meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja, sehingga ditetapkan  Perlunya untuk membentuk dan mengangkat panitia K3 di rumah sakit yang merupakan organisasi non struktural  Panitia K3 rumah sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi anggota panitia K3 rumah sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga/ pegawai yang melaksanakan fungsi K3 rumah sakit  Panitia K3 rumah sakit memiliki sistem komunikasi internal dan eksternal  Sistem komunikasi internal menggunakan pesawat intercom nomor dan telpon nomor. Sistem komunikasi eksternal
  • 53. 53 menggunakan sambungan pesawat telpon nomor langsung dan pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain untuk faxsimile  Bilamana terjadi bencana di rumah sakit, maka pesawat dengan nomor tersebut di atas hanya diperuntukkan penggunaannya oleh panitia K3 rumah sakit selain panitia K3 rumah sakit dilarang menggunakan pesawat telpon tersebut. 2) Keselamatan Kerja Pelaksanaan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan – kegiatan seperti :  Pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin  Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan pra pekerjaan terhadap semua calon pegawai  Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan berkala sesuai ketentuan  Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan khusus  Ditetapkannya tempet – tempat yang dianggap beresiko di lingkungan rumah sakit  Dalam menjalakan tugasnya, setiap pegawai menggunakan alat pelindung diri sesuai ketentuan yang berlaku
  • 54. 54  Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang K3, bila ada partisipasi aktif dari seluruh pegawai dan unit kerja yang terkait  Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, yaitu suatu sistem yang mengatur pelaporan semua jenis pnyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja saat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan oleh kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman, sistem dapat terlaksana  Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksankan secara terkoordinasi antara pengguna, panitia K3 dan departemen logistik, dan dalam hal pengadaan barang B3 perlu disertakan lembar data keselamatan/ Material Safety Data Sheet (MSDS) dari rekanan pemasok  Dilaksanakan sertifikasi untuk alat – alat tertentu sesuai dengan ketetapan dalam peraturan perundang – undangan  Rumah sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani limbah seperti IPAL untuk limbah cair dan pengelolaan limbah medis dan non medis yang dikelola oleh pihak kedua (dari luar rumah sakit)  Rumah sakit wajib menyediakan faslitas sanitasi  Disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu terpelihara baik dengan adanya pengecekan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan
  • 55. 55 3) Pendidikan dan Pelatihan K3 Pendidikan dan pelatihan K3 di rumah sakit, ditetapkan sebagai berikut :  Setiap pegawai di rumah sakit diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan keterampilan di bidang K3  Rumah sakit melalui urusan dklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan K3 bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan  Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan kebutuhan, kemajuan dan perkembangan K3  Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah, dll 4) Evaluasi dan Pelaporan Evaluasi dan pelaporan tentang kegiatan – kegiatan K3 di Rumah Sakit adalah sebagai berikut : a) Memuat seluruh aspek K3, yaitu :  Disaster program  Pencegahan dan pengendalian kebakaran  Keamanan pasien, pengunjung dan pegawai  Keselamatan dan kesehatan pegawai  Pengelolaan bahan dan barang berbahaya  Kesehatan lingkungan kerja  Sanitasi rumah sakit
  • 56. 56  Sertifikasi/ kaliberasi sarana. Prasarana dan perlatan  Pengelolaan limbah padat, cair dan gas  Pendidikan dan latihan K3  Pengumpulan, pengolahan, dan pelaporan data b) Evaluasi ini dilakukan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya c) Hasil evaluasi dibuatkan laporannya disampaikan kepada direktur rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka waktu 1 tahun 5) Peningkatan Mutu Peningkatan mutu K3 Rumah Sakit meliputi :  Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kausus K3  Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh panita K3 rumah sakit  Hasil analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit 6) Pembentukan Organisasi Panitia K3 Kegiatan – kegiatan K3 rumah sakit hatus dapat meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja serta memberikan rasa aman akan adanya bencana dan kebakaran. Berdasarkan hal tersebut, maka di pandang perlu untuk menunjuk
  • 57. 57 dan mengangkat panitia K3 rumah sakit yang merupakan organisasi non struktural yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga penunjang. a) Prosedur pembentukan panitia K3 Panitia K3 Rumah Sakit (PK3RS) ditunjuk dan diangkat langsung oleh direktur rumah sakit berdasarkan pada usulan – usulan dan pertimbangan yang disampaikan oleh wakil direktur umum dengan tetap memperhatikan prestasi kerja masing – masing PK3RS , kemudian ditetapkan dalam surat Keputusan Direktur Rumah Sakit. b) Organisasi dan pola ketenagaan  Organisasi Sebagai organisasi non struktural, PK3RS memiliki struktur organisasi sendiri dan hubungannya dengan organisasi struktural rumah sakit. Struktur organisasi PK3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu : - Tenaga staf yaitu tenaga yang menjadi anggota panitia K3 - Tenaga pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang melaksanakan fungsi K3 Sebagai pimpinan PK3RS ditetapkan ketua PK3RS bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit. Ketua PK3RS membawahi tenaga staf PK3RS yang terdiri dari beberapa tim dan membawahi tenaga pendukung PK3RS.
  • 58. 58 Sekretaris PK3RS membantu ketua dalam menjalankan kegiatan manajemen K3RS.  Tugas dan Tanggung Jawab Ketua PK3RS mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : - Memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur mengenai masalah K3 - Menghimpun dan mengolah segala data atau permasalahan K3 di tempat kerja masing – masing bidang/ bagian - Mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, pendidikan dan latihan serta penelitian K3 - Tercapainya sasaran untuk menurunkan tingkat kecelakaan kerja di rumah sakit - Bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah sakit  Staf panitia PK3RS mempunyai tugas sebagai berikut : - Bertanggung jawab langsung kepada Ketua Panitia K3 RS - Bertanggung jawab menyusun dan menetapkan program PK3RS sesuai kedudukannya dalam tim di staf - Bertugas melaksanakan kegiatan yang telah tersusun dalam program PK3RS
  • 59. 59 - Membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan program dan disampaikan kepada ketua PK3RS  Pendukung PK3RS, mempunyai tugas sebagai berikut : - Bertugas melaksanakan kegiatan – kegiatan program PK3RS - Bertugas memberikan usulan/ saran untuk peningkatan pelaksanaan program PK3RS - Bertanggung jawab kepada ketua PK3RS c) Pendukung PK3RS  Anggota pendukung PK3RS adalah seluruh pegawai rumah sakit yang setingkat dengan Kepala Urusan / instalasi/ kepala perawat dan penanggung jawab ruangan  Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3  Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat, mengingat pola kerja di rumah sakit pada umumnya yang terbagi menjadi 3 shift kerja, maka ditetapkan pola tenaga K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 disetiap shiftnya, sebagai berikut : - Shift pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24 orang yang terdiri dari Kepala Instalasi/ perawat/ urusan yang bertugas saat itu - Shift sore dan shift malam disediakan tenaga pendukung masing – masing shift sebanyak 18 orang
  • 60. 60 yang terdiri dari penanggung jawab shift disetiap ruangan ditambah dengan seorang dokter IGD dan Kepala Jaga. Dengan demikian dapat dihitung bahwa seluruh tenaga pendukung yang tersedia di Rumah Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang c. Keselamatan Kerja Dalam undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan kegiatan yang menganalisa, menilai dan memberikan masukan dalam upaya menjamin terciptanya kondisi produktivitas dapat ditingkatkan. Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di rumah sakit mengacu pada perundang – undangan yang berlaku meliputi : - Penyediaan air bersih dan air minum - Pengelolaan limbah - Pengelolaan sampah - Pengendalian serangga dan binatang pengganggu - Sanitasi makanan
  • 61. 61 - Penyehatan ruang laundry - Infeksi nosokomial - Desinfeksi - Penyuluhan kesehatan lingkungan - Pencahayaan ruangan - Penyehatan udara - Kebisingan ruangan - Instalasi listrik - Instalasi pemadam kebakaran - Fasilitas toilet - Ketenagaan - Alat pelindung diri - Sertifikasi peralatan medik dan umum - Penetapan tempat – tempat beresiko - Fasilitas perlengkapan keamanan pasien d. Pendidikan dan Latihan Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman secara sistematik dari suatu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang ingin didapatkan. Ruang lingkup kegiatan diklat adalah diklat kelas yaitu untuk membahas teori dan diskusi sesuai dengan materi yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur – unsur K3. Simulasi dilakukan yang bermanfaat memberikan pengalaman dan gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti pemadaman api dengan APAR dan evakuasi pasien.
  • 62. 62 e. Sistem Evaluasi dan Pelaporan Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan – kegiatan atau yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegaiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan kegiatan atau evaluasi. Kegiatannya meliputi :  Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3 rumah sakit  Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil pelaksanaan kegiatan K3  Melakukan analisa dan membuat rekomendasi  Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada direktur rumah sakit 3. Laporan Hasil Laporan hasil pengawasan terhadap kasus penyakit akibat lingkungan didasarkan kepada hasil pengamatan dan checklist yang terdapat pada lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu formulir penilaian pemeriksaan kesehatan lingkungan (inspeksi sanitasi) rumah sakit. Hasil pengamatan tersebut akan di tuangkan dalam bentuk deskripsi laporan pengamatan dan bentuk penilaian terhadap kondisi sanitasi lingkungan rumah sakit berdasarkan petunjuk pengisian formulir, kemudian ditarik kesimpulan hasil penilaian sesuai dengan tipe rumah sakit.
  • 63. 63 III. PENUTUP A. Rangkuman 1. Penyusunan instrumen pengawasan persyaratan kesehatan lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 meliputi persyaratan penyehatan ruang dan bangunan dan halaman rumah sakit, persyaratan hygiene dan sanitasi makanan minuman, penyehatan air, pengelolaan limbah, pengelolaan pencucian linen (laundry), pengendalian serangga tikus dan binatang pengganggu lainnya, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi, persyaratan pengamanan radiasi.
  • 64. 64 2. Penyelenggaraan K3 di rumah sakit merupakan upaya meminimalkan pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) melalui upaya promotif, preventif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang lain di sekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang opimal. Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit. Keselamatan kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana di dalamnya terdapat aspek manusia, alat, mesin, lingkungan, dan bahaya kerja. 3. Laporan hasil pengawasan terhadap kasus penyakit akibat lingkungan didasarkan kepada hasil pengamatan dan checklist yang terdapat pada lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu formulir penilaian pemeriksaan kesehatan lingkungan (inspeksi sanitasi) rumah sakit. Hasil pengamatan tersebut akan di tuangkan dalam bentuk deskripsi laporan pengamatan B. Evaluasi 1. Apakah yang dimaksud dengan keselamatan kerja? 2. Undang – undang apakah yang digunakan sebagai acuan dalam persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit? 3. Apakah yang dmaksud dengan PK3RS? 4. Sebutkan tugas PK3RS? 5. Apakah maksud dan tujuan dalam pembentukan panitia K3?