2. • Bencana : Rangkaian peristiwa yang
menyebabkan korban jiwa,
kerusakan/hilangnya harta benda,
merusak lingkungan, mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat
• Bencana Geologi : Bencana yang
disebabkan oleh dinamika geologi dalam
pencapaian keseimbangannya seperti
antara lain letusan gunungapi,
gempabumi, tsunami dan gerakan
tanah/tanah longsor.
• Mitigasi : Upaya/ langkah-langkah
memperkecil dampak bencana
3.
4. PENYEBAB GEMPABUMI
• Pelepasan energi secara tiba-tiba pada zona penunjaman dan
pada patahan aktif yang menyebabkan getaran partikel tanah
dan batuan serta menimbulkan goncangan.
• Parameter Gempabumi
Energi di ukur secara instrumental: dalam skala Richter dan
magnituda jenis gelombang gempabumi.
Tingkat keterasaan dan kerusakan bangunan dinyatakan
dalam Skala Modified Mercally Intensity (MMI), (I – XII skala
MMI).
DAMPAK BENCANA GEMPABUMI
• Kerusakan geologi (retakan dengan pelulukan)
• Luka-luka hingga meninggal akibat tertimpa bangunan yang
runtuh.
• Longsor dan kerusakan lingkungan
7. Mitigasi Bencana Gempabumi
Tujuan:
Mengurangi jatuhnya korban jiwa dan
kerusakan bangunan yang diakibatkan
oleh gempabumi
Upaya:
Pemetaan Zona Rawan
Gempabumi
Pemantauan Sesar Aktif
dan Mikrozonasi
Sosialisasi
Tanggap Darurat
Gempabumi
Jika suatu wilayah pernah terlanda gempabumi maka pasti akan
terjadi lagi di kemudian hari namun kapan dan berapa besar daya
rusaknya tidak dapat di ramalkan.
Strategi mitigasi: identifikasi tingkat kerentanan terjadi gempabumi
dan siapkan masyarakat guna mengantisipasi kejadian bencana
8. Mitigasi Bencana Gempabumi
Kendala:
• Banyaknya permukiman dan aktifitas penduduk di daerah rawan
gempabumi, tetapi tidak mengerti tentang bahaya dan tatacara mitigasi
serta penanggulangan bencana gempabumi.
• Banyaknya konstruksi bangunan yang tidak mengikuti karakteristik /
dinamika alam ditambah pengembangan wilayah belum menjadikan
aspek perlindungan masyarakat terhadap bencana sebagai prioritas
utama.
Cara Mengatasi:
• Meningkatkan sosialisasi bagi penduduk yang bermukim di daerah
rawan gempabumi.
• Pengembangan dan pembangunan wilayah berorientasi pada aspek
perlindungan masyarakat terhadap bencana
• Pemantauan sesar aktif, mikrozonasi gempabumi, pemetaan kawasan
rawan bencana gempabumi dan tanggap darurat bencana gempabumi
9. REKOMENDASI TEKNIS
Di daerah yang pernah terjadi gempabumi akan terjadi kembali
gempabumi dalam waktu yang belum bisa ditentukan,
Sehingga upaya yang bisa dilakukan adalah membuat
rekayasa teknologi dan pemberdayaan masyarakat pada zona
rawan gempabumi :
– Membangun permukiman, bangunan vital dan strategi, serta
bangunan lainnya yang mengundang konsentrasi banyak manusia
dengan konstruksi bangunan tahan guncangan gempabumi.
– Tidak membangun diatas tanah yang lunak, bekas urugan,
sawah/rawa yang tidak memenuhi tingkat teknis kepadatan
– Tidak membangun pemukiman dan aktivitas penduduk di atas, pada
dan di bawah lereng sedang hingga terjal.
– Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi gempabumi
harus tetap waspada
10.
11. GERAKAN TANAH
(TANAH LONGSOR)
GERAKAN TANAH ADALAH PERPINDAHAN MATERIAL
PEMBENTUK LERENG BERUPA TANAH, BATUAN, BAHAN
TIMBUNAN ATAU MATERIAL CAMPURAN TERSEBUT,
BERGERAK KE ARAH BAWAH DAN KELUAR LERENG (Varnes,
D.J., 1978).
TANAH PELAPUKAN YANG BERADA DI ATAS BATUAN KEDAP
AIR PADA PERBUKITAN DENGAN KEMIRINGAN SEDANG
HINGGA TERJAL, JIKA TURUN HUJAN DENGAN WAKTU YANG
CUKUP LAMA BERPOTENSI UNTUK TERJADINYA TANAH
LONGSOR
TERSEBAR LUAS DALAM SKALA RELATIF KECIL .
SERING TERJADI PADA MUSIM HUJAN.
13. Longsoran batu
Gerakan tanah Rotasi
Gerakan tanah Translasi Aliran Bahan Rombakan
Jenis-Jenis Gerakan Tanah
Runtuhan batu Rayapan
Material Longsoran
Berasal dari lereng
bagian
Atas, melanda alur dan
Meluas pada daerah
landai
14. DAMPAK BENCANA GERAKAN TANAH
• Kerusakan geologi (retakan dan amblasan)
• Longsoran dengan atau tanpa diikuti banjir
bandang korban jiwa, harta benda dan
kerusakan lingkungan.
• Longsor dan kerusakan lingkungan
16. PROVINSI KEJADIAN MD LL RR RH RT BLR BLH LPR JLN SIP
Jawa Barat 83 94 42 457 49 451 7 1 1 114 20
Jawa Tengah 34 12 6 300 58 583 2 4 6 945
Jawa Timur 6 2 1 67 2
DIY 4 271 2
Banten 2 185 179 250
Lampung 1 3 653 12
Sumatera Barat 14 335 2 477 42 1
Sumatera
Utara 1 3 2 1
Riau 1
Papua 2 5 5 9
NTB 3 49 1 1 2000
NTT 2 1 31 1
Sulawesi
Selatan 4 21 114 12 142
Sulawesi Utara 3 5 10 38 8 1
Jambi 1 4
TOTAL 161 659 237 2379 513 1177 30 7 7 3061 20
Kejadian Gerakan Tanah Di Indonesia Tahun 2009
Keterangan:
MD : Meninggal Dunia RH : Rumah Hancur BLH : Bangunan Lain Hancur
LL : Luka-luka RT : Rumah Terancam Jln : Jalan rusak
RR : Rumah rusak BLR : Bangunan Lain Rusak LPR : Lahan Pertanian Rusak
17. Jawa Barat
52%
Jawa Tengah
21%
Jawa Timur
4%
DIY
2%
Banten
1%
Sumatera
Barat
7%
Sumatera
Utara
1%
Riau
1%
Papua
1%
NTB
2%
NTT
1%
Sulawesi
Selatan
3%
Sulawesi
Utara
2%
Jambi
1%
Lampung
1%
Jumlah Kejadian dan Prosentase Gerakan
Tanah Seluruh Indonesia Tahun 2009
Januari
22%
Februari
17%
Maret
9%
April
7%
Mei
6%
Juni
1%
Juli
0%
Agustus
1%
September
10%
Oktober
9%
November
9%
Desember
9%
Kejadian Gerakan tanah di Seluruh
Indonesia Setiap Bulan Pada Tahun 2009
18. Jumlah Korban
Meninggal Dunia
di Tiap Provinsi
Seluruh Indonesia
Tahun 2009
Jumlah Rumah Rusak
di tiap Provinsi
Seluruh Indonesia Tahun 2009
94
12 2
185
335
3 5
21
5 4 3
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
100
200
300
400
500
600
700
457
300
67
179
321
1
49
1
114
10
653
19. Mitigasi Bencana Gerakan Tanah
Tujuan:
Mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kerusakan bangunan yang diakibatkan
oleh kejadian gerakan tanah
Upaya:
Pemantauan Kawasan
Longsor
Peringatan Dini
Gerakan tanah
Sosialisasi
Tanggap
Darurat
Pemetaan Zona
Kerentanan Gerakan
Tanah
20. • Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Zona ini sering terjadi gerakan tanah, gerakan tanah lama masih dapat aktif
kembali, terutama karena curah hujan yang tinggi.
• Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Zona ini dapat terjadi gerakan tanah berukuran kecil, terutama di tebing
pemotongan jalan, tebing sungai, daerah curam dengan batuan dasar kuat
dan tanah pelapukan yang tipis. Gerakan tanah lama masih dapat
berkembang aktif kembali, terutama pada bagian gawir utama gerakan tanah
yang disebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi.
• Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Zona jarang terjadi gerakan tanah apabila tidak mengalami gangguan pada
lereng dan jika terdapat gerakan tanah lama, maka lereng telah menjadi
mantap kembali. Gerakan tanah dapat juga terjadi dalam skala kecil,
terutama pada tebing lembah sungai yang terjal
• Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Daerah ini mempunyai tingkat kecenderungan sangat rendah untuk terkena
gerakan tanah. Umumnya merupakan daerah mantap, sangat jarang atau
hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah.
21. MENGHINDARI TANAH LONGSOR /
BANJIR BANDANG
a. Tidak bermukim di tepi tebing yang terjal
b. Tidak bermukim dibawah tebing yang terjal
c. Tidak bermukim di tepi /mulut lembah sungai
d. Tidak mencetak sawah di tebing yang terjal
e. Tidak melakukan pemotongan lereng di bagian bawah
f. Tidak melakukan penggundulan lahan
22. • Kerjasama dengan BMG (prakiraan curah hujan bulanan)
• Hasil prakiraan wilayah berpotensi terjadi gerakan tanah yaitu overlay dari
peta zona kerentanan gerakan tanah dan prakiraan curah hujan bulanan
• Peringatan dini kepada Pemda di seluruh Indonesia setiap awal musim
hujan meliputi kabupaten, kecamatan, desa yang rentan terjadi gerakan
tanah
• Jalur jalan rawan gerakan tanah dikirim setiap awal musim hujan dan hari
libur.
• Kota Batu sudah mempunyai EWS Gerakan Tanah 4 Buah yang
terpasang di Desa Gunungsari Dusun Brau, Desa Tulungrejo dan Desa
Sumberbrantas
SISTEM PERINGATAN DINI GERAKAN TANAH
24. Konsep monitoring tanah longsor terpusat sebagai berikut :
Sensor hujan dan ekstensometer ditempatkan di daerah yang berpotensi
longsor.
Pengiriman data menggunakan sinyal GSM/CDMAmelalui email atau
Radio Frekuensi (Wireless), sehingga bisa memonitor daerah yang
sangat jauh dengan biaya relatif murah.
Sampling rate 1 menit, pengiriman data setiap 10 menit melalui email
(sampling rate dan pegiriman data bisa diatur sesuai kebutuhan).
Data diterima di Pusat Pemantauan dan selanjutnya didistribusikan ke
instansi terkait dan masyarakat setempat melalui email atau SMS pada
pihak-pihak lain berkepentingan.
Tanda peringatan bahaya (sirene) akan aktif jika sensor telah
menunjukkan batas toleransi yang diperbolehkan .
Ada 3 Level Sirene yaitu (3 level peringatan : Siaga, Waspada dan Awas)
Diutamakan buatan dalam negeri dengan material yang mudah didapat,
supaya menghemat devisa, ketersediaan suku cadang terjamin dan
menumbuhkan inovasi teknologi.
26. Mitigasi Bencana Gerakan Tanah / Longsor
Kendala:
• Banyaknya permukiman dan aktifitas penduduk di zona kerentanan
gerakan tanah menengah hingga tinggi, tetapi tidak mengerti tentang
bahaya dan tatacara mitigasi serta penanggulangan bencana gerakan
tanah.
• Banyaknya konstruksi bangunan yang tidak mengikuti karakteristik /
dinamika alam
Cara Mengatasi:
• Meningkatkan sosialisasi bagi penduduk yang bermukim di zona
kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi.
• Pemetaan zona kerentanan gerakan tanah, pemantauan kawasan
longsor, peringatan dini dan tanggap darurat bencana gerakan tanah
27. REKOMENDASI TEKNIS
Di Zona Kerentanan Gerakan Tanah:
– Tinggi : tidak membangun atau bangunan lainnya
yang mengundang konsentrasi banyak manusia
– Menengah : dapat membangun bangunan
dengan memperhatikan syarat teknis stabilitas
lereng dan tidak mengganggu kemiringan lereng.
Senantiasa memelihara vegetasi berakar kuat
dan dalam.
– Rendah hingga sangat rendah : tidak
membangun bangunan di bantaran sungai dan
lereng dengan kemiring sedang hingga terjal.
Peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman
bencana tanah longsor
28. Kesimpulan
• Kota Batu merupakan wilayah yang rentan terjadi gempabumi dan gerakan
tanah serta berpotensi menyebabkan bencana geologi.
• Kejadian bencana geologi sangat cepat, datang pada saat kita lengah.
• Kunci mitigasi bencana geologi adalah:
• Gempabumi dan Gerakan Tanah: Membangun permukiman penduduk dan
bangunan lainnya tahan guncangan gempabumi dan hindarkan
pemukiman masyarakat dari ZKGT menengah hingga tinggi.