Rangkuman dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau disebut juga Hyaline Membrane Disease, yaitu sindrom gangguan pernapasan yang disebabkan oleh kekurangan surfaktan pada paru-paru bayi prematur.
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS). RDS disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi prematur. Tanda dan gejalanya meliputi pernafasan cepat, pernafasan parodoks, dan sianosis. Pengobatan yang diberikan meliputi antibiotik, surfaktan, dan ventilasi mekanik. Diagnosa keperawatan yang muncul termasuk gangguan pertukaran gas dan
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumSeptian Muna Barakati
Makalah ini membahas hubungan antara asfiksia dan air ketuban yang bercampur dengan mekonium. Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan setelah kelahiran, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan. Air ketuban yang bercampur dengan mekonium dapat menunjukkan adanya gangguan oksigenasi janin dan meningkatkan ris
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi yang mengalami Infant Respiratori Distress Syndrom (IRDS) yang mencakup konsep medik, konsep keperawatan, pengkajian, diagnosa keperawatan, dan tindakan penatalaksanaan. IRDS merupakan gangguan pernafasan pada bayi premature yang ditandai dengan napas cepat, retraksi dada, dan sianosis. Konsep keperawatan mencakup pengumpulan data, pen
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS). RDS disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi prematur. Tanda dan gejalanya meliputi pernafasan cepat, pernafasan parodoks, dan sianosis. Pengobatan yang diberikan meliputi antibiotik, surfaktan, dan ventilasi mekanik. Diagnosa keperawatan yang muncul termasuk gangguan pertukaran gas dan
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumSeptian Muna Barakati
Makalah ini membahas hubungan antara asfiksia dan air ketuban yang bercampur dengan mekonium. Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan setelah kelahiran, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan. Air ketuban yang bercampur dengan mekonium dapat menunjukkan adanya gangguan oksigenasi janin dan meningkatkan ris
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi yang mengalami Infant Respiratori Distress Syndrom (IRDS) yang mencakup konsep medik, konsep keperawatan, pengkajian, diagnosa keperawatan, dan tindakan penatalaksanaan. IRDS merupakan gangguan pernafasan pada bayi premature yang ditandai dengan napas cepat, retraksi dada, dan sianosis. Konsep keperawatan mencakup pengumpulan data, pen
Hubungan antara asfiksia dan air ketuban bercampur mekonium dibahas dalam makalah ini. Asfiksia adalah kondisi dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk air ketuban bercampur mekonium. Terisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium ke paru-paru bayi dapat terjadi selama proses persalinan dan kelahiran
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumWarnet Raha
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah kelahiran. Makalah ini membahas hubungan antara asfiksia dengan air ketuban yang bercampur dengan mekonium. Air ketuban bercampur mekonium dapat menyebabkan asfiksia karena mekonium terhisap ke paru-paru bayi selama proses persalinan dan kelahiran. Penanganan asfiksia yang disebab
[Ringkasan]
Ringkasan:
Makalah ini membahas tentang asfiksia neonatorum yang merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk bernafas secara spontan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti hipoksia ibu selama kehamilan, gangguan aliran darah pada plasenta, dan trauma selama persalinan. Manifestasi klinisnya berupa bradikardi, sianosis, dan apnea. Penatalaksanaannya meliputi pemberian oksigen
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, termasuk penyebab, gejala, diagnosis, dan dampak jangka pendek dan panjangnya. Asfiksia neonatorum dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan dan berdampak buruk pada pernapasan, sirkulasi, dan metabolisme bayi baru lahir. Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi jangka pendek dan panjang sepert
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum atau asfiksia pada bayi baru lahir, penyebabnya, gejala klinis, diagnosis, dan penanganannya. Secara khusus dibahas hubungan antara partus lama dengan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.
Dokumen tersebut membahas konsep medis dan keperawatan sindroma gagal napas pada neonatus. Secara medis, sindroma ini disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang menyebabkan kolaps alveoli dan gangguan ventilasi. Pengobatan utamanya adalah pemberian oksigen, antibiotik, dan surfaktan eksogen. Secara keperawatan, pengkajian pasien meliputi riwayat ibu hamil, gejala klinis bayi, dan pemeriksaan diagnostik seperti rontgen d
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara asfiksia dan vakum pada bayi baru lahir. Asfiksia dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sel dan bahkan kematian bayi. Penggunaan vakum dalam persalinan dapat meningkatkan risiko asfiksia pada bayi karena dapat memperpanjang waktu persalinan dan menyebabkan cedera. Gej
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan SIDS (Surfactant Infant Distress Syndrome). Ringkasannya adalah: (1) SIDS terjadi karena ketidakcukupan surfaktan paru yang menyebabkan kolaps alveoli dan gangguan pertukaran gas, (2) Manifestasi klinisnya adalah pernafasan cepat dan dangkal, takipnea, dan sianosis, (3) Penatalaksanaannya meliputi pemberian oksigen, posisi yang tepat, dan pence
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum dan hubungannya dengan vakum. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernafas secara spontan setelah kelahiran, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk persalinan dengan bantuan vakum. Vakum dapat menyebabkan robekan lebih luas pada jalan lahir dan pendarahan, serta berisiko menimbulkan luka, pendarahan ot
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah kelahiran akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan. Persalinan dengan bantuan vakum dapat menyebabkan asfiksia karena memakan waktu lebih lama, namun efeknya bervariasi untuk setiap bayi dan dapat diatasi dengan tindakan resusitasi yang tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum atau bayi baru lahir, penyebabnya, gejala klinis, diagnosis, dan penanganannya. Asfiksia neonatorum dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan dan berhubungan erat dengan kondisi ibu hamil dan proses persalinan. Penanganan utama adalah resusitasi bayi untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Hubungan antara asfiksia dan air ketuban bercampur mekonium dibahas dalam makalah ini. Asfiksia adalah kondisi dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk air ketuban bercampur mekonium. Terisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium ke paru-paru bayi dapat terjadi selama proses persalinan dan kelahiran
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumWarnet Raha
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah kelahiran. Makalah ini membahas hubungan antara asfiksia dengan air ketuban yang bercampur dengan mekonium. Air ketuban bercampur mekonium dapat menyebabkan asfiksia karena mekonium terhisap ke paru-paru bayi selama proses persalinan dan kelahiran. Penanganan asfiksia yang disebab
[Ringkasan]
Ringkasan:
Makalah ini membahas tentang asfiksia neonatorum yang merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk bernafas secara spontan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti hipoksia ibu selama kehamilan, gangguan aliran darah pada plasenta, dan trauma selama persalinan. Manifestasi klinisnya berupa bradikardi, sianosis, dan apnea. Penatalaksanaannya meliputi pemberian oksigen
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, termasuk penyebab, gejala, diagnosis, dan dampak jangka pendek dan panjangnya. Asfiksia neonatorum dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan dan berdampak buruk pada pernapasan, sirkulasi, dan metabolisme bayi baru lahir. Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi jangka pendek dan panjang sepert
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum atau asfiksia pada bayi baru lahir, penyebabnya, gejala klinis, diagnosis, dan penanganannya. Secara khusus dibahas hubungan antara partus lama dengan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.
Dokumen tersebut membahas konsep medis dan keperawatan sindroma gagal napas pada neonatus. Secara medis, sindroma ini disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang menyebabkan kolaps alveoli dan gangguan ventilasi. Pengobatan utamanya adalah pemberian oksigen, antibiotik, dan surfaktan eksogen. Secara keperawatan, pengkajian pasien meliputi riwayat ibu hamil, gejala klinis bayi, dan pemeriksaan diagnostik seperti rontgen d
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara asfiksia dan vakum pada bayi baru lahir. Asfiksia dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sel dan bahkan kematian bayi. Penggunaan vakum dalam persalinan dapat meningkatkan risiko asfiksia pada bayi karena dapat memperpanjang waktu persalinan dan menyebabkan cedera. Gej
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan SIDS (Surfactant Infant Distress Syndrome). Ringkasannya adalah: (1) SIDS terjadi karena ketidakcukupan surfaktan paru yang menyebabkan kolaps alveoli dan gangguan pertukaran gas, (2) Manifestasi klinisnya adalah pernafasan cepat dan dangkal, takipnea, dan sianosis, (3) Penatalaksanaannya meliputi pemberian oksigen, posisi yang tepat, dan pence
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum dan hubungannya dengan vakum. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernafas secara spontan setelah kelahiran, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk persalinan dengan bantuan vakum. Vakum dapat menyebabkan robekan lebih luas pada jalan lahir dan pendarahan, serta berisiko menimbulkan luka, pendarahan ot
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah kelahiran akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan. Persalinan dengan bantuan vakum dapat menyebabkan asfiksia karena memakan waktu lebih lama, namun efeknya bervariasi untuk setiap bayi dan dapat diatasi dengan tindakan resusitasi yang tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum atau bayi baru lahir, penyebabnya, gejala klinis, diagnosis, dan penanganannya. Asfiksia neonatorum dapat terjadi akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan dan berhubungan erat dengan kondisi ibu hamil dan proses persalinan. Penanganan utama adalah resusitasi bayi untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...Muhammad Nur Hadi
Jurnal "Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ayat 26 dan 32 dan Surah Al-Hujurat Ayat 13), Ditulis oleh Muhammmad Nur Hadi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadist di UIN SUSKA RIAU.
1. RDS
(Respiratory Distress Syndrome)
DI
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK 3
AINI MAULINA
HERY IRFANDI
PEMBIMBING : Ns. NOVA FAJRI, M.Kep, Sp.Kep.An
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2018
2. i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi
hidayahnya sehingga Makalah yang berjudul “RDS (Respiratory Distress
Syndrome” dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan pelengkap tugas mata
Kuliah Keperawatan anak.
Dalam menyusun makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan disana sini, baik mengenai materi
maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran-saran dari siapapun
yang bersifat membangun sangat saya harapkan.
Akhirnya kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Sigli, Januari 2014
Kelompok 3
3. ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian........................................................................................... 3
B. Etiologi............................................................................................... 3
C. Patofisiologi ........................................................................................ 4
D. Pathway............................................................................................... 5
E. Manisfestasi Klinis.............................................................................. 5
F. Penatalaksanaan .................................................................................. 6
G. Komplikasi.......................................................................................... 7
H. Pencegahan RDS................................................................................. 8
I. Pengkajian........................................................................................... 8
J. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 10
K. Pembahasan Kasus............................................................................ 11
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ...................................................................................... 17
B. Saran-saran ...................................................................................... 17
Daftar Pustaka
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering
adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadi sejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik. 2013)
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian
neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2011).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau
pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu
campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan
mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2013).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 2002-1987. Sedangkan jaman
modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
5. 2
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator
dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik
penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003), surfaktan dari cairan amnion
manusia ( Merrit,2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,2003)
dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan
sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi
yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai
sindrom gawat napas.
2. Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan
pernapasan.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman
2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik (Stark,2002).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada
penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan
komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan
pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan
timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru. (Yuliani, 2001)
B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria. (Bobak, Lowdermik. 2013)
7. 4
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,
adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
8. 5
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung
9. 6
Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Pemeriksaan
Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang
dengan 02
Sianosis menetap
walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan
udara masuk
Tidak ada udara
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar
dengan stetoskop
Dapat didengar
tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat
F. Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan
kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas
untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan
dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa
5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah
60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang berguna untuk
mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada fasilitas untuk
pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui
10. 7
tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3
1,5% dalam perbandinagn 4:1
4. Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat
mahal.
G. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
11. 8
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
H. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
− Mencegah kelahiran < bulan (premature).
− Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
− Management yang tepat.
− Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
− Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
− Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
I. Pengkajian
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
12. 9
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh
- Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
- Lethargy
Study Diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
13. 10
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung
jenis
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
14. 11
K. PEMBAHASAN KASUS
a. Kasus
Seorang Ibu bernama Siti melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-
laki disuatu Rumah sakit dengan usia kehamilan 32 minggu dan status kehamilan
G3 P3 Ao ketuban pecah dini kemudian Ibu Siti melahirkan prematur secara
secsio caesaria. Kemudian setelah di lahirkan kurang lebih 2 hari kemudian bayi
tersebut mengalami sesak napas dan disertai dengan perubahan warna biru pada
sekitar bibir dan kuku (sianosis). Setelah dilakukan pengamatan retraksi dinding
dada berlebihan, nafas 80x/menit dan pernafasan dengan menggunakan cuping
hidung Selain itu suhu tubuh mencapai 37,7 C.
b. Analisa Kasus
DO: usia kehamilan 32 minggu, ketuban pecah dini, retraksi dinding dada
berlebihan. RR: 80x/menit s: 37,7 C
DS : Ibu Klien mengatakan setelah melakukan persalinan prematur 2 hari
kemudian anaknya mengalami perubahan warna menjadi biru pada area sekitar
mulut dan kuku selain itu bayi tersebut juga susah untuk bernafas
c. Pembahasan
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian,
biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi
pada bayi dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena
ketuban pecah dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa
terjadi karena adanya kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru
harusnya berfungsi saat bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat
itu pulalah bayi mulai bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu
organnya tidak siap, misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar atau
membuka, sehingga udara tidak masuk. Itu sebabnya ia tak bisa menangis. Ini
yang namanya penyakit respiratory distress syndrome (RDS). Tidak membukanya
gelembung paru-paru tersebut karena ada suatu zat, surfactan, yang tak cukup
15. 12
sehingga gelembung paru-paru atau unit paru-paru yang terkecil yang seperti
balon tidak membuka. Ibaratnya, seperti balon kempis. Gejala pada kelainan
jantung bawaan adalah napas sesak. Ada juga yang misalnya sedang menyusui
atau beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru dan ia jadi pasif. Jadi, penyakitnya itu
utamanya karena kelainan jantung dan secondary-nya karena masalah pernapasan.
Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi ini tidak bersifat mendadak. Walaupun
demikian, tetap harus segera dibawa ke dokter.
d. ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Problem
1 Ds: -
Do:
RR 70 x/menit
Retraksi dinding dada
(+)
Retraksi dinding
efigastrium (+)
Bayi tampak lemah
Atelaksasis
Menurunnya ventilator
CO2 meningkat
Perfusi perifer jaringan
Sulfaktan menurun
Gangguan pola
nafas
2 Ds: -
Do:
Suhu bayi 36,2 °C
Metabolisme menurun
Bayi tidak bisa
memproduksi panas
tubuh sesuai kebutuhan
Panas tubuh mudah
hilang
Resiko tinggi
hipotermi.
3 Ds: klien mengatakan
kapan anaknya bisa
pulang
Do:
Ibu tampak cemas
Ibu menangis Anak sakit
Hospitalisasi
Kurangnya pengetahuan
Cemas
Gangguan rasa
aman cemas
e. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan
dalam tubuh
2. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
3. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang
kondisi bayi
16. 13
f. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan pola
nafas
berhubungan
dengan belum
terbentuknya
zat sulfaktan
dalam tubuh
Setelah dilakukan
perawatan dalam 3 x
24 jam, gangguan
pola nafas
berkurang.
Observasi pola
nafas
Observasi TTV
Tempatkan bayi
pada tempat yang
hangat
Berikan terapy
O2 sesuai dengan
kebutuhan
Kolaborasi
pemberian terapy
obat
Mengetahui
frekuensi nafas
Mengetahui
keadaan umum
bayi
Mempertahankan
suhu tubuh
Membantu
Memenuhi suplai
O2
Obat-obatan
mungkin
dibutuhkan
dalam pemberian
terapi
2 Resiko tinggi
gangguan
termoregulasi:
hipotermi
berhubungan
dengan belum
terbentuknya
lapisan lemak
pada kulit.
Tupan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3 x 24 jam
diharapkan suhu
tubuh tetap normal.
Tupen:
Suhu 37o
C
Bayi tidak
kedinginan
Tempatkan bayi
pada tempat
yang hangat
Pantau suhu
tubuh setiap 2
jam
Mencegah
terjadinya
hipotermi
Mengetahui
perubahan suhu
yang terjadi
3 Kecemasan
ortu
berhubungan
dengan kurang
pengetahuan
ortu tentang
kondisi bayi
Tupan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3 x 24 jam
diharapkan cemas
keluarga klien
berkurang
Tupen:
Ibu tidak menangis
Mimik verbal tidak
Kaji tingkat
kecemasan
Berikan penjelasan
tentang keadaan
klien saat ini
Berikan
kesempatan kepada
keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan
Anjurkan keluarga
untuk tetap
Mengetahui koping
individu
Meningkatkan
pengetahuan orang
tua
Membina hubungan
saling percaya
17. 14
cemas mengunjungi
bayinya
L. Implementasi Keperawatan
No No DX Tanggal Implementasi Respon
1 I Selasa, 4
Desember
2017
Pukul 21.00
WIB
o Mengobservasi pola
nafas
o Mengobsevasi TTV
o Menempatkan bayi
pada tempat yang
hangat
o Melakukan kolaborasi
pemberian terapy obat
/R: klien tampak
gelisah
Respirasi : 66
x/menit
/R : Klien Tampak
lemah
Suhu: 36. 2 o
C
Nadi: 128 x/menit
Respirasi :
66x/menit
/R : klien tampak
lemah
/R : Klien terlihat
meringis
H :
Sabital 2 x 15mg/
hari
II Selasa, 4
Desember
2017
Pukul 22.00
WIB
o Menempatkan bayi
pada tempat yang
hangat
o Memantau suhu tubuh
setiap 2 jam
/ R : Klien tampak
lemah
/ R : Klien tampak
gelisah
H : Suhu : 36.5 °C
III Kamis, 7
Desember
2017
Pukul 06.00
WIB
o Mengkaji tingkat
kecemasan
o Memberikan
penjelasan tentang
keadaan klien saat ini
o Memberikan
kesempatan kepada
keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan
o Menganjurkan
keluarga untuk tetap
mengunjungi bayinya
/R : Orang tua klien
mau menjawab
pertayaan perawat
H : Orang tua klien
tampak cemas
/R : Keluarga
bertanya mengenai
keadaan bayinya
H : Keluarga
mengetahui
keadaan bayinya.
/R : Keluarga mau
mengungkapkan
perasaannya
H : Keluarga
18. 15
khawatir dengan
keadaan bayinya
saat ini dan
berharap bayinya
cepat dibawa
pulang
/H : Orang tua
jarang
mengunjungi
bayinya.
2 I Rabu, 5
Desember
2017
Pukul 21.00
WIB
o Mengobservasi pola
nafas
o Mengobsevasi TTV
o Menempatkan bayi
pada tempat yang
hangat
o Melakukan kolaborasi
pemberian terapy obat
/R: klien gelisah
Respirasi : 72
x/menit
/R : Klien Tampak
lemah
Suhu: 36 o
C
Nadi: 134 x/menit
Respirasi :
72x/menit
/R : klien tampak
lemah
/R : Klien tampak
meringis
H :
Sabital 2 x 15mg/
hari
II Rabu, 5
Desember
2017
Pukul 21.00
WIB
1. Menempatkan bayi pada
tempat yang hangat
2. Memantau suhu tubuh
setiap 2 jam
/ R : Klien tampak
lemah
/ R : Klien tampak
gelisah
H : Suhu : 36.5 °C
M. EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Keperawatan
1 I Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB
S : -
O : Keadaan Bayi hipoaktif, klien gelisah, nafas cepat
19. 16
2
3
II
III
66 x / menit
A : Gangguan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
o Kaji pola nafas klien
o Observasi TTV
o Kolaborasi pembererian obat sesuai kebutuhan.
Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB
S : -
O : Suhu tubuh 36,5 o
C
A : Resiko tinggi Gangguan termoregulasi
Hypotermoregulasi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : o Kaji suhu tubuh setiap hari
Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB
S : Ibu klien mengatakan senang melihat kondisi anaknya
O : Ibu klien tersenyum, ibu tidak menangis
A : Gangguan rasa aman cemas teratasi
P : Tingkatkan pengetahuan keluarga
20. 17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
21. 18
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :
EGC
Leifer, Gloria. 2011. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Perwawirohardjo, Sarwano. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.