Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Â
2. bab 1 dan 2 hmd
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
(Whalley dan wong,2017). Gangguan ini biasanya juga di kenal dengan nama
hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada
penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli serta
ketidakadekuatan produksi surfaktan dalam paru.
Bangunan paru janin dan produksi surfaktan penting untuk fungsi respirasi
normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing
bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfaktan memadai. Surfaktan, suatu
senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar kolaps dan
menurunkan kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada
defisiensi surfaktan, tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya
alveolar dan menurunnya komplians paru, yang mana akan mempengaruhi
ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis
respiratory.
RDS sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan
ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia
kehamilan semakin rendah kejadian RDS. Persentase kejadian menurut usia
kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali
ditemukan pada bayi cukup bulan(matur). Selain itu kenaikan frekuensi juga
ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah
uterus selama kehamilan misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi,
seksio serta perdarahan antepartum.
2. RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi
prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi
lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Hialin membran
disease.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Hialin membran disease
2. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus Hialin membran disease
3. Menyebutkan manifestasi klinis Hialin membran disease
4. Menyebutkan patofisiologi Hialin membran disease
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Hialin membran disease
6. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan Hialin membran disease
7. Mengetahui komplikasi dari Hialin membran disease
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Hialin membran disease
9. Mengetahui prognosis dari hialin membrane disease
C. Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang Hialin membran disease
2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan Hialin membran
disease
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin
Membrane Disease, hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang
terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih
sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat
dibawah 1500 gram (Suryadi dan Yuliani, 2001). RDS adalah keadaan hipoksia
dan cedera paru yang terjadi akibat atelektasis primer yang luas.
Sindrom distress pernapasan dapat dibagi menjadi :
1.Sindrom Distres Pernapasan Dewasa ( ARDS )
2. Sindrom Distres pernapasan Idiopatik Bayi Baru Lahir ( IRDS )
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau
membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada
sistem paru, kardiovaskuler atau tubuh secara luas.
Bangunan paru janin dan produksi surfaktan penting untuk fungsi respirasi
normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing
bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfaktan memadai. Surfaktan, suatu
senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar kolaps dan
menurunkan kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada
defisiensi surfaktan, tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya
alveolar dan menurunnya komplians paru, yang mana akan mempengaruhi
ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis
respiratory. Reduksi pada ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi
sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia
jaringan dan asidosis metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan
kegagalan pernafasan yang progresif.
Atelektasis primer mengacu kepada keadaan kolapsnya alveolus secara
substansial yang dijumpai pada bayi baru lahir. Dengan kolapsya alveolus maka
4. ventilasi berkurang. Timbul hipoksia yang menyebabkan cedera paru dan
terpacunya reaksi peradangan. Peradangan menyebabkan edema dan
pembengkakkan ruang interstisium yang semakin menurunkan pertukaran gas
antara kapiler dan alveolus yang masih berfungsi. Peradangan juga menyebabkan
terbentuknya membran-membran hialin yang merupakan akumulasi fibrin putih di
alveolus. Pengendapan fibrin tersebut semakin menurunkan pertukaran gas serta
compliance paru maka usaha bernapas meningkat.
Penurunan ventilasi alveolus menyebabkan penurunan vasokonstriksi
arteriol paru. Vasokonstriksi paru dapat menyebabkan peningkatan volume dan
tekanan jantung kanan, sehingga terjadi pirau darah dari atrium kanan, melalui
foramen ovale bayi baru lahir yang masih paten, langsung ke atrium kiri.
Demikian juga, resistensi paru yang tinggi juga dapat menyebabkan darah
deoksigenasi melewatkan paru dan langsung di salurkan ke sisi kiri tubuh melalui
duktus arteriosus dan menyebabkan pirau kanan ke kiri. Pirau kanan ke kiri
memperburuk keadaan hipoksia, sehingga timbul sianosis berat.
Untuk setiap usaha melakukan ventilasi pada alveolus yang kolaps, bayi
harus mengeluarkan sejumlah besar energi. Pengeluaran energi tersebut akan
diiringi oleh peningkatan kebutuhan oksigen yang semakin memperparah sianosis.
Seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen bayi terperangkap dalam suatu
siklus umpan balik positif.
Pada awalnya bayi akan memperlihatkan napas yang cepat dan dangkal
sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigennya yang tinggi, sehinga pada
analisis gas darah mula-mula terjadi alkalosis respiratorik karena karbon dioksida
terbuang. Namun, bayi akan segera kelelahan karena kesulitan mengembangkan
alveolus dan parunya dan tidak dapat mempertahankan usaha respirasinya.
Apabila hal ini terjadi, maka usaha bernapas melambat dan gas darah
memperlihatkan asidosis respiratorik dan dimulainya kegagalan pernapasan.
5. B. Etiologi
1. IRDS
a. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu)
dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant
b. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar
Karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
c. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur
atau prematur.
2. ARDS
Terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau alveolus.Namun karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat maka destruksi yang luas pada
salah satunya biasanya menyebabkan destruksi yang lain.Hal ini terjadi akibat
pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati,serta reaksi peradangan
yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. contoh-contoh kondisi yang
mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini :
a. Destruksi Kapiler
Akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah keruangan
interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus di tempuh oksigen dan
karbondioksida untuk berdifusi, sehingga kecepata pertukaran gas
menurun. Cairan yang menumpuk di cairan interstisium bergerak ke dalam
alveolus,mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan.
Hal ini kemudian menyebabkan penurunan ventilasi dan hipoksia.
Penyebab kerusakan kapiler paru antara lain adalah septicemia,
pancreatitis dan uremia. Pneumonia, inhalasi asap, trauma dan tenggelam
juga dapat merusak kapiler.
b. Destruksi Alveolar
Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi dan
inhalasi asap. Toksisitas oksigen yang timbul setelah 24-36 jam terapi
oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus
melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
6. Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia
sehingga semakin memyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila
alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu
yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang
interstisium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24
jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin didalam alveolus.
Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara
progresif dan semakin mengurangi pertukaran gas.Akhirnya terjadi
fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi
semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%.
Faktor resiko :
1. Prematuritas
2. Kelompok bayi baru lahir
Semakin prematur bayi semakin tinggi terjadi IRDS, sel-sel alveolus
penghasil surfaktan belum matang sampai usia gestasi antara 28 dan 32
minggu. Ada 3 hal berkaitan dengan IRDS :
a. Bayi yang lahir sebelum surfaktan terbentuk
Di alveolus akan menghadapi tegangan permukaan alveolus yang
sangat tinggi setiap kali bernapas, ini berperan menyebabkan
atelektasis primer yang dijumpai pada IRDS
b. Alveolus bayi prematur berukuran sangat kecil dan tidak berlipat-lipat
Ini merupakan faktor yang berperan meningkatkan tekanan yang harus
dilakukan untuk mengatasi tegangan permukaan
c. Bayi prematur memiliki otot dada yang lemah dan belum berkembang
Mustahil bayi tanpa surfaktan dapat berhasil mengembangkan
alveolusnya dari waktu ke waktu,napas demi napas.
3. Kelompok lain bayi baru lahir yang beresiko menderita IRDS adalah
bayi yang lahir dari ibu Diabetes Melitus Dependen-insulin.
Tampaknya isulin yang disuntikkan menghambat pembentukkan
surfaktan.
7. C. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau
tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional ( kapasitas residu fungsional ) ( Ilmu
kesehatan anak, 1985 ). Surfaktan dihasilkan oleh sel alveolar type II dan
terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein,
kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk
pada umur kehamilan 22 – 24 minggu dan berjumlah cukup untuk
berfungsi normal setelah minggu ke 35. Sintesis surfaktan dipengaruhi
sebagian oleh PH, suhu, dan perfusi normal. Asfiksia, Hipoksemia, dan
iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi,
dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru
dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan
lebih lanjut. Jumlah surfaktan akan meningkat oleh pengaruh hormon
tiroid, dan RDS lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan
kadar hormon tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan
kadar hormon plasma normal. Proses pematangan surfaktan dalam paru
juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan
cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal,
serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.
Surfaktan menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar
yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli
saat ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
8. sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan
menimbulkan :
1. Oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme
anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya
yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya
fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Tanpa surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya.pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang kuat.
Akibatnya setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali
bernapas ( saat kelahiran ). Sebagai akibatnya janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan bayi akan ketidakmampuan mempertahankan pengembangan
paru ini dapat menyebabkan atelektasis. Atlektasis menyebabkan paru
tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari sisa pernapasan sehingga
terjadi asidosis respiratorik. Penurunan PH menyebabkan vasokontriksi
yang makin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar ,
PaO2 akan menurun tajam, PH juga akan menurun tajam serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran
setan yang terdiri dari :
a. atelectasis
b. hipoksia
c. asidosis
d. transudasi
e. penurunan aliran darah paru
9. f. hambatan pembentukan substansi surfaktan
Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
kematian bayi. RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan
mengikuti masa deteriosasi ( kurang lebih 48 jam ) dan jika tidak ada
komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini
terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan
materi surfaktan.
D. Manifestasi Klinis
Gejala – gejalanya berupa :
1. Dispnoe Berat
2. Penurunan Compliance Paru
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan
alkalosis respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.
4. Peningkatan kecepatan penapasan
5. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara
ngorok
6. Kulit kehitaman akibat hipoksia
7. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
8. Napas cuping hidung
9. Banyak bayi selamat dari IRDS, dimana gejala mereda dan menghilang
biasanya dalam 3 hari.
10. Takipnea ( > 60x/mnt)
E. Penatalaksanaan
Dasar tindakan penatalaksanaan pada penderita adalah
mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya,
agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain,
sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Suhu
bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi dalam
inkubator antara 70 – 80%. Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan
10. dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan
kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan
kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi,
mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan
keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan
yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100
ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat
dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan
dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5%
dengan perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam
basa tubuh perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan
elektrolit perlu diperhatiakan pula.
Tindakan Keperawatan :
1. Pengobatan RDS diarahkan untuk pencegahan
Pencegahan Penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah
perhatian terhadap di mana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan dan
usaha-usaha untuk mencegah penganiyayaan anak.
2. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat
diberikan melalui parenteral.
3. Tindakan Pendukung yang Krusial
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
b. Mempertahankan keseimbangan asam-basa
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral
d. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
e. Mencegah hipotermia
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat
4. Pertimbangan Keperawatan
Dalam merawat bayi RDS perawat harus melakukan observasi cermat
dan intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi
11. pernapasan harus diperhatikan terutama pengobatan yang kontinu
terhadap hipoksemia dan asidosis. Fungsi keperawatan yang paling
penting adalah mengamati respon bayi terhadap terapi, mucus mungkin
terkumpul di saluran pernapasan yang akan menghambat saluran
pernapasan dan selang endotrakea (ET).
Pengisapan hanya dilakukan bila diperlukan dan berdasarkan
pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap
pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenisasi
rendah, kelebihan kelembaban pada selang ET dan kepekaan bayi.
Pada saat melakukan pengisapan mukus, perawat harus menyadari
dan waspada tentang hal berikut :
1. Pengisapan bukan prosedur yang aman karena dapat menyebabkan
spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf fagal, hipoksia,
dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga mendorong bayi
pada keadaan hemoragi intraventrikular. Tindakan ini tidak boleh
dilakukan secara rutin, teknik pengisapan ini dapat menyebabkan
infeksi, kerusakan jalan pernapasan bahkan pneumotoraks.
2. Penting diperhatikan bahwa pengisapan yang terus menerus akan
ikut mengeluarkan udara bersamaan dengan keluarnya mucus. Oleh
karena itu sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik (
pengisapan menyebabkan saluran udara terambat )
3. Tujuan pengisapan jalan napas buatan adalah menjaga terbukanya
jalan napas, bukan bronkus. Pengisapan yang dilakukan di luar ET
dapat menyebabkan lesi trauma pada trakea.
4. Awasi oksigenisasi atau oksimeter denyut nadi sebelum, selama
dan sesudah pengisapan untuk memberi penilaian yang terus
menerus terhadap status oksigenisasi dan untuk menghindari
hipoksemia.
12. F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hialin,
diantaranya :
1. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem
saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan
hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat
membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di
daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan
otak.
2. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun,
apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk
kejang neonatus lainnya.
3. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul
pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian
O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan
pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki rongga-
ronga toraks atau rongga mediastinum.
13. G. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Biodata pasien
1) Nama
2) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
3) Jenis Kelamin
4) Suku / Bangsa
5) Alamat
B. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok
ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak
responsive, penurunan bunyi napas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot
menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi
supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-
paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan,
lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen
saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis,
diabetes mellitus, hipoksia, asidosis.
E. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi
seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan,
stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran
besar akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan
14. pengkonsumsi minuman keras serta tidak memperhatikan gizi yang
baik bagi janin).
F. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran
premature / Caesar sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease.
G. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap bayinya.
Status Infant saat Lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia. Apgar score adalah : Suatu
ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan umum bayi baru
lahir.
c. Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
ROS ( Review of System )
1. B1 ( Breath )
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80
– 100 x ).
b. Nafas grunting (Suara napas yang merupakan suara keran
penutupan glottis untuk menghentikan ekhalasi udara
dengan menekan pita suara)
c. Nasal flaring (keadaan untuk menurunkan resistensi dari
respirasi dengan membuka lebar jalan napas)
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal.
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral)
berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin.
f. Penurunan suara nafas crakles, episode apnea.
2. B2 ( Blood )
15. a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia
berat.
b. Murmur sistolik.
c. Denyut jantung dalam batas normal.
3. B3 ( Brain )
Integritas ego meliputi letargi, gelisah, otot muka tegang,
euphoria. Neurosensori meliputi gangguan sensori, kelemahan
dan kenaikan tekanan pada pembuluh darah cerebral,
imobilitas, flaciditas, penurunan suhu tubuh.
4. B4 ( Bladder ) : Perubahan eliminasi urin : oliguria
5. B5 ( Bowel ) : Penurunan motilitas usus
6. B6 ( Bone ) : Imobilitas dan kelemahan.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan volume dan
komplians paru, perfusi paru dan ventilasi alveolar.
b. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan akibat risiko aspirasi dan tersedak
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus
3. Intervensi
No DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
penurunan
volume dan
komplians paru,
perfusi paru dan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
masalah gangguan
pertukaran gas dapat teratasi
dengan Kriteria Hasil :
1. Menunjukan perbaikan
ventilasi dan
oksigenisasi jaringan
1. Pantau dispnea,
takipnea, bunyi napas,
peningkatan upaya
pernapasan, ekspansi,
paru, dan kelemahan.
2. Evaluasi perubahan
tingkat kesadaran, catat
syanosis, dan perubahan
warna kulit, termasuk
membrane mukosa dan
16. ventilasi alveolar. adekuat dengan GDA
dalam rentang normal .
2. Bebas dari gejala
distres pernafasan.
kuku.
3. Tunjukkan dan dukung
pernapasan bibir selama
ekspirasi khususnya
untuk klien dengan
fibrosis dan kerusakan
parenkim paru.
4. Mengkaji status mental
2 Resiko tinggi
deficit volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan cairan
sensible dan
insensible.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
masalah gangguan
pertukaran gas dapat teratasi
dengan Kriteria hasil :
1. Turgor pada perut bagian
depan kenyal , tidak ada
edema, membran mukosa
lembab , intake cairan
sesuai dengan usia dan
BB.
2. Output urin 1-2 ml/kg
BB/jam, ubun-ubun
datar, elektrolit ddarah
dalam batas normal.
1. Berikan terapi
intravena sesuai
dengan anjuran dan
berikan dosis
pemeliharaan, selain
itu berikan pula
tindakan-tindakan
pencegahan
2. Berikan susu dan
cairan intravena sesuai
kebutuhan.
3 Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
menghisap,
penurunan
motilitas usus.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
masalah gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh dapat teratasidengan
KH:
1. Klien
mendemonstrasikan
intake makanan yang
adekuat dan
metabolisme tubuh.
2. Intake makanan
1. Berikan cairan IV
dengan kandungan
glukosa sesuai
kebutuhan neonates
2. Mengidentifikasi factor
yang menyebabkan
sulit menelan
3. Rujuk kepada ahli diet
untuk membantu
memilih cairan yang