Laporan ini membahas sistem pencernaan dengan cholelitiasis di ruang bedah rumah sakit. Dokumen ini menjelaskan visi dan misi program studi keperawatan serta konsep dasar cholelitiasis termasuk anatomi, fisiologi, dan etiologi penyakit ini."
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi kolelitiasis atau batu empedu.
2. Terdapat tiga golongan batu empedu berdasarkan komposisi kimia dan gambaran makroskopiknya.
3. Faktor risiko terpenting pembentukan batu empedu adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi empedu
Dokumen tersebut membahas gangguan pada sistem ekskresi manusia seperti ginjal, hati, dan kulit. Pada ginjal dibahas gangguan seperti batu ginjal, nefritis, glukosuria, albuminuria, hematuria, dan gagal ginjal. Pada hati dibahas hepatitis, penyakit kuning, sirosis hati, perlemakan hati, kanker hati, dan koletasis. Pada kulit dibahas skabies, kurap, panu, dan biduran
Sistem pencernaan manusia dan hewan ruminansia meliputi saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus, sementara kelenjar pencernaan meliputi kelenjar ludah, lambung, hati, pankreas, dan usus. Sistem ini bekerja untuk memecah makanan menjadi molekul yang lebih kecil untuk diserap tubuh.
Dokumen tersebut membahas tentang anatomi, bagian-bagian, fungsi, dan penyakit-penyakit usus besar. Usus besar terdiri dari beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Ia memiliki empat lapisan dan berperan menyimpan eliminasi sisa makanan serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Beberapa penyakit yang dibahas adalah wasir,
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi kolelitiasis atau batu empedu.
2. Terdapat tiga golongan batu empedu berdasarkan komposisi kimia dan gambaran makroskopiknya.
3. Faktor risiko terpenting pembentukan batu empedu adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi empedu
Dokumen tersebut membahas gangguan pada sistem ekskresi manusia seperti ginjal, hati, dan kulit. Pada ginjal dibahas gangguan seperti batu ginjal, nefritis, glukosuria, albuminuria, hematuria, dan gagal ginjal. Pada hati dibahas hepatitis, penyakit kuning, sirosis hati, perlemakan hati, kanker hati, dan koletasis. Pada kulit dibahas skabies, kurap, panu, dan biduran
Sistem pencernaan manusia dan hewan ruminansia meliputi saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus, sementara kelenjar pencernaan meliputi kelenjar ludah, lambung, hati, pankreas, dan usus. Sistem ini bekerja untuk memecah makanan menjadi molekul yang lebih kecil untuk diserap tubuh.
Dokumen tersebut membahas tentang anatomi, bagian-bagian, fungsi, dan penyakit-penyakit usus besar. Usus besar terdiri dari beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Ia memiliki empat lapisan dan berperan menyimpan eliminasi sisa makanan serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Beberapa penyakit yang dibahas adalah wasir,
Teks ini membahas hubungan antara kadar bilirubin serum dengan bilirubinuria. Penelitian ini menganalisis 75 pasien dengan hasil positif bilirubinuria dan menemukan korelasi positif antara bilirubin serum dengan bilirubinuria. Namun, ditemukan pula hasil bilirubinuria positif palsu yang disebabkan oleh konsumsi obat tertentu.
Sistem pencernaan makanan manusia terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Setiap organ melakukan proses pencernaan secara mekanik dan kimiawi dengan bantuan enzim dan hormon.
1. Dokumen membahas tentang sistem ekskresi dan fungsi hati sebagai organ ekskresi.
2. Hati memiliki peran penting dalam mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dan merombak sel darah merah.
3. Penyakit-penyakit hati yang dijelaskan antara lain hepatitis, penyakit kuning, dan sirosis hati.
Organ utama yang berperan dalam eliminasi urine dan feses mencakup ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, usus besar, rectum dan anal kanal. Ganguan eliminasi dapat terjadi karena berbagai faktor seperti infeksi, gangguan organ, gaya hidup dan obat-obatan.
Hati merupakan organ penting yang melakukan banyak fungsi seperti membentuk sel darah merah baru, menetralisir racun, dan memproduksi empedu. Beberapa penyakit hati termasuk hepatitis yang disebabkan virus, dan sirosis hati yang disebabkan oleh alkohol berlebihan dan infeksi kronis.
Urolithiasis adalah batu yang terbentuk di saluran kemih mulai dari ginjal hingga uretra. Batu ini dapat terbentuk karena berbagai faktor seperti infeksi, dehidrasi, atau gangguan metabolisme. Penderita akan mengalami nyeri saat batu bergerak di saluran kemih."
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai anatomi dan fungsi-fungsi hati. Hati merupakan organ terpenting yang memiliki lebih dari 500 fungsi seperti menyaring darah, menyimpan energi dan vitamin, sebagai pabrik kimia tubuh, pembersih racun, dan penghasil empedu.
Dokumen tersebut membahas organ-organ pencernaan dan kelenjar pencernaan. Organ pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, lambung, usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar, rektum, dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah, lambung, usus, hati, dan pankreas.
Laporan kasus ini membahas pasien wanita berusia 62 tahun dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang didiagnosis menderita choledocolithiasis dan cholesistitis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan imaging. Pasien direncanakan untuk mendapatkan tindakan bedah.
Dokumen tersebut membahas tentang fungsi, proses, dan struktur sistem pencernaan manusia, mulai dari mulut hingga usus besar. Sistem pencernaan bertugas mencerna makanan menjadi nutrisi yang dapat diserap tubuh, melalui proses mekanik dan kimiawi oleh enzim-enzim pencernaan. Proses ini melibatkan berbagai organ seperti mulut, lambung, hati, pankreas, serta usus halus dan besar.
Dokumen tersebut membahas tentang fungsi, fisiologi, dan struktur sistem pencernaan manusia. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, hati, pankreas, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi menggunakan enzim yang dihasilkan oleh organ-organ tersebut hingga zat nutrisi dapat diserap tubuh.
Teks ini membahas hubungan antara kadar bilirubin serum dengan bilirubinuria. Penelitian ini menganalisis 75 pasien dengan hasil positif bilirubinuria dan menemukan korelasi positif antara bilirubin serum dengan bilirubinuria. Namun, ditemukan pula hasil bilirubinuria positif palsu yang disebabkan oleh konsumsi obat tertentu.
Sistem pencernaan makanan manusia terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Setiap organ melakukan proses pencernaan secara mekanik dan kimiawi dengan bantuan enzim dan hormon.
1. Dokumen membahas tentang sistem ekskresi dan fungsi hati sebagai organ ekskresi.
2. Hati memiliki peran penting dalam mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dan merombak sel darah merah.
3. Penyakit-penyakit hati yang dijelaskan antara lain hepatitis, penyakit kuning, dan sirosis hati.
Organ utama yang berperan dalam eliminasi urine dan feses mencakup ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, usus besar, rectum dan anal kanal. Ganguan eliminasi dapat terjadi karena berbagai faktor seperti infeksi, gangguan organ, gaya hidup dan obat-obatan.
Hati merupakan organ penting yang melakukan banyak fungsi seperti membentuk sel darah merah baru, menetralisir racun, dan memproduksi empedu. Beberapa penyakit hati termasuk hepatitis yang disebabkan virus, dan sirosis hati yang disebabkan oleh alkohol berlebihan dan infeksi kronis.
Urolithiasis adalah batu yang terbentuk di saluran kemih mulai dari ginjal hingga uretra. Batu ini dapat terbentuk karena berbagai faktor seperti infeksi, dehidrasi, atau gangguan metabolisme. Penderita akan mengalami nyeri saat batu bergerak di saluran kemih."
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai anatomi dan fungsi-fungsi hati. Hati merupakan organ terpenting yang memiliki lebih dari 500 fungsi seperti menyaring darah, menyimpan energi dan vitamin, sebagai pabrik kimia tubuh, pembersih racun, dan penghasil empedu.
Dokumen tersebut membahas organ-organ pencernaan dan kelenjar pencernaan. Organ pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, lambung, usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar, rektum, dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah, lambung, usus, hati, dan pankreas.
Laporan kasus ini membahas pasien wanita berusia 62 tahun dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang didiagnosis menderita choledocolithiasis dan cholesistitis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan imaging. Pasien direncanakan untuk mendapatkan tindakan bedah.
Dokumen tersebut membahas tentang fungsi, proses, dan struktur sistem pencernaan manusia, mulai dari mulut hingga usus besar. Sistem pencernaan bertugas mencerna makanan menjadi nutrisi yang dapat diserap tubuh, melalui proses mekanik dan kimiawi oleh enzim-enzim pencernaan. Proses ini melibatkan berbagai organ seperti mulut, lambung, hati, pankreas, serta usus halus dan besar.
Dokumen tersebut membahas tentang fungsi, fisiologi, dan struktur sistem pencernaan manusia. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, hati, pankreas, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi menggunakan enzim yang dihasilkan oleh organ-organ tersebut hingga zat nutrisi dapat diserap tubuh.
1. LAPORAN PENDAHULUAN
PADA SISTEM PENCERNAAN DENGAN CHOLELIALISIS
DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
DISUSUN OLEH:
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022/2023
2. VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional
3. HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN CHOLELIALISIS DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT
Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan Medikas Bedah (KMB)
Semester : 1 (Ganjil)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners
Pontianak, November 2022
Mahasiswa
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik/CI
4. BAB I
KONSEP DASAR
A.Konsep Dasar
1. Definisi
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi
kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan
kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia
yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan
berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono, 2014).
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu
yang penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi
beberapa faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
dan infeksi yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang
berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama
proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan
kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis
yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012).
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen
diantaranya empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium,
protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk
dalam kantung empedu terdiri dari unsur- unsur padat yang membentuk
cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak
dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada individu yang
memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu insiden cholelitiasis atau
batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki
penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahui akan tetapi
ada faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme,
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis
empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi
5. pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam
terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis
kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu
empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingterrodi,
atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung
empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi
bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu
empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul
akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya
cholelitiasis. (Haryono, 2012)
2. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
6. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang
terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada
permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah
tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
2) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning
keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel
hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat
esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu
berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan
kelenjar lipase dari pankreas.
7. b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali
ke hepar untuk digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan
feses berwarna kuning.
3) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian
bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung
empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang
dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat
masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot
kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga
empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus
koledukus(Syaifuddin, 2011).
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa.
Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di
dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke
dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang
terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk
8. dalam hati, terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam
empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam
keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas
yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan
penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam
lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung
empedu sebelum diskresi ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu
dalam keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong
empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu
sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum.
Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi
pada kandung empedu(Suratun, 2010).
3. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
a. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan
lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan
garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu
menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
b. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi
maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat
digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi
kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan
lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal
kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
c. Penurunan fungsi kandung empedu
9. Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu.
Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung
empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan
cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula
spinalis, penyakit kencing manis.
d. Substansia mucus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
e. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.
f.Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.
4. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah
sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu
dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
10. b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat,
karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini
cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan,
batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis
(batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk
bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses
presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.
1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
2) Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1
Batu
pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
11. 3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
5. Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira
80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu
sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan
terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
12. mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kaslium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam
kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas
kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
a. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa
empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat
waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal
mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi.
6. Manifestasi Klinis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar
ke punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
13. empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “clay colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
7. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal.
d. Kolesistektomi bersifat kuratif.
14. e. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat
segera.
f. Asimtomatik
g. Obstruksi duktus sistikus
h. Kolik bilier
i. Perikolesistitis
j. Peradangan pankreas (pankreatitis)
k. Perforasi
l. Kolesistitis kronis
m. Fistel kolesistoenterik
n. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut
(Sandra Amelia,2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab
gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami
cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
15. pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung
empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam
eksofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memingkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil
empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
g. Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol.
2) Kenaikan fosfolipid.
3) Penurunan ester kolesterol.
4) Kenaikan protrombin serum time.
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
6) Penurunan urobilirubin.
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu).
16. 8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
9. Penalaksanaan Medis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi :
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
kolestrol diameternya <20mm dan batu <4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk
batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan
batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan
batu dengan gelombang suara.
4) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
a) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
17. d) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
e) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
5) Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan
yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan
dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari
2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (210mm)
sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
cara mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara
membuka dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan
standar terbaik untuk penanganan klien dengan kolelitiasis
sitomatik.
19. BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada
dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015).
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
(1)Keadaan Umum :
20. (2)Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
(3)Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
(4)Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
(5)Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
e. Pola aktivtas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati.
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
B. Diagnosa keperawatan
Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan ca buli (SDKI 2017)
1. Nyeri Akut (D.0077)
a. Penyebab
1) Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma)
2) Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll)
2. Resiko Infeksi (D.0142)
a. Faktor Resiko
1) Penyakit kronis
21. 2) Efek prosedur infasiv
3) Malnutrisi
4) Peningkatan papara organisasi patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
3. Gangguan mobilitas fisik D.0054
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara
mandiri.
b. Penyebab
Nyeri
c. Batasan karakteristik
1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan
mobilitas fisik antara lain:
a) Subjektif : 1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas
b) Objektif : 1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak menurun
2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan
mobilitas fisik antara lain:
a) Subjektif : 1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat Bergerak
b) Objektif : 1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik Lemah
C. Perencanaan (Luaran keperawatan yang diharapkan pada kasus)
Berikut ini adalah beberapa luaran eperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan ca buli (SLKI 2017)
1. D.0077 - Nyeri Akut
Diharapkan tingkat nyeri menurun kriteria hasil:
a. Kemampuan menuntaskan aktifvitas meningkat
22. b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun
h. Berfokus pada diri sendiri menurun
i. Diaforesis menurun
j. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
k. Anoreksi menurun
2. D.0142 - Resiko Infeksi
Diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :
a. Kebersihan tangan meningkat
b. Kebersihan badan meningkat
c. Demam menurun
d. Kemerahan menurun
e. Nyeri menurun
f. Bengkak menurun
g. Vesikel menurun
h. Cairan berbau busuk menurun
i. Sputum bewarnahijau menurun
j. Drainase purulen menurun
3. Gangguan mobilitas fisik D.0054
Diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun
e. Keemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan tidak terkoordinai menurun
h. Gerakan terbatas menurun
i. Kelemahan fisik menurun
23. D. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI)
1 D.0077 - Nyeri Akut
Penyebab
a. Agen cidera fisilogis
(mis. Inflamasi, Iskemia,
Neoplasma)
b. Agen cidera kimiawi
(mis. Terbakar, bahan
kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik
(mis. Abses, amputasi,
terbakar, terpotong dll)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun kriteria hasil:
a. Kemampuan menuntaskan
aktifvitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun
h. Berfokus pada diri sendiri menurun
i. Diaforesis menurun
j. Perasaan takut mengalami cedera
berulang menurun
Anoreksi menurun
1. Manajemen Nyeri (I. 08238)
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
24. a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
25. a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
a.Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
b.Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau
bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
26. c.Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
d.Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic
dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
a.Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2 D.0142 - Resiko Infeksi
Faktor Resiko
a. Penyakit kronis
b. Efek prosedur infasiv
c. Malnutrisi
d. Peningkatan papara
organisasi patogen
lingkungan
e. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil :
a. Kebersihan tangan meningkat
b. Kebersihan badan meningkat
c. Demam menurun
d. Kemerahan menurun
e. Nyeri menurun
f. Bengkak menurun
g. Vesikel menurun
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
a. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
b. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
c. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
pelayanan kesehatan
Terapeutik
a. Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
27. f. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder
h. Cairan berbau busuk menurun
i. Sputum bewarnahijau menurun
j. Drainase purulen menurun
anterolateral
b. Dokumentasikan informasi vaksinasi
c. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang
tepat
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal
dan efek samping
b. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
c. Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
d. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan vaksin gratis
3 Gangguan Mobilitas Fisik
–D. 0054
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat
Observasi :
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
28. Penyebab
a. Kerusakan integritas
struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendai otot
e. Penurunan kekuatan
otot
f. Penurunan massa otot
g. Keterlambatan
perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan
muskuloskeletal
l. Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75
sesuai usia
mobilitas fisik meningkat dengan
kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun
e. Keemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan tidak terkoordinai
menurun
h. Gerakan terbatas menurun
i. Kelemahan fisik menurun
sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan
29. m. Efek agen farmakologis
n. Program pembatasan
gerak
o. Nyeri
p. Kurang terpapar tentang
aktivitas fisik
q. Kecemasan
r. Gangguan kognitif
s. Keengganan melakukan
pergerakan
t. Gangguan
sensoripersepsi
1.
30. E. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu
mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang
spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Harahap, 2019)
F. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
32. Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan
oleh dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani. Laparatomi merupakan salah satu prosedur
pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisanlapisan dinding
abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Menurut WHO dikutip dari
Prawirohardjo (2009). pasien laparatomi tiap tahunnya meningkat 15%.
Sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010, tindakan bedah laparatomi mencapai 32% dengan
menempati urutan ke 11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se
Indonesia. Setiap pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma
bagi pasien. Salah satu yang sering dikeluhkan klien adalah nyeri. Nyeri yang
ditimbulkan oleh operasi biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan
(Perry & Potter 2010). Nyeri merupakan masalah utama dalam perawatan paska
operasi dimana nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang timbul
bila ada kerusakan jaringan dan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton,1997 dikutip dari DepKes RI, 2009).
Sedangkan menurut International for the Study of Pain (1990 dikutip
dalam Oman, 2008) nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Smeltzer &
Bare, 2010). Nyeri pada laparatomi merupakan nyeri akut yang memiliki awitan
cepat dan berlangsung dalam waktu singkat yang terjadi karena adanya luka insisi
bekas pembedahan yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator
kimia nyeri (Potter & Perry, 2010). Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran
pasien kembali penuh dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya
pengaruh anestesi. Nyeri pada laparatomi sering ditemukan dalam tingkat nyeri
berat dan sedang karena rusaknya integument, jaringan otot, vascular dan
menimbulkan efek nyeri yang lebih lama pada masa pemulihan.
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang
tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya terbatas
pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan
tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi ( Smeltzer &
33. Bare, 2010). Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat
dan dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung
lama (Smeltzer & Bare, 2010).
Pemberian analgetik dan obat tidur bisa juga diberikan untuk mengurangi
nyeri. Namun pemakaian yang berlebihan mempunyai efek samping kecanduan
dan dapat membahayakan pemakainya bila over dosis. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter
& Perry, 2010). Sekarang telah banyak dikembangkan intervensi keperawatan
yang dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri paska operasi seperti teknik
relaksasi dan distraksi. Teknik relaksasi bertujuan untuk memberikan rasa nyaman
dan rileks pada pasien, dapat mengurangi intensitas nyeri, serta dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah . Sedangkan
distraksi merupakan teknik memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri dan merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik
kognitif efektif lainnya. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang di tranmisikan ke otak (Smeltzer & Bare, 2010).
Terapi relaksasi merupakan suatu teknik yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia dan efektif dalam mengatasi nyeri akut terutama rasa nyeri akibat
prosedur diagnostik dan pembedahan. Biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit
pelatihan sebelum pasien dapt meminimalkan nyeri secara efektif. Dimana tujuan
pokok dari relaksasi adalah membantu pasien menjadi rileks dan memperbaiki
berbagai aspek kesehatan fisik. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu
untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri dan yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri paska operasi. Ini
disebabkan oleh karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri paska
operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar
efektif. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Roykulcharoen and Good
(2004) terhadap pengaruh teknik relaksasi sistematis yang merupakan kombinasi
dari distraksi dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot progresif,
autogenic dan nafas dalam yang dilakukan pada pasien paska pembedahan
abdomen melaporkan bahwa teknik relaksasi tersebut efektif dalam penurunan
34. nyeri pada pasien paska pembedahan abdomen. Dimana dilakukan dengan posisi
nyaman ditempat tidur dan mata tertutup serta fokus pada sensasi yang bisa
menimbulkan relaksasi, dilakukan setelah pembedahan dengan durasi 15 menit
setelah masa pemulihan disaat ambulasi pertama kali. (Loei, 2009 dikutip dari
Perry & Potter 2010) mengatakan bahwa didalam tubuh manusia mempunyai
analgesic natural yaiti endhorphin. Endorphin adalah neuro hormone yang
berkaitan dengan sensasi yang menyenangkan. Saat endorphin dikeluarkan oleh
otak dapat mengurangi nyeri dan mengaktifkan system parasimpatik untuk
relaksasi tubuh dan menurunkan tekanan darah, respirasi dan nadi. Salah satu
intervensi mandiri perawat yang dapat mengaktifkan system parasimpatik oleh
otak yaitu dengan teknik relaksasi lima jari. Dimana relaksasi lima jari ini suatu
proses yang menggunakan fikiran dengan menggerakkan tubuh untuk
menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi
dalam tubuh yang melibatkan semua indera meliputi sentuhan, penciuman,
penglihatan, dan pendengaran.
35. DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi.
Jakarta : Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu
Empedu pada Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran
Unpad-Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis
disease in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian
Dharma Agung (J-DA). Medan.http://repository.maran atha.edu/
12708/10/1110127 Journal.pdfdiakses pada tanggal 20 juli 2019.
Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23,
No.63 Juli-September 2017)Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika. Shigemi
Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather
Herdman,
PhD,RN,FNI (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2018-2020. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses – proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan
Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
(Nurarif & Kusuma, 2016). (2013). Journal of Chemical Information and
Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004
Djumhana,2010. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom
Mirizzi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit
Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi,
1-18
Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
36. Fernando Sipayung (2018). Asuhan Keperawatan Tn.R : Kurang
Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi Penanganan Kolelitiasis Di
Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Advent Bandung
https://www.academia.edu/41597680/Grandcase_Colelitiasis
Diakses tanggal 01 mei 2020
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
Ratmiani (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang
Mengalami Post Op Cholelitiasis Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Di Ruang Perawatan
Garuda Rumah Sakit Bhayangkara Makassar
https://www.google.com/search?safe=strict&q=Ratmiati+(2019).+
Asuhan+K
eperawatan+Pada+Klien+Ny.J+Yang+Mengalami+Post+Op+Cholelitiasis
+D
engan+Masalah+Keperawatan+Nyeri+Di+Ruang+Perawatan+Garuda+Ru
ma
h+Sakit+Bhayangkara+Makassar&spell=1&sa=X&ved=2ahUKEwi7wcT
37 OfpAhXu6nMBHWfrBNEQBSgAegQIDBAp&biw=1242&bih=524
Diakses tanggal 01 mei 2020
Tjokropawiro, 2012. (2015). Analisis Praktik. Juliana Br Sembiring, FIK
UI, 2015
Wibowo. (2010). Journal Of Chemical
Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.00