SlideShare a Scribd company logo
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA SISTEM PENCERNAAN DENGAN CHOLELIALISIS
DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
DISUSUN OLEH:
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022/2023
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN CHOLELIALISIS DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT
Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan Medikas Bedah (KMB)
Semester : 1 (Ganjil)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners
Pontianak, November 2022
Mahasiswa
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik/CI
BAB I
KONSEP DASAR
A.Konsep Dasar
1. Definisi
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi
kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan
kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia
yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan
berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono, 2014).
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu
yang penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi
beberapa faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
dan infeksi yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang
berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama
proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan
kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis
yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012).
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen
diantaranya empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium,
protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk
dalam kantung empedu terdiri dari unsur- unsur padat yang membentuk
cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak
dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada individu yang
memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu insiden cholelitiasis atau
batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki
penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahui akan tetapi
ada faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme,
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis
empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi
pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam
terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis
kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu
empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingterrodi,
atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung
empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi
bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu
empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul
akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya
cholelitiasis. (Haryono, 2012)
2. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang
terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada
permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah
tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
2) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning
keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel
hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat
esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu
berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan
kelenjar lipase dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali
ke hepar untuk digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan
feses berwarna kuning.
3) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian
bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung
empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang
dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat
masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot
kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga
empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus
koledukus(Syaifuddin, 2011).
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa.
Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di
dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke
dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang
terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk
dalam hati, terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam
empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam
keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas
yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan
penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam
lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung
empedu sebelum diskresi ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu
dalam keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong
empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu
sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum.
Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi
pada kandung empedu(Suratun, 2010).
3. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
a. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan
lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan
garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu
menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
b. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi
maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat
digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi
kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan
lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal
kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
c. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu.
Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung
empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan
cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula
spinalis, penyakit kencing manis.
d. Substansia mucus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
e. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.
f.Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.
4. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah
sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu
dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat,
karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini
cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan,
batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis
(batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk
bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses
presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.
1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
2) Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1
Batu
pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
5. Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira
80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu
sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan
terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kaslium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam
kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas
kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
a. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa
empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat
waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal
mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi.
6. Manifestasi Klinis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar
ke punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “clay colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
7. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal.
d. Kolesistektomi bersifat kuratif.
e. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat
segera.
f. Asimtomatik
g. Obstruksi duktus sistikus
h. Kolik bilier
i. Perikolesistitis
j. Peradangan pankreas (pankreatitis)
k. Perforasi
l. Kolesistitis kronis
m. Fistel kolesistoenterik
n. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut
(Sandra Amelia,2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab
gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami
cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung
empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam
eksofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memingkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil
empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
g. Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol.
2) Kenaikan fosfolipid.
3) Penurunan ester kolesterol.
4) Kenaikan protrombin serum time.
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
6) Penurunan urobilirubin.
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu).
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
9. Penalaksanaan Medis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi :
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
kolestrol diameternya <20mm dan batu <4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk
batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan
batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan
batu dengan gelombang suara.
4) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
a) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
d) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
e) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
5) Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan
yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan
dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari
2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (210mm)
sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
cara mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara
membuka dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan
standar terbaik untuk penanganan klien dengan kolelitiasis
sitomatik.
BAB II
WEB OF CAUSATION (WOC)
A. Web Of Causation
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada
dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015).
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
(1)Keadaan Umum :
(2)Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
(3)Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
(4)Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
(5)Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
e. Pola aktivtas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati.
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
B. Diagnosa keperawatan
Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan ca buli (SDKI 2017)
1. Nyeri Akut (D.0077)
a. Penyebab
1) Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma)
2) Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll)
2. Resiko Infeksi (D.0142)
a. Faktor Resiko
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur infasiv
3) Malnutrisi
4) Peningkatan papara organisasi patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
3. Gangguan mobilitas fisik D.0054
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara
mandiri.
b. Penyebab
Nyeri
c. Batasan karakteristik
1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan
mobilitas fisik antara lain:
a) Subjektif : 1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas
b) Objektif : 1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak menurun
2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan
mobilitas fisik antara lain:
a) Subjektif : 1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat Bergerak
b) Objektif : 1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik Lemah
C. Perencanaan (Luaran keperawatan yang diharapkan pada kasus)
Berikut ini adalah beberapa luaran eperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan ca buli (SLKI 2017)
1. D.0077 - Nyeri Akut
Diharapkan tingkat nyeri menurun kriteria hasil:
a. Kemampuan menuntaskan aktifvitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun
h. Berfokus pada diri sendiri menurun
i. Diaforesis menurun
j. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
k. Anoreksi menurun
2. D.0142 - Resiko Infeksi
Diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :
a. Kebersihan tangan meningkat
b. Kebersihan badan meningkat
c. Demam menurun
d. Kemerahan menurun
e. Nyeri menurun
f. Bengkak menurun
g. Vesikel menurun
h. Cairan berbau busuk menurun
i. Sputum bewarnahijau menurun
j. Drainase purulen menurun
3. Gangguan mobilitas fisik D.0054
Diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun
e. Keemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan tidak terkoordinai menurun
h. Gerakan terbatas menurun
i. Kelemahan fisik menurun
D. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI)
1 D.0077 - Nyeri Akut
Penyebab
a. Agen cidera fisilogis
(mis. Inflamasi, Iskemia,
Neoplasma)
b. Agen cidera kimiawi
(mis. Terbakar, bahan
kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik
(mis. Abses, amputasi,
terbakar, terpotong dll)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun kriteria hasil:
a. Kemampuan menuntaskan
aktifvitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun
h. Berfokus pada diri sendiri menurun
i. Diaforesis menurun
j. Perasaan takut mengalami cedera
berulang menurun
Anoreksi menurun
1. Manajemen Nyeri (I. 08238)
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
a.Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
b.Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau
bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
c.Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
d.Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic
dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
a.Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2 D.0142 - Resiko Infeksi
Faktor Resiko
a. Penyakit kronis
b. Efek prosedur infasiv
c. Malnutrisi
d. Peningkatan papara
organisasi patogen
lingkungan
e. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil :
a. Kebersihan tangan meningkat
b. Kebersihan badan meningkat
c. Demam menurun
d. Kemerahan menurun
e. Nyeri menurun
f. Bengkak menurun
g. Vesikel menurun
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
a. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
b. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
c. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
pelayanan kesehatan
Terapeutik
a. Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
f. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder
h. Cairan berbau busuk menurun
i. Sputum bewarnahijau menurun
j. Drainase purulen menurun
anterolateral
b. Dokumentasikan informasi vaksinasi
c. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang
tepat
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal
dan efek samping
b. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
c. Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
d. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan vaksin gratis
3 Gangguan Mobilitas Fisik
–D. 0054
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat
Observasi :
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
Penyebab
a. Kerusakan integritas
struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendai otot
e. Penurunan kekuatan
otot
f. Penurunan massa otot
g. Keterlambatan
perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan
muskuloskeletal
l. Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75
sesuai usia
mobilitas fisik meningkat dengan
kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun
e. Keemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan tidak terkoordinai
menurun
h. Gerakan terbatas menurun
i. Kelemahan fisik menurun
sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan
m. Efek agen farmakologis
n. Program pembatasan
gerak
o. Nyeri
p. Kurang terpapar tentang
aktivitas fisik
q. Kecemasan
r. Gangguan kognitif
s. Keengganan melakukan
pergerakan
t. Gangguan
sensoripersepsi
1.
E. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu
mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang
spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Harahap, 2019)
F. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
G. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan
Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan
oleh dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani. Laparatomi merupakan salah satu prosedur
pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisanlapisan dinding
abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Menurut WHO dikutip dari
Prawirohardjo (2009). pasien laparatomi tiap tahunnya meningkat 15%.
Sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010, tindakan bedah laparatomi mencapai 32% dengan
menempati urutan ke 11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se
Indonesia. Setiap pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma
bagi pasien. Salah satu yang sering dikeluhkan klien adalah nyeri. Nyeri yang
ditimbulkan oleh operasi biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan
(Perry & Potter 2010). Nyeri merupakan masalah utama dalam perawatan paska
operasi dimana nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang timbul
bila ada kerusakan jaringan dan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton,1997 dikutip dari DepKes RI, 2009).
Sedangkan menurut International for the Study of Pain (1990 dikutip
dalam Oman, 2008) nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Smeltzer &
Bare, 2010). Nyeri pada laparatomi merupakan nyeri akut yang memiliki awitan
cepat dan berlangsung dalam waktu singkat yang terjadi karena adanya luka insisi
bekas pembedahan yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator
kimia nyeri (Potter & Perry, 2010). Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran
pasien kembali penuh dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya
pengaruh anestesi. Nyeri pada laparatomi sering ditemukan dalam tingkat nyeri
berat dan sedang karena rusaknya integument, jaringan otot, vascular dan
menimbulkan efek nyeri yang lebih lama pada masa pemulihan.
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang
tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya terbatas
pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan
tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi ( Smeltzer &
Bare, 2010). Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat
dan dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung
lama (Smeltzer & Bare, 2010).
Pemberian analgetik dan obat tidur bisa juga diberikan untuk mengurangi
nyeri. Namun pemakaian yang berlebihan mempunyai efek samping kecanduan
dan dapat membahayakan pemakainya bila over dosis. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter
& Perry, 2010). Sekarang telah banyak dikembangkan intervensi keperawatan
yang dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri paska operasi seperti teknik
relaksasi dan distraksi. Teknik relaksasi bertujuan untuk memberikan rasa nyaman
dan rileks pada pasien, dapat mengurangi intensitas nyeri, serta dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah . Sedangkan
distraksi merupakan teknik memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri dan merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik
kognitif efektif lainnya. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang di tranmisikan ke otak (Smeltzer & Bare, 2010).
Terapi relaksasi merupakan suatu teknik yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia dan efektif dalam mengatasi nyeri akut terutama rasa nyeri akibat
prosedur diagnostik dan pembedahan. Biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit
pelatihan sebelum pasien dapt meminimalkan nyeri secara efektif. Dimana tujuan
pokok dari relaksasi adalah membantu pasien menjadi rileks dan memperbaiki
berbagai aspek kesehatan fisik. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu
untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri dan yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri paska operasi. Ini
disebabkan oleh karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri paska
operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar
efektif. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Roykulcharoen and Good
(2004) terhadap pengaruh teknik relaksasi sistematis yang merupakan kombinasi
dari distraksi dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot progresif,
autogenic dan nafas dalam yang dilakukan pada pasien paska pembedahan
abdomen melaporkan bahwa teknik relaksasi tersebut efektif dalam penurunan
nyeri pada pasien paska pembedahan abdomen. Dimana dilakukan dengan posisi
nyaman ditempat tidur dan mata tertutup serta fokus pada sensasi yang bisa
menimbulkan relaksasi, dilakukan setelah pembedahan dengan durasi 15 menit
setelah masa pemulihan disaat ambulasi pertama kali. (Loei, 2009 dikutip dari
Perry & Potter 2010) mengatakan bahwa didalam tubuh manusia mempunyai
analgesic natural yaiti endhorphin. Endorphin adalah neuro hormone yang
berkaitan dengan sensasi yang menyenangkan. Saat endorphin dikeluarkan oleh
otak dapat mengurangi nyeri dan mengaktifkan system parasimpatik untuk
relaksasi tubuh dan menurunkan tekanan darah, respirasi dan nadi. Salah satu
intervensi mandiri perawat yang dapat mengaktifkan system parasimpatik oleh
otak yaitu dengan teknik relaksasi lima jari. Dimana relaksasi lima jari ini suatu
proses yang menggunakan fikiran dengan menggerakkan tubuh untuk
menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi
dalam tubuh yang melibatkan semua indera meliputi sentuhan, penciuman,
penglihatan, dan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi.
Jakarta : Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu
Empedu pada Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran
Unpad-Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis
disease in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian
Dharma Agung (J-DA). Medan.http://repository.maran atha.edu/
12708/10/1110127 Journal.pdfdiakses pada tanggal 20 juli 2019.
Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23,
No.63 Juli-September 2017)Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika. Shigemi
Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather
Herdman,
PhD,RN,FNI (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2018-2020. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses – proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan
Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
(Nurarif & Kusuma, 2016). (2013). Journal of Chemical Information and
Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004
Djumhana,2010. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom
Mirizzi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit
Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi,
1-18
Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Fernando Sipayung (2018). Asuhan Keperawatan Tn.R : Kurang
Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi Penanganan Kolelitiasis Di
Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Advent Bandung
https://www.academia.edu/41597680/Grandcase_Colelitiasis
Diakses tanggal 01 mei 2020
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
Ratmiani (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang
Mengalami Post Op Cholelitiasis Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Di Ruang Perawatan
Garuda Rumah Sakit Bhayangkara Makassar
https://www.google.com/search?safe=strict&q=Ratmiati+(2019).+
Asuhan+K
eperawatan+Pada+Klien+Ny.J+Yang+Mengalami+Post+Op+Cholelitiasis
+D
engan+Masalah+Keperawatan+Nyeri+Di+Ruang+Perawatan+Garuda+Ru
ma
h+Sakit+Bhayangkara+Makassar&spell=1&sa=X&ved=2ahUKEwi7wcT
37 OfpAhXu6nMBHWfrBNEQBSgAegQIDBAp&biw=1242&bih=524
Diakses tanggal 01 mei 2020
Tjokropawiro, 2012. (2015). Analisis Praktik. Juliana Br Sembiring, FIK
UI, 2015
Wibowo. (2010). Journal Of Chemical
Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.00
1
17

More Related Content

Similar to LP CHOLELIALITIASIS.doc

Pola hubungan antara kadar bilirubin serum
Pola hubungan antara kadar bilirubin serumPola hubungan antara kadar bilirubin serum
Pola hubungan antara kadar bilirubin serum
Nugroho Tristyanto
 
NAQIA FEBRIANI (3).docx
NAQIA FEBRIANI (3).docxNAQIA FEBRIANI (3).docx
NAQIA FEBRIANI (3).docx
SaniaJunianti
 
kel 4 sman12 mdn
kel 4 sman12 mdnkel 4 sman12 mdn
Sistem ekskresi
Sistem ekskresiSistem ekskresi
Sistem ekskresi
Ayu Octafany
 
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan Kebutuhan EliminasiPemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
pjj_kemenkes
 
Sistem ekskresi pada HATI
Sistem ekskresi pada HATISistem ekskresi pada HATI
Sistem ekskresi pada HATI
Gian Angelo
 
Diet penyakit kantung empedu
Diet penyakit kantung empeduDiet penyakit kantung empedu
Diet penyakit kantung empeduwokwok
 
Askep urolitiasis
Askep urolitiasisAskep urolitiasis
Askep urolitiasis
Avc Subang
 
Organ Hati
Organ HatiOrgan Hati
Organ Hati
97vania
 
Lapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasisLapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasis
Galuh Putra
 
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptxPPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
Aminah374844
 
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptxLapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
syahda nabilla
 
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
susinuryani33
 
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.pptfdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
IqbalRifai9
 
PPT Sistem Pencernaan.pptx
PPT Sistem Pencernaan.pptxPPT Sistem Pencernaan.pptx
PPT Sistem Pencernaan.pptx
YonandaTarigan
 
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptxPPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
YonandaTarigan
 
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptxFisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
SusanFitriaCandradew
 
1454671299.pptx
1454671299.pptx1454671299.pptx
1454671299.pptx
UjuSuli
 
Laporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaLaporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaCha Cha
 

Similar to LP CHOLELIALITIASIS.doc (20)

Pola hubungan antara kadar bilirubin serum
Pola hubungan antara kadar bilirubin serumPola hubungan antara kadar bilirubin serum
Pola hubungan antara kadar bilirubin serum
 
NAQIA FEBRIANI (3).docx
NAQIA FEBRIANI (3).docxNAQIA FEBRIANI (3).docx
NAQIA FEBRIANI (3).docx
 
kel 4 sman12 mdn
kel 4 sman12 mdnkel 4 sman12 mdn
kel 4 sman12 mdn
 
Sistem ekskresi
Sistem ekskresiSistem ekskresi
Sistem ekskresi
 
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan Kebutuhan EliminasiPemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
 
Sistem ekskresi pada HATI
Sistem ekskresi pada HATISistem ekskresi pada HATI
Sistem ekskresi pada HATI
 
Diet penyakit kantung empedu
Diet penyakit kantung empeduDiet penyakit kantung empedu
Diet penyakit kantung empedu
 
Askep urolitiasis
Askep urolitiasisAskep urolitiasis
Askep urolitiasis
 
Organ Hati
Organ HatiOrgan Hati
Organ Hati
 
Lapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasisLapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasis
 
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptxPPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
PPT_KLPOK_3_ON_2.pptx
 
Makalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikumMakalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikum
 
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptxLapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
 
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
285443489-mind-map-sistem-pencernaan-makanan.pptx
 
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.pptfdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
fdokumen.com_anatomi-dan-fisiologi-sistem-hepatobilier.ppt
 
PPT Sistem Pencernaan.pptx
PPT Sistem Pencernaan.pptxPPT Sistem Pencernaan.pptx
PPT Sistem Pencernaan.pptx
 
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptxPPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
PPT Sistem Pencernaan Pertemuan 1.pptx
 
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptxFisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
Fisiologi Ginjal dan saluran kemih.pptx
 
1454671299.pptx
1454671299.pptx1454671299.pptx
1454671299.pptx
 
Laporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaLaporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan gea
 

Recently uploaded

ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
zalfazulfa174
 
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docxASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
zalfazulfa174
 
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
Hamzi Hadi
 
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdfUPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
meiliska
 
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptxMateri 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
puskesmasmaskendaga
 
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptxPPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
nugrohoadhi239
 
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
lindaWijayanti3
 
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis LateralisLaporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
nuradzhani
 
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptxPERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
amallia7
 
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGICONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
YuhansyahYuhansyah
 
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
indahnaaa2107
 
laporan kasus low back pain radikulopati
laporan kasus low back pain radikulopatilaporan kasus low back pain radikulopati
laporan kasus low back pain radikulopati
AdindaGupita
 
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
Riska730198
 
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatanCara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
JacquelynKelly4
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdfdr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
yainpanggalo4
 
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY IITUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
Riska730198
 
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAntraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
hidnisa
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
haniekusuma
 
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASIPOWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
ssusera77eaf
 

Recently uploaded (20)

ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
 
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docxASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP Pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
 
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
 
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdfUPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
 
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptxMateri 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
Materi 1 Kegawatdaruratan Psikiatri.pptx
 
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptxPPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
 
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
Transformasi Sistem Kesehatan dan Kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Pri...
 
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis LateralisLaporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
 
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptxPERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
 
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGICONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
CONTOH OBAT ANTIBIOTIK KELOMPOK 1 MATA KULIAH FARMAKOLOGI
 
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
1. Obat Sistem Pencernaan.pptx obat sistem
 
laporan kasus low back pain radikulopati
laporan kasus low back pain radikulopatilaporan kasus low back pain radikulopati
laporan kasus low back pain radikulopati
 
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGI(PADATAN)
 
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatanCara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdfdr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
 
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY IITUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
TUGAS MAKALAH FARMASI FISIKA RHEOLOGY II
 
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAntraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
 
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASIPOWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
POWER POINT TEORI KONSELING OBAT FARMASI
 

LP CHOLELIALITIASIS.doc

  • 1. LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM PENCERNAAN DENGAN CHOLELIALISIS DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) DISUSUN OLEH: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK PRODI PROFESI NERS TAHUN 2022/2023
  • 2. VISI DAN MISI PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK VISI "Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional Tahun 2020" MISI 1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Kompetensi. 2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Penelitian. 3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna. 4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri, Transparan dan Akuntabel. 5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional
  • 3. HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CHOLELIALISIS DI RUANG BEDAH DI RUMAH SAKIT Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan Medikas Bedah (KMB) Semester : 1 (Ganjil) Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak Prodi : Profesi Ners Pontianak, November 2022 Mahasiswa Mengetahui, Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik/CI
  • 4. BAB I KONSEP DASAR A.Konsep Dasar 1. Definisi Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono, 2014). Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012). Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi
  • 5. pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis. (Haryono, 2012) 2. Anatomi Fisiologi Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Kandung Empedu Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
  • 6. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011). a. Anatomi kandung empedu 1) Struktur empedu Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati. Empedu terdiri dari: a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi rawan ujung kosta IX kanan. b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri. c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk doktus koledukus. 2) Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Unsur-unsur cairan empedu: a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas.
  • 7. b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk digynakan ulang. c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai fungsi dalam proses pencernaan. d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin, merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses berwarna kuning. 3) Saluran empedu Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus koledukus(Syaifuddin, 2011). b. Fisiologi empedu Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi. Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk
  • 8. dalam hati, terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan. Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu(Suratun, 2010). 3. Etiologi Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu: a. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol). b. Pembentukan inti kolesterol Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid, garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan. c. Penurunan fungsi kandung empedu
  • 9. Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis, penyakit kencing manis. d. Substansia mucus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu. e. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin glukorunid. f.Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan pembentukan batu. 4. Klasifikasi Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah sebagai berikut: a. Batu kolestrol Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
  • 10. b. Batu pigmen Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier. 1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B- glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
  • 11. 3) Batu campuran Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol. 5. Patofisiologi Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
  • 12. mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kaslium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung empedu. a. Batu kolesterol Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama: 1) Supersaturasi kolesterol 2) Hipomotilitas kandung empedu 3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi. 6. Manifestasi Klinis Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah : a. Sebagian bersifat asimtomatik b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke punggung atau region bahu kanan c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten d. Mual dan muntah serta demam e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
  • 13. empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored” g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. 7. Komplikasi Adapun jenis komplikasi sebagai berikut: a. Kolesistis Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu. b. Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu. c. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. d. Kolesistektomi bersifat kuratif.
  • 14. e. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera. f. Asimtomatik g. Obstruksi duktus sistikus h. Kolik bilier i. Perikolesistitis j. Peradangan pankreas (pankreatitis) k. Perforasi l. Kolesistitis kronis m. Fistel kolesistoenterik n. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi) 8. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut (Sandra Amelia,2013) adalah: a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X. b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
  • 15. pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam eksofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memingkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu. e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. g. Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal. h. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kenaikan serum kolesterol. 2) Kenaikan fosfolipid. 3) Penurunan ester kolesterol. 4) Kenaikan protrombin serum time. 5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl). 6) Penurunan urobilirubin. 7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu).
  • 16. 8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml). 9. Penalaksanaan Medis Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis meliputi : a. Penanganan Non bedah 1) Disolusi Medis Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten. 2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser. 3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu dengan gelombang suara. 4) Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen terapi : a) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein b) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. c) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
  • 17. d) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. e) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati). 5) Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. b. Penanganan bedah 1) Kolesistektomi laparaskopik Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (210mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal. 2) Kolesistektomi terbuka Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.
  • 18. BAB II WEB OF CAUSATION (WOC) A. Web Of Causation
  • 19. BAB III PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian a. Identitas pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015). b. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah. c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut. 2) Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya. 3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram) Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga. d. Pemeriksaan fisik (1)Keadaan Umum :
  • 20. (2)Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien. (3)Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien. (4)Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi. (5)Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu. e. Pola aktivtas 1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan 2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest 3) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati. 4) Aspek penunjang a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat) b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter. B. Diagnosa keperawatan Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ca buli (SDKI 2017) 1. Nyeri Akut (D.0077) a. Penyebab 1) Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma) 2) Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan) 3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll) 2. Resiko Infeksi (D.0142) a. Faktor Resiko 1) Penyakit kronis
  • 21. 2) Efek prosedur infasiv 3) Malnutrisi 4) Peningkatan papara organisasi patogen lingkungan 5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer 6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder 3. Gangguan mobilitas fisik D.0054 a. Definisi Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara mandiri. b. Penyebab Nyeri c. Batasan karakteristik 1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan mobilitas fisik antara lain: a) Subjektif : 1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas b) Objektif : 1. Kekuatan otot menurun 2. Rentang gerak menurun 2) Data minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan mobilitas fisik antara lain: a) Subjektif : 1. Nyeri saat bergerak 2. Enggan melakukan pergerakan 3. Merasa cemas saat Bergerak b) Objektif : 1. Sendi kaku 2. Gerakan tidak terkoordinasi 3. Gerakan terbatas 4. Fisik Lemah C. Perencanaan (Luaran keperawatan yang diharapkan pada kasus) Berikut ini adalah beberapa luaran eperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ca buli (SLKI 2017) 1. D.0077 - Nyeri Akut Diharapkan tingkat nyeri menurun kriteria hasil: a. Kemampuan menuntaskan aktifvitas meningkat
  • 22. b. Keluhan nyeri menurun c. Meringis menurun d. Sikap protektif menurun e. Gelisah menurun f. Kesulitan tidur menurun g. Menarik diri menurun h. Berfokus pada diri sendiri menurun i. Diaforesis menurun j. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun k. Anoreksi menurun 2. D.0142 - Resiko Infeksi Diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil : a. Kebersihan tangan meningkat b. Kebersihan badan meningkat c. Demam menurun d. Kemerahan menurun e. Nyeri menurun f. Bengkak menurun g. Vesikel menurun h. Cairan berbau busuk menurun i. Sputum bewarnahijau menurun j. Drainase purulen menurun 3. Gangguan mobilitas fisik D.0054 Diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil : a. Pergerakan ekstremitas meningkat b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak (ROM) meningkat d. Nyeri menurun e. Keemasan menurun f. Kaku sendi menurun g. Gerakan tidak terkoordinai menurun h. Gerakan terbatas menurun i. Kelemahan fisik menurun
  • 23. D. Intervensi keperawatan No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI) 1 D.0077 - Nyeri Akut Penyebab a. Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma) b. Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan) c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun kriteria hasil: a. Kemampuan menuntaskan aktifvitas meningkat b. Keluhan nyeri menurun c. Meringis menurun d. Sikap protektif menurun e. Gelisah menurun f. Kesulitan tidur menurun g. Menarik diri menurun h. Berfokus pada diri sendiri menurun i. Diaforesis menurun j. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun Anoreksi menurun 1. Manajemen Nyeri (I. 08238) Observasi a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respon nyeri non verbal d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan i. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik
  • 24. a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) c. Fasilitasi istirahat dan tidur d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri b. Jelaskan strategi meredakan nyeri c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
  • 25. a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 2. Pemberian Analgesik (I.08243) Observasi a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) b. Identifikasi riwayat alergi obat c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik e. Monitor efektifitas analgesic Terapeutik a.Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu b.Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • 26. c.Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien d.Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan Edukasi a.Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi 2 D.0142 - Resiko Infeksi Faktor Resiko a. Penyakit kronis b. Efek prosedur infasiv c. Malnutrisi d. Peningkatan papara organisasi patogen lingkungan e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil : a. Kebersihan tangan meningkat b. Kebersihan badan meningkat c. Demam menurun d. Kemerahan menurun e. Nyeri menurun f. Bengkak menurun g. Vesikel menurun Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi a. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi b. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi c. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan Terapeutik a. Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
  • 27. f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder h. Cairan berbau busuk menurun i. Sputum bewarnahijau menurun j. Drainase purulen menurun anterolateral b. Dokumentasikan informasi vaksinasi c. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi a. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek samping b. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah c. Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah d. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi kembali Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis 3 Gangguan Mobilitas Fisik –D. 0054 Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat Observasi : a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
  • 28. Penyebab a. Kerusakan integritas struktur tulang b. Perubahan metabolisme c. Ketidakbugaran fisik d. Penurunan kendai otot e. Penurunan kekuatan otot f. Penurunan massa otot g. Keterlambatan perkembangan h. Kekakuan sendi i. Kontraktur j. Malnutrisi k. Gangguan muskuloskeletal l. Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil : a. Pergerakan ekstremitas meningkat b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak (ROM) meningkat d. Nyeri menurun e. Keemasan menurun f. Kaku sendi menurun g. Gerakan tidak terkoordinai menurun h. Gerakan terbatas menurun i. Kelemahan fisik menurun sebelum memulai ambulasi d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik : a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi : a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi b. Anjurkan melakukan ambulasi dini c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
  • 29. m. Efek agen farmakologis n. Program pembatasan gerak o. Nyeri p. Kurang terpapar tentang aktivitas fisik q. Kecemasan r. Gangguan kognitif s. Keengganan melakukan pergerakan t. Gangguan sensoripersepsi 1.
  • 30. E. Implementasi Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019) F. Evaluasi Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
  • 31. G. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan
  • 32. Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan oleh dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisanlapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Menurut WHO dikutip dari Prawirohardjo (2009). pasien laparatomi tiap tahunnya meningkat 15%. Sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, tindakan bedah laparatomi mencapai 32% dengan menempati urutan ke 11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se Indonesia. Setiap pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma bagi pasien. Salah satu yang sering dikeluhkan klien adalah nyeri. Nyeri yang ditimbulkan oleh operasi biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan (Perry & Potter 2010). Nyeri merupakan masalah utama dalam perawatan paska operasi dimana nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang timbul bila ada kerusakan jaringan dan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton,1997 dikutip dari DepKes RI, 2009). Sedangkan menurut International for the Study of Pain (1990 dikutip dalam Oman, 2008) nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Smeltzer & Bare, 2010). Nyeri pada laparatomi merupakan nyeri akut yang memiliki awitan cepat dan berlangsung dalam waktu singkat yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Potter & Perry, 2010). Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran pasien kembali penuh dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Nyeri pada laparatomi sering ditemukan dalam tingkat nyeri berat dan sedang karena rusaknya integument, jaringan otot, vascular dan menimbulkan efek nyeri yang lebih lama pada masa pemulihan. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya terbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi ( Smeltzer &
  • 33. Bare, 2010). Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dan dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung lama (Smeltzer & Bare, 2010). Pemberian analgetik dan obat tidur bisa juga diberikan untuk mengurangi nyeri. Namun pemakaian yang berlebihan mempunyai efek samping kecanduan dan dapat membahayakan pemakainya bila over dosis. Metode pereda nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter & Perry, 2010). Sekarang telah banyak dikembangkan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri paska operasi seperti teknik relaksasi dan distraksi. Teknik relaksasi bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan rileks pada pasien, dapat mengurangi intensitas nyeri, serta dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah . Sedangkan distraksi merupakan teknik memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dan merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang di tranmisikan ke otak (Smeltzer & Bare, 2010). Terapi relaksasi merupakan suatu teknik yang berkaitan dengan tingkah laku manusia dan efektif dalam mengatasi nyeri akut terutama rasa nyeri akibat prosedur diagnostik dan pembedahan. Biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit pelatihan sebelum pasien dapt meminimalkan nyeri secara efektif. Dimana tujuan pokok dari relaksasi adalah membantu pasien menjadi rileks dan memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri paska operasi. Ini disebabkan oleh karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri paska operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Roykulcharoen and Good (2004) terhadap pengaruh teknik relaksasi sistematis yang merupakan kombinasi dari distraksi dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot progresif, autogenic dan nafas dalam yang dilakukan pada pasien paska pembedahan abdomen melaporkan bahwa teknik relaksasi tersebut efektif dalam penurunan
  • 34. nyeri pada pasien paska pembedahan abdomen. Dimana dilakukan dengan posisi nyaman ditempat tidur dan mata tertutup serta fokus pada sensasi yang bisa menimbulkan relaksasi, dilakukan setelah pembedahan dengan durasi 15 menit setelah masa pemulihan disaat ambulasi pertama kali. (Loei, 2009 dikutip dari Perry & Potter 2010) mengatakan bahwa didalam tubuh manusia mempunyai analgesic natural yaiti endhorphin. Endorphin adalah neuro hormone yang berkaitan dengan sensasi yang menyenangkan. Saat endorphin dikeluarkan oleh otak dapat mengurangi nyeri dan mengaktifkan system parasimpatik untuk relaksasi tubuh dan menurunkan tekanan darah, respirasi dan nadi. Salah satu intervensi mandiri perawat yang dapat mengaktifkan system parasimpatik oleh otak yaitu dengan teknik relaksasi lima jari. Dimana relaksasi lima jari ini suatu proses yang menggunakan fikiran dengan menggerakkan tubuh untuk menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi dalam tubuh yang melibatkan semua indera meliputi sentuhan, penciuman, penglihatan, dan pendengaran.
  • 35. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta : Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu pada Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah Sakit Hasan Sadikin. Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis disease in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian Dharma Agung (J-DA). Medan.http://repository.maran atha.edu/ 12708/10/1110127 Journal.pdfdiakses pada tanggal 20 juli 2019. Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 Juli-September 2017)Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika. Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather Herdman, PhD,RN,FNI (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC (Nurarif & Kusuma, 2016). (2013). Journal of Chemical Information and Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004 Djumhana,2010. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Mirizzi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi, 1-18 Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
  • 36. Fernando Sipayung (2018). Asuhan Keperawatan Tn.R : Kurang Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi Penanganan Kolelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Bandung https://www.academia.edu/41597680/Grandcase_Colelitiasis Diakses tanggal 01 mei 2020 Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Ratmiani (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang Mengalami Post Op Cholelitiasis Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Di Ruang Perawatan Garuda Rumah Sakit Bhayangkara Makassar https://www.google.com/search?safe=strict&q=Ratmiati+(2019).+ Asuhan+K eperawatan+Pada+Klien+Ny.J+Yang+Mengalami+Post+Op+Cholelitiasis +D engan+Masalah+Keperawatan+Nyeri+Di+Ruang+Perawatan+Garuda+Ru ma h+Sakit+Bhayangkara+Makassar&spell=1&sa=X&ved=2ahUKEwi7wcT 37 OfpAhXu6nMBHWfrBNEQBSgAegQIDBAp&biw=1242&bih=524 Diakses tanggal 01 mei 2020 Tjokropawiro, 2012. (2015). Analisis Praktik. Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015 Wibowo. (2010). Journal Of Chemical Information and Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.00
  • 37.
  • 38. 1
  • 39. 17